Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137553 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Waheeda B. Abdul Rahman
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebahagiaan wanita dewasa muda yang dibesarkan dalam keluarga poligami. Selain itu, untuk mengetahui keutamaan dan kekuatan yang dimiliki dan bagaimana mereka mengaplikasikannya di dalam kehidupan mereka untuk meraih kebahagiaan. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan disain deskriptif. Kuesioner VIA-IS juga digunakan untuk mengenal keutamaan dan kekuatan subjek penelitian.
Subjek penelitian terdiri dari empat wanita dewasa muda yang dibesarkan dalam keluarga poligami. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, sedangkan analisis dilakukan dengan merujuk pada hasil dari kuesioner VIA-IS, standar dan pendapat peneliti.
Dari analisis terhadap hasil wawancara dan perhitungan nilai dari kuesioner VIA-IS, disimpulkan bahwa: 1) gambaran poligami yang dilakukan ayah adalah rata-rata mereka hidup harmonis walaupun ada konflik tetapi tidak terlalu serius, hanya iri-irian; 2) gambaran penghayatan terhadap poligami yang dilakukan ayah adalah tidak mempermasalahkan perilaku tersebut; 3) semua subjek secara keseluruhan bahagia dengan kehidupan mereka karena hubungan interpersonal yang baik.; 3a) gambaran kebahagiaan mengenai masa lalu yang berpengaruh adalah emosi positif pride, gratitude dan forgiveness; 3b) gambaran kebahagiaan masa depan hanyalah emosi positif hope; 3c) gambaran kebahagiaan saat ini pleasure dan gratifikasi yang disesuaikan dengan keadaan di pondok pesantren; 4) gambaran penghayatan subjek mengenai keterkaitan antara poligami yang dilakukan ayah dengan kebahagiaan adalah pada awal mereka terpengaruh tetapi dengan berjalannya waktu, tidak terpengaruh; 5) keutamaan dan kekuatan yang dimiliki subjek adalah Forgiveness and Mercy dan Gratitude.
Hasil penelitian menyarankan data harus dari beberapa sumber; melakukan penelitian kuantitatif; mengacu pada teori yang khusus untuk kekuatan gratitude bersama forgiveness and mercy; meneliti gambaran proses pembentukan dan aplikasi kekuatan gratitude dan forgiveness and mercy; subjek penelitian diganti dengan mereka yang berada di luar pondok pesantren; melakukan penelitian cross-sectional untuk membandingkan kebahagiaan mereka yang dibesarkan di dalam keluarga bercerai dan keluarga poligami.

The focus of this study was to understand the authentic happiness among young adulthood women in polygamous families; as well as to identify their virtues and strengths and how they applied them in their lives to gain authentic happiness. This was a qualitative descriptive interpretive study. Questioner VIA-IS was also used to identify the virtues and strengths of the subjects in this study.
The subjects in this study were four young adulthood women from polygamous families. The data was acquired through deep interview and analysis was done referring to the results from questioner VIA-IS; and the standards and opinions set by the researcher.
From the analysis of the results of the interviews and the questioner VIA-IS, the conclusions were: 1) the descriptions of polygamous families were generally harmonious even though there were some minor conflicts mainly jealousies; 2) there were no hard feelings generated from the polygamies committed by their fathers; 3) all subjects were generally happy in their lives because of very good interpersonal relationships; 3a) positive emotions like pride, gratitude and forgiveness influenced their authentic happiness about the past; 3b) only hope influenced their authentic happiness towards the future; 3c) pleasure and gratification were adapted to their lives in a boarding school; 4) they were at first influenced by the polygamies but later accepted them; 5) Forgiveness and Mercy with Gratitude were the strengths that they made used of in their lives.
Suggestions made from the results of the study were that data should be from a few sources; quantitative research should be undertaken; must concentrate on specialized theories based on the strengths gratitude with forgiveness and mercy; research on the descriptive process of the formation and application of the strengths gratitude with forgiveness and mercy; subjects can be replaced with those not living in a boarding school; conduct a cross-sectional study to compare the authentic happiness of young adulthood women from divorced families and polygamous families."
2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisarah
"Poligami dalam penelitian ini adalah bentuk pernikahan dimana suami memiliki lebih dari satu isteri pada saat bersamaan dengan melibatkan kerjasama dalam aspek ekonomi, sosial, dan reproduksi antar ia dengan tiap isterinya, berdasarkan pengaturan hidup tertentu. Poligami juga mempunyai syarat-syarat yang biasanya tidak mudah untuk dipenuhi. Oleh karena itu, seringkali dalam pernikahan poligami, pihak isteri pertama menjadi pihak yang dirugikan dan harus berbagi dengan wanita lain. Kebahagiaan menurut Seligman (2002) dibentuk oleh faktor-faktor eksternal dan internal dalam kehidupan seseorang. Diantara faktor eksternal adalah uang, agama, dan kehidupan sosial. Juga pernikahan, yang dalam penelitian ini kontribusinya terhadap kebahagiaan ditandai dengan pemenuhan fungsi-fungsi pernikahan. Adapun faktor internal terdiri dari kepuasan masa lalu, optimisme, dan kebahagiaan masa kini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kebahagiaan isteri pertama pada pernikahan poligami, dengan tipe studi kasus sebagai fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks terbatas. Pengumpulan data dilakukan terhadap tiga isteri pertama pernikahan poligami berusia dewasa madya. Hasil penelitian mengungkap kebahagiaan isteri pertama pada pernikahan poligami berdasarkan faktor-faktor eksternal dan internal yang mereka miliki. Dari tiga kasus, kasus pertama paling tidak terpenuhi faktor-faktor eksternal dan internalnya, sementara kasus ketiga adalah yang paling terpenuhi.

Polygamy in this research is a form of marriage where a husband has more than one wife at the same time which involves cooperation in economical, social, and sexual aspects between him and each wife, based on a certain living arrangements. Polygamy also has terms that are usually not easy to fulfill. Therefore, often in a polygamous marriage, the first wife becomes the disadvantaged party and has to share with another woman. Happiness according to Seligman (2002) is formed by the external and internal factors in a person?s life. Among external factors are money, religion, and social life. Another one is marriage, which in this research, made contribution to happiness by the fulfillment of marital functions. Whereas the internal factors are satisfaction about the past, optimism, and happiness in the present. The purpose of this research is to obtain a description about the happiness of first wives in polygamous marriages. This is a case study research, which viewed a case as a particular phenomenon on a limited context. Data gathering is performed on three middle adult first wives in a polygamous marriage. Results explain the happiness of first wives in the form of external and internal factors they possess. Among the three cases, the first case has the most unfulfilled external and internal factors, whereas the third case is the most fulfilled."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa Faqih Fidini
"Saat memasuki dewasa muda, individu dihadapkan dengan tantangan terkait tugas perkembangan. Apabila dewasa muda gagal menghadapi tantangan tersebut, maka hal ini dapat berdampak pada kebahagiaan mereka. Dalam menghadapi tugas perkembangan tersebut, dewasa muda dapat menjalankannya melalui perilaku prososial. Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara perilaku prososial dan kebahagiaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku prososial dan kebahagiaan autentik (pleasure, engagement, dan meaning) pada dewasa muda. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur Orientations to Happiness (OTH) dan Prosocialness Scale for Adults (PSA) yang telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia. Penelitian ini terdiri dari 197 partisipan yang berasal dari usia masa dewasa muda dengan rentang usia 20–35 tahun (M = 22.65, SD = 2.70). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perilaku prososial dan kebahagiaan autentik (pleasure, engagement, dan meaning) pada dewasa muda di Indonesia (p < 0.001). Hasil menunjukkan bahwa peningkatan dalam perilaku prososial juga disertai peningkatan pada orientasi pleasure, engagement, dan meaning pada dewasa muda.

