Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasha Fatika Putri
"Penelitian ini membahas tentang perselisihan yang terjadi akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Pekerja dianggap mangkir karena menolak perintah mutasi dari pengusaha dan penyelesaiannya. Pembahasan dilakukan berdