Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Putu Osyani Madestria
"ABSTRAK
AKI masih merupakan masalah utama di Indonesia yang erat kaitannya
dengan pertolongan persalinan. Di Indonesia sendiri pertolongan persalinan masih
banyak dilakukan oleh dukun, sehingga kemudian dilakukan upaya kemitraan
bidan dan dukun untuk meningkatkan derajat kesehatan Ibu dan Anak. Puskesmas
Pangi sebagai salah satu Puskesmas di wilayah Kabupaten Parigi Moutong, telah
melaksanakan kemitraan Bidan dan Dukun sejak 2008, namun angka persalinan
dukun tahun 2009 sebanyak 30 dan tahun 2010 sebanyak 33 persalinan. Penting
diteliti perbedaan pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun di daerah yang kualitas
kemitraan baik dan kurang sesuai 6 langkah kemitraan yang ada.
Metode yang digunakan dengan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan di
4 desa di wilayah kerja puskesmas Pangi yang telah melaksanakan kemitraan, 2
desa yang kualitas kemitraannya baik dan 2 desa yang kualitas kemitraannya
kurang dengan wawancara mendalam pada Kepala Puskesmas, Bidan
Koordinator, Bidan desa, dan dukun. Diskusi Kelompok Terarah dilakukan pada
Tokoh Masyarakat, kader, dan masyarakat.
Dalam 6 langkah kemitraan, penjajakan merupakan langkah awal yang
akan menentukan kualitas kemitraan, selanjutnya menyamakan persepsi agar
mitra lebih bersikap positif, melakukan pembagian peran yang jelas secara
tertulis, melakukan komunikasi yang intensif agar hubungan yang terjalin lebih
terbuka, melaksanakan kemitraan dengan pembagian hasil yang jelas dan saling
menguntungkan, dan evaluasi kemitraan. Penting bagi instansi terkait untuk
melakukan pembinaan baik bagi bidan desa dan dukun yang ada, serta kepada
masyarakat tentang pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

ABSTRACT
Maternal Mortality Rate (MMR) is still a major problem in Indonesia
which is closely related to the delivery assistance. In Indonesia, delivery
assistance is still mostly done by the TBA, so then it is conducted a partnership
between midwives and TBA as an effort to improve the health of mother and
child. Pangi Health Center as one of the district health centers in Parigi Moutong,
has implemented the partnership of Midwives and TBA since 2008, but the birth
rate by the TBA was 30 in 2009 and 33 deliveries in 2010. It is important to
research the differences of the Implementation of Midwives and TBA partnership
between area with good partnership quality and lack, ones based on 6 (six) exiting
steps of partnership.
The method use is qualitative. The data was collected from four villages in
the region of Pangi Health Centers which have implemented the partnership, two
villages which the quality of partnership are good and two villages which are lack
quality, with in-depth interview the head of Public Health Center, Midwife
Coordinator, Midwives and TBA, Focus Group Discussions were conducted to the
community leaders, cadre, and society.
In 6 steps of partnership, exploration is the first step that will determine
the quality of the partnership, then the perception synchronization so the partners
be more positive, make a clear division of roles in writing, performing intensive
communication so that the relationship is more open, carry a partnership with a
clear division result and mutual benefit, and evaluation of partnership. It is
important for relevant agencies to conduct training for the both midwives and
TBA, and also for the public about the importance by the health personnel."
