Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thalita Audi
"Latar belakang: Overjet dan overbite diluar batas normal dapat meningkatkan kontraksi otot mastikasi yang merupakan salah satu kemungkinan penyebab dari tension-type headache TTH.
Tujuan: Mendapatkan informasi mengenai proporsi masalah overjet dan overbite pada remaja kelas XI yang mengalami TTH di SMAN 81 Jakarta.
Metode: 324 murid kelas XI mengisi kuesioner nyeri kepala mengunakan metode wawancara terpimpin. Didapatkan 112 subjek penelitian dan diperiksa overjet dan overbite menggunakan periodontal probe.
Hasil: Sebanyak 43,4 remaja mengalami TTH. Diantaranya, 40,2 mengalami masalah overjet 26,8 overjet berlebih, 13,4 crossbite anterior dan 30,4 mengalami masalah overbite berupa deepbite.
Kesimpulan: Jumlah subjek dengan TTH yang memiliki masalah overjet dan overbite lebih sedikit dibandingkan jumlah subjek dengan overjet dan overbite normal.

Background: Overjet and overbite beyond normal limits can lead to increased contraction of masticatory muscle which expected as one of the causes of tension type headache TTH.
Objective: To attain the proportion of overjet and overbite problems in adolescents on 11th grade at SMAN 81 Jakarta who sustain TTH.
Methods: 324 students on 11th grade were given headache questionnaires with guided interview. 112 subjects, who were chosen, were examined to measure their overjet and overbite using periodontal probes.
Result: 43,4 students experience TTH. From all of them, 40.2 having an overjet problems 26.8 of excessive overjet, 13.4 of anterior crossbite . Besides, 30.4 having an overbite problem as deepbite.
Conclusion: The number of adolescents with TTH who were having overjet and overbite problems is fewer than the number of adolescents with normal overjet and overbite.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Teora
"ABSTRAK
Wajah yang asimetri mempengaruhi daya tarik seseorang. Oleh karena itu, gambaran asimetri wajah berdasarkan komponen skeletal dan dental penting untuk diketahui terkait diagnosis dan rencana perawatan ortodonti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran asimetri wajah berdasarkan komponen skeletal dan dental pada pasien di klinik ortodonti RSKGM FKG UI. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan 46 hasil penapakan sefalometri postero-anterior pasien pria berumur > 14 tahun 4,2 bulan dan pasien wanita berumur > 11 tahun 6,24 bulan dengan menggunakan analisis Grummon. Diperoleh proporsi arah asimetri berdasarkan deviasi menton, garis tengah gigi rahang bawah dan atas yang terdiri dari 27 sampel 58,7 dengan arah asimetri lebih condong ke sisi kiri sedangkan 19 sampel 41,3 dengan asimetri lebih condong ke sisi kanan. Komponen skeletal yang ditemukan dalam arah vertikal memiliki nilai selisih rerata yang lebih besar dibandingkan dalam arah transversal. Garis tengah gigi rahang bawah memiliki nilai selisih rerata lebih besar dibandingkan atas. Sehingga dapat disimpulkan gambaran arah asimetri wajah pada pasien klinik ortodonti RSKGM FKG UI memiliki proporsi lebih besar ke kiri dibandingkan ke kanan dengan komponen skeletal dalam arah vertikal lebih besar dibandingkan arah tranversal. Sedangkan pada arah transversal diperoleh wajah sisi kiri lebih besar dibandingkan sisi kanan. Selain itu, asimetri dental lebih sering terjadi pada garis tengah gigi rahang bawah dibandingkan atas.Kata Kunci: Asimetri wajah, skeletal, dental, sefalometri postero-anterior, Analisis Grummon

ABSTRACT
Facial asymmetry affects people rsquo s attractiveness. Therefore, it is important to know facial asymmetry based on the skeletal and dental components regarding the diagnosis and treatment plan. This study is to describe facial asymmetry based on skeletal and dental components in patients at orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI. It is descriptive using secondary data from the tracing of postero anterior cephalograms of patients aged 14 years 4.2 months for male and 11 years 6.24 months for female with Grummon rsquo s Analysis. This study showed the proportion of asymmetric direction based on menton, maxillary midline, and mandibular midline deviation consist of 27 samples 58.7 tend to the left side while 19 samples 41.3 tend to the right side. The skeletal component found in vertical direction has a larger mean value difference than in transverse direction. The mean value difference is greater in the midline of mandibular teeth than the maxillary teeth. In conclusion, the proportion of facial asymmetry direction in patient at orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI is greater to the left side than to the right side with skeletal component in greater vertical direction than transverse direction. While in transverse direction, it is obtained that left side of the face is greater than the right side. In addition, dental asymmetry is more common in the midline of mandibular teeth than maxillary teeth.Keywords facial asymmetry, skeletal, dental, postero anterior cephalometric, Grummon rsquo s Analysis"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beattie Rahayu
"Kompleksitas maloklusi seperti ketidakteraturan gigi anterior menjadi salah satu hal penting dalam menentukan hasil perawatan dengan alat ortodonti lepas. Indeks iregularitas Little merupakan indeks yang digunakan untuk menilai perubahan susunan gigi anterior.
