Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gerry Wahyu Dewatara
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi bagaimana pasangan courtship antar budaya beda agama dalam menegosiasikan identitas mereka. Di Indonesia, khususnya Jakarta, seseorang akan sering kali bertemu dan berinteraksi dengan seseorang yang mempunyai latar belakang yang berbeda, hasil dari meningkatnya aktivitas hubungan antar budaya adalah jatuh cinta dengan seseorang dari latar belakang budaya yang berbeda. Maka dari itu, seseorang yang jatuh cinta dengan seseorang yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda akan menjumpai halangan pada perjalanan mereka, terutama penolakan dari lingkungan sosial. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah identitas seseorang dalam hal ini agama tidaklah selalu menjadi alasan penolakan dari lingkungan sosial mereka terutama keluarga, tetapi ada juga masalah status sosial ekonomi maka dari itu negosiasi identitas akan bergantung pada hal apa yang menjadi penolakan lingkungan sosial mereka

ABSTRACT
This study aims to analyze and find out how intercultural interfaith couple negotiate their identities with each other. In Indonesia, especially Jakarta, someone will often meet and interact with other people who have different backgrounds, the result of increasing activities between intercultural relationships is falling in love with someone who has a different cultural background. Therefore, people who have a love relationship with someone who have different culture will encounter obstacles in their journey, especially resistance from the social environment. This study uses a constructivist paradigm with a qualitative research approach. The results of this study is, identity in this case religion is not always an obstacle for informants to proceed to the stage of marriage but there are other reason like social economy status that depends on informant famlily background. Therefore identity negotiation will depend on what is the reason behind the resistance of informant social environment
This study aims to analyze and find out how intercultural interfaith couple negotiate their
identities with each other. In Indonesia, especially Jakarta, someone will often meet and
interact with other people who have different backgrounds, the result of increasing activities
between intercultural relationships is falling in love with someone who has a different
cultural background. Therefore, people who have a love relationship with someone who have different
culture will encounter obstacles in their journey, especially resistance from the social environment.
This study uses a constructivist paradigm with a qualitative research approach.
The results of this study is, identity in this case religion is not  always an obstacle
for informants to proceed to the stage of marriage but there are other reason like social
economy status that depends on informant famlily background. Therefore identity
negotiation will depend on what is the reason behind the resistance of informant social environment 
"
2019
T55186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risya Zahrotul Firdaus
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum banyaknya penelitian mengenai kekerasan simbolik yang mengangkat pekerja prekariat sebagai subyeknya. Fenomena pekerja prekariat sendiri di Indonesia sedang ramai dibicarakan dalam bidang akademis khususnya bidang hukum yang membahas belum tersedianya undang-undang yang mengatur transportasi daring. Belum adanya undang-undang tersebut, kemudian menjadi celah bagi perusahaan transportasi daring untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan kepentingan pihak lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekerasan simbolik yang diterima oleh pekerja prekariat dalam bisnis transportasi daring. Penelitian ini menggunakan konsep kekerasan simbolik dari Pierre Bourdieu, di mana kekerasan simbolik erat kaitannya dengan doxa, habitus, kapital dan arena dari pekerja prekariat. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionisme kritis dan merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini juga menggunakan wawancara mendalam terhadap 4 orang informan sebagai teknik pengumpulan datanya.
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya kekerasan simbolik terhadap pekerja prekariat dalam hubungan kerja sama dengan perusahaan e-commerce dalam bentuk kebijakan perolehan bonus, kebijakan tarif, dan kebijakan sanksi atas pelanggaran mitra. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi doxa, habitus, kapital dan arena yang mendorong terjadinya kekerasan simbolik terhadap pekerja prekariat. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat dua tipe pekerja prekariat dan perbedaan penerimaan mereka terhadap kekerasan simbolik yang diterima. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti gender dan motif.

This research is motivated by the lack of research on the symbolic violence that raised the precarious workers as their subjects. The phenomenon of precarious workers in Indonesia is busy discussed in the field of academic, especially the field of law that discusses the unavailability of laws governing online transport. The absence of such laws, then becomes an opportunity for online transport companies to gain profit by ignoring the interests of others.
This study aims to determine the symbolic violence towards precarious workers in online transport business. This study used the concept of symbolic violence from Pierre Bourdieu, which symbolic violence is closely related to the doxa, habitus, capitals and arena of the precarious workers. This research used the paradigm of critical constructivism and is a descriptive qualitative research. This study also used in-depth interviews of 4 informants as their data collection techniques.
The results of the study indicated the occurrence of symbolic violence towards precarious workers in the partnership relation with the e-commerce companies in the form of bonus gaining policy, tariff policy, and punishment policy for partner offenses. This study has identified the doxa, habitus, capitals and arena that encourage symbolic violence towards precarious workers. In addition, the study also found that there are two types of precarious workers and different acceptance toward symbolic violence received. The differences are influenced by factors such as gender and motives.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Tri Hadyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana interaksi/hubungan parasosial yang terjadi pada fans perempuan JKT48 melalui media sosial Twitter dan bagaimana tipologi gratifikasi yang dicari dan diperoleh dari interaksi/hubungan parasosial tersebut. Penelitian ini menggunakan teori interaksi/hubungan parasosial dari Hotorn dan Wohl untuk melihat bagaimana karakteristik, faktor, dan efek dari interaksi/hubungan parasosial fans perempuan dari idola perempuan. Dengan menggunakan tipologi gratifikasi dari McQuail, akan dipetakan gratifikasi yang dicari (gratification sought) dan diperoleh (gratification obtained) sehingga tercipta expectancy-value. Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivisme dan merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam kepada empat fans perempuan JKT48. Penelitian ini menunjukkan bahwa melalui satu platform Twitter, fans perempuan JKT48 dapat mencari dan memperoleh berbagai gratifikasi: informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, serta hiburan. Selain itu, Expetancy-value dari gratifikasi yang dicari (gratification sought) dan gratifikasi yang diperoleh (gratification obtained) menjadi dasar fans perempuan JKT48 dalam interaksi parasosial selanjutnya. Dari pencarian satu gratifikasi, fans dapat memperoleh gratifikasi yang dicari beserta gratifikasi yang berbeda. Fans sama-sama memperoleh gratifikasi integrasi dan interaksi sosial dari pencarian gratifikasi informasi dan gratifikasi identitas personal.

ABSTRACT
This study aimed to identify the typology of gratifications sought and obtained from parasocial interactions/relationships of JKT48 female fans through Twitter. This study uses the theory of parasocial interactions/relationships from Hotorn and Wohl to see how the characteristics, factors, and effects of parasocial interactions/relationships of female fans from female idols. Through the gratifications typology of McQuail, this research tries to mapping the expectancy-value from gratifications that JKT48 female fans sought and obtained from Twitter. This study uses the post-positivism paradigm and is a descriptive qualitative study. The data collection technique used was in-depth interviews with four JKT48 female fans. This research shows that through one Twitter platform, JKT48 female fans can find and obtain various gratifications: information, personal identity, social integration and interaction, and entertainment. Expectancy-values of gratification sought and obtained became the basis of JKT48 female fans in subsequent parasocial interactions. From searching for one gratification, fans can get the gratification sought along with different gratification. Fans both obtained the gratification of social integration and interaction from the search for information gratification and personal identity gratification."
2019
T54193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramandha Suci Marchita
"Pemaknaan gaya hidup sehat dalam web series #SORETheSeries di YouTube oleh anggota Komunitas Diabetes Muda berdasarkan proses encoding dan decoding pesan tidak tercipta dengan sendirinya melainkan terdapat peran agen sosialisasi dalam menanamkan nilai gaya hidup sehat pada informan sehingga membantu membentuk pemaknaan. Penelitian dengan pendekatan kualitatif dan paradigm konstruktivis ini bertujuan untuk memberikan penjabaran bagaimana pemaknaan gaya hidup sehat dalam web series #SORETheSeries oleh anggota Komunitas Diabetes Muda yang telah mengalami banyak pengalaman terkait kesehatan dan gaya hidup.
Hasil penelitian menemukan bahwa pemaknaan gaya hidup sehat oleh anggota Komunitas Diabetes Muda terbagi menjadi dua posisi yaitu negosiasi; posisi menerima sebagian informasi dan tidak menerima sebagian lainnya, serta posisi oposisi: posisi yang menolak pandangan dan memiliki penilaian sendiri, berdasarkan hasil encoding/decoding dari pesan gaya hidup sehat di web series #SORETheSeries dengan adanya peran agen sosialisasi keluarga, peer group dan komunitas, sekolah, media massa, serta profesional yang membantu mensosialisasikan nilai-nilai gaya hidup sehat sepanjang hidup mereka.