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farihah Sulasiah
"ABSTRAK
Informasi tentang kesehatan sebagai usaha preventif dapat diperoleh melalui
jalur pendidikan. Sekolah sebagai sarana pendidikan tidak hanya terbatas memberikan
pengetahuan dan informasi tetapi juga memberikan bimbingan dan konseling kepada
siswa yang diwujudkan dengan keberadaan guru BK. Guru BK memiliki 4 fimgsi dalam
kesehatan reproduksi yaitu fungsi pemahaman, pencegahan, pcrbaikan dan
pengembangan pribadi.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang peran gum
bimbingan konseling dalam kesehatan reproduksi remaja pada dua SMP di Kecamatan
Jagakarsa Jakarta Selatan. Pengumpulan data melalui WM, FGD, observasi dan telaah
dokumen pada bulan Mei 2007 di SMP Negeri X dan SMP swasta Y. Guru BK yang
bermgas scbagai informan utama dan kepala sekolah, guru, siswa dan pejabat diknas
sebagai informan pendukung.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masalah kespro di SMP Ncgeri X lebih
beragam dibandingkan dengan masalah kespro di SMP Swasta Y. Sementara im
persepsi dan sikap guru BK di kedua sekolah terhadap kesehatan reproduksi memiliki
persamaan, sehingga gum BK merasa perlu meiaksanakan perannya sebagai fasilitator
maupun konselor dalam kesehatan reproduksi remaja. Namun karena keterbatasan
pengetahuan tentang hal ini maka guru BK di kedua sekolah melaksanakan perannya
sebatas pengetahuan dan pengalaman yang dimi|iki_
Gum BK di SMP Swasta Y lebih menunjukkan peranannya dibandingkan
dcngan gum BK SMP Ncgeri X. Hal ini ditunjukkan dengan pelaksanaan tugas guru
BK baik sebagai fasilitator dan konseior yang aktif berinteraksi dengan siswa dan
mendapatkan kesan positifdari siswa_ Kenyataan ini didukung oleh keterlibatan kepala
sekolah di SMP Swasta Y dalam mensosialisikan keberadaan layanan BK kepada siswa
dan pelaksanaan bentuk kerjasama clengan instansi lain dalam memberikan pengeiahuan
kespro kcpada siswa. Peran guru BK di SMP Ncgeri X belum dapat berjalan optimal, hal ini lebih
diakibatkan karena kurangnya pendelcatan guru BK terhadap siswa, kesan negatif siswa
terhadap keberadaan guru BK serta kurangnya kcyakinan guru dan siswa terhadap
kemampuan BK dalam memberikan jaminan kcrahasiaan. Gum BK di SMP Negeri X
juga merasakan kurang optimalnya peran guru BK sebagai akibat dari besarnya jumlah
siswa yang ditangani dan tidak adanya insentif yang diberikan jika beban kerja melebihi
ketentuan mengakibatkan menurunnya motivasi gum BK dalam pelaksanaan tugasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan peran guru BK tidal: hanya dipengamhi oleh
faktor individu tetapi juga ada faktor lain dalam hal ini keberadaan dukungan organisasi.
Pada akhirnya agar pelaksanaan peran guru BK dalam kesehatan reproduksi
remaja dapat berjalan optimal, maka perlu dilakukan berbagai usaha yang menjadi
tanggung jawab bersama antara sekolah dan instansi yang terkait dalam hal ini
Depdil-:nas dan Depkes. Pihak sekolah disarankan Iebih mensosialisasikan keberadaan
guru BK seperti yang dilaksanakan di SMP Swasta Y, mempenimbangkan sumberdaya
yang dapat mendukung pelaksanaan peran gum BK, melakulcan monitoring dan evaluasi
terhadap kinerja guru BK dan mempertimbangkan pemberian insentif sesuai ketentuan
yang berlaku sebagai reward atau salahsatu bentuk upaya memotivasi gum BK.
Depdiknas dan Depkes sebaiknya mempenimbangkan strategi dalarn usahanya
menangani masalah kespro remaja melalui keberadaan guru BK di sekolah balk berupa
pelaksanaan pelatihan dan penyediaan buku atau media penunjang yang dapat
dimanfaatkan gum BK dalam melaksanakan perannya.

ABSTRACT
Reproduction health campaign can be considered as a preventive action in
education process. School as education institute shall perform not only in knowledge
transfer, but also in giving guidance to student, which carried out by counselling teacher.
Counselling teacher has four functions in reproduction health education; those are
understanding, prevention, upgrading, and personality improvement.
Research was conducted to get description about the role of counselling teacher
in giving guidance for reproduction health. This research conduct on 2 Junior High
School in District Jagakarsa, Jakarta Selatan. Data collection through Indepth Interview,
Focus Group Discussion, observation, and documentation studies were held on May
2007 in Public Junior High School X and Private Junior High School Y. Counselling
teachers provide main infomation source while headmaster and teachers provide
additional information.
Result has shown that reproduction eases in Public Junior High School X are
varied than Private Junior High School Y. Meanwhile, counselling teachers in those
schools have similarity in perception and action. Nevertheless, because of limitation of
knowledge, those counselling teacher only perform as far as their knowledge and
experience.
Counselling teachers in Private Junior High School Y perform their role better
than counselling teachers in Public Junior High School X. This shown in their action as
facilitator and actively interact with student with good responses from student as result.
ln Private Junior High School Y, They also supported by headmaster in socializing
counselling function to student and creating cooperation with other institute in
reproduction education.
The Role of counselling teacher in Public Junior High School X could not
perform optimal, mostly caused by minimum eITort by counselling teacher in
approaching the student, negative opinion of student to their counselling teacher and
confidentially aspect. Counselling teacher in Public Junior High School X already
realize regarding their role but the ratio between students and counselling teachers are wide and no such given incentive. These affect their motivation in perform their role.
This condition can show that results are affected not only by individual manner but also
by organization manner.
ln the end, rolc of counselling teacher in health reproduction could be perform
well as if there is integrated effort between Department of National Education and
Department of Health. School shall be strongly socialized their counselling, Private
Junior High School Y as an example. School shall support to counselling?s role with
monitoring and evaluating to their performance. A reward system shall be applied to
motivate them, Department of Health and Department of National Education can
consider to develop strategy to handle teenager reproduction health matter by utilize
counselling in school and provide training and media to improve counselling teacher to
perform their role.

"
2007
T34584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilla Avianty
"ABSTRAK
Visi pcmbangunan kesehatan di Kota Bandung adalah tercapainya Kclurahan
Sehat tahun 2005, Kecamatan Sehat 2006 clan Bandlmg Sehat 2007. Dalam
kenyataannya hingga tahun 2005, cakupan rumah tangga sehat masih l4,14% sehingga
pencapaian kelurahan kelurahan sehat hanya sebanyak 6,46% di Kota Bandung.
Permasalahannya antara lain karena perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola
hidup bcrsih dan sehat. Pcnelitian Lentang penyebab rendahnya cakupan kelumhan sehat
yang dihubungkan dengan faktor-faktor yang mcnyebabkan terbentuknya perilaku
kesehatan masyarakat, selarna ini belum pemah dilakukan.
Pcnelitian ini menggunakan rancangan suvei (cross sectional), dengan sampel
sebanyak 192 rumah tangga yang terpilih secara random berdasarkan metode klaster.
Unit analisisnya adalah ibu rumah tangga dengan kriteria inklusi mempmmyai anak usia 6
bulan - 5 tahun dan bersedia ikut penelitian. ' '
Hasil uji univaniat menunjukkan bahwa gambaran perilaku masyarakat yang sudah
baik scbesar 64,6% dan kumng baik 35,4%. Hasil uji bivariat menunjukkan faktor
predisposisi yang berhubungan bennakna adalah pendidikan, status ekonomi,
pcngetahuan dan sikap; Faktor pemungkin yang berhubungan berrnakna adalah
kctersediaan fasilitas kesehatan, ketcrscdiaan biaya kesehatan dan komitmen terhadap kesehatan; Faktor pcnguat yang berhubungan bermakna adalah dukungan pctugas
puskesmas dan dukungan forum masyarakat.
Sikap ibu merupakan variabel yang paling dominan pada komposit indikator
perilaku masyarakat dalam mewujudkan kelurahan schat. Adapun pendidikan; status
ekonomi; pengetahuan; sikap; dukungan petugas puskesmas; dukungan forum
masyarakat merupakan variabcl yang paling dominan berhubungan dengan masing-
masing indikator dari perilaku masyarakat dalam mewujudkan kelurahan sehat.
Mengacu pada kcsimpulan tersebut, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1) Mcningkatkan Advokasi kepada pemerintah legislatif, donor agency, LSM, PT,
organisasi masyarakat untuk dukungan kebijakan dan alokasi anggaran; 2) Menjalin
kemitraan dengan mitra potensial untuk mengatasi masalah bidang kesehatan seperli
LSM dan media massa; 3) Melalcukan standarisasi ketenagaan promosi keseharan;
4) Melakukan evaluasi perilaku sehat masyarakat melalui kegiatan pembinaan rutin dan
peningkatan sistem pencatatan dan pelaporan.

ABSTRACT
The vision of healthy development in Bandung 2006 is to achieve Healthy Sub
District 2005, Healthy District 2006, and Healthy Bandung 2007. In reality, until 2005,
only achieving of scope of healthy homes about l4,l4% and 6,46% healthy sub district
in Bandung. This problem is caused by the behaviour of community with less supporting
for health and neat life pattern. The research about the motive of low achieving healthy
sub district that is related with factors of behaviour that contribute to perform
community health behaviour, during this time is never done.
This research uses survey planning (cross sectional), with mother sample having
child have age 6 months - 5 years counted 192 homes in selected sub district by cluster
sampling methode. U
The results of univariate test indicates that the portrayal of health community
behaviour about 64,6% and 35,4% of community less supporting for health and neat life
pattern. The results of bivariatc tests indicates that predisposing factors which
significantly related are education, economic status, knowledge and attitude; Enabling
factors significantly related are availability of health facilities, availability of health cost
and commitment to health; Reinforing factors which significantly related are public
health centre officer support and public forum support.