Tujuan: untuk mengetahui gambaran kompleksitas maloklusi terutama ketidakteraturan gigi anterior dan hasil perawatan dengan alat ortodonti lepas di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI menggunakan indeks iregularitas Little.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel berupa 47 cetakan model gigi pasien sebelum dan setelah perawatan dengan alat ortodonti lepas di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI yang dirawat dalam periode 2013-2017 diukur menggunakan indeks iregularitas Little.
Hasil: Pasien yang paling banyak datang untuk melakukan perawatan dengan alat ortodonti lepas memiliki kondisi ketidakteraturan gigi anterior berupa ketidakteraturan minimal dan ketidakteraturan sedang, setelah dilakukan perawatan terdapat perubahan kondisi gigi anterior pasien menjadi tidak ada ketidakteraturan dan ketidakteraturan minimal serta tidak ditemukan lagi pasien dengan kondisi ketidakteraturan berat.
Kesimpulan: Terdapat perbaikan kondisi gigi anterior pasien pada rahang atas dan rahang bawah setelah dilakukan perawatan dengan alat ortodonti lepas yang dilakukan oleh mahasiswa profesi di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI tahun 2013-2017, sehingga perawatan dapat dinyatakan baik dan sesuai dengan indikasi perawatan serta fungsi alat ortodonti lepas.

The complexity of malocclusion such as anterior teeth irregularity had become one of the important things to determine the outcome of removable orthodontic appliance treatment. Little's irregularity index is an index used to assess the change of anterior teeth alignment.
Aim: To determine the complexity of malocclusion especially the irregularity of anterior teeth and the outcome of removable orthodontic appliance treatment at RSKGM FKG UI Integration Clinic patients using the Little's irregularity index.
Method: This study is a descriptive study with a sample of 47 pretreatment and post treatment patient's study model at RSKGM FKG UI Integration Clinic patients which are treated within the period 2013 2017 measured using Little's Irregularity Index.
Result: Most patients who came to seek treatment using a removable orthodontic appliance had an anterior teeth irregularity of minimal and moderate irregularity, and there were changes in anterior teeth region after treatment to no irregularity and minimal irregularity and none of the patients with severe irregularity.
Conclusion: There's improvement of the anterior teeth condition of the patient on the maxilla and mandible jaw after treatment with removable orthodontic appliance performed by clinical students at RSKGM FKG UI Integration Clinic in 2013 2017, so that the treatment can be stated good and in accordance with the indication of treatment and the function of removable orthodontic appliance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Julita Nugroho
"Index Of Treatment Need merupakan indeks digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan ortodonti yang terdiri dari Dental Health Component dan Aesthetic Index. Dental Health Component menilai keparahan maloklusi dengan mengukur lima komponen yaitu missing teeth, overjet, crossbite, displacement of contact point, dan overbite termasuk openbite dapat disingkat sebagai MOCDO. Dental Health Component dapat menilai secara objektif kebutuhan perawatan ortodonti. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan keparahan maloklusi pasien di klinik spesialis RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 yang diukur menggunakan Dental Health Component (DHC) dari Index Of Treatment Need (IOTN). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel berupa 52 pasang model studi dari pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGMP FKG UI tahun 2010-2014 menggunakan penilaian berdasarkan DHC dari IOTN. Hasil penelitian memberikan gambaran kebutuhan perawatan ortodonti pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGMP FKG UI pada tahun 2010-2014 yaitu 5 orang pasien (9,6%) memiliki kebutuhan perawatan ortodonti yang sedikit (tingkat DHC 2), 16 orang pasien (30,8%) memiliki kebutuhan perawatan ortodonti yang menengah/borderline (tingkat DHC 3), 29 orang pasien (55,8%) yang membutuhkan perawatan ortodonti (tingkat DHC 4), dan 2 orang pasien (3,8%) yang sangat membutuhkan perawatan ortodonti (tingkat DHC 5).