The reception position of healthy lifestyle in #SORETheSeries on YouTube by the member of Diabetes Muda Community based on encoding and decoding process supported by the explanation of the role of the socialization agents who socialize the aspects of healthy lifestyle to informant that lead to reception position. This qualitative study with constructivism paradigm aims to provide an overview of how the reception of healthy lifestyle on web series by Diabetes Muda Community members whom have a lot of experiences about health and lifestyle.
This study found that the reception of healthy lifestyle by the informant separated into two positions: negotiated position; a mixture of adaptive and oppositional element, and oppositional position; decode the message in contrary way, based on the result of encoding/decoding of healthy lifestyle messages on #SORETheSeries with the help of socialization agents which are family, peer group and community, school, media, and professional who teach them about healthy lifestyle along their life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunda Presti Ardilla
"ABSTRAK
Dengan maraknya media sosial, kini manusia cenderung berinteraksi dan berkomunikasi menggunakan media sosial. tidak terkecuali bagi perempuan muslim yang berprofesi sebagai influencer dari generasi milenial. Namun, ditengah aktifitas daringnya, ternyata mereka tidak dapat sebebas mungkin berekspresi dikarenakan adanya rasa takut kepada akun-akun pengikut media sosialnya. Hal ini merupakan tanda dari Panoptisisme dalam media digital. Penelitian ini berusaha menjawab bagaimana bentuk panoptisisme digital melalui wacana hijab pada influencer hijaber milenial. Peneliti menggunakan konsep panoptisisme dari Foucault, Media Digital, Hijab dan generasi Milenial dari Howe dan Strauss. Dengan menggunakan paradigma critical constructionism, pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam, ditemukan bahwa panoptisisme digital merupakan strategi penguasa untuk mengendalikan influencer guna menyebarluaskan kekuatannya secara masif di media digital dengan tanpa disadari oleh subjek penelitian dan masyarakat luas. Strategi ini menggunakan ruang transparan partisipatif digital yang memungkinkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus oleh akun-akun media sosial yang mengikuti akun subjek penelitian dan siap memberikan hukuman apabila subjek penelitian dirasa tidak sesuai dengan wacana hijab. Subjek penelitian yang sadar akan adanya pengawasan dan hukuman merasan ketakutan dan was-was sehingga berusaha mendisiplinkan dirinya sendiri di media sosial meski tetap terdapat pemberontakan. Namun di sisi lain, generasi milenial ini juga mewajari adanya pengawasan tersebut tanpa mengetahui penguasa dibaliknya.

ABSTRACT
Nowadays, influencers moslem women of the millennial generation tend to communicate using social media. It turns out that they cannot be as free as possible due to the fear of their social media followers' accounts. This is a sign of Panoptism in digital media. This study tried to found the form of digital panoptismism through hijab discourse on millennial hijaber influencers. Researcher used the panopticism concept of Foucault, Digital Media, the Hijab concept and the Millennial generation of Howe and Strauss. By using the critical constructionism paradigm, qualitative approaches and in-depth interviews, it was found that digital Panoptisism is a strategy used by certain powers to control influencers to massively disseminate their power in digital media with such subtle and unnoticed by the subjects of research and society at large. This strategy uses a participatory transparent space that allows continuous monitoring by social media accounts that follow research subject accounts and is ready to give penalties if the subject of research is deemed not in accordance with the hijab discourse delivered in one direction. Research subjects who are aware of the existence of watchmens and punishment are feeling frightened and anxious so they try to discipline themselves on social media even though there is a rebellion. However, this millennial generation also taught about the watchmen without knowing the authority behind it.

