Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noori Lukman Pradipto
"Remaja merupakan tahapan perkembangan dimana individu mengeksplorasi banyak hal untuk menemukan identitas diri. Eksplorasi terhadap banyak hal terkadang mengarahkan kepada perilaku beresiko negatif yang berujung pada perilaku kekerasan bahkan sampai melanggar hukum dan masuk lembaga pemasyarakatan. Banyak pelaku yang melakukan perilaku beresiko hingga pelaku kekerasan adalah laki-laki. Salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku beresiko adalah time-perspective.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan time-perspective antara remaja di lembaga pemasyarakatan dengan di luar lembaga pemasyarakatan. Tiga dimensi diukur dalam alat ukur Zimbardo time-perspective short-form, yaitu futuristic, present-hedonistic, present-fatalistic. Pengambilan data dilakukan pada sampel remaja laki-laki di lembaga pemasyarakatan Tangerang (N = 128) dan remaja yang menempuh pendidikan di sekolah berakreditasi "B" (N = 183). Analisis data dilakukan dengan independent sampel t-test.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan signifikan dalam dimensi present-hedonistic, present-fatalistic, dan skala present-oriented antara remaja di lapas dengan di luar lembaga pemasyarakatan. Namun, tidak ada perbedaan futuristic yang signifikan antara remaja di lapas dengan di luar lembaga pemasyarakatan.

Adolescence is a developmental stage where people starts to explore different things to find one self-identity. The exploration may lead to negative risk-behaviors that often end in violent behaviors and violation of law. Those who involved in negative risk behaviors and committed violent behaviors are mostly men. One factor that correlates with risk behavior is time-perspective.
This research focused on investigating the significant difference in time perspective between male adolescents who lived in a correctional facility and outside correctional facility. Three dimensions that measured in Zimbardo Time-Perspective Short Form were present-hedonistic, futuristic, and present-fatalistic. The participants from a correctional facility was 128 and from community was 183. Data were analyzed with independent sample t-test.
The results showed significant differences of present-hedonistic, present-fatalistic, present-oriented between male adolescents in correctional facility and outside correctional facility. But, there was no significant difference of futuristic between male adolescent in correctional facility and outside correctional facility.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Puspita Sari
"Latar Belakang: Orangtua perlu berperan aktif dalam pengasuhan dimulai sejak masa awal kehidupan bayi. Sejauh ini, pengasuhan sendiri lebih banyak dihubungkan dengan ibu daripada ayah. Hal ini membuat ayah kurang terlibat dalam pengasuhan bayi. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah sikap ibu terhadap pengasuhan oleh ayah.
Metode: Penelitian ini akan melihat perbandingan sikap dan gambaran jarak sikap orangtua terhadap pengasuhan oleh ayah yang memiliki bayi 0 ? 12 bulan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan dengan cara accidental sampling sebagai metode sampling. Peneliti menganalisis 102 data pasangan ayah dan ibu.
Analisis Statistik: Peneliti menggunakan uji T-Test dependent sample untuk membandingkan sikap orangtua terkait pengasuhan oleh ayah pada bayi usia 0 - 12 bulan.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan dalam sikap orangtua terhadap pengasuhan oleh ayah yang memiliki bayi 0 ? 12 bulan. Selanjutnya, mayoritas pasangan tidak memiliki perbedaan sikap terhadap pengasuhan oleh ayah. Hal ini berarti jika ibu memiliki sikap yang positif terhadap pengasuhan bayi oleh ayah, maka ayah cenderung memiliki sikap positif. Begitu juga sebaliknya, jika ibu memiliki sikap yang negatif terhadap pengasuhan bayi oleh ayah, maka ayah cenderung memiliki sikap yang negatif pula.
Kesimpulan: Di dalam penelitian ini, ditemukan bahwa ibu memiliki sikap yang lebih positif terhadap pengasuhan oleh ayah daripada ayah. Sikap ayah yang rendah bisa dikarenakan kurang percaya diri terhadap kemampuannya dalam merawat bayi dan juga karena kurangnya umpan balik positif atas aktifitas perawatan bayi yang dilakukannya. Berdasarkan analisis tambahan, sikap ayah terhadap pengasuhan tidak dipengaruhi oleh pengetahuan ayah. Ayah juga memiliki sikap positif pada beberapa kegiatan di dalam pengasuhan anak, seperti mengetahui penyakit bayi, mengantarkan bayi ke dokter, mengetahui makanan yang dikonsumsi bayi dan mengajak bayi bermain.