Index Of Treatment Need is an index that used for determine orthodontic treatment need, it is consist of Dental Health Component and Aesthetic Index. Dental Health Component assess occlusion severity using five components as measurement, that components are missing teeth, overjet, crossbite, displacement of contact point, and overbite including openbite also known as MOCDO. Dental Health Component can assess objectively orthodontic treatment need. This study aimed to find description of orthodontic treatment need based on malocclusion severity on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGMP FKG UI in 2010-2014 that being assessed using Dental Health Component (DHC) from Index Of Treatment Need (IOTN). This study is a descriptive study with a sample of 52 pre-treatment dental cast of patients at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. The result of this study describe about 2010-2014 are 5 patients (9,6%) have  little treatment need (grade DHC 2), 16 patients (30,8%) have borderline for orthodontic treatment need  (grade DHC 3), 29 patients (55,8%) need for treatment need (grade DHC 4), and  2 patients  (3,8%) have a very great orthodontic treatment need (grade DHC 5).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Siswoyo
"Latar belakang: Evaluasi asimetri dentokraniofasial merupakan hal yang penting dalam perawatan ortodonti dan bedah ortognati. Evaluasi ini berfungsi dalam diagnosis, rencana perawatan, dan evaluasi hasil perawatan. Penggunaan perhitungan indeks asimetri Katsumata secara tiiga dimensi menjadi hal yang marak digunakan dalam penilaian asimetri dentokraniofasial. Tujuan: Penelitian ini bertujuan dalam membandingkan hasil diagnosis kesimetrisan dentokaniofasial yang didapatkan dari perhitungan indeks asimetri Katsumata secara tiga dimensi pada CBCT dan analisis komparasi linier dua dimensi Grummon pada sefalogram posteroanterior yang direkonstruksi dari hasil CBCT. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada lima belas CBCT . Sefalogram posteroanterior pada penelitian ini direkonstruksi dari hasil CBCT yang sama. Perhitungan indeks asimetri pada lima belas titik kraniometri dilakukan pada hasil CBCT dan dilakukan pengambilan diagnosis pada masing-masing parameter sesuai dengan tabel Katsumata. Perbandingan linear dua dimensi dilakukan pada lima belas titik yang sama pada sefalogram posteroanterior. Diagnosis ditegakan sesuai standar Grummon. Uji Kohen Kappa dilakukan untuk melihar reliabilitas intereksaminer dan uji McNemar untuk melihar reliabilitas intraeksaminer. Uji Fisher dilakukan untuk melihat beda diagnosis dan Uji Kohen Kappa dilakukan untuk melihat kuat kesepakatan diagnosis. Hasil: Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan diagnosis antara kedua metode pada lima belas parameter yang diukur. Tingkat kesepakatan beragam pada lima belas parameter. Kesimpulan : Penelitian ini menunjukan tidak ada perbedaan diagnosis kesimetrisan dentokraniofasial pada metode dua dan tiga dimensi sehingga diharapkan ortodontis dapat menggunakan analisis tiga dimensi secara langsung pada hasil CBCT.