Mother attitude represent dominant factor is significantly relation with composit
community behaviour indicator in order to achieve healthy sub district. Education;
economic status; knowledge; attitude; public health centre ofiicer support; public fomm support represent dominant factor is signilicantly relation with each community
behaviour indicator in order to achieve healthy sub district. As according to the
conclusion, writer raise some the following suggestion 1 1) Increasing advocacy to
legistlatif government, agency donor, public independent agency, education institute and
public origanization for health administrative and budget support; 2) Building
partnership with potential partner such as public independent agency and mass media to
influence a health problem; 3) Standarization for health promotion officer; 4) Evaluating
community health behaviour through monitoring, reporting and recording system.

"
2007
T34587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Blacius Dedi
"Komunikasi yang dilakukan para perawat belum dilakukan secara optimal sesuai standar yang benar. Banyak keluhan pasien terhadap komunikasi yang belum sesuai dengan budaya masyarakat. Hasil study phenomenologi menunjukkan, bahwa selama perawat melakukan intervensi, 1) klien tidak pernah mengetahui nama perawat yang merawatnya, 2) klien tidak pernah mendapat penjelasan tentang prosedur intervensi, 3) klien tidak pernah ditanya kesediaan waktu untuk pengkajian dan intervensi. Kompetensi komunikasi perawat masih rendah. Prosedur komunikasi belum dilakukan sesuai prosedur standar. Klien dan keluarga merasa tidak puas dengan komunikasi perawat dalam pelayanan keperawatan. Tujuan penelitian untuk menghasilkan Pola komunikasi perawat pelaksana dalam pelayanan keperawatan yang mencirikan perawat profesional yang sesuai dengan sosial budaya Priangan-Jawa Barat – Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah action research dengan pendekatan studi etnografi. Partisipan perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap di Rumah Sakit Immanuel Bandung berjumlah 31 orang Partisipan di ambil secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan selama satu tahun, dengan wawancara mendalam, observasi partisipan, catatan lapangan dan wawancara mendalam kepada subyek yang terkait dengan partisipan. Temuan penelitian; Perawat harus mengetahui kondisi klien dan mempersiapkan penampilan, perawat peduli terhadap kliennya, komunikasi mulai dilakukan secara efektif, Perawat berperilaku ramah, menampilkan karakteristik budaya Priangan, pengkajian sosial budaya klien lebih lengkap. Rekomendasi yang disampaikan hendaknya memperbaiki rumusan kurikulum, dengan mengadaptasi dan mengadopsi karakteristik budaya Priangan atau budaya setempat sesuai tempat institusi itu berada. Melakukan penelitian studi etnografi dengan latar belakang budaya klien pada etnik yang lainnya yang ada di Indonesia. Pelatihan komunikasi yang berbasis budaya Priangan bagi seluruh perawat pelaksana, agar komunikasi dalam pelayanan keperawatan dapat berkualitas dan memuaskan klien, keluarga, rekan kerja dan tim kesehatan lain. Menegakan kembali kompetensi budaya dan kompetensi komunikasi dalam ranah kompetensi perawat.