Background: Parents need to be active in child rearing activities from the beginning of the baby?s life. So far, child rearing activities more related to mother than father. That?s why fathers not involved in baby rearing activities. Many factor influenced father involvement in child rearing activities, one of the factor is mother's attitude toward father involvement.
Methods: this research will compare attitude difference and gap between fathers and mothers toward father involvement in child rearing activities among couples with 0-12 months old babies. This research used quantitative methods with accidental sampling as sampling methods. Researcher analyzed 102 data of fathers and mothers.
Statistical analysis: researcher used T-Test dependent sample for compare fathers and mothers attitude toward father involvement in child rearing activities.
Result: research showed significance difference in parents attitude toward father involvement in child rearing activities among couples with 0-12 months old babies. Most of the couples didn?t have difference attitude toward father involvement in child rearing activities. It means if mothers have positive attitude toward father involvement, fathers will also have positive attitude. And if mothers have negative attitude toward fathers involvement in child rearing activites, fathers will have negative attitude.
Conclusion: this research found that mothers had more positive attitude toward father involvement rather than father. The reason why fathers have lower attitude rather than mothers because of lack of confidence and lack of positive feedback in child rearing activities. Based on additional analysis, father's attitude in child rearing activities not affected by fathers knowledge. Fathers also positive attitude in some child rearing activities, such as knowing child disease, accompany baby to the doctor, knowing which food that can be consume by baby and play with baby.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Ary Nurani
"Defisit empati dianggap sebagai faktor penting yang berperan dalam penyerangan seksual oleh remaja. Mereka mengalami defisit dalam empati, terutama empati terhadap korban spesifik mereka (victim empathy). Atas dasar tersebut, sebagian besar intervensi bagi pelaku kekerasan seksual mengikutsertakan empati dalam programnya. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa empati pelaku kekerasan seksual terhadap korbannya terhambat oleh distorsi kognitif sehingga pelaku mengalami defisit pada victim empathy (Barnett dan Mann, 2013b). Salah satu intervensi yang bisa digunakan untuk menyasar distorsi kognitif adalah rational emotive behavioral therapy (REBT). Dalam penelitian ini, REBT bertujuan mengidentifikasi dan mengubah irrational belief pada remaja pelaku penyerangan seksual yang menghambat proses victim empathy mereka. Dengan demikian, mereka diharapkan mampu mengidentifikasi emosi dan kognisi secara lebih tepat sehingga mereka mampu melihat pengalaman orang lain secara tepat. Partisipan yang terlibat adalah dua orang tahanan remaja pria berusia 17 dan 19 tahun. Intervensi dilakukan dalam 6 sesi. Kedua partisipan mengalami peningkatan victim empathy dan general empathy, diketahui dari perbaikan skor victim empathy, interpersonal reactivity index (IRI), dan evaluasi kualitatif. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa irrational belief yang melandasi kekerasan seksual yang dilakukan oleh kedua partisipan adalah low tolerance belief dan selfdepreciation/other-depreciation belief.

Empathy deficit is considered as an important factor that contributes in juvenile sex offending. They have deficit in empathy, especially empathy for their specific victim (victim empathy). Recent research suggests that lack of victim empathy in them occur as a result of cognitive distortion (Barnett dan Mann, 2013b). One of the interventions that could be used to target cognitive distortions is rational emotive behavior therapy (REBT). In this study, REBT aims to identify and change the irrational belief in juvenile sex offenders which inhibit victim empathy. Thereby, they are expected to be able to identify their emotion and cognition accurately so that they are able to understand and feel others? experience appropriately. Participants involved were two adolescent male prisoners aged 17 and 19. Interventions conducted in 6 sessions. Result shows that both participants reported an increase in victim empathy and general empathy which is indicated by improvement in victim empathy score, interpersonal reactivity index (IRI) score, and qualitative evaluation. This research also found that irrational belief which underlies sexual offending for both participants is the low tolerance belief and self-depreciation/other-depreciation belief."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eky Susilowati
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang peran traits kepribadian dan lokasi tinggal desa-kota terhadap motivasi berprestasi pada siswa SMA, serta perbedaan pola traits kepribadian dan motivasi berprestasi ditinjau dari lokasi tinggal. Seratus sembilan belas siswa SMA di desa dan 100 orang siswa SMA di kota terlibat dalam penelitian ini. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa lima dimensi traits berdasarkan Five Factor Model dan lokasi tinggal mampu menjelaskan 42.9 persen varians motivasi berprestasi pada siswa SMA. Adapun prediktor signifikan terhadap motivasi berprestasi terdiri atas trait neuroticism, extraversion, openness to experience dan conscientiousness. Sementara itu analisis menggunakan teknik statistik independent sample t-test menunjukkan bahwa siswa di kota memiliki tingkat neuroticism dan openness to experience yang lebih tinggi dibandingkan siswa desa. Adapun tingkat motivasi berprestasi siswa SMA di desa dan kota tidak memiliki perbedaan signifikan