The evaluation of dentoskeletal asymmetry is essential in orthodontics and orthognathic surgery, as it aids in diagnosis, treatment planning, and monitoring treatment outcomes. The asymmetry index developed by Katsumata is widely used in assessing craniofacial asymmetry. This study focuses on the comparative diagnosis between Katsumata asymmetry index in three-dimensional (3D) CBCT evaluations and conventional two-dimensional (2D) analysis comparing linear parameters on 2D reconstructed posteroanterior cephalogram. This research is aimed to widely share information and discuss further about utilization latest  three dimensinonal method especially measurement of asymmetry index by Katsumata for diagnosing dentocraniofacial asymmetry using cone beam computed tomography. A cross-sectional study was conducted on 15 CBCT data imaging. Posteroanterior cephalograms were reconstructed CBCT data imaging. Asymmetry index of fifteen anatomical parameter was measured on CBCT data imaging. Diagnosis was risen according to table of Katsumata.  Comparison of linear measurement on 2D reconstructed posteroanterior cephalogram was done on fifteen parameters. Diagnosis was risen accoding to the standard of Grummon analysis. Kappa Kohens were used to asses interexaminer reliabilities and Mc Nemar tests were used to asses intraexaminer reliabilities. The data was tested using Fisher’s exact test. Results showed no significant differences between diagnosis achieved by comparison in two-dimensional analysis (2D) and Katsumata’s asymmetry index in three-dimensional(3D) analysis. Kappa Kohen analysis was performed to every parameter for analyzing strength agreement in diagnosis between both methods. Better agreements are showed in maxillary parameter than mandible parameter. Newer method to evaluate dentoskeletal asymmetry using measurement asymmetry index in three-dimensional(3D) analysis CBCT is considered to have same result in diagnosis with two dimensional Grummon’s analysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Arlan
"Latar Belakang : Braket berperan sebagai media penyalur gaya ke gigi sehingga braket perlu didesain dengan tepat. Desain braket berdasarkan konfigurasi basisnya terdiri dari mesh dan nonmesh. Basis braket tipe nonmesh dengan desain yang tepat dapat menghasilkan kekuatan rekat sesuai kriteria optimal.
Tujuan : Untuk mengetahui nilai kuat rekat geser optimal pada tiga jenis braket metal nonmesh dan menvalidasi simulasi desain jenis rumus bangun ruang dasar braket metal nonmesh.
Metode : Tiga puluh gigi premolar pertama rahang atas dibagi ke dalam tiga kelompok uji braket metal nonmesh (Tipe 1, Tipe 2, dan Tipe 3). Gigi difiksasi dalam self acrylic. Permukaan bukal gigi dibersihkan dengan pumice lalu dietsa dengan asam fosforik 37% selama 15 detik. Braket di-bonding pada permukaan tengah mahkota klinis lalu di-light cure selama 20 detik. Kuat rekat geser diuji menggunakan universal testing machine dengan blade method dan cross- head speed 0,5mm/min pada arah oklusogingival dan mesiodistal. Penilaian Adhesive Remnant Index dengan magnifikasi 10x. Analisa data menggunakan software SPSS 27.
Hasil : Kuat rekat geser dan nilai Adhesif Remnant Index pada tiga jenis braket metal nonmesh pada arah oklusongivial tidak berbeda bermakna (p>0,05). Kuat rekat geser pada arah mesiodistal pada tiga jenis braket metal nonmesh berbeda bermakna antara braket tipe 2 dan tipe 3 (p£0,05) sedangkan nilai Adhesif Remnant Index tidak berbeda bermakna (p>0,05).
Kesimpulan : Kuat rekat paling optimal adalah braket tipe 2 dengan rumus bangun ruang dasar braket “Maze Base Design” dengan konfigurasi area undercut menyerupai labirin. Konfigurasi tersebut memberikan retensi optimum pada perlekatan braket ke gigi.

Background : Bracket acts as medium for transmitting force to the teeth therefore bracket needs to be designed appropriately. Bracket design based on the base configuration consists of mesh and nonmesh. The appropriate design of nonmesh bracket produce bond strength according to optimal criteria.
Objective : Determine optimal shear bond strength and validate design simulation of the base bracket structure formula for three types of nonmesh metal bracket.
Material and Method : Thirty maxillary first premolars were divided into three test groups (Type 1, Type 2, and Type). Teeth were fixed in self acrylic. Buccal surface of tooth was cleaned with pumice and etched (37% phosphoric acid) for 15 seconds. Bracket was bonded to the middle surface of clinical crown and light cured for 20 seconds. Shear bond strength was tested using universal testing machine with blade method and cross head speed of 0.5 mm/min in occlusogingival and mesiodistal directions. Adhesive Remnant Index (ARI) assessment was 10x magnification. Data was analyzed by using SPSS 27 software.
Result : Shear bond strength and ARI for three types of nonmesh metal brackets in occlusogingival direction were not significantly different (p>0.05). Shear bond strength in mesiodistal direction was significantly different between type 2 and type 3 bracket (p£0,05), however the ARI was not significantly different (p>0.05).
Conclusion : The most optimal bond strength was type 2 bracket with “Maze Base Design” as type of bracket base structure formula. It had configuration a labyrinth-shaped undercut area providing optimum retention for bracket attachment to teeth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lathana Larissa Adrine
"Latar Belakang: Penentuan usia dental dan skeletal sangat penting dalam perawatan ortodonti. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Demirjian dan Baccetti. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kalsifikasi gigi dapat menjadi salah satu evaluasi usia skeletal. Tujuan: Mengetahui korelasi antara usia dental berdasarkan maturasi gigi dengan usia skeletal berdasarkan maturasi tulang servikal. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan 96 sampel berupa radiograf panoramik dan sefalometri lateral dari satu pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Metode Demirjian dan metode Baccetti digunakan untuk mengevaluasi usia dental dan skeletal. Uji korelasi Spearman dilakukan untuk mengetahui korelasi antara usia dental dan skeletal. Hasil: Terdapat korelasi sangat kuat antara skor maturasi gigi dengan maturasi tulang servikal pada laki-laki (r = 0,858, p = 0,000) dan perempuan (r = 0,807, p = 0,000). Korelasi paling kuat pada laki-laki terlihat pada kalsifikasi gigi molar 2 (r = 0,850, p = 0,000), sementara pada perempuan terlihat pada kalsifikasi gigi kaninus (r = 0,805, p = 0,000). Kesimpulan: Korelasi sangat kuat antara usia dental berdasarkan maturasi gigi dan usia skeletal berdasarkan maturasi tulang servikal menunjukkan potensi penggunaan usia dental untuk memperkirakan usia skeletal. Namun, terdapat variasi kekuatan korelasi antar kalsifikasi gigi dengan usia skeletal.

Background: Determining dental and skeletal age is critical in orthodontic treatment. The Demirjian and Baccetti method is one of various approaches to evaluate dental and skeletal age. Related research indicates that tooth calcification can serve as a primary diagnostic tool to determine skeletal age. Objective: To assess the correlation between dental age based on tooth maturation and skeletal age based on cervical vertebrae maturation. Methods: This study involved 96 panoramic and lateral cephalometric radiographs from patients who met inclusion criteria. The Demirjian method was used to assess dental age, while the Baccetti method was used for skeletal age, spearman correlation tests were conducted to evaluate the correlation. Results: A strong correlation was found between tooth maturation scores and cervical vertebrae maturation in males (r = 0,858, p = 0,000) and females (r = 0,807, p = 0,000). In males, the strongest correlation occurred in the second molar (r = 0,850, p = 0,000), while in females it occurred in the canine (r = 0,805, p = 0,000). Conclusion: Dental age based on tooth maturation strongly correlates with skeletal age based on cervical vertebral maturation, suggesting its potential use to estimate skeletal age, but variability exists among tooth types."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Noor Insany
"Latar belakang: Chitosan merupakan bahan alami yang bersifat antibakteri dan dapat dibentuk menjadi gel sehingga dapat dijadikan sebagai agen profilaksis khususnya anti-demineralisasi enamel di mana lesi white spot menjadi suatu risiko dari penggunaan alat ortodontik cekat. Berat molekul merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas antibakteri chitosan, namun hubungan antara keduanya masih memberikan hasil yang inkonsisten.
Tujuan: Menganalisis perbedaan efektivitas antibakteri gel chitosan dengan berat molekul berbeda terhadap jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada permukaan enamel sekitar braket ortodontik.
Metode: Dari 24 jumlah sampel, 6 sampel dioleskan gel chitosan A (50-80 kDa), 6 sampel dioleskan gel chitosan B (50-150 kDa), 6 sampel dioleskan gel chitosan C (190-310 kDa), dan 6 sampel dioleskan dengan gel kontrol klorheksidin diglukonat 0.2% (CHX). Seluruh sampel diinkubasi secara bertahap, 10 μl suspensi plak yang terbentuk pada sampel dibiakkan untuk memperoleh jumlah koloni. Data dianalisis dengan uji one-way ANOVA dan uji lanjutan Least Significant Difference (LSD).
Hasil: Tidak terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans yang signifikan antara ketiga gel chitosan tersebut (p>0.05). Namun, terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans yang signifikan antara ketiga gel chitosan dengan gel kontrol (p<0.05).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efektivitas antibakteri antara gel chitosan A, B, dan C secara statistik, meskipun terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri secara klinis dan terdapat perbedaan efektivitas antibakteri antara gel klorheksidin diglukonat 0.2% (CHX) dengan ketiga gel chitosan tersebut.