According to the standards. Several patient complaints against communication that has not been in accordance with their culture. Phenomenology study result showed that nurses during intervention: 1) patients never know the name of the nurse who take care for them; 2) patients has never received an explanation about the procedure; 4) patient never asked for time consent for assessment and intervention. Nurse communication competency still considered low. Communication procedures have not been carried out according to standard procedures. Client and family are not satisfied with the communication of nurses during nursing care. The purpose of research to produce nurse practitioner communication patterns in nursing care that characterize professional nursing in accordance with the sociocultural Priangan West Java - Indonesia. The design research is action research with ethnographic study approach. Using purposive sampling, the participants were chosen for approximately 31 nurse practitioner who are working in the inpatient at Immanuel Hospital Bandung Participants. Data collection was carried out for one year, with in-depth interviews, participant observation, field notes and interview subjects related to the participants. The findings of the study: Nurses should know the condition of the client and prepare appearances; Nurses care for clients; Communication should be done effectively; Nurses behave friendly, show Priangan cultural characteristics: Comprehensive sociocultural assessment. The recommendations should improve formulation of the curriculum by adapting and adopting cultural characteristics Priangan or culturally appropriate where the institution is located. Conducting research using ethnographic study with others cultural background or ethnicity in Indonesia. Communication training based on Priangan culture for all nurse practitioner; thus, communication in nursing care will be qualified and satisfied client, family, co-workers, and other health professionals. Re-establish cultural competence and communication competence in the realm of competence of nurses."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Hartiti
"Sumber daya manusia keperawatan yang berkualitas merupakan kepribadian yang tidak cacat emosionalnya seperti kesalahan/kekurang telitian dalam pekerjaan, keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan, semangat kerja yang buruk, bekerja secara asal-asalan dan kesal hati. Sebaliknya sumber daya manusia keperawatan yang berkualitas adalah perawat yang memiliki kegairahan dalam bekerja, kreatif, proaktif, mempunyai kehangatan dan mudah tersenyum, terkait dengan kompetensi perawat pelaksana didapatkan bahwa kompetensi inti yang dimiliki oleh perawat pelaksana adalah kepemimpinan, cara kerja, interpersonal/softskill, dan pengusaan lingkungan. Softskill sendiri dapat dikembangkan dan ditumbuhkan melalui berbagai cara, dan faktor yang dapat membentuk softskill diantaranya pelatihan, tantangan yang didapat, lingkungan, dan pendidikan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas model Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang berbasis softskill, mendapatkan modul dan panduan panduan model yang terdiri dari panduan, modul dan portopolio model Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang berbasis softskill Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah action research dengan desain riset pengembangan dengan studi eksperimen kuasi, dengan menggunakan penilaian times series. Penelitian terdiri dari 3 tahap yaitu tahap studi pendahuluan, tahap pengembangan model, dan tahap implementasi model, alat ukur yang digunakan yaitu Kuesioner Transformational Leadership Questionnaire (TLQ) dan Nurse Soft skill Questionnaire (NSQ), panduan model yang terdiri dari panduan, modul dan portopolio model Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang berbasis softskill, pada tahap implementasi dilakukan sosialisasi, pelatihan, pendampingan penerapan panduan model yang terdiri dari panduan, modul dan portopolio model Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang berbasis softskill. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 18 kepala ruang yang ada dimasingmasing Rumah Sakit sebagai kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (total sampel), dan 47 perawat pelaksana yang diambil secara random sampling.
Hasil penelitian didapatkan panduan model yang telah divalidasi dan diuji keterterapannya oleh 2 orang pakar dan 2 orang praktisi, hasil implementasi model diperoleh adanya efektifitas model dalam meningkatkan softskill perawat pelaksana dalam hal kemampuan beradaptasi, berkomunikasi, bekerjasama tim, memecahkan masalah, percaya diri, disiplin dan teliti, didapatkan perbedaan kemampuan softskill pada bulan ke 1 dengan ke II, dan ke I dengan ke III setelah implementasi model. Model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis soft skill sangat mungkin diterapkan ditatanan Unit perawatan di seluruh Rumah Sakit yang ada, untuk dapat menjawab tantangan dunia terhadap perbaikan sumber daya manusia melalui perbaikan kinerja dalam hal kemampuan interpersonal dan intrapersonal, kegiatan harian perawat kegiatan ini yang sering terbengkalai, portopolio lembar kerja yang sangat efektif dalam penerapan model.

Human resources qualified nursing an emotional personality defects such as errors / lack of carefully situations in the work, the delay in completing the work, poor morale, work carelessly and bitter. Instead of nursing human resources are qualified nurses who have a passion for working, creative, proactive, have a warmth and an smiling, related to the competence of nurses found that the core competencies possessed by nurses is leadership, how to work, interpersonal / soft skills, and procurement environment. Soft skill can be developed and grown through a variety of ways, and the factors which may form such soft skills training, the challenge is to come, the environment, and education.
This study aims to determine the effectiveness of transformational leadership model of Head Room-based soft skills, gain module guides and guide model consisting of guides, modules and portfolio models Transformational Leadership Head Room-based soft skills. The method used in this study is an action research with research design the development of quasi-experimental studies, using the assessment times series. The study consisted of three phases: a preliminary study, the model development stage, and the implementation phase models, The instruments used Transformational Leadership Questionnaire (TLQ) and Nurse Soft skills Questionnaire (NSQ), guide model consisted of guides, modules and portfolio Transformational Leadership Model Head Room-based soft skills, at the implementation stage by socialization, training, mentoring guide application model consisted of guides, modules and portfolio models Transformational Leadership Head Room-based soft skills. The population in this study consisted of 18 head rooms in each of the existing hospital as a control group and the experimental group (total sampling), and 47 nurses were taken by random sampling.
The results was obtained the model guide has been validated and tested by 2 experts and 2 practitioners, the results obtained by the model of implementation effectiveness of the model in improving the soft skills of nurses in terms of adaptability, communication, team work, problem solving, self-confidence, discipline and meticulous, There were significant differences at 1st months and 2nd months, and 1st months and 3rd months after the implementation of the model. Transformational leadership model of head room-based soft skills are very likely applicable in care units of hospital, to be able to meet the challenges of the world to the improvement of human resources through improved performance in terms of interpersonal and intrapersonal skills, daily activities of the nurse's activities are often neglected, portfolio worksheet very effective in the application of the model.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
D1449
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Sujianto
"Perilaku remaja yang berisiko terhadap IMS, HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan yang membutuhkan layanan kesehatan yang tepat bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan seksual, sikap, self-efficacy, life skills pencegahan perilaku berisiko dan menguji efektivitas model layanan kesehatan reproduksi (life skills) berbasis sekolah terhadap perilaku berisiko IMS, HIV/AIDS, berdasarkan kebutuhan dan permasalahan remaja melalui pelatihan keterampilan hidup (life skills) di sekolah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, self-efficacy, life skills dan perilaku pencegahan perilaku berisiko. Sejumlah 340 responden remaja ikut berpartisipasi pada penelitian tahap survey ini, kemudian diambil 40 responden terpilih untuk diberikan pelatihan layanan kesehatan reproduksi (life skills) berbasis sekolah terhadap perilaku berisiko IMS, HIV/AIDS selama 4 bulan. Pendidikan kesehatan reproduksi dasar diberikan pada 40 responden sebagai kontrol. Model layanan kesehatan reproduksi (life skills) berbasis sekolah terhadap perilaku berisiko IMS, HIV/AIDS ini merupakan bagian dari layanan keperawatan yang dapat diberikan melalui usaha kesehatan sekolah (UKS) dan merupakan aspek penting dari peran perawat dalam mendukung tujuan dari millennium development goals (MDGs) yaitu penanganan berbagai penyakit menular berbahaya diantaranya adalah HIV/AIDS.

Behaviors of adolescents which are risky for STIs and HIV/AIDS are one of health problems that require appropriate health services. This study aims to identify the knowledge of adolescents about reproductive and sexual health, attitudes, self- efficacy, and life skills to prevent risky behaviors and to test the effectiveness of school-based reproductive health services (life skills) for risky behaviors of STI and HIV/AIDS based on the needs and problems of the youth through life skill training. This training is aimed to improve the knowledge, attitudes, self-efficacy, life skills and behavioral prevention of risk behaviors. A number of 340 adolescent respondents participated in the research survey. As many as 40 respondents were selected to be trained in school-based reproductive health services (life skills) for risky behaviors of STI and HIV/AIDS for 4 months. Education about basic reproductive health was given to 40 respondents as the control group. The model of school-based reproductive health services (life skills) for risky behaviors of STI and HIV/AIDS is a part of nursing services that can be provided through the school health unit (UKS). It is also an important aspect of the nurse's role in supporting the objectives of the millennium development goals (MDGs) which is the handling of dangerous infectious diseases such as HIV/AIDS."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
D1511
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Blacius Dedi
"Komunikasi yang dilakukan para perawat belum dilakukan secara optimal sesuai standar yang benar. Banyak keluhan pasien terhadap komunikasi yang belum sesuai dengan budaya masyarakat. Hasil study phenomenologi menunjukkan, bahwa selama perawat melakukan intervensi, 1) klien tidak pernah mengetahui nama perawat yang merawatnya, 2) klien tidak pernah mendapat penjelasan tentang prosedur intervensi, 3) klien tidak pernah ditanya kesediaan waktu untuk pengkajian dan intervensi. Kompetensi komunikasi perawat masih rendah. Prosedur komunikasi belum dilakukan sesuai prosedur standar. Klien dan keluarga merasa tidak puas dengan komunikasi perawat dalam pelayanan keperawatan.
Tujuan penelitian untuk menghasilkan Pola komunikasi perawat pelaksana dalam pelayanan keperawatan yang mencirikan perawat profesional yang sesuai dengan sosial budaya Priangan-Jawa Barat - Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah action research dengan pendekatan studi etnografi. Partisipan perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap di Rumah Sakit Immanuel Bandung berjumlah 31 orang Partisipan di ambil secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan selama satu tahun, dengan wawancara mendalam, observasi partisipan, catatan lapangan dan wawancara mendalam kepada subyek yang terkait dengan partisipan.
