Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulita Patricia
"Skripsi ini membahas karakteristik guru yang baik menurut siswa sekolah dasar. Penelitian ini melibatkan 179 siswa sekolah dasar. Mereka diminta untuk mendeskripsikan karakteristik guru yang baik dengan memberi nilai pada suatu pernyataan mengenai karakteristik guru yang baik pada skala Likert dengan empat pilihan jawaban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 karakteristik utama guru yang baik yang dipersepsikan oleh siswa sekolah dasar. Hasil dari penelitian ini menambahkan data mengenai karakteristik guru yang baik, terutama berdasarkan person perception siswa sekolah dasar.

The focus of the study is characteristics of good teacher according to elementary school students. 179 elementary school students were participating in the present study. They were asked to describe good teacher characteristics by rating a statement concerning characteristics of a good teacher on a four-point Likert scale. The present study shows 10 main characteristics of a good teacher according to elementary school students?person perception. This finding adds evidence on good teacher characteristics, specifically according to elementary school students? person perception."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
155.2 YUL k
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Hermosa
"ABSTRAK
Kemampuan mengenali huruf pada siswa sekolah dasar dan menengah di DKI Jakarta ternyata tidak diikuti dengan pemahaman terhadap materi bacaan yang disajikan. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan penelitian Dakhidae (1997, dikutip oleh Purnawan, 2001) terhadap sejumlah penduduk DKI Jakarta yang berusia 10 tahun ke atas. Sementara kemampuan tersebut sangat dibutuhkan pada pendidikan tingkat universitas, mengingat literatur kuliah banyak berisi konsep-konsep abstrak yang membutuhkan proses berpikir yang mendalam untuk memahaminya. Selain itu, tema-tema bacaan yang beredar di masyarakat memang membutuhkan kejelian pembaca untuk memilah dan memilih bacaan yang argumennya layak dipercaya. Mengingat kemampuan pemahaman bacaan yang masih minim di kalangan siswa SMU, maka peneliti merasa perlu mengajarkan serangkaian strategi membaca yang dinamakan membaca kritis yang bertujuan meningkatkan kejelasan dan pemahaman bacaan. Strategi-strategi yang dimaksud adalah skimming, marking dan annotating, outlining dan mapping, analyzing dan evaluating argument, serta making inference yang disampaikan melalui metode ceramah dan praktek langsung melalui bacaan yang diberikan.
Penelitian ini merupakan kegiatan penerapan strategi membaca yang dilakukan selama lima hari berturut-turut dengan jumlah subyek sebanyak tujuh orang. Efektivitas kegiatan diukur dengan memberikan tes pemahaman bacaan yang item-itemnya merupakan representasi dari materi yang diajarkan. Tes pemahaman bacaan ini berfungsi sebagai alat pengumpul data utama, disamping hasil integrasi keterampilan, hasil observasi, serta evaluasi peserta mengenai manfaat kegiatan yang berfungsi sebagai data tambahan.
Pengolahan data utama dilakukan dengan pengujian statistik non parametrik melalui metode Wilcoxon Signed-Rank Test, dan uji signifikansi pada level 0,05 untuk one tailed test. Untuk mengetahui proses berpikir dalam menjawab setiap item tes, peneliti juga melakukan analisis kualitatif terhadap jawaban subyek. Analisis kualititatif tersebut merupakan pendukung data kuantitatif yang diperoleh melalui pengujian statistik.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : strategi membaca kritis tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan pada siswa SMU. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya peningkatan skor tes pemahaman bacaan yang signifikan setelah mengikuti kegiatan ini. Disamping itu, analisis jawaban kualitatif menunjukkan bahwa tidak ada item yang dijawab dengan tepat oleh seluruh peserta. Namun dari segi penguasaan strategi membaca yang diajarkan, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh strategi dikuasai oleh peserta. Hal ini disimpulkan dari penilaian terhadap hasil integrasi keterampilan dan observasi terhadap performa peserta selama kegiatan. Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil tersebut peserta selama kegiatan. Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil tersebut adalah perlunya dikonstruk suatu instrumen ukur yang merepresentasikan secara langsung strategi-strategi membaca yang diajarkan, pemilihan subyek yang lebih mewakili populasi, dan durasi kegiatan yang lebih lama sehingga memungkinkan penguasaan strategi yang diajarkan secara lebih baik."
