Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Swatika Wulan Pahlevi
Abstrak :
ABSTRAK
Borderline Intellectual Functioning adalah suatu kondisi taraf kecerdasan individu dengan skor IQ berkisar antara 71 sampai 84, suatu tingkat yang berada di bawah rata-rata normal, namun tidak termasuk sebagai keterbelakangan mental (Sattler, 1987). Anak-anak pada taraf kecerdasan ini seringkali kurang mendapatkan perhatian di dalam dunia pendidikan. Padahal anak-anak ini memiliki banyak keterbatasan walaupun biasanya tidak tertampil secara nyata seperti anak-anak dari golongan kecerdasan lain (retardasi mental). Shaw (2006) menjelaskan bahwa individu dengan borderline intellectual functioning dapat dimaksimalkan dengan cara meningkatkan waktu belajar yang lebih lama, meningkatkan kemampuan self-instruction, pengajaran secara khusus dari guru, serta pemberian instruksi secara khusus. Selain itu, kebiasaan belajar yang buruk juga dapat menyebabkan kegagalan atau prestasi yang rendah di sekolah (Schaefer & Millman, 1987). Oleh karena itu, intervensi harus dilakukan pada anak-anak ini. Dengan adanya intervensi bagi anak-anak borderline maka diharapkan resiko kegagalan di sekolah dapat diminimalkan. Salah satu intervensi yang bisa dilakukan berupa bimbingan untuk mengembangkan kebiasaan belajar (Ninivaggi, 2001). Perilaku belajar yang buruk bisa terjadi baik pada siswa dengan kecerdfl-san rata-rata mupun di bawah rata-rata. Namun demikian, memang ada kecenderungan bahwa anak-anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata (borderline) biasanya kurang dapat melakukan perencanaan. Selain itu, mereka tidak mengetahui bagaimana caranya belajar (Bocsa, 2003) sehingga pada akhirnya hal ini akan berimbas pada kemampuan untuk merencanakan kegiatan belajar dan mengerjakan tugas. Program intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah modifikasi perilaku dengan menggunakan positif reinforeement dengan token ekonomi dan fading untuk membantu subyek memulai belajar. Subyek penelitian ini duduk di kelas VI sekolah dasar, akan mengikuti ujian akhir sekolah dan berencana melanjutkan sekolah ke tingkat SLTP. Subyek berjenis kelamin perempuan berusia 12 tahun. Saat ini subyek belum memiliki kebiasaan belajar yang teratur setiap harinya yang dapat mendukung subyek baik saat ujian sekolah maupun untuk proses belajar di jenjang selanjutnya. Selain itu, keluarga subyek juga tidak dapat menyediakan model yang dapat dijadikan panutan bagi subyek untuk dapat belajar dengan teratur. Subyek belajar hanya jika akan ulangan atau ada PR. Berdasarkan intervensi yang dilakukan sebanyak 12 kali, didapatkan kesimpulan bahwa program intervensi pembiasaan belajar terhadap anak borderline ini dapat dikatakan berhasil. Subyek mulai terbiasa untuk belajar dengan teratur dengan durasi waktu tertentu serta pada waktu-waktu tertentu setiap harinya. Selain itu, durasi belajar subyek juga meningkat selama program intervensi berlangsung. Sebagai tambahan, subyek mulai menguasai beberapa materi pelajaran matematika seperti perkalian dan pembagian di bawah angka 10 serta konsep bilangan positif negatif dan pecahan yang sebelumnya belum ia kuasai. Namun demikian sesuai dengan karakteristik anak borderline, subyek membutuhkan waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat memahami materi-materi tersebut.