Temuan penelitian: Perawat harus mengetahui kondisi klien dan mempersiapkan penampilan, perawat peduli terhadap kliennya, komunikasi mulai dilakukan secara efektif, Perawat berperilaku ramah, menampilkan karakteristik budaya Priangan, pengkajian sosial budaya klien lebih lengkap. Rekomendasi yang disampaikan hendaknya memperbaiki rumusan kurikulum, dengan mengadaptasi dan mengadopsi karakteristik budaya Priangan atau budaya setempat sesuai tempat institusi itu berada. Melakukan penelitian studi etnografi dengan latar belakang budaya klien pada etnik yang lainnya yang ada di Indonesia. Pelatihan komunikasi yang berbasis budaya Priangan bagi seluruh perawat pelaksana, agar komunikasi dalam pelayanan keperawatan dapat berkualitas dan memuaskan klien, keluarga, rekan kerja dan tim kesehatan lain. Menegakan kembali kompetensi budaya dan kompetensi komunikasi dalam ranah kompetensi perawat.

Communication that applied by the nurses have not performed optimally according to the standards. Several patient complaints against communication that has not been in accordance with their culture. Phenomenology study result showed that nurses during intervention: 1) patients never know the name of the nurse who take care for them; 2) patients has never received an explanation about the procedure; 4) patient never asked for time consent for assessment and intervention. Nurse communication competency still considered low. Communication procedures have not been carried out according to standard procedures. Client and family are not satisfied with the communication of nurses during nursing care.
The purpose of research to produce nurse practitioner communication patterns in nursing care that characterize professional nursing in accordance with the sociocultural Priangan West Java - Indonesia. The design research is action research with ethnographic study approach. Using purposive sampling, the participants were chosen for approximately 31 nurse practitioner who are working in the inpatient at Immanuel Hospital Bandung Participants. Data collection was carried out for one year, with in-depth interviews, participant observation, field notes and interview subjects related to the participants.
The findings of the study: Nurses should know the condition of the client and prepare appearances; Nurses care for clients; Communication should be done effectively; Nurses behave friendly, show Priangan cultural characteristics: Comprehensive sociocultural assessment. The recommendations should improve formulation of the curriculum by adapting and adopting cultural characteristics Priangan or culturally appropriate where the institution is located. Conducting research using ethnographic study with others cultural background or ethnicity in Indonesia. Communication training based on Priangan culture for all nurse practitioner; thus, communication in nursing care will be qualified and satisfied client, family, coworkers, and other health professionals. Re-establish cul
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
D1515
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daulima, Novy Helena Catharina
"Disertasi ini bertujuan untuk merumuskan model proses pengambilan keputusan pasung oleh keluarga, kuesioner keputusan pasung Daulima serta mengetahui pengaruh terapi keputusan perawatan tanpa pasung dan algoritma keputusan perawatan Daulima terhadap tingkat keputusan pasung. Desain penelitian menggunakan mixed methods dengan desain exploratory dengan jumlah sampel 22 orang partisipan dan 82 orang responden.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan adanya tahapan pada proses pengambilan keputusan pasung oleh keluarga, kuesioner keputusan pasung Daulima yang valid dan reliabel serta pengaruh terapi keputusan perawatan tanpa pasung dan algoritma keputusan perawatan Daulima terhadap penurunan tingkat keputusan pasung secara bermakna. Model proses pengambilan keputusan pasung oleh keluarga direkomendasikan sebagai landasan asuhan keperawatan keluarga klien gangguan jiwa yang dipasung. Kuesioner keputusan pasung Daulima direkomendasikan sebagai alat untuk mengukur keputusan pasung pada keluarga klien. Terapi keputusan perawatan tanpa pasung dan algoritma keputusan perawatan Daulima direkomendasikan sebagai intervensi bagi keluarga yang memiliki tingkat keputusan pasung yang tinggi.

This dissertation aimed to formulate a model of family decision making proces for pasung, Daulima pasung decision questionnaire and to identity an impact of therapy of nursing care decision without pasung and Daulima nursing care decision algorithm toward pasung decision level. This study used a mixed method with exploratory design using 22 participants and 82 respondents.