2002
S2882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Imelda Indri
"Kesejahteraan remaja perlu mendapat perhatian, agar tercapai sosok remaja yang sehat secara fisik dan psikologis, berprestasi, dan bermoral, sehingga mereka siap menghadapi masa depannya dengan l^k. Para ahli mengatakan tahap perkembangan penting untuk dilewati dengan baik karena beipengaruh pada tahap selanjutnya. Masa remaja menipakan periode *i>adai dan tekanan" masa yang stressful!, karena ada perubatian fisik d^ biologis serta penibafaan tunohitan dari lingkvmgan, sehingga ^'perlukan suatu proses penyesuaian diii dari remaja. Remaja mengalami perubahan secara primer (menarche pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki) dan perubahan secara sekunder (perubahan suara, tinggi badan, otot tubuh, dan Iain-lain). Perubahan primer yang dialami remaja menghasilkan efek psikologis, sepeiti adanya efek psikologis daii menarcAe (Sprinthall, 1995).
Remaja periu memberikan peihatian teihadap kesehatan leproduksinya dan mengenal tubuhnya sejak dini. Kesehatan reproduksi menipakan satu keadaan di mana lisik, mental, dan sosial berlangsung baik, serta tidiik hanya absennya penyakit namun berhubun^n dengan sistem reproduksi beserta fimgsi dan prosesnya. Dengan demikian dihi^kan dapat mencegah penlaku-peiilaku kenakalan remaja (seks bebas,aborsi,d!l). Selain kasus-kasus kenakalan remaja yang b^yak teij^ pada remaja puteri, para ahli juga berpendapat bahwa salah satu ciri khas wamta adalah sistem reproduksinya. Seorang anak perempuan yang memasuki masa lemaia akan ditandai dengan menarche, dan temyata ada penghayatan emosionil dari remaja puteri terhadap hal itu. Penelitian terhadap reaksi [»ikologis dan remaja puteri teihadap menarche banyak dilakukan di luar Indonesia dan dan salah satu penelitian diketahui gadis-gadis mengalami menstruasi pertamanya sebagai peristiwa yang menggangpf Han menakutkan serta memalukan (Atwater, 1983). Untuk itu penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang ingin menggali perasaan dan harapan remaja puteri saat memasnki menarche.
Penelitian ini menggunakan Focus Group Discussion (diskusi kelompok terarah) karena remaja sudah terbiasa dengan metode diskusi yang informal dan sikap merefca untuk lebih terbuka kepada kelompok-kelompok teman sebaya. Dengan menggunakan Focus Group Discussion selama I jam, dimana jumlah subyek dalam penelitian adalah 18 remaja puteri dari SLTP Charitas (Jakarta) yang berusia 12-13 tahun dan mengalami haid pertama tidak lebih dari 6 bulan, maka diperoleh basil sebagai berikut, bahwa sebelum mengalami haid pertama, sebagian dari subyek belum mendapatkan persiapan sebelumnya; perasaan negatif (takut, panik, kaget, sedih, marah, bingung dan merasa direpotkan) lebih banyak ditampilkan oleh subyek. dlhandingkan dengan perasaan posirif saat memasuki menarche; remaja puteri juga mengalami kee«nasan selelah pengjdanian menarche-nya (terhadap tingkat pemerkosaan, perilaku Ictrmn-tcman dan lawan jenis terhadap keadaan saat menstruasi. sikap keluarga terhadap mereka, dan adanya ketidaknormalan saat mengalami menstruasi); subyek juga memiliki harapan-harapan setelah mengalami menarche (terhadap orang tua, diri sendiri, dan pentingnya pendidikan seks bagi mereka serta terhadap perilaku teman-teman sebaya); variabel lainnya adalah subyek juga merasakan adanya perubahan terhadap fisik, perilaku dan lingkungan setelah mengalami menstruasi; selanjutnya subyek merasakan adanya efek mentruasi terhadap risik, emosi dan perilaku mereka; dan dari hasil penelitian diketahui pula kurangnya pengetahuan subyek mengenai menstruasi.