2007
T38136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Th. Ratih Sawitridjati
2007
T38300
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca F. Sidjaja
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Mischa Indah Mariska
Abstrak :
[ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas terapi Resource Development and Installation (RDI) dengan Pendulation Exercise pada anak perempuan usia 12 tahun yang mengalami Developmental Trauma. RDI dilakukan dengan menggunakan protokol dasar RDI untuk anak yang dibuat oleh Korn dan Leeds (2002) untuk membangkitkan resource positif. Setelah itu dilakukan Pendulation Exercise untuk memroses pengalaman traumatik berupa perceraian orangtua yang menjadi sumber munculnya perilaku agresif pada anak. Tujuan dari terapi RDI adalah untuk membangkitkan resource guna membentuk positive cognition yang akan bermanfaat untuk mengubah negative cognition. Hasil dari intervensi menunjukkan penurunan perilaku agresif. Penurunan perilaku agresif ini menjadi bukti bahwa telah terjadi pemrosesan informasi yang adaptif. Hal tersebut nampak dari penurunan skor Child Behavioral Checklist (CBCL) pada area permasalahan perilaku agresif. Selain itu orangtua dan partisipan juga melaporkan bahwa partisipan sudah lebih mampu mengontrol perilaku saat marah.
ABSTRACT
This study is done to explain the effectiveness of Resource Development and Installation (RDI) with Pendulation Exercise in a 12 year old girl with Developmental Trauma. RDI is done using RDI basic protocol for children made by Korn and Leeds (2002) to activate positive resources. The other technique is using Pendulation exercise to process the traumatic experience: parental divorce as a source of aggressive behavior. The goal of RDI therapy is to activate the resources and install them for the adaptive information processing, and change the negative cognition into positive cognition. The result of this therapy is the reduction of aggressive behavior. The reduction of aggressive behavior reflects that there has been an adaptive information processing. Participant indicates behavioral changes that were reflected in the Child Behavioral Checklist (CBCL) scores. Parent and participant also report that participant was able to successfully control the anger., This study is done to explain the effectiveness of Resource Development and Installation (RDI) with Pendulation Exercise in a 12 year old girl with Developmental Trauma. RDI is done using RDI basic protocol for children made by Korn and Leeds (2002) to activate positive resources. The other technique is using Pendulation exercise to process the traumatic experience: parental divorce as a source of aggressive behavior. The goal of RDI therapy is to activate the resources and install them for the adaptive information processing, and change the negative cognition into positive cognition. The result of this therapy is the reduction of aggressive behavior. The reduction of aggressive behavior reflects that there has been an adaptive information processing. Participant indicates behavioral changes that were reflected in the Child Behavioral Checklist (CBCL) scores. Parent and participant also report that participant was able to successfully control the anger.]
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raninta Wulanwidanti
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penerapan terapi Resource Development and Installation RDI pada anak usia 10 tahun yang mengalami Intermittent Explosive Disorder IED RDI dilakukan sebanyak 9 sesi dengan tiga teknik yaitu Point of Power Pendulation exercise dan Four Field Teknik Point of Power digunakan untuk membangkitkan sumber daya atau resource positif yang dimiliki anak Kemudian Pendulation exercise digunakan untuk menyeimbangkan antara perasaan ataupun sensasi positif dan negatif yang dirasakan Lalu diakhiri dengan teknik Four Field untuk memvisualisasikan gambar yang masih mengganggu anak Teknik tersebut juga bertujuan untuk mempersiapkan anak untuk menghadapi situasi yang tidak menyenangkan di kemudian hari Tujuan dari penerapan teknik RDI adalah untuk meningkatkan kemampuan R dalam meregulasi emosi dan membangkitkan resource guna membentuk positive cognition yang akan bermanfaat untuk memudarkan negative cognition Hasil intervensi menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengelola rasa marah Hal itu terlihat dari penurunan skor CBCL skala Agresivitas Anger Expression Scale for Children Selain itu adanya perubahan perilaku anak ke arah yang lebih positif Setelah menjalani program anak menjadi lebih tenang dapat mengendalikan diri dan tidak mudah marah. ......This study was conducted to determine the implementation of therapy Resource Development and Installation RDI in 10 year old boy with Intermittent Explosive Disorder IED RDI was done in a total of 9 sessions and performed with three techniques there are Point of Power Pendulation and Four Field Point of Power techiques are used to awaken positive resources owned by the child Then Pendulation exercise used to balance between the positive and negative feelings or sensations perceived Then end up with Four Field techiques to visualize a distrupting images or feelings for children Those techniques also to prepare children to faces unhapinnes cirumstances on the other day The goal of RDI therapy is to improve the ability of emotional regulation and develop resources in order to create a positive cognition that would be benefit to change the negative cognition The result of therapy showed there is a significant decreasing of anger level or aggresive behavior It apparent from decreasing score of CBCL skala Agresivitas Anger Expression Scale for Children and also apparent from the behavior change into more positive behavior After therapy child becomes calmer able to control himself and not become easily to anger
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chitra Annisya
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana penerapan intervensi Resource Development and Installation (RDI) dalam menurunkan gejala-gejala developmental trauma pada R, seorang anak laki-laki berusia 11 tahun yang mengalami kekerasan seksual oleh saudara kandungnya. Tujuan dari intervensi RDI adalah mengurangi gejala-gejala trauma R dengan cara membangkitkan resource yang dimilikinya dan mengubah kognisi negatif menjadi lebih positif sehingga menurunkan tingkat ketergangguan R terhadap pengalaman traumatisnya. Intervensi RDI dilakukan dengan menggunakan teknik Point of Power, Pendulation Exercise, dan Absorption. Teknik Point of Power digunakan untuk membangkitkan sumber daya positif yang dimiliki anak. Pada teknik Pendulation Exercise, anak dihadapkan dengan materi mengganggu berupa ekspresi gambar dan dilatih untuk memindahkan fokus dari kondisi tidak menyenangkan ke kondisi tenang. Pada teknik Absorption, anak memproses ingatan menganggu dan membangkitkan resource untuk menghadapi situasi tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan penerapan RDI dapat menurunkan gejala developmental trauma pada anak yang mengalami kekerasan seksual yang terukur dari penurunan gejala developmental trauma dan tingkat ketergangguan terhadap pengalaman traumatis. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa RDI dapat memfasilitasi terjadinya Adaptive Information Processing pada anak dengan developmental trauma. Setelah intervensi, R mampu menenangkan dirinya, tidak lagi menghindari situasi keluarga, dan memusatkan perhatian di sekolah.
This study was conducted to measure the effectiveness of Resource Development and Installation (RDI) to reduce symptoms of developmental trauma on R, a 11-year-old boy who experienced sibling sexual abuse. The goal of RDI intervention is to reduce symptoms of developmental trauma by activating the child‟s resources in order to change the negative cognition become more positive so the distress level of traumatic experience will be decreased. RDI performed by using Point of Power, Pendulation Exercise and Absorption Techniques. Point of Power Technique is used to activate positive resources owned by the child. Through Exercise Pendulation technique, the child is confronted with disturbing material in the form of images and learn to shift focus from unpleasant state to calming state. Then, Absorption technique is used to process disturbing memories and activate positive resources of the child and acquire new positive coping strategy to deal with possible traumatic situation in the future. Results of this study suggest that RDI intervention effectively decreased symptoms of developmental trauma on a child with history of sexual abuse. The decrease in developmental trauma symptoms and subjective unit of distress of traumatic memory confirmed that RDI can facilitate the adaptive information processing in children with developmental trauma. After the intervention, R becomes calmer, more open to family, and also shows improvement in concentration and behaviors.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erynda Trihardja
Abstrak :
Kecemasan sosial pada anak usia sekolah perlu mendapatkan penanganan. Penelitian ini menggunakan desain single-case untuk mendapatkan gambaran penerapan intervensi Theraplay dalam mengatasi masalah kecemasan sosial dan Parent-Child Relational Problems pada anak. Partisipan penelitian adalah anak perempuan berusia sembilan tahun dengan masalah kecemasan sosial dan didiagnosis parent-child relational problems, bersama dengan kedua orangtuanya. Sesi terapi dilakukan sebanyak delapan sesi selama ±60 menit setiap sesinya. Hasil yang diperoleh penelitian ini adalah kecemasan sosial pada K sudah dapat diatasi namun belum sepenuhnya. Berdasarkan Child?s Behavior Checklist, terjadi penurunan skor pada skala masalah perilaku internalizing dan pada aspek anxious/depressed. Berdasarkan Social Anxiety Scale for Children Revised, terjadi penurunan skor total dan skor pada komponen fear of negative evaluation. Interaksi orangtua-anak yang teramati melalui Marschack Interaction Method pada dimensi structure, engagement, nurture, dan challenge meningkat lebih positif.