This study invented stages of family decision making proces for pasung, a valid and reliable Daulima pasung decision questionnaire and impact of therapy on nursing care decision without pasung and Daulima nursing care decision algorithm toward a significant declining of pasung decision level. Model of family decision making proces for pasung was recommended as a nursing care platform for a family who is performing or going to perform pasung for mentally ill patient. Daulima pasung decision questionnaire was advised as a measuring instrument for pasung decision level on family of mentally ill patient. Moreover, therapy of nursing care decision without pasung and Daulima nursing care decision algorithm was suggested as an intervention for a family with a high level decision for pasung."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1950
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Masyitah
"Kehamilan remaja merupakan kehamilan dengan risiko tinggi yang berhubungan dengan tingginya insiden kelahiran premature, bayi berat lahir rendah (BBLR), dan hasil kehamilan yang buruk lainnya. Kehamilan remaja didefinisikan sebagai usia ginekologi rendah (< 4 tahun sejak menarche) atau sebagai usia kronologis <16 tahun pada saat konsepsi atau persalinan menunjukkan dampak usia muda ibu pada berat lahir.
Tujuan
Mengetahui dan mengkaji hubungan usia ginekologis dengan berat lahir dan usia kronologis dengan berat lahir bayi pada ibu remaja di 8 Puskesmas Kota Bekasi dan mengetahui perbedaan kekuatan hubungan antara usia ginekologis dan usia kronologis dengan berat lahir bayi pada ibu remaja di Kota Bekasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan cross sectional study untuk mempelajari korelasi antara usia ginekologis dan usia kronologis sebagai variabel bebas, dengan berat lahir sebagai variabel terikat. Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi didapat 170 responden. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan cara wawancara.
Hasil
Ibu dengan usia ginekologis < 4 tahun berisiko 4 kali lebih tinggi melahirkan bayi dengan berat < 3000 gram, yang merupakan berat lahir terkait penyakit tidak menular di masa dewasa, dibandingkan dengan ibu usia ginekologis >= 4 tahun, dan ibu dengan usia kronologis < 16 tahun berisiko 2 kali lebih tinggi melahirkan bayi dengan berat < 3000 gram dibandingkan dengan ibu usia kronologis >= 16 tahun. TB pra hamil, IMT pra hamil, penambahan BB selama hamil dan anemia sebagai faktor perancu hubungan usia ginekologis dan usia kronologis dengan berat lahir bayi.
Kesimpulan
Usia ginekologis dan usia kronologis berhubungan dengan berat lahir bayi pada ibu remaja di Kota Bekasi tahun 2015. Usia ginekologis lebih kuat berhubungan dengan berat lahir dibandingkan dengan usia kronologis.
Saran
Dianjurkan untuk menunda kehamilan pertama untuk perempuan Indonesia pada usia setidaknya 18 tahun atau pada usia ginekologis >= 4 tahun. Dilakukannya penelitian lain dengan melihat risiko usia ginekologis dan usia kronologis dengan BBLR dan stunted.

Background
Teenage pregnancy is a high-risk pregnancy associated with high incidences of premature birth, low birth weight (LBW), and other adverse pregnancy outcomes. Teenage pregnancy is defined as a low gynecological age (< 4 years after menarche) or as chronological age < 16 years old at the time of conception or birth of young mothers.
Aims
1). To know and examine relationships between gynecological age and birth weight and also chronological age and the birth weight among teenage mothers in eight Puskesmas Kota Bekasi. 2). To determine differences in the strength of the above two relationships among the teenage mothers in Bekasi Research methods. This is a cross-sectional study conducted to learn correlations between gynecological age and chronological age as independent variables, and the birth weight as the dependent variable. The number of minimal samples required in this study was 170 respondents, calculated using formula to test different proportions. Primary and secondary data collection was done through interview.
Result
Compared to mothers with gynecological age >= 4 years, mothers with gynecological age <4 years were four times at risk of having baby weight of <3000 grams. Mothers with chronological age < 16 years were 2 times at higher risk of giving birth to babies with weight of <3000 grams as compared to mothers with chronological age>= 16 years. Pre-pregnancy height, pre-pregnancy BMI, the increase of body weight during pregnancy and anemia were found to be confounding factors in the relationship between gynecological age and chronological age and the birth weights.
Conclusion
Gynecological age and chronological age were associated with infant birth weight amaong teenage mothers in Bekasi, in year 2015. Gynecological age is more strongly correlated to the birth weight, as compared to the chronological age.
Recommendation
It is advisable to delay the first pregnancy for women in Indonesia for at least 18 years of age or gynecological age >= 4 years. Further research could be done to look at the risk of gynecological age and chronological age and the corresponding low birth weight and stunting."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library