When entering young adulthood, individuals are faced with challenges related to developmental tasks. If young adults fail to face these challenges, this can have an impact on their happiness. In facing these developmental tasks, young adults can do so through prosocial behavior. Previous research has shown that there is a positive relationship between prosocial behavior and happiness. Therefore, this study aims to look at the relationship between prosocial behavior and authentic happiness (pleasure, engagement, and meaning) in young adults. The research instruments used in this study are the Orientations to Happiness (OTH) and Prosocialness Scale for Adults (PSA) measurement tools that have been adapted to the Indonesian language. This study consisted of 197 participants from young adulthood with an age range of 20-35 years (M = 22.65, SD = 2.70). The results showed that there was a significant positive relationship between prosocial behavior and authentic happiness (pleasure, engagement, and meaning) in young adults in Indonesia (p < 0.001). Results suggest that increases in prosocial behavior are accompanied by increases in pleasure, engagement, and meaning orientations in young adults."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Meidiati Sekarsari
"Pesatnya perkembangan dunia hiburan memungkinkan kita untuk mengetahui lebih jauh akan kehidupan sehari-hari selebriti favorit. Dengan kesempatan tersebut, kita kemudian merasa mengenal dan memiliki hubungan dengan selebriti favorit, yang disebut dengan perilaku parasosial. Beberapa karakteristik individu yang memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku parasosial adalah individu yang kurang dalam interaksi sosialnya dan memiliki self-esteem rendah. Kedua karakteristik tersebut ternyata juga merupakan karakteristik personal dari individu yang sering mengalami loneliness.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah loneliness berhubungan dengan kuatnya perilaku parasosial seseorang. Peneliti menggunakan UCLA Loneliness Scale ver 2. untuk mengukur loneliness dan Celebrity Attitude Scale untuk mengukur perilaku parasosial. Sampel dalam penelitian ini adalah 84 orang wanita dewasa muda yang berusia antara 20 - 40 tahun. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara loneliness dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda.

The rapid change in the entertainment world give us the opportunity to know the daily lives of the celebrity. With that opportunity, we could then feel that we know the celebrity and have a relationship with that person, which can be called as parasocial. Some of the characteristics of an individual who have the tendency to do a parasocial behavior are having a lack of social interaction and low self-esteem. Both of those characteristics are also a personal characteristics of an individual who tend to experience loneliness.
The aim of this research is to know if loneliness would be linked to the strenght of one?s parasocial behavior. The researcher used UCLA Loneliness Scale ver. 2 to measure loneliness and Celebrity Attitude Scale to measure paraosical behaviors. The sample of this research was 84 young adulthood women in the age range between 20-40 years old. The result of this research shown that there are significant positive relationship between loneliness and parasocial behavior in young adulthood women."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
155.92 MEI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Frea Petra Maheswari
"Masa depan tidak akan dapat diraih apabila seseorang tidak dapat melakukan pemaafan. Pemaafan dibutuhkan seseorang untuk tidak menyimpan rasa dendam dan bersalah yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi di masa lampau. Dewasa muda yang merupakan masa dengan banyak konflik dan peralihan hidup tentu mengalami hambatan yang terjadi disebabkan oleh diri mereka sendiri maupun hal-hal di luar diri mereka. Pemaafan diperlukan oleh dewasa muda agar dapat memaafkan hal-hal tersebut demi tercapainya cita-cita mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pemaafan dan kesejahteraan psikologis pada dewasa muda. Sebanyak 175 partisipan berusia 22-44 tahun mengisi kuesioner yang mengukur pemaafan Heartland Forgiveness Scale/HFS dan kesejahteraan psikologis Ryff rsquo;s Psychological Well-Being Scale/RPWB. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara pemaafan dan kesejahteraan psikologis pada dewasa muda r=-0.620.

Future cannot be reached if one cannot do forgiveness. Forgiveness is needed to keep us from holding grudge and guilt caused by past events. Young adulthood is a phase of many conflicts and life transitions that obstructed by themselves or another person. Forgiveness is necessary to young adult so that they can forgive those underexpected things for the sake of achieving their aspirations.