Background: Chitosan is a natural antibacterial ingredient and can be formed into gel so that it can be used as a prophylactic agent, especially anti-enamel demineralization where white spot lesions are a risk of using fixed orthodontic appliances. Molecular weight is one of the factors that affects the antibacterial effectiveness of chitosan. The relationship between them still gives inconsistent results.
Aim: Analyzing differences in antibacterial effectiveness of chitosan gel with different molecular weights on the number of Streptococcus mutans colonies in the enamel surface around orthodontic brackets.
Methods: 24 total samples, 6 samples were smeared with chitosan gel A (50-80 kDa), 6 samples were smeared with chitosan gel B (50-150 kDa), 6 samples were smeared with chitosan gel C (190-310 kDa), and 6 samples were smeared with chlorhexidine digluconate 0.2% gel (CHX) as control. All samples were incubated in stages, 10 μl suspension of plaque formed on the samples were cultured to obtain the number of colonies. Data were analyzed by one-way ANOVA test and Least Significant Difference (LSD) test.
Result: There was no significant difference in the number of Streptococcus mutans colonies between the three chitosan gels (p>0.05) and there was a significant difference in the number of Streptococcus mutans colonies between the three chitosan gels and the control gel (p<0.05).
Conclusion: There was no difference in antibacterial effectiveness of chitosan gel A, B, and C, although there were differences in the number of bacterial colonies clinically and there were differences in the antibacterial effectiveness between 0.2% chlorhexidine digluconate gel (CHX) with those chitosan gels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gema Paramesti Putri
"Pendahuluan: Interpretasi asimetri dentokraniofasial sangat penting dalam penegakkan diagnosis dan pembuatan rencana perawatan ortodonti. Walaupun sefalometri PA merupakan standar prosedur asimetri dentokraniofasial, namun memberi tambahan paparan radiasi bagi pasien, serta memerlukan biaya tambahan. Apabila OPG dapat digunakan sebagai interpretasi dentokraniofasial, maka akan lebih efektif dan efisien. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis perbedaan interpretasi asimetri dentokraniofasial antara OPG dan sefalogram PA dengan analisis linear vertikal dan angular. Metode: Interpretasi asimetri dentokraniofasial analisis linear vertikal dan angular menggunakan Winceph 11 dari 30 subjek penelitian didapatkan sesuai kriteria inklusi. Terdapat 5 parameter yang dianalisis, yaitu Orbitale, Condyle, Sigmoid Notch Point, Gonion, Menton. Uji McNemar digunakan untuk menguji perbedaan kedua metode. Bland-Altman plot dan Kappa digunakan untuk menguji reliabilitas antara kedua metode. Hasil: Interpretasi asimetri dentokraniofasial dengan parameter orbitale, condyle, dan sigmoid notch point tidak terdapat perbedaan bermakna pada pengukuran linear vertikal dan angular, namun pada parameter gonion dan menton didapatkan berbeda bermakna (p<0.05) antara gambaran OPG dan Sefalometri PA pada analisis angular. Seluruh parameter menunjukkan kesepakatan hampir sempurna antara kedua metode (Kappa>0.81). Kesimpulan: OPG dapat digunakan sebagai alat bantu interpretasi awal asimetri dentokraniofasial, namun untuk penegakan interpretasi asimetri dentokraniofasial utamanya menggunakan sefalogram PA.

Introduction: Interpretation of dentocraniofacial asymmetry is crucial in establishing the orthodontic diagnosis and treatment plans. Although PA cephalometry is the standard procedure for dentocraniofacial asymmetry, it provides additional radiation exposure for patients and requires additional costs. If OPG can be used as a dentocraniofacial interpretation, it will be more effective and efficient. Objective: This study aims to analyze the differences in dentocraniofacial asymmetry interpretation between OPG and PA cephalogram with vertical and angular linear analysis. Methods: Interpretation of dentocraniofacial asymmetry vertical and angular linear analysis using Winceph 11 of 30 subjects were obtained according to the inclusion criteria. The parameters are Orbitale, Condyle, Sigmoid Notch Point, Gonion, and Menton. McNemar test was used to evaluate the differences between the two methods. Bland-Altman plot and Kappa were used to evaluate the reliability between the two methods. Results: Interpretation of dentocraniofacial asymmetry with orbitale, condyle, and sigmoid notch point parameters presented no significant differences in vertical linear and angular measurements, but in gonion and menton parameters, there was a significant difference (p<0.05) between OPG and PA cephalometry in angular analysis. All parameters showed almost perfect agreement between the two methods (Kappa> 0.81). Conclusion: OPG can be used as an aid in the initial interpretation of dentocraniofacial asymmetry, but PA cephalogram is mainly used to enforce the interpretation of dentocraniofacial asymmetry."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Khairiyah
"Pendahuluan: Pengukuran parameter sefalometri lateral adalah bagian penting dalam perencanaan perawatan ortodonti. Pengukuran metode konvensional dilakukan secara manual, namun teknik ini memakan waktu. Metode digital dapat dilakukan menggunakan aplikasi yang saat ini semakin banyak dikembangkan dan disebarluaskan seperti aplikasi OrthoCeph yang dapat digunakan secara semi-otomatis dan aplikasi WebCeph secara otomatis dan semi otomatis. Dokter gigi dapat menggunakan aplikasi tersebut pada smartphone ataupun web agar lebih efisien dengan memastikan adanya keakuratan antara pengukuran pada radiografi sefalometri metode digital dan metode konvensional sebagai gold standard. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan pengukuran parameter sefalometri lateral (skeletal, dental, dan jaringan lunak) antara metode digital (OrthoCeph dan WebCeph) dengan konvensional. Metode: Radiografi sefalometri lateral dari 36 subjek penelitian didapatkan sesuai kriteria inklusi. Terdapat 14 parameter skeletal, dental, dan jaringan lunak sefalometri lateral yang dianalisis. Uji paired t-test digunakan untuk menguji perbedaan antar metode. Interclass correlation coefficient (ICC) dan Bland-Altman plot digunakan untuk menguji reliabilitas antar metode. Hasil: tidak terdapat perbedaan secara statistik antara metode digital OrthoCeph dan konvensional pada sebagian besar parameter pengukuran parameter sefalometri lateral, antara lain SNB, ANB, SNOP, SNMP, LINB Angular, dan II (p≥0,05). Terdapat perbedaan secara statistik pada parameter SNA, UINA Angular, UINA Linear, LINB Linear, S-Line Ls dan Li (p<0,05). Terdapat perbedaan secara statistik antara metode digital WebCeph dan konvensional pada seluruh parameter (p≥0,05) kecuali E-Line Li (p<0,05). Terdapat perbedaan secara statistik antara metode OrthoCeph dengan WebCeph pada seluruh parameter (p<0,05). Sebagian besar parameter menunjukkan kesepakatan baik hingga hampir sempurna antar metode (ICC≥0.61). Kesimpulan: Sebagian besar parameter menunjukkan perbedaan yang signifikan. Penggunaan OrthoCeph dan WebCeph masih diperlukan penyempurnaan.

Introduction: Measurement of lateral cephalometric parameters is an important part of orthodontic treatment planning. Conventional measurement methods are performed manually, but this technique is time-consuming. Digital methods can be performed using applications that are currently being increasingly developed and disseminated, such as the OrthoCeph application which can be used semi-automatically and the WebCeph application both automatically and semi-automatically. Dentists can use these applications on smartphones or the web to be more efficient by ensuring accuracy between measurements on digital cephalometric radiography and conventional methods as the gold standard. Objective: This study aims to determine and analyze the differences in lateral cephalometric parameter measurements (skeletal, dental, and soft tissue) between digital methods (OrthoCeph and WebCeph) and conventional methods. Method: Lateral cephalometric radiographs from 36 research subjects were obtained according to inclusion criteria. There are 14 skeletal, dental, and soft tissue lateral cephalometric parameters that were analyzed. Paired t-test was used to test the differences between methods. Interclass correlation coefficient (ICC) and Bland-Altman plot were used to test the reliability between methods. Results: There were no statistically significant differences between the digital method OrthoCeph and conventional method in most lateral cephalometric parameter measurements, including SNB, ANB, SNOP, SNMP, LINB Angular, and II (p≥0.05). There were statistically significant differences in the SNA, UINA Angular, UINA Linear, LINB Linear, S-Line Ls, and Li parameters (p<0.05). There were statistically significant differences between the digital method WebCeph and conventional method in all parameters (p≥0.05) except for E-Line Li (p<0.05). There were statistically significant differences between the OrthoCeph method and WebCeph in all parameters (p<0.05). All parameters showed good to almost perfect agreement between methods (ICC≥0.61). Conclusion: Most parameters show significant differences. The use of OrthoCeph and WebCeph still requires refinement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>