Melihat dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan hendaknya untuk penelitian selanjutnya Jumlah sampel yang digunakan lebih banyak perlunya memberikan pendidikan seks secara dini kepada remaja, perlunya memb^ konseling kepada anak-anak perempuan sebelum menarche serta penyuluhan bagi orang tua dan guru serta pihak-pihak yang teikait agar mereka mampu membantu petmasalaihan yang dihadapi remaja selama masa perkembangannya; dan dapat pula dilakukan penelitian terhadap usia yang lebih awal dari pada usia yang digunakan dalam penelitian ini, mengingat sekarang ini usia anak perempuan yang kurang dari 12 tahun j uga telah mengalami menarche."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Adityasanti
"Salah satu dari sekian banyak masalah yang biasanya dialami oleh remaja adalah masalah yang berkaitan dengan perkembangan seksualitasnya seperti faktor. Pertama, remaja mengalami perubahan fisik yang melibatkan perubahan bentuk tubuh, perubahan hormonal yang mendorong munculnya perilaku seksual, serta kematangan organ-organ reproduksi yang membuat individu telah mampu untuk mftnghasilkfln keturunarL Selain faktor kematangan biologis yang terjadi dalam dirinya, perilaku seksual remaja juga dipicu oleh ekspose media cetak dan elektronik yang kurang memberikan informasi mengenai konsekuensi negatif dari hubungan seksual pranikah. Di samping itu, berkembang pula keyakinan-keyakinan remaja yang salah seperti keyakina bahwa mereka tidak akan hamil bila melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya atau bila hanya menempelkan alat kelamin dengan lawan jenis (Sarwono, 1991). Faktor pemicu lain yaitu saat ini terjadi pergeseran norma yang membuat remaja cenderung bersikap permisif dan bebas dalam melakukan hnhiingan seksual (Dacey 1982). Hal ini sekali lagLtidak dibarengi dengan pengetahuan seksual yang memadai.
Data penelitian juga menunjukkan peningkatan jumlah kehamilan remaja, penyakit menular seksual, HIV/AIDS serta aborsi (Hayes, 1987; WHO, 1993; LDUI, 1999). Beberapa hal tersebut di atas cukup untuk menekankan perlunya remaja putri memiliki pengetahuan seksual yang memadai. Pengetahuan seksual yang baik berperan penting sebagai alat kendali bagi remaja untuk mempertimbangkan sebelumnya konsekuensi dari suatu hubungan seksual sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang tepat sebelum bertindak lebihjauh.
Pengetahuan seksual yang diperoleh remaja tidak terlepas dari sumber informasi pengetahuan tersebut. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa remaja memperoleh pengetahuan seksual mereka dari teman sebaya, sekolah, majalah, orang tua, film dan televisi (David & Harris, 1982; Syartika, 1998). Namun, tidak semua sumber informasi memberikan informasi yang akurat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk memperoleh gambaran pengetahuan seksual remaja putri yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui gambaran sumber informasi subyek dalam memperoleh pengetahuan seksual tersebut. Sehingga kemudian dapat diketahui sumber informasi tnana yang memberikan informasi yang benar dan yang memberikan-informasi yang salah.
Penelitian ini dilakukan pada siswi kelas II dan III SMU Tarakanita I, yang telah mendapatkan pendidikan seksual dari sekolah, dengan menggunakan tehnikpurposive sampling. Setiap subyek dalam penelitian ini mendapatkan kuesioner yang terdiri dari dua bagian, yaitu kuesioner pengetahuan seksual beserta pemilihan sumber informasi dan kiipginner pada asuli untuk memperoleh gambaran pola asuh subyek yang akan digunakan sebagai salah satu data kontrol untuk memperkaya hasil penelitian. Data yang diperoleh dari kuesioner pengetahuan seksual diolah dengan menggunakan SPSS for Windows Release 9.01. Sedangkan data yang diperoleh dari knpginnftr pada asuli dinlah Hpingan menggunakan perhitungan semi-interquartile secara manual.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subyek memiliki pengetahuan yang memadai mengenai kehamilan (64,11%), penyakit menular seksuaL (79,69%), HIV/AIDS (56,25.%), serta kontrasepsi (91,19%). Dalam hal sumber informasi, sebagian besar subyek dengan proporsi sebanyak 70,31% mendapatkan pengetahuan ssk&ual dari sekolah sebagai sumber informasi utama mereka Sedangkan proporsi kedua terbanyak sebesar 15,63%, mendapatkan pengetahuan seksualnya dari majalah. Dari hasil tamhahan yang diperoleh dari penelitian ini, menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara semua jenis pengetahuan seksual yang diperoleh dari sumber informasi yang berbeda. Selain itu juga tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan yang dimiliki subyek dengan pola asuh antnritarian aiitnritatif maiipiin perrpisif.