ABSTRACT
The study aims to explore the role of personality traits and living location rural or urban on achievement motivation among high school students, and also find whether there are some differences on urban and rural students on personality traits patterns and achievement motivation. One hundred and nineteen rural students and one hundred urban students were involved in this study. The multiple regression analysis shows that all of the five personality dimension along with living location predicted 42.9 percents of achievement motivation rsquo variance. Neuroticism, extraversion, openness to experience, and conscientiousness were the significant predictors on achievement motivation. Meanwhile the independent sample t test analysis found that urban adolescents has a higher degree of neuroticism and openness to experience compared to the rural adolescents. Urban and rural rsquo adolescents were not significantly different regarding to their achievement motivation."
2017
T47605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Namira Pertiwi Isma
"Tesis ini membahas peran trait kepribadian Openness to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism serta kepuasan pernikahan dalam memprediksi sikap terhadap infidelity. Penelitian dilakukan pada 438 partisipan berusia 22-40 tahun M=31.02, SD=4.3 yang telah menikah. Pengukuran menggunakan NEO-FFI, ENRICH Marital Satisfaction Scale dan Attitudes towards Infidelity Scale menunjukkan bahwa sikap terhadap infidelity dapat diprediksi secara signifikan oleh trait Neuroticism dan Conscientiouness, serta kepuasan pernikahan dan jenis kelamin partisipan. Berdasarkan hasil tersebut, didapatkan gambaran bahwa infidelity dapat diprediksi melalui faktor demografis, intrapersonal, dan interpersonal.

This study investigates the role of personality traits Openness to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, and Neuroticism and marital satisfaction in predicting attitudes toward infidelity. The participants of the study are 438 married 22 40 years old M 31.02, SD 4.3 men and women. The result from the NEO FFI, ENRICH Marital Satisfaction Scale and Attitudes towards Infidelity Scale indicates that Conscientiousness and Neuroticism, followed by marital satisfaction and gender, are significant predictors of attitudes towards infidelity. From this result, it can be concluded that attitudes towards infidelity can be predicted by the demographic, interpersonal, and intrapersonal factors.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T48073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Farhana Sausan
"Remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa yang sangat rentan terhadap segala jenis perilaku berisiko, termasuk perilaku merokok. Faktor akademik memainkan peran penting bagi munculnya perilaku merokok di kalangan remaja yang juga pelajar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh tekanan orang tua yang dirasakan pada tahun 2018, baik orang tua atau ayah dan ibu sebagai individu, pada perilaku merokok pada tahun 2019 dengan kecemasan 2018 sebagai mediator.
Penelitian ini adalah studi longitudinsl yang telah dilakukan pada tahun 2017 dan 2018 dengan peserta yang sama; siswa dari 5 sekolah menengah tersebar di 5 wilayah perkotaan di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan ukuran Survei Perilaku Risiko Remaja (YRBS) untuk mengukur perilaku merokok, Inventory of Parental Influence (IPI) untuk mengukur tekanan orangtua yang dirasakan, dan The Hopkins Symptom Checklist (HSCL-25) untuk mengukur kecemasan.
Dari 466 peserta, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tekanan orang tua terhadap perilaku merokok di kalangan siswa sekolah menengah di DKI Jakarta tidak dimediasi oleh kecemasan. Namun, penelitian ini menemukan bahwa tekanan orang tua memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap perilaku merokok di kalangan siswa sekolah menengah atas di Jakarta."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellan Jaya Septiyono
"ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan penggunaan tembakau di kalangan remaja (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Siswa sekolah menengah dianggap yang terbesar kelompok remaja yang menggunakan tembakau. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai
prediktor penggunaan tembakau; salah satunya adalah masalah kesehatan mental. Tujuan dari ini penelitian adalah untuk menguji efek depresi, melakukan masalah, dan hiperaktif / tidak aktif pada penggunaan tembakau di kalangan siswa sekolah menengah. Di dalam studi longitudinal, kami bertujuan untuk menguji efek distal dan proksimal mental masalah kesehatan pada penggunaan tembakau. Tiga model dinilai dalam penelitian ini; satu distal model dan dua model proksimal. Partisipan penelitian adalah siswa dari 5 SMA sekolah di daerah perkotaan Jakarta (N = 530). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
model-modelnya signifikan; menunjukkan tidak ada efek signifikan dari masalah kesehatan mental penggunaan tembakau di kalangan siswa. Namun, kami menemukan efek signifikan dari perilaku tersebut
masalah di kelas 10 pada penggunaan tembakau di kelas 11 (β = 0,156, df = 1, p <0,05) dan kelas 12 (β = 0,159, df = 1, p <0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini, kami menyarankan untuk melakukan penelitian serupa pada remaja yang lebih muda; misalnya di antara sekolah menengah pertama
siswa.

