Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Budi Prasetyo
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat perbedaan forgiveness pada mahasiswa yang mengikuti Aikido dengan yang tidak mengikuti Aikido di enam kampus dan dojo kampus yang ada di Jakarta. Responden dalam penelitian ini berjumlah 124 dengan rentang usia antara 18-24 tahun yang berada di beberapa kampus di Jakarta. Peneliti menggunakan alat ukur TRIM-18 (Transgression-Related Interpersonal Motivations) yang memiliki jumlah item sebanyak 18, yang diberikan penambahan beberapa item oleh peneliti. Berdasarkan hasil perhitungan t-test, didapat didapatkan nilai t yang signifikan. Artinya adalah terdapat perbedaan forgiveness yang signifikan antara mahasiswa yang mengikuti Aikido dengan mahasiswa yang tidak mengikuti Aikido. Perbedaan ini dilihat dari jumlah mean skor yang menunjukkan bahwa skor TRIM pada kelompok mahasiswa yang mengikuti Aikido lebih kecil daripada kelompok mahasiswa yang tidak mengikuti Aikido. Artinya adalah kelompok mahasiswa yang mengikuti Aikido memiliki forgiveness yang lebih tinggi daripada kelompok mahasiswa yang tidak mengikuti Aikido.

This study has the goal to find the difference of forgiveness between college students who take part in Aikido and those who don?t in six college and dojo in Jakarta. The participants are 124, within 18-24 years old in age ranging. The researcher uses TRIM-18 (Transgression-Related Interpersonal Motivations) which has 18 items with some adding. Based on the result of t-test, the coefficient of t is significant. This means that there is a significant difference of forgiveness between the two groups. The difference is seen from the score mean of the aikido group that less than the non-aikido group. It means that Aikido group is more forgive than non Aikido group."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
158.2 DIM f
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titis Ciptaningtyas
2010
S3626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Puspita Sari
"Hubungan interpersonal merupakan salah satu ciri khas kualitas kehidupan manusia karena sudah menjadi sifat kodrat bahwa manusia adalah makhluk monodualis yang memiliki sifat makhluk individu dan sosial. Dalam banyak hal, manusia memerlukan keberadaan orang lain untuk saling memberi perhatian, membantu, mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan kehidupan. Sejak bayi, manusia sudah memerlukan individu Iain, hingga saat individu memasuki masa usia lanjut pun, individu akan merasa hidupnya "Kaya" dengan kehadiran individu-individu lain yang memperhatikan dirinya (Papalia dan Olds, 1995; Grothberg, 1999). Seinng berlambahnya usia, banyak lanjut usia yang sudah ditinggalkan oleh pasangan hidupnya. Selain itu, banyak juga Ianjut usia yang mengalami sangkar kosong (empty nest) karena ditinggalkan anak-anaknya yang pergi untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja. Akibatnya, lanjut usia mengalami kesepian. Akan tetapi bagi sebagian lanjut usia, hal tersebut tidak menjadi masalah karena ia berusaha memanipulasi Iingkungan secara aktif dan konstrulctif melalui aktivitas tisik, sosial, dan mental (Ryff, 1989). Dengan mengikuti aktivitas sosial, individu lanjut usia memiliki kesempatan untuk manialin hubungan interpersonal dengan individu-individu Iain yang sebaya dengan dirinya. Keinginan untuk mencari teman yang sebaya dengan dirinya merupakan karakteristik Khas pada masa usia lanjut (Schell, 1975; Carstensen, 1992). Hal ini dikarenakan terjadinya proses saling tukar pengalaman melalui suclut pandang yang sama sehingga timbul perasaan dimengerli dan didukung (Atwater, 1983; Craig, 1986; Ebersole dan Hess, 1990), aldbatnya dukungan emosi yang sangat dibutuhkan pada masa tua dapat terpenuhi (Antonucci dan Akiyama dalam Quadagno, 2002). Dari berbagai penelitian juga dikelahui bahwa tersedianya sumber dukungan dapat berguna sebagai Stress bufer (Thoits, 1985; Lin dkk., 1986; Cohen dan Willis, 1985 dalam Briselte, Carver, dan Scheier, 2002). Pertemanan dengan individu sebaya juga dapat mempertahankan kemampuan individu lanjut usia untuk