Social anxiety in middle childhood needs immediate treatment. This study conducted a single-case research in order to get an overview of the application of Theraplay in treating child?s social anxiety and parent-child relational problems. A nine year old girl with social anxiety and is diagnosed with parent-child relational problems was selected as participant along with her parents. A total of eight treatment sessions for ±60 minutes each were conducted in this study. The result indicated that Theraplay could be applied to treat social anxiety in child with parent-child relational problems. The score of internalizing and anxious/depressed problem scales in Child?s Behavior Checklist were decreased. The total score and the score of fear of negative evaluation component in Social Anxiety Scale for Children Revised was decreased as well. Parent-child interaction, measured with Marschack Interaction Method, was found to increase according to its four dimensions, which is structure, engagement, nurture, and challenge.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mella Yusthiani
Abstrak :
Perilaku disruptif seperti berteriak-teriak, berperilaku agresif, kasar, melawan, dan merajuk merupakan perilaku-perilaku yang sering tampak pada anak yang mengalami ketidakmampuan intelektual (ID). Kemunculan perilaku disruptif ini semakin diperkuat oleh adanya faktor lingkungan, salah satunya adalah pola asuh yang mencakup interaksi antara anak dengan orangtua dan penerapan disiplin yang efektif terhadap anak. Perilaku disruptif memiliki efek buruk yang signifikan pada kondisi kesejahteraan hidup individu itu sendiri maupun orang lain. Apabila tidak segera ditangani, perilaku ini dapat berkembang menjadi semakin sulit ditangani, terutama pada masa remaja. Oleh karena itu, perilaku ini sebaiknya segera ditangani sejak usia dini. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengatasi perilaku disruptif, penerapan intervensi Parent Child Interaction Therapy (PCIT) dinilai efektif untuk menurunkan perilaku disruptif pada anak, meskipun penelitian yang berfokus pada anak dengan ketidakmampuan intelektual jumlahnya masih terbatas. Pada penelitian ini, prinsip-prinsip Parent Child Interaction Therapy (PCIT) digunakan untuk mengurangi perilaku disruptif pada anak dengan ketidakmampuan intelektual taraf sedang. Melalui pengukuran yang dilakukan menggunakan instrumen The Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) dan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS), diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan PCIT berhasil menurunkan perilaku disruptif pada anak dengan ketidakmampuan intelektual taraf sedang.
Disruptive behavior such as yelling, aggressive behavior, rough behavior, fighting, and sulking are behaviors that are commonly seen in children with intellectual disability (ID). The emergence of these behavior reinforced by the presence of environmental factors, such as parenting style that includes the interaction between children and parents and the implementation of effective discipline towards children. Disruptive behavior have a significant effect to the condition of individuals wellbeing. If this condition leave not treated, these behaviors might be worse and difficult to handle, especially in adolescence. Therefore, this behavior should be treated at an early age. According to some studies that have been done to address disruptive behavior, the implementation of Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is considered effective to reduce disruptive behavior in children, although number of research which focuses on children with intellectual disability are limited. In this study, Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is used to reduce disruptive behavior in children with moderate intellectual disability. Through measurements using The Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) and Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS), the results shows that the application of PCIT managed to reduce disruptive behavior in children with moderate intellectual disability.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>