Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aliva Diestika
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai Delegated Regulation Supplementing Renewable Energy Directive (RED) II 2018/2001 yang dikeluarkan oleh European Union (EU). Pemberlakuan regulasi mengenai Renewable Energy Directive II dapat menimbulkan kerugian bagi negara-negara pengekspor Crude Palm Oil (CPO) karena penggunaan CPO akan pelan-pelan dikurangi hingga 2030 untuk mencapai tujuan dari Renewable Energy Directive II. Skripsi ini secara khusus membahas mengenai apakah Delegated Regulation Renewable Energy Directive II melanggar prinsip non-discrimination atau tidak dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan Indonesia terhadap kebijakan RED II. Pelarangan penggunaan CPO disebabkan karena kelapa sawit dianggap sebagai tanaman yang mengakibatkan deforestasi dan tidak berkelanjutan serta berisiko tinggi. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode yuridis normative karena penelitian ini mengkaji aturan-aturan terkait Delegated Regulation Supplementing Renewable Energy Directive II terhadap prinsip non-discrimination serta pengaruhnya terhadap kebijakan perdagangan crude palm oil (CPO) di Indonesia. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Skripsi ini menyimpulkan bahwa Delegated Regulation Supplementing Renewable Energy Directive II melanggar prinsip non- discrimination dan Indonesia dapat menggugat ke Dispute Settlement Body WTO. Skripsi ini menyarankan jika terjadi sengketa antara Indonesia dan EU langkah- langkah yang dapat diambil oleh pihak yang bersengketa harus sesuai dengan mekanisme DSU. ......This thesis discusses the Delegated Regulation Supplementing Renewable Energy Directive (RED) II 2018/2001 by the European Union (EU). The enforcement of regulations regarding Renewable Energy Directive II can cause losses for exporting countries of Crude Palm Oil (CPO) because the use of CPO will slowly be reduced until 2030 to achieve the objectives of Renewable Energy Directive II. This thesis specifically discusses whether Delegated Regulation Renewable Energy Directive II violates the principle of non-discrimination or not and what legal efforts Indonesia can make towards RED II policies. The ban on the use of CPO is because oil palm is considered a plant that causes deforestation and is unsustainable and high risk. This thesis is compiled using normative juridical method because this study examines the rules related to Delegated Regulation Supplementing Renewable Energy Directive II on the principle of non- discrimination and its influence on the trade policy of crude palm oil (CPO) in Indonesia. Data collection in this study uses secondary data. This thesis concludes that the Delegated Regulation Supplementing Renewable Energy Directive II violates the principle of non-discrimination and Indonesia can sue the WTO Dispute Settlement Body This thesis suggests that if there is a dispute between Indonesia and the EU the steps that can be taken by the parties to the dispute must be in accordance with the DSU mechanism.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaniya Ingrida
Abstrak :
Pengadaan barang / jasa pemerintah merupakan salah satu wadah pelaksanaan pembangunan nasional yang menjadi tugas pokok instansi pemerintah dengan tujuan pelayanan masyarakat. Tata cara pengadaan mengacu pada konsep dasar, prinsip, dan etika yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah. 'Penunjukan Langsung' dikenal sebagai salah satu metode pengadaan barang / jasa yang Marak digunakan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan penelitian untuk mengetahui perspektif hukum persaingan usaha Indonesia terkait metode penunjukan langsung yang dikenal dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015. Apakah penunjukan langsung masuk ruang lingkup 'praktek diskriminasi' yang diatur dalam Undang - Undang Nomor 5 Tahun Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat at au tidak. Hal ini dikarenakan penunjukan langsung sendiri menutup kesempatan bagi pelaku usaha lain untuk mengambil bagian dalam persaingan sehingga bersifat kontradiktif dengan sistem persaingan usaha Indonesia yang bertujuan memelihara kondisi kompetisi yang bebas dan adil. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian Yuridis Normatif meliputi Undang - Undang No. 5 Tahun 199 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Presiden No.4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah, dan peraturan - peraturan lainnya seperti peraturan Kementerian BUMN dan pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha. ......Public goods / services procurement is one of the means of implementing national development policy, recalling the main function of government institutions to serve the public. Procurement procedures based on the concept, principle, and ethics set in the Presidential Decree Number 4 Year 2015 as the Fourth Amendment Of Presidential Decree Number 54 Year 2010 concerning the Government Goods / Services Procurement. ' Direct Appointment' is one of the methods that are widely used in public procurement. Based on that, Writer conducting research to know the Indonesian Competition Law perspective related to ' direct appointment' method known in the Presidential Decree Number 4 Year 2015. Whether or not the 'direct appointment' is categorized as ' discrimination' based on the Indonesia Competition Law and Policy Number 5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. 'Direct appointment' leaves a little chance for other business to compete in the first place. Obviously, this is contradictory with Indonesia competition law's system that aims to preserve free and fair business competition instead. The research method used in this thesis is Legal Normative such as Law and Policy Number 5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, Presidential Decree Number 4 Year 2015 as the Fourth Amendment Of Presidential Decree Number 54 Year 2010 concerning the Government Goods / Services Procurement, and other kinds of regulations from the Ministry of State-Owned Entities and Guidelines from Supervise Commisioner of the Business Competition.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S70299
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Nabila Satira
Abstrak :
ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai sistem outsourcing yang dipergunakan para pelaku usaha untuk alasan efisiensi namun menimbulkan masalah ketika pekerja outsourcing melakukan perbuatan yang merugikan konsumen. Pelaku usaha menggunakan status pekerja outsourcing sebagai alasan untuk menolak pertanggungjawaban atas kerugian disebabkan oleh perbuatan tenaga kerja kontrak atau outsourcing. Skripsi ini dibuat dengan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap aturan-aturan hukum tertulis dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Skripsi ini menyimpulkan bahwa pelaku usaha yang berhubungan dengan konsumen tetap harus bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi kepada konsumen.
ABSTRACT
This thesis will discuss about the outsourcing system which has been used by many companies in hope to achieve efficiency but has the potential to cause future problem when the outsourced labor causes loss to consumer. Company used the outsourced labor rsquo s status to exclude themselves from the liability. This research used normative law research method which researched about written law which based on literature research and interview. This thesis concludes it should be the company with legal connection to consumer that should be liable.
2017
S68708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Farazenia
Abstrak :
ABSTRAK
Perusahaan Pembiayaan Konsumen menggunakan perjanjian baku dalam kegiatan perusahaannya. Pada perjanjian baku perusahaan pembiayaan tersebut pada pasal yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa menentukan bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan melalui pengadilan negeri. Hal ini menghilangkan hak konsumen dalam memilih forum penyelesaian sengketa konsumen karena pada dasarnya hukum sudah mengembangkan pilihan forum penyelesaian sengketa agar kasus sengketa tidak menumpuk di pengadilan negeri. Penulis melakukan peninjauan perjanjian baku tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan serta dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang dapat ditinjau melalui keadaan pengadilan maupun lembaga penyelesaian sengketa saat ini. Kemudian setelah melakukan peninjauan tersebut, dapat dipahami bahwa pembakuan pilihan penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri tidak dilarang ataupun dibatasi secara jelas dalam Peraturan Perundang-Undangan namun hal tersebut tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang menyebutkan bahwa Konsumen dapat menggunakan dua cara penyelesaian sengketa yaitu melalui pengadilan negeri dan di luar pengadilan negeri. Maka dari itu seharusnya para pelaku usaha dalam hal ini Perusahaan Pembiayaan Konsumen tidak membakukan pilihan penyelesaian sengketa melainkan membuat ketentuan bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak dan sesuai kondisi kedua belah pihak.
ABSTRAK
The Consumer Finance Company nowadays has been using a standardized contract in their financing business. The standardized contract in the clause which declare that a dispute resolution can only through the court, has been eliminating the consumer rsquo s rights for choosing the dispute resolution forum that the law can offer and eliminating the chance to decentralize law cases for piling up in the court. The writer will review the standardized contract by reviewing Indonesia rsquo s consumer protection act and other review that delineate the court rsquo s and the alternative dispute resolution rsquo s circumstances. After reviewing the standardized contract, shows that the constitution has not yet forbidding or limiting explicitly for standardizing a dispute resolution options. However, standardizing a dispute resolution options is not in accordance with the consumer protection act which declare that consumer has two options in resolving a dispute and those are dispute resolution through the court or the alternative dispute resolution. Therefore, The Consumer Finance Company should not standardize a dispute resolution option, instead they rather stating a clause that leave the choice wide open for both the consumer and The Consumer Finance Company themselves to choose the best dispute resolution based on both of their condition.
2017
S68656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library