The aim of this research was to examine the relationship between forgiveness and psychological well being among young adulthood. A total of 175 participants aged 22 44 completed questionnaires of forgiveness Heartland Forgiveness Scale HFS and psychological well being Ryff rsquo s Psychological Well being Scale RPWB . The result of this research showed that there is a significant and positive relationship between forgiveness and psychological well being among young adulthood r 0.620.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Inge Salyaharini
"Status pekerjaan dapat menentukan tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan terlihat dari kualitas hidup dan keadaan ekonomi seseorang. Kesejahteraan merupakan salah satu faktor penentu kebahagiaan seseorang. Kebahagiaan bisa terwujud dari kesejahteraan yang didapatkan dan finansial yang dimiliki. Oleh karena itu seseorang harus bekerja untuk memenuhi kesejahteraan hidup agar dapat bahagia.Penelitian ini akan melihat perbedaan skor kebahagian antarakaryawan kontrak dan karyawan tetap pada usia dewasa muda.Penelitian ini menggunakandesain dantipe penelitian komparatif yang dilakukan pada 84 karyawan (41 karyawan tetap dan 43 karyawan kontrak) mengunakan teknik sampling accidental sampling. Menggunakan alat ukurOxford Happiness Questionnaire (OHQ) untuk mengukur kebahagiaan dengan jumlah 29 item yang bersifat unidimensional. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan skor kebahagiaan yang signifikan antara karyawan tetap dan karyawan kontrak (t (84) = 0.381,p= 0.705). Hasil penelitian ini memeperlukan penelitian dan diskusi lebih lanjut untuk dapat mendapatkan hasil yang maksimal.

Job status can determine the level of well-being. Welfare can be seen from the quality of life and the economic situation of a person. Welfare is one of the determinants of one's happiness. Happiness can be realized from the welfare obtained and financially owned. Therefore someone must work to fulfill the welfare of life in order to be happy. This study will see differences in happiness scores between contract employees and permanent employees at young adulthood. This study uses a comparative research design and type conducted on 84 employees (41 permanent employees and 43 contract employees) using accidental sampling sampling technique. Using the Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) measure to measure happiness with 29 unidimensional items. The results showed that there were no significant differences in happiness scores between permanent employees and contract employees (t (84) = 0.381, p = 0.705). The results of this study require further research and discussion to get maximum results.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dini Susilowati
"ABSTRAK
Merokok merupakan salah satu dari kebiasaan atau gaya hidup yang
kurang baik karena memberikan resiko atau dampak yang tinggi terhadap
penurunan kesehatan atau bahkan menjadi penyebab kematian. Studi WHO
menunjukan kematian akibat merokok sekitar 30 juta orang setahun, 10 kali lebih
tinggi dari angka kematian akibat kecelakaan berlalulintas. Di Indonesia sendiri
perokok aktif mencapai 70 % dari total penduduk atau sebesar 141,44 juta orang.
Dan kecenderungan perokok di kalangan wanita dan remaja pada usia 15-18
tahun mengalami peningkatan (http://www.koalisi.org). Sedangkan penelitian di
Jakarta menunjukkan bahwa 64,8% pria dan 9,8% wanita dengan usia di atas 13
tahun adalah perokok (Tandra, 2003). Berbagai alasan yang melatarbelakangi
mulai maraknya kebiasaan merokok di kalangan wanita, salah satunya adalah
gaya hidup. Persepsi tersebut dipicu oleh gencarnya iklan yang ditayangkan media
massa, yang mencitrakan wanita modem dengan kebiasaan merokok. Realita ini
berbeda dengan kondisi puluhan tahun lalu dimana wanita perokok distereotipkan
sebagai wanita "nakal" alias tidak baik.
Komponen yang paling berbahaya dari merokok dengan membakar
tembakau adalah nikotin, carbon monoxide, yang dikenal sebagai carcinogens.
Efek jangka panjang dari merokok adalah kanker paru, emphysema, kanker larynx
dan esophagus dan sejumlah penyakit cardiovascular (Davison & Neale, 2001).
Pada wanita yang merokok terdapat dampak-dampak khusus yang ditimbulkan
oleh rokok antara lain masalah-masalah pada organ reproduksi wanita
(diantaranya menurunkan kesuburan), meningkatkan jumlah kehamilan ektopik,
aborsi spontan, kelahiran prematur, menopause dini, serta meningkatkan resiko
kanker leher rahim.