ABSTRACT
In recent years, there has been an increase in tobacco use among adolescents (Indonesian Ministry of Health, 2018). Middle school students are considered the largest group of adolescents who use tobacco. Several factors have been identified as predictor of tobacco use; one of them is a mental health problem. The aim of this study is to examine the effects of depression, doing problems, and hyperactivity / inactivity on tobacco use among middle school students. In a longitudinal study, we aim to examine the distal and proximal effects of mental health problems on tobacco use. Three models were assessed in this study; one distal model and two proximal models. The study participants were students from 5 high schools in urban areas of Jakarta (N = 530). The results of the study showed that none the models are significant; showed no significant effects of mental health problems on tobacco use among students. However, we found a significant effect of this behavior problems in class 10 on tobacco use in class 11 (β = 0.156, df = 1, p <0.05) and grade 12 (β = 0.159, df = 1, p <0.05). Based on the results of this study, we recommend conducting a similar study in younger adolescents; for example among junior high schools
student.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Farassania
"ABSTRAK
Prevalensi perilaku merokok pada remaja di Indonesia ditemukan meningkat dari 11,2% di tahun 2013 menjadi 12,7% di tahun 2018. Kemunculan perilaku merokok banyak ditemukan pada masa remaja dan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan pertemanan. Penelitian ini ingin melihat peran lingkungan pertemanan, yaitu sense of community dan penerimaan teman sebaya terhadap perubahan perilaku merokok pada remaja. Penelitian ini menggunakan data follow-up dari 119 partisipan yang diambil pada tahun 2019 dan 2020. Perilaku merokok diukur menggunakan Youth Risk Behavior Surveillance System (YRBSS). Faktor lingkungan pertemanan diukur menggunakan Sense of Community Index-2 (SCI-2) dan Perceived Acceptance Scale (PAS). Penelitian ini menghitung incidence rate atau jumlah kasus baru perilaku merokok serta melihat peran faktor lingkungan pertemanan menggunakan teknik analisis t-test. Incidence rate yang ditemukan sebesar 15 per 100 orang per tahun. Hasil analisis menemukan adanya peningkatan sense of community yang signifikan pada remaja yang tetap tidak merokok di tahun 2020. Walaupun jumlah kasus baru perilaku merokok ditemukan, namun sense of community dan penerimaan teman sebaya tidak berperan secara signifikan terhadap perubahan perilaku merokok.

ABSTRACT
The prevalence of smoking behavior in Indonesian adolescents has increased from 11.2% in 2013 to 12.7% in 2018. Previous studies indicated that initial age of smoking was predominantly during adolescence and was heavily influenced by their peers and environment. This study explored the role of changes in sense of community and peer acceptance in toward changes in smoking behavior among adolescents. Follow-up data of 119 participants from 2019 and 2020 were collected. Smoking behavior was assessed with the Youth Risk Behavior Surveillance Scale (YRBSS). Peer and environment factors were measured with Sense of Community Index-2 (SCI-2) and Perceived Acceptance Scale (PAS). Incidence rate was calculated and the scores of aforementioned instruments were analyzed by t-test. Incidence rate of smoking behavior in adolescents was 15 per 100 persons per year. A significant increase in sense of community was found in participants that did not turn into smokers in the second year. Even though new cases of smoking behavior were found, there was no significant role from changes in sense of community and peer acceptance toward changes in smoking behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hapsari Santosa
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3637
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>