"
2019
T53359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Farah Lutfiputri
"Pada saat ini, di media sosial Instagram terdapat sejumlah akun yang secara aktif mengunggah meme tentang budaya kerja di startup Indonesia, yang salah satunya adalah @ecommurz. Bermula dari akun meme, Ecommurz telah menjelma menjadi sebuah komunitas virtual di mana para pekerja startup saling berjejaring, berinteraksi, dan membantu sama lain. Dengan mengacu pada konsep connective action oleh Bennett & Segerberg (2012), penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana sebuah aksi kolektif di antara para pekerja startup dapat terbentuk melalui media sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dilakukan dengan metode etnografi virtual, dan didukung oleh observasi mendalam, analisis retorika visual untuk mengungkap makna di balik meme yang diunggah dan analisis tekstual terhadap kolom komentar pada unggahan tersebut. Penelitian ini mengungkap bahwa melalui meme-meme yang bernuansa humor, satir, dan bergaya bahasa kasual, Ecommurz telah mendemokratisasi pembicaraan mengenai isu dan permasalahan yang dihadapi banyak pekerja di lingkungan startup. Hasilnya adalah terciptanya ikatan kolektif di antara para pekerja startup yang merasa relevan dengan meme yang diunggah dan memiliki kesamaan tujuan. Connective action yang terbentuk bermula dari aksi personal sekelompok orang, dan sepenuhnya terjadi secara organik melalui media sosial, Meskipun Ecommurz berperan besar sebagai yang memotori gerakan, tapi perkembangan pesat dan influence (pengaruh) kuat yang mereka miliki tidak akan tercipta tanpa adanya solidaritas dan partisipasi aktif di antara para pengikutnya. Hingga pada akhirnya, dampak dari gerakan yang mereka lakukan dapat turut menghasilkan perubahan atau mempengaruhi apa yang terjadi di kehidupan nyata (offline).

Currently, there are a number of Instagram accounts that are actively uploading memes concerning work culture at Indonesian startups, one of which is @ecommurz. Ecommurz began as a meme account and has evolved into a virtual community where startup workers network, connect, and help one another. This study tries to examine how connective action among startup employees can be formed through social media by referring to Bennett and Segerberg's (2012) concept of connective action. This is a qualitative research project using the virtual ethnography method, with in-depth observations, visual rhetorical analysis to uncover the meaning behind the uploaded memes, and textual analysis of the comments column. This study reveals that Ecommurz has democratized conversations regarding the concerns and problems experienced by many employees in the startup environment by using memes that are humorous, satirical, and casual in tone. As a result, a collective tie is formed among startup company employees who relate to the published memes and share similar objectives. The establishment of a connective action begins with the personal action of a group of people and occurs fully organically through social media. Even if Ecommurz is the movement's driving force, their rapid growth and great influence cannot be achieved without solidarity and active engagement among their followers. In the end, the impact of their movements can produce changes or influence what happens in real life (offline)."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumaysha Gikha Nisrina
"Media daring memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk realitas di masyarakat. Realitas yang disajikan terkait dengan banyak aspek termasuk mengenai identitas gender. Sebagai kelompok minoritas, perempuan kerap kali dilekatkan dengan stereotip gender dalam pemberitaan di media daring, termasuk di bidang olahraga yang identik dengan maskulinitas. Atlet perempuan rentan mengalami body shaming karena pandangan patriarkis yang hanya menitikberatkan pada penampilan fisik atlet. Melalui penelitian ini, peneliti berusaha untuk menemukan makna yang terdapat dalam teks berita olahraga di media daring dalam konteks kesetaraan gender. Kasus yang dipilih sebagai sampel penelitian adalah kasus body shaming yang dialami oleh atlet angkat besi Indonesia Nurul Akmal pasca partisipasinya di Olimpiade Tokyo 2020 pada delapan portal berita media daring yakni CNNIndonesia.com, Kompas.com, Tempo.co, Detik.com, Republika.co.id, Liputan6.com dan Okezone.com dengan menggunakan metode analisis teks dari Alan McKee dan dan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif serta paradigma konstruktivis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam 8 teks berita media daring, terdapat konstruksi realitas bahwa komentar negatif mengenai bentuk tubuh atau body shaming yang dialami oleh atlet perempuan merupakan candaan semata dan atlet perempuan yang mengalami pelecehan fisik atau body shaming berada dalam posisi subordinat sehingga tidak berdaya untuk melakukan perlawanan atas apa yang dialami.