Informasi mengenai dampak buruk dari rokok terhadap kesehatan tersebut
di atas, menjadi salah satu alasan untuk berhenti merokok. Kaplan, Sallis dan
Patterson (1993) mengatakan bahwa perokok berhenti atau mencoba berhenti
merokok untuk berbagai alasan, antara lain: masalah kesehatan, masalah
penerimaan sosial, usia, serta alasan untuk menjadi contoh yang baik. 50% dari usaha untuk berhenti merokok adalah membuat keputusan untuk berhenti.
Terkadang sangat sulit bagi perokok untuk memutuskan berhenti merokok.
Berbagai pertimbangan dilakukan seorang perokok dalam memutuskan
berhenti merokok Karenanya penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran
proses pengambilan keputusan yang terjadi pada seorang mantan perokok beserta
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusannya. Selain itu
diteliti pula strategi ketika memutuskan untuk berhenti merokok. Penelitian ini
mengacu pada teori pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Janis &
Mann (1977).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Oleh
karena itu dalam pengumpulan data peneliti melakukan wawancara dan observasi.
Subyek penelitian berjumlah 4 orang dengan kriteria wanita usia dewasa muda
yang dulu pernah merokok tetapi telah berhenti minimal 6 bulan.
Hasil penelitian menujukkan hanya satu subyek yang terlihat melalui
kelima tahap. Subyek umumnya tidak melalui tahap kedua (mencari alternatif).
Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor circumstances dan preferences. Hal
ini menunjukkan bahwa selain merupakan proses internal, pengambilan keputusan
untuk berhenti merokok juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
Sedangkan strategi yang digunakan dalam situasi berhenti merokok ini adalah safe
strategy (memilih alternatif yang paling aman dan membawa keberhasilan) atau
escape strategy (memilih alternatif yang paling memungkinkan untuk menghindar
dari hasil yang buruk)."
2004
S3394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karinka Febritta Anindyasari
"ABSTRAK
Selfie saat ini menjadi sebuah tren yang mendunia diiringi dengan teknologi kamera yang semakin berkembang pesat dan meluasnya fungsi sosial media. Selfie adalah sebuah foto diri yang diambil oleh dirinya sendiri, biasanya menggunakan kamera smartphone atau kamera webcam dan biasanya di unggah ke sosial media. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran locus of control dan trait kepribadian pelaku selfie pada emerging adulthood. Pengukuran intensitas selfie menggunakan alat ukur Skala Intensitas Selfie, pengukuran locus of control menggunakan alat ukur IE-Locus of Control Scale yang disusun oleh Rotter (1966) dan pengukuran trait kepribadian menggunakan alat ukur Big Five Inventory yang disusun oleh John dan Srisvatava (1999). Penelitian ini melibatkan 321 responden pelaku selfie pada kelompok usia emerging adulthood. Hasil penelitian menggambarkan bahwa responden rata-rata berada pada kelompok locus of control internal, lalu skor trait kepribadian tertinggi ada pada trait openness to experience. Melalui teknik ANOVA, hasil penelitian menunjukkan adanya pola linier positif antara intensitas selfie dengan trait extraversion. Namun, untuk intensitas selfie dengan locus of control serta trait kepribadian agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to experience menunjukkan pola linier yang negatif.

ABSTRACT
Nowadays, selfie has become world’s trend followed by rapid growing of camera technology and social media. Selfie is a photograph that one has taken of oneself, typically with a smartphone or webcam and uploaded to a social media website. This research purposes is to know the locus of control and selfie personality trait towards emerging adulthood. Selfie intensity was measured using an instrument named Selfie Intensity Scale, locus of control was measured using an instrument named IE-Locus of Control Scale made by Rotter (1966) and personality traits was measured using an instrument named Big Five Inventory made by John and Srisvatava (1999). This research involved 321 respondents of Selfie-Doers in the age of emerging adulthood. This research captured that the respondents tend to have internal locus of control, and then the highest personality traits score is on openness to experience trait. Using ANOVA technique, it indicates a positive linear pattern between selfie intensity and extraversion trait. However, intensity selfie with locus of control and personality trait agreeableness, conscientiousness, neuroticism and openness to experience shows negative linear pattern.
"
2015
S60655
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Octavia
2003
S3315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rengganis Lenggogeni Biran
2003
S3189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>