menyesuaikan diri dengan baik terhadap stress masa tua (Lowenlhal dan Haven dalam Schell, 1975; Berkman dalam Birnan dan Schaie, 1990; Zander, 1990). Adanya teman pada masa tua juga dapat memperpanjang usia (Steinbeck, 1992 dalam Papalia dan Olds, 1995). Hal ini dapat terjadi karena individu lanjut usia yang memiliki teman akan merniliki sudut pandang yang positif terhadap kehidupan, yang akhimya akan meningkatkan kualitas hidupnya (Reitch dan Zautra, 1981 dalam Dwyer, 2000). Lebih jauh dijelaskan oleh Carstensen (1992) bahwa cara terbaik dalam memilih teman sebaya adalah dengan memperlahankan hubungan dengan teman-teman Iamanya. Lingkungan tempat tinggal menjadi sarana yang memadai bagi para Ianjut usia untuk mempertahankan hubungan dengan teman-teman Iama yang sebaya dengan dirinya. Hal ini clikarenakan mereka telah saling mengenal sejak lama sehingga resiko tenadinya selisih paham dapat diminimalkan, sorta sudah terbeniuknya social involvement dan mutual help (Adams dalam Papalia dan Olds, 1995). Oleh karenanya, tempat tinggal dan rasa memiliki temadap lingkungan sekitamya memiliki pengaruh yang cukup signiikan bagi psychological well being kaum Ianjut usia (Crown clan Longino dalam Tumer dan Helms, 1987; Datan dan Lohman dalam lndati, 1992; Quadagno, 2002). Peneliti menggunakan teori psychological well being yang clikemukakan oleh Ryfl (1989). Aclapun dimensi-dimensi psychological wellbeing dari Rylf (1989) adalah penerimaan diri, hubungan dengan individu lain, kemandirian, penguasaan lingkungan perlumbuhan pribadi, dan tujuan hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being adalah faklor evaluasi lerhadap pengalaman kehidupan, dan faktor dukungan sosial. Salah satu altematif yang dapat dilakukan Ianjut usia untuk menyaluikan kebutuhan sosialisasi mereka adalah dibentuknya perkumpulan lansia. Peneliti tenarik untuk mengetahui ada lidaknya gambaran psychological well being pada individu Ianjut usia yang al-clif dan tldak al-ctif dalam aktivitas sosial sesuai teori yang dikemukakan Neugarten, Havighurst, dan Tobin (1961 dalam Ryff, 1909). Ketertarikan peneliti semakin dalam saat membaca kurangnya penelitian mengenai lanjut usia di bidang psikologi konseling (Fassinger dan Schlossberg, 1992; Gelso dan Fassinger, 1990 dalam Hanson dan Minlz, 1997). Padahal hasil sensus menunjukkan bahwa dewasa ini, 1 dari 10 orang yang ada di dunia berusia di atas 60 tahun. Data statistik terakhir yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa mamperlihatkan bahwa jumlah orang yang bemsia di alas 60 tahun diperkirakan berjumlah sekitar 605 juta jiwa. Diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, yakni sekitar 1,2 milyar jiwa di tahun 2025. Di negara-negara berkembang jumlah Ianjut usia mencapai hampir % dari jumlah yang diprediksikan tersebut (Jurnal Perempuan, Oktober 2003). Adapun Indonesia diperlrirakan akan menjadi negara ketiga terbanyak dalam jumlah Ianjut usia setelah China dan Amerika. Pada tahun 2000 jumlah lanjut usia di indonesia sekitar 15,3 juta jiwa (Majalah Selip, April 2001 dalam Wakhida dkk, 2002). Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian Studi Kasus untuk menjawab pem1asalahan dalam penalitian ini. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa individu Ianjut usia yang aktif dapat menoapai psychological well being, dan individu yang tidak lagi aktif tidak dapat memenuhi dimensi kemandirian, penguasaan lingkungan, perlumbuhan pribadi, dan mengalami kesulitan untuk memaknai keberadaannya atas kehidupan yang sudah dijalani. Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya digunakan lebih banyak subjek dengan latar belakang yang Iebih beragam sehingga didapalkan gambaran yang Iebih bervariasi, triangulasi data clan triangulasi melodologi, serta studi Iiteralur buku mengenai psychological well being yang Iebih banyak Saran praktis dari peneliti untuk palugas instansi terkait yang mangumsi masalah posyandu Ianjut usia, hendaknya memberi perhatian seoara lebih baik sehingga dukungan sosial yang clibutuhkan benar-banar dapat dirasakan oleh Ianjut usia yang ada dalam kelompok binannya, dan juga buatlah inovasi-inovasi dalam membuat program kegiatan, Selain ilu, Sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya aktivitas di usia tua sahlngga masyarakat tidak terjebak dengan stereotipi bahwa masa tua adalah masa untuk menjauhkan diri dari berbagai aktivitas sosial. Yang tidak kalah panting, untuk keluarga yang memiliki lanjut usia hendaknya momberi kesempatan kepada lanjut usia untuk letap aktif di masa tuanya. Keluarga dapat membantu dengan menyediakan informasi mengenai organisasi Ianjut usia yang dapat dimasuki oleh orang tuanya. Lalu, untuk Ianjut usia yang lidak aklif tetap dijaga silaturahminya sehingga ia merasa tetap memiliki teman, khususnya pada Ianjut usia yang tidak dapat aktif karena alasan kesehatan. "Tidak ketinggalan, untuk pralansia sebaiknya mempersiapkan diri secara baik agar tetap dapat aktif di usia tua, misal dengan mulai rajin olah raga atau menjaga pola makan. Intinya, kembangkan gaya hidup sehat sedini mungkin. Jangan lupa untuk banyak mencari informasi mengenai lanjut usia sehingga tidak adanya kekagetan bila nantinya menghadapi berbagai perubahan yang dialami, dimana hal ini dapat dilakukan dengan banyak terlibat pada aktivitas sosial sehingga saling belajar dari anggota lain."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Stevanus Senjaya Halim
"Skripsi ini membahas mengenai kehidupan transgender di Jakarta. Para transgender mengalami pengalaman yang berbeda pada dari masyarakat pada umumnya karena adanya stigma dan diskriminasi pada kelompok mereka. Penellitian ini ingin melihat komitmen religius para transgender yang hidup di Jakarta, dimana konteks agama sangat erat dalam kehidupan sehari-hari, evaluasi mereka dalam menghadapi kehidupan (subjective well-being) serta pembukaan diri (coming out) para transgender. Sampel pada penelitian ini berjumlah 60 orang transgender yang berlokasi di daerah Jakarta, dimana rentang usia sampel dari 16-60 tahun.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode gaabungan kualitatif dan kuantitatif agar dapat melihat kehidupan para transgender. Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara ketiga variabel. Penelitian ini menunjukkan bahwa subjective well-being para transgender berhubungan dengan coming out dan tidak berhubungan dengan komitmen religius mereka.

The study discussed about the life of transgender community in Jakarta. The community faced different experiences from the general society, where they faced stigmas and discriminations in their everyday living. The purpose of the study is to see the religious commitment, subjective well-being, and coming out on transgender community. Samples of this research are 60 transgender who live in Jakarta with age range around 16-60 years old.
In this study, we used mix methods of qualitative and quantitative to overview the life of the transgender community. Hypothesis of the research is that there is a significant correlation between the three variables. The study suggest that subjective well being is significantly correlated to coming out, "while none have correlation with religious commitment".
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Quryyah Arinal Khaq
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas menulis dan membayangkan pernikahan terbaik terhadap rasa syukur dan kepuasan pernikahan. Penelitian ini dilakukan untuk melanjutkan penelitian sebelumnya, dimana belum ada yang berfokus meneliti kegiatan diri terbaik pada hubungan pernikahan. Partisipan yang memiliki usia pernikahan 1-13 tahun dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen n=30 dan kelompok kontrol n=30 . Kelompok eksperimen diberikan aktivitas menulis dan membayangkan pernikahan terbaik, sementara kelompok kontrol tidak melakukan kegiatan apapun. Aktivitas dilakukan selama empat kali dalam waktu satu minggu dengan menuliskan dan membayangkan pernikahan yang dianggap ideal di masa depan. Aktivitas menulis dan membayangkan pernikahan terbaik terbukti secara signifikan negatif dalam meningkatkan rasa syukur p>0,05 0,00 dan tidak terbukti secara signifikan mampu meningkatkan kepuasan pernikahan p>0,05 0,286.