Online media have a significant influence in shaping reality in society. The reality presented is related to many aspects including gender identity. As a minority group, women are often attached to gender stereotypes in online media coverage, including in sports which are identical with masculinity. Female athletes are prone to body shaming because of the patriarchal view that only focuses on the athlete's physical appearance. Through this research, the researcher tries to find the meaning contained in the text of sports news in online media in the context of gender equality. The case selected as the research sample was the case of body shaming experienced by Indonesian weightlifter Nurul Akmal after his participation in the 2020 Tokyo Olympics on eight online media news portals namely CNNIndonesia.com, Kompas.com, Tempo.co, Detik.com, Republika.co.id, Liputan6.com and Okezone.com analyzed using text analysis method from Alan McKee and descriptive qualitative approach with constructivist paradigm. The results show that in 8 online media news texts, there is a reality construction that negative comments about body shape or body shaming experienced by female athletes are just a joke and female athletes who experience physical abuse or body shaming are in a subordinate position so they are powerless to do any resistance to what happened.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Rania Pavita
"Perkembangan internet menjadi ruang publik yang lebih demokratis dan inklusif membuka jalan bagi komunitas-komunitas subkultural untuk semakin berkembang. Salah satunya adalah fandom, yang mana praktik utamanya merupakan penciptaan fanwork layaknya fanfiction atau fiksi buatan penggemar, yaitu sebuah narasi yang menggabungkan kreativitas penulisnya serta sumber materi asli dari teks yang diangkat menjadi fanfiction sebagai alur cerita. Fanfiction sendiri digadang-gadang sebagai ruang produksi feminis karena demografi partisipannya didominasi oleh perempuan serta individu queer—dua populasi yang kerap tertindas dibawah hegemoni heteronormativitas dalam realitas sehari-hari. Salah satu genre paling populer dari fanfiction adalah Slash; fanfiction yang menggambarkan kedua karakter dari suatu media menjalani hubungan homoseksual, terlepas dari fakta bahwa karakter tersebut adalah heteroseksual dalam media tersebut ataupun tidak. Berangkat dari fenomena ini, peneliti pun melihat adanya indikasi bahwa fiksi slash turut berfungsi sebagai media bagi penulis yang mengidentifikasi diri mereka sebagai queer untuk menampilkan perlawanan mereka terhadap hegemoni heteronormativitas. Menggunakan konsep Hegemoni Budaya dan Kontra-Hegemoni sebagai pendekatan, peneliti menemukan bahwa kontra-hegemoni terhadap heteronormativitas ditampilkan dalam fiksi slash dengan penggambaran realitas yang bertolak belakang oleh individu queer, serta sebagai bentuk eskapisme dari realitas yang kerap mensubordinasi mereka. Penulis membentuk sebuah komunitas queer sebagai ruang aman bagi identitas queer mereka sekaligus untuk mengeksplorasi identitas gender maupun seksual dalam suatu teks media, yang mana dapat dituangkan menjadi bentuk fiksi slash yang diunggah dalam situs Archive of Our Own selaku saluran yang aman bagi penulis queer.

The progression of the internet into a more democratic and inclusive public space paved the way for subcultural communities to thrive. One of them includes fandom, which main practice’s is the creation of fanwork such as fanfiction or fan-created fictional works, namely a narrative that combines the creativity of the author and the original source material from the text which is utilized as the basis of its storyline. Fanfiction itself is touted as a feminist production space due to women and queer individuals dominating it’s demography—none other than the most oppressed population under the hegemony of heteronormativity. One of the most popular genres of fanfiction is Slash; a fanfiction that depicts two characters from a particular medium being in a homosexual relationship regardless of the fact whether the characters are heterosexual in source material or not. Departing from this phenomenon, the researcher finds indications of slash fiction being a medium where the resistance of the writers’ towards heteronormativity is located, especially for those who identify themselves as queer. Using the concept of Cultural Hegemony and Counter-Hegemony as an approach, the researcher found that counter- hegemony towards heteronormativity is shown in slash fiction by depicting reality as the complete opposite of that in our everyday by queer individuals, as well as as a form of escapism from it which often subordinates them. Writers form a queer community as a safe space for their queer identity as well as to explore gender and sexual identity in a popular media texts, which can be transformed into a slash fiction which is uploaded on the Archive of Our Own website as a safe channel for queer writers."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsaa Salsabila Syawal
"Penelitian ini mengeksplorasi hubungan parasosial antara K-pop Idol NCT dan penggemar NCTzen melalui aplikasi Lysn Bubble. Penelitian ini menggunakan teori hubungan parasosial milik Horton dan Wohl untuk melihat bagaimana ikatan sosial dan ikatan emosional yang dibentuk oleh NCTzen. Paradigma yang digunakan adalah paradigma post-positivistik dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam. Dengan pendekatan interaksi simbolik, penelitian ini mengungkap bahwa hubungan parasosial antara NCT dan NCTzen melalui Lysn Bubble telah berkembang menjadi interaksi dua arah yang lebih interaktif dan responsif. Penggunaan simbol dan pesan personal di aplikasi ini memperkuat keaslian hubungan, sementara pandemi mendorong keterlibatan online yang lebih dalam. Motivasi penggemar yang beragam menciptakan dimensi baru dalam hubungan parasosial, memenuhi kebutuhan psikologis dan membentuk realitas sosial baru. Penelitian ini menyoroti bagaimana teknologi dan komunikasi memfasilitasi hubungan parasosial yang dinamis dan interaktif di era digital.

This research explores the parasocial relationship between K-pop Idol NCT and fans NCTzen through the Lysn Bubble app. This research uses Horton and Wohl's parasocial relationship theory to see how social bonds and emotional bonds are formed by NCTzen. The paradigm used is the post-positivistic paradigm with data collection techniques in the form of in-depth interviews. Using a symbolic interaction approach, this study reveals that the parasocial relationship between NCT and NCTzen through Lysn Bubble has developed into a more interactive and responsive two-way interaction. The use of symbols and personalized messages on the app reinforces the authenticity of the relationship, while the pandemic encourages deeper online engagement. Fans' diverse motivations create new dimensions in parasocial relationships, fulfilling psychological needs and shaping new social realities. This research highlights how technology and communication facilitate dynamic and interactive parasocial relationships in the digital age."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izmiria Az Zahra
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana self-identity konsumen perempuan melalui four-season fashion dari perusahaan fast fashion Zara. Kerangka pemikiran dari penelitian ini menggunakan konsep utama dari self-identity, fashion, dan perempuan dan fashion. Metodologi penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui wawancara mendalam dan studi data sekunder seperti jurnal, berita, artikel, serta buku sebagai alat untuk mendapatkan analisis data. Keabsahan data penelitian ini menggunakan azas kepercayaan dengan kriteria, yaitu: credibility, transferability, dependability, dan confirmability. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa self-identity konsumen perempuan four-season fashion terbagi atas tiga kategori, yaitu feminine-season identity, masculine-season identity, dan unisex-season identity. Feminine-season identity muncul dari karakter girly yang cenderung menyukai Spring/ Summer Season Fashion, masculine-season identity muncul dari karakter boyish yang cenderung menyukai Fall/Winter Season Fashion, dan unisex-season identity muncul dari karakter girly yang cenderung menyukai Fall/Winter season fashion ataupun sebaliknya.

ABSTRACT
This study aims to find out how the self-identity of female consumers through four-season fashion from fast fashion company Zara. The framework of this study uses the main concepts of self-identity, fashion, and women and fashion. The methodology of this study uses qualitative methods with data Collection techniques through in-depth interviews and secondary data studies such as journals, news, articles, and books as a tool to obtain data analysis. This research also uses the validity of dependability and conformability. The results of this study found that the self-identity of female consumers of four-season fashion is divided into three categories, which are feminine-season identity, masculine-season identity, and unisex-season identity. Feminine-season identity emerges from girly characters who tend to like Spring / Summer Season Fashion, masculine-season identity emerges from boyish characters who tend to like Fall / Winter Season Fashion, and unisex-season identity emerges from girly characters who tend to like Fall / Winter season fashion or vice versa."
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>