Dari penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan agar orangtua dapat menciptakan komunikasi yang terbuka dengan anak serta menambah pengetahuannya mengenai masalah-masalah seksual, sehingga dapat memberikan informasi yang akiirat kepada remaja Selain itu disarankan juga agar sekolah dalam memberikan materi pendidikan seksual turut memperhatikan perkembangan kognitif remaja, sehingga dapat meminimalkan kesalahan remaja dalam menginterpretasi informasi yang diberikan. Penelitian ini dapat diperluas dengan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perhandingan antara pengetahuan seksual serta sumber informasi pengetahuan seksual pada remaja yang telah mendapatkan pendidikan seksual dari sekolah dan yang tidak mendapatkan pendidikan seksual dari sekolah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Purbani Widya Mahati
"Masa remaja suatu tahap dalam perkembangan manusia, merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yang diawali dengan pubertas. Pubertas ditandai dengan perubahan besar pada biologis yang menjadikan remaja makhluk seksual dan mampu bereproduksi. Pada remaja pria, perubahan yang terjadi adalah peristiwa ejakulasi pertama (spermarche) dan juga perubahan seks sekunder, seperti kumis, suara yang menjadi lebih besar dan dalam, rambut di kemaluan, wajah, dan ketiak, kulit berminyak, dan sebagainya.
Pubertas merupakan periode yang singkat, namun bagi sebagian orang dianggap sebagai periode yang sulit bagi remaja dan mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis remaja di masa selanjutnya. Sehingga membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Di Indonesia, pentingnya pemberian pendidikan seks pada remaja masih dipengaruhi mitos tradisional yaitu dapat meningkatkan perilaku seksual. Sedangkan Kuther (2000), menyatakan persiapan secara psikologis yang diberikan pada remaja sebelum mereka memasuki masa pubertas menentukan sikap dan perasaan mereka terhadap peristiwa yang teijadi pada masa tersebut. Selain itu, ketika kita membicarakan pubertas, anak perempuan cenderung untuk memperoleh perhatian yang lebih besar. Ini terlihat dari penelitian ataupun pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan pubertas remaja pria yang hampir tidak ada tidak ada.
Oleh karena itu, agar dapat memberikan informasi sebagai persiapan memasuki pubertas yang tepat dan sesuai kebutuhan remaja, perlu diketahui perasaan dan harapan yang timbul pada mereka saat memasuki pubertas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai perasaan dan harapan remaja pria yang timbul saat mereka memasuki pubertas. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode wawancara. Subyek penelitian adalah remaja pria yang telah memasuki usia pubertas dalam kurun waktu hingga dua tahun, sehingga diharapkan mereka telah mengalami spermarche dan perubahan seks sekunder. Selain itu subyek mendapat pendidikan seks, sebelum ataupun setelah memasuki pubertas. Pada umumnya, selain terjadi perubahan biologis dan fisik, terjadi juga perubahan psikologis, yaitu sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka (Sprinthall, 1995). Selain itu perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh perasaan yang timbul dalam diri mereka mengenai peristiwa yang dialami saat memasuki pubertas, seperti perasaan yang positif, negatif, ataupun gabungan dari kedua perasaan tersebut. Setelah memasuki pubertas, dalam diri mereka juga timbul harapan, yang merupakan keinginan untuk mencapai tujuan atau keadaan tertentu.
Hasil penelitian ini secara umum, meskipun subyek telah mendapat pendidikan seks, pengetahuan mereka tentang seksualitas remaja kurang. Subyek juga merasa kurang dipersiapkan sebelum memasuki pubertas. Perasaan yang timbul terhadap spermarche pada setengah jumlah subyek adalah perasaan negatif berupa perasaan takut, bingung, dan cemas. Sedangkan pada sebagian subyek lainnya adalah perasaan positif, karena tanda mulai dewasa. Subyek merasakan adanya perubahan sikap dan perilaku setelah memasuki pubertas. Pada umumnya perubahan sikap dan perilaku yang terjadi timbul karena dipengaruhi oleh perubahan perlakuan yang diterima subyek dari lingkungan sekitar mereka. Subyek juga tidak merasa terganggu dengan keadaan mereka yang early atau late maturers, seperti yang dikemukakan dalam beberapa literatur, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja pria di luar Indonesia. Harapan yang dikemukakan oleh sebagian besar subyek lebih berorientasi pada diri sendiri dan lingkungan terdekat mereka seperti keluarga, teman dan sekolah.
Dari penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan untuk memberikan pendidikan seks pada remaja pria, sebelum mereka memasuki pubertas sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pemberian penyuluhan pada orangtua dan pendidik dalam memberikan pendidikan seks pada remaja pria juga disarankan agar mereka mengetahui pentingnya pendidikan seks dan dapat memberikan informasi sesuai yang dibutuhkan remaja. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melihat perasaan dan harapan orangtua saat anak memasuki pubertas dan persiapan mereka menghadapi pubertas anak. Penelitian juga dapat diperluas dengan membandingkan remaja pria dari tingkat sosial ekonomi yang berbeda, serta meneliti cara remaja pria mengatasi dorongan seks yang timbul dan perilaku seksnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3071
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yantie Andhariswari
"Tugas akhir ini bcrtujuan untuk mengetahui pengaruh program intervensi Self-Instruction Trabzing (SIT) untuk meningkalkan fickuensi penyelesaian PCk€lj88Il Rumah (PR) dan ketelitian kexja yang ditcrapkan pada anak underachiver (anak laki-laki, 8 tahun). Hasil intervensi menunjukkan subjek mampu mengikuri keenam tahap SIT, memahami verbalisasi yang digunakan, dan menerapkannya dalam menyelesaikan PR selama program intenlensi ini berlangsung. Kendala yang dialami selama pelaksanaan intervensi adalah kemerbatasan wakru yang tidak memungkinkan subjek menerapkan SIT menyelesaikan PR di situasi yang sebenamya. Seat intervensi dilakukan, subjek F sedang libur untuk menghadapi ulangan akhir sehingga F tidak memiliki PR Hal itu menyebabkan tujuan akhir dari intervensi ini belum tercapai scpcnuhnys. Berdasarkan hasil intcrvensi, pelaksana progmm menyarankan agar pelaksanaan program SIT menggunakan lebih dari satu jenis PR sehingga penerapan SIT lebih luas pada mata pelajaran lain dan menyempai situasi yang sebenamya dihadapi olch F. Selain itu, pemantauan tcrhadap penggunaan SIT hendaknya tetap dilakukan ketika subjek memasuki tahun ajaran baru dengan menggunakan monitoring book yang melibatkan orangtua untuk tunrt mcmantau subjek dalam menyelesailcan PR.

The aim of this study is to know the effect of Self-Instruction Training (SIT) intervention program to increase homework completion frequency and work precision for undcrachiever child (a boy, 8 years old). The results show that subject able to follow six steps of SIT, understand the verbalization that being used, and apply it in completing the homework during intervention sessions. The obstacles during the intervention was time limitation therefore the SIT can not be applied in the real situation when the subject has a homework from the school. When the intervention is running, subject was not have any homework tasks because there was a holiday that caused the ultimate goal of this intervention cannot be achieved. This intervention result suggests using more than one homework that has to be completed. Besides that, it is better to used monitoring book that involve parents to monitor the used of SIT when subject complete the homework."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34192
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Bella Kartika
"Kerja kelompok merupakan keterampilan penting bagi banyak orang. Bekerja dalam kelompok bermanfaat karena dapat membuat pekerjaan lebih efisien dan produktif. Namun, ada juga beberapa kelemahan bekerja dalam kelompok. Salah satunya adalah terjadinya kemalasan sosial. Hal ini terjadi ketika anggota kelompok tidak memberikan usaha yang cukup saat bekerja dalam kelompok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh hukuman dalam kemalasan sosial. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penelitian menggunakan desain 2 x 2 antar subjek yaitu hukuman (tidak ada hukuman & hukuman) dan kondisi kelompok (kolektif & koaktif). Dalam kondisi tanpa hukuman, partisipan menerima hadiah terlepas dari performa mereka. Dalam kondisi dengan hukuman, partisipan akan menerima hadiah lebih sedikit jika mereka berperforma rendah. Dalam kondisi kolektif, performa partisipan dinilai sebagai gabungan dari performa anggota kelompok hipotetis. Dalam kondisi koaktif, performa partisipan dinilai secara individu. Penelitian ini dilakukan dengan 40 peserta dengan jumlah yang seimbang antar jender (20 perempuan dan 20 laki-laki). Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kondisi kolektif dan koaktif pada kondisi hukuman. Selain itu, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kolektif dan koaktif dalam kondisi tidak ada hukuman. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa hukaman dan kondisi kelompok tidak efektif untuk mengurangi kemalasan sosial.

Working as a part of a group is an important skill for people. It is beneficial because it can increase work efficiency and productivity. However, there are also some disadvantages. One of the disadvantages is social loafing. It occurs when group members does not put enough effort on group work. The aim of the study is to identify the impact of punishment and group conditions in social loafing. To answer the research question, 2 x 2 in between subject design was conducted with 4 conditions. The conditions are punishment (no punishment & punishment) and group condition (collective & coactive). In the no punishment condition, participants received the reward regardless of their performance. In the punishment condition, the participants are given less reward if their performance is low. In collective condition, the participants’ performances were measured as a combination with hypothetical group members. In coactive condition the participants’ ideas were measured individually. The research was conducted with a total of 40 participants with equal number between gender (20 female & 20 male). The result shows no significant difference between collective and coactive in punishment. In addition, there was no significant difference between collective and coactive in no punishment condition. To conclude, punishment and group conditions are not effective to reduce social loafing."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mellisa Tara Nursalim
"Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi dampak self-esteem terhadap perilaku kemalasan sosial. Penelitian ini menggunakan design 2x2 independent group antara dua kondisi tugas (koaktif x kolektif) dan dua tingkat kesulitan tugas (mudah x sulit). Partisipan di dalam grup kondisi koaktif menyelesaikan tugas secara individu sedangkan partisipan di dalam group kondisi kolektif menyelesaikan tugas secara berkelompok. Partisipan di dalam group tugas mudah diminta untung menghafal 15 nama buah dan hewan sedangkan partisipan di dalam group tugas sulit diminta untuk menghafal 15 istilah ilmiah. Setelah itu partisipan diminta untuk mengisi kuesioner untuk mengukur self-esteem mereka. Tugas tersebut diberikan kepada 60 mahasiswa dengan jumlah yang seimbang untuk setiap group.
Hasil analisis menunjukan bahwa partisipan yang berada dalam grup tugas mudah mengerahkan usaha yang lebih besar dalam mengerjakan tugas ketika bekerja sendiri dibandingkan dengan ketika bekerja bersama-sama. Namun prestasi partisipan yang berada di dalam group tugas sulit tidak berbeda. Partisipan di dalam grup tugas sulit mempunyai self-esteem lebih tinggi dibandingkan dengan partisipan di dalam group tugas mudah. Di dalam grup kondisi koaktif, self-esteem yang rendah mengarah kepada kompensasi sosial sedangkan di dalam group kolektif hal tersebut mengarah kepada kemalasan sosial. Partisipan dengan self-esteem yang tinggi cenderung mengerahkan usaha yang lebih besar di dalam group kolektif. Kesimpulannya, penelitian ini menunjukan bahwa self-esteem mempengaruhi kemalasan sosial. Kinerja sebuah group dapat ditingkatkan dengan memfokuskan persepsi anggota kelompok tentang kesulitan tugas yang dilakukan.

This research aimed to investigate the effect of self-esteem in social loafing. 2x2 independent group analysis was conducted between task condition (coactive x collective) and task difficulty (easy x difficult). Participants in the coactive task condition complete the task individually whereas participants in the collective task condition complete the task as a group. Participants in the easy task condition were asked to memorize 15 fruit and animal name whereas participants in the difficult task condition were asked to memorize 15 scientific terms. Afterward, the participants were asked to complete questionnaire to measure their self-esteem. The task was given to 60 university students with equal amount for each group.
As expected, the results show that participants in easy task condition exert more effort when working coactively compared to working collectively. However, the performances do not differ in the difficult task condition. Participants in the difficult condition have higher selfesteem than participants in the easy condition. In coactive condition, low self-esteem lead to social compensation whereas in collective condition, it leads to social loafing behavior. On the other hand, people with high self-esteem incline to exert more effort for group performance. In conclusion, this research suggests that self-esteem affects social loafing. We can increase group performance by focusing on group members perceptions of the task difficulty.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Rahman Nur Sary
"Dalam makalah perencanaan bisnis ini akan dijelaskan sebuah produk digital yang bernama "Jigsaw". Dengan slogan "Every piece of life", Jigsaw akan menawarkan system terintegrasi dari berbagi material digital yang didasarkan pada sistem cloud. Jigsaw akan berfungsi sebagai jurnal online sehingga pengguna bisa melihat aktivitas mereka di dunia online dan offline. Jigsaw dilihat mampu untuk menciptakan posisi yang unik di market, dimana produk ini menawarkan pengguna nya untuk melihat kembali semua kegiatan masa lalu mereka di berbagai social media. Jigsaw menargetkan Generasi Y yang tinggal di benua Australia sebagai penggunanya. Kompetitor yang nantinya akan dihadapi adalah Blogger.com, Wordpress.com, Blog.com, Tumblr, dan Timehop. Dengan menggunakan beberapa teori marketing (seperti Product Life Cycle, Porter’s Five Forces Model, dan SWOT Analysis), pasar dilihat cukup attraktif dan menarik untuk dimasuki. Sumber pendapatan utama akan didapat melalui subscription. Sumber pendapatan lainnya akan didapatkan melalui branding, promosi, distribusi, dan dalam bentuk kerjasama.

This business plan will explore the development of a new product branded as "Jigsaw", to be sold over the internet. With the tagline of "Every piece of life", Jigsaw will offer the integration of various digital materials through a cloud-based system. Jigsaw will serve as an online journal service, subsequently letting users to track their daily online and offline activities. With core and augmented value offerings, Jigsaw will establish a unique selling proposition in the market, allowing users to revisit memories from the past in a simple way.Jigsaw has strategically segmented Gen Y and the Australia geographic region as its target market. Through the competitive analysis, it is discovered that there are a few major competitors such as Blogger.com, Wordpress.com, Blog.com, Tumblr, and Timehop. By using appropriate measures; PLC, Porter’s 5 Forces Model, and SWOT Analysis, the market attractiveness is found to be moderate. Jigsaw's revenue model proposes several ways to generate revenue. The primary revenue stream will be via a subscription for service. Secondary methods of generating revenue will be included in branding, promotion, distribution and partnerships.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Pili, Alfredo Sebastianus Soi
"Penelitian ini berfokusan pada kepaduan grup dalam mengurangi kemalasan social dengan memanipulasi grup para peserta menjadi grup berpasangan dan menguji apakah aspek keakraban dalam pertemanan bisa meningkatkan kepaduan Para peserta adalah mahasiswa universitas Para peserta dibagi menjadi kondisi koaktif dan kolektif dengan kondisi kolektif dibagi menjadi grup kolektif tinggi dan rendah 35 peserta yang merupakan mahasiswa dari University of Queensland mengikuti kegiatan dimana mereka diminta untuk menghasilkan gagasan dan kemalasan sosial diukur dari total jumlah gagasan yang dihasilkan oleh para peserta Hasil dari penelitian menunjukan bahwa grup dengan kepaduan tinggi secara signifikan menunjukan tingkat kemalasan sosial yang lebih rendah ketika dibandingkan dengan grup berkepaduan rendah Namun penelitian ini tidak dapat megindikasikan situasi kemalasan sosial yang terjadi secara umum Riset mengindikasikan bahwa kepaduan grup dapat mengurangi kemalasan sosial dengan keakraban dalam pertemanan menjadi aspek yang meningkatkan kepaduan dalam grup Kata kunci kemalasan sosial kepaduan grup mahasiswa universitas.

The current study focused on group cohesiveness in moderating social loafing by manipulating group into pairs and tested if the aspect of close friendship could enhance the cohesiveness. Participants were university students. They were divided into coactive and collective conditions, with collective condition being divided into high collective and low collective group. Participants engaged in idea-generating task and social loafing was measured according to the quantity of the written ideas being exerted. Result indicated that group with high cohesiveness loafed significantly less than low cohesive group. However, the study failed to indicate general occurrence of social loafing. Research proved that cohesiveness could reduce social loafing, with close friendship being the aspect that enhances cohesiveness in-group."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>