This study aims to determine the effect of writing and visualizing best possible marriage on gratitude and marital satisfaction. This study was conducted to continue the previous research, where no one has focused on researching best possible self in marriage relationship. Participants who had 1 13 years of marriage were divided into two groups, namely the experimental group n 30 and the control group n 30. The experimental group was given the activity of writing and visualizing the best possible marriage, while the control group did not carry out any activities. Activities are carried out four times a week by writing and visualizing the ideal marriage in the future. The best writing and visualizing marriage activity proved to be significantly negative in increasing gratitude p 0.05 0.00 and was not proven to significantly increase marital satisfaction p 0.05 0.286."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66908
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Anastasia Hanipraja
"ABSTRAK
Integrasi teknologi dalam kehidupan membawa urgensi untuk mempelajari kegiatan virtual yang dilakukan dalam konteks hubungan romantis, dan salah satunya adalah sexting, atau pertukaran pesan sensual melalui teknologi komunikasi. Sebelumnya dipandang sebagai perilaku seksual yang berisiko, baru-baru ini para peneliti telah menemukan perspektif baru dalam memandang sexting sebagai aktivitas positif yang dilakukan dalam hubungan romantis, terutama dalam hubungannya dengan kepuasan seksual. Kepuasan seksual dapat ditingkatkan dengan sexting karena dapat berfungsi sebagai bentuk komunikasi seksual serta berbagai aktivitas seksual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara sexting dan kepuasan seksual, terutama dengan sexting sebagai prediktor kepuasan seksual. Untuk mengukur variabel, penelitian ini akan menggunakan skala sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, dan Zimmerman (2013) serta GMSEX untuk mengukur kepuasan seksual. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dan hasilnya menunjukkan bahwa sexting secara signifikan memprediksi kepuasan seksual (F (1,70) = 8.602, p = 0,005, <0,01) dengan koefisien determinasi 0,109 yang dapat diartikan sebagai 10, Variasi 9% dari kepuasan seksual dijelaskan oleh sexting.

ABSTRACT
Integrasi teknologi dalam kehidupan membawa urgensi untuk mempelajari kegiatan virtual yang dilakukan dalam konteks hubungan romantis, dan salah satunya adalah sexting, atau pertukaran pesan sensual melalui teknologi komunikasi. Sebelumnya dipandang sebagai perilaku seksual yang berisiko, baru-baru ini para peneliti telah menemukan perspektif baru dalam memandang sexting sebagai aktivitas positif yang dilakukan dalam hubungan romantis, terutama dalam hubungannya dengan kepuasan seksual. Kepuasan seksual dapat ditingkatkan dengan sexting karena dapat berfungsi sebagai bentuk komunikasi seksual serta berbagai aktivitas seksual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara sexting dan kepuasan seksual, terutama dengan sexting sebagai prediktor kepuasan seksual. Untuk mengukur variabel, penelitian ini akan menggunakan skala sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, dan Zimmerman (2013) serta GMSEX untuk mengukur kepuasan seksual. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dan hasilnya menunjukkan bahwa sexting secara signifikan memprediksi kepuasan seksual (F (1,70) = 8.602, p = 0,005, <0,01) dengan koefisien determinasi 0,109 yang dapat diartikan sebagai 10, Variasi 9% dari kepuasan seksual dijelaskan oleh sexting.
The integration of technology in life brings urgency to study virtual activities carried out in the context of romantic relationships, and one of them is sexting, or exchanging sensual messages through communication technology. Previously seen as risky sexual behavior, recently researchers have found a new perspective in viewing sexting as a positive activity carried out in romantic relationships, especially in relation to sexual satisfaction. Sexual satisfaction can be improved by sexting because it can function as a form of sexual communication and various sexual activities. Therefore, this study aims to prove the relationship between sexting and sexual satisfaction, especially with sexting as a predictor of sexual satisfaction. To measure variables, this study will use a sexting scale developed by Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, and Zimmerman (2013) and GMSEX to measure sexual satisfaction. Regression analysis was used to test the hypothesis and the results showed that sexting significantly predicted sexual satisfaction (F (1.70) = 8,602, p = 0.005, <0.01) with a coefficient of determination of 0.109 which could be interpreted as 10, 9% variation of satisfaction Sexually explained by sexting."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ristia Angesti
"Penggunaan internet bermasalah dapat dipengaruhi oleh kepribadian individu. Fenomena fear of missing out yang baru muncul beberapa tahun terakhir diduga dapat menjadi mediator antara kepribadian dengan penggunaan internet bermasalah. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh fear of missing out (FOMO) yang berperan sebagai mediator antara kepribadian dan penggunaan internet bermasalah. Sebanyak 182 partisipan telah mengisi secara lengkap skala kepribadian, FOMO, dan penggunaan internet bermasalah. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu terdapat mediasi parsial antara trait neurotis dengan penggunaan internet bermasalah yang dimediasi oleh FOMO. Kemudian, terdapat mediasi yang sempurna antara trait conscientiousness dengan penggunaan internet bermasalah yang dimediasi oleh FOMO.

Problematic internet use can be influenced by individual personality. Recently, there has been a phenomena that we called fear of missing out (FOMO). The internet user who tend to be FOMO may lead to problematic internet use (Przybylski, Murayama, DeHaan, & Gladwell, 2013). The phenomena of fear of missing out (FOMO) was presumed to be a mediator between personality and problematic internet use. The purpose of this study was to examine the  influence of fear of missing out as a mediator between personality and problematic internet use. One hundred eighty two emerging adulthoods participated in the study by completing personality scale, FOMO scale, and problematic internet use scale. As a result, the effects of neuroticism on problematic internet use scale can be parsial mediated through FOMO. The second result, the effects of conscientiousness on problematic internet use scale can be mediated through FOMO."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T52145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aini Hanum Buchari
"Beberapa tahun ke belakang, muncul suatu jenis kekerasan berpacaran yang mulai marak diteliti, yakni cyber dating abuse. Penelitian ini bertujuan untuk menguji model investasi hubungan yang terdiri dari kepuasan hubungan, kualitas alternatif, dan investasi dalam hubungan untuk memprediksi komitmen pada korban cyber dating abuse. Partisipan penelitian ini merupakan 112 perempuan berusia 18-24 tahun yang sudah menjalani hubungan berpacaran selama minimal 6 bulan dan tergolong sebagai korban cyber dating abuse berdasarkan skor alat ukur Cyber Dating Abuse Questionnaire (CDAQ). Pengukuran kepuasan hubungan, kualitas alternatif, investasi dalam hubungan, dan komitmen dilakukan menggunakan adaptasi Investment Model Scale (IMS). Setelah melakukan pengujian analisis statistik dengan teknik multiple regression, ditemukan bahwa kepuasan hubungan, kualitas alternatif, dan investasi dalam hubungan mampu memprediksi komitmen pada korban cyber dating abuse. Dari semua prediktor tersebut, kepuasan hubungan memiliki pengaruh yang paling kuat.

In the last few years, a new type of dating violence called cyber dating abuse has caught the attention of many researchers. The present study is focused on testing The Investment Model that consists of relationship satisfaction, quality of alternatives, and investment to predict cyber dating abuse victims’ commitment. 112 women around 18-24 years of age who are involved in heterosexual dating relationship for minimum 6 months and categorized as cyber dating abuse victims according to cut-off score of Cyber Dating Abuse Questionnaire (CDAQ) participated in this study. The variables of this study, which are relationship satisfaction, quality of alternatives, investment, and commitment, are measured using Investment Model Scale (IMS) that has been adapted. Using multiple linear regression, this study found that relationship satisfaction, quality of alternatives, and investment are able to predict commitment in cyber dating abuse. Out of all predictors, relationship satisfaction has the strongest influence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriana Trihandini Waskitajati
"ABSTRAK
Kekerasan dalam hubungan pacaran dapat terjadi dalam bentuk kekerasan seksual, fisik, maupun psikologis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh investasi dan self-efficacydalam hubungan romantis terhadap komitmen korban kekerasan dalam hubungan berpacaran. Investasi dan komitmen diukur dengan menggunakan Investment Model Scale(IMS) milik Rusbult, Martz, dan Agnew (1998), sedangkan self-efficacydalam hubungan romantisdiukur dengan alat ukur Self-efficacy in Romantic Relationship(SERR) milik Riggio et al. (2011). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 190 orang yang merupakan perempuan berusia 18-25 tahun,sedang menjalani hubungan pacaran minimal enam bulan, dan mengalami kekerasan dalam hubungan berpacarannya. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa investasi dan self-efficacydalam hubungan romantis memprediksi komitmen dalam hubungankorban kekerasan secara positif.

ABSTRACT
Abusive behavior in a relationship can occur in the form of sexual, physical, and psychological abuse. This research was conducted to determine the effect of investment and self-efficacy in romantic relationship on the commitment of victims in an abusive relationship. Investment and commitment are measured by the Investment Model Scale (IMS) from Rusbult, Martz, and Agnew (1998), while self-efficacy in romantic relationships is measured by the Self-Efficacy in Romantic Relationship (SERR) from Riggio et al. (2011). The number of participants involved is 190 people, that consists of women aged 18-25 years old, who are in a relationship with a minimum duration of six months, and currently a victim in an abusive relationship. This research used multiple regression analysis. The result shows that investment and self-efficacy in a romantic relationshippredict commitment of the victims in abusive dating relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vini Theodophilia
"Mahasiswa menjadi pengguna internet tertinggi dan mendapatkan paparan yang cukup banyak. Banyak hal yang dapat dialami oleh mahasiswa dan dapat menyebabkan masalah kesehatan mental. Namun, terdapat hambatan-hambatan bagi mahasiswa untuk mencari bantuan. Seperti, finansial, ketersediaan waktu, confidentiality, pengalaman help-seeking sebelumnya dan sebagainnya. Hambatan ini dapat dijembatani dengan Online Help-Seeking, namun stigma tetap menjadi salah satu yang dapat mempengaruhi OHS. Salah satu kategori stigma adalah Religious Reinforced Stigma (RRS). Alat ukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah OHSQ (Online Help-Seeking Questionnaire) dan RBMI (Religious Beliefs about Mental Illness). Pengolahan data akan menggunakan metode pearson’s correlation dan pada beberapa item menggunakan Chi-square. Hasil data yang didapatkan adalah N = 349 dan rentang usia 18-25 tahun (M = 20,75, SD = 1,213). Analisis utama pada penelitian ini menunjukan bahwa di kalangan mahasiswa sin/moral responsibility dan spiritually-oriented causes/treatments tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan online help-seeking. Peran social support, attachment dan mental health literacy dalam mempengaruhi kedua variabel ini dapat diteliti untuk penelitian selanjutnya.

The highest internet user is college students and they spend a lot of time in social medias etc. . When in college, college students experiencing many things that might cause mental illness. Despite all the problems they had, there're things that hindrance them to seek help. Those problems can be financial problem, time availability, confidentiality, help-seeking experience etc.. These problems can be solved with Online Help-Seeking (OHS), but stigma might affect OHS. Religious reinforced stigma (RRS) is one of stigma's categories. Tools that were used in this research are OHSQ (Online Help-Seeking Questionnaire) and RBMI (Religious Beliefs about Mental Illness). Pearson's correlation was used to analyze the main research question and some of the item used Chi-Square. This research got N = 349 participants with an age range 18-25 years old (M = 20,75, SD = 1,213). The main analysis showed that religious reinforced stigma isn't significantly correlated with online help-seeking. For the next study, researcher suggest to research on social support, attachment and mental health literacy influence in these variables. These findings might be used as one of the references for psychoeducation about religious reinforced stigma and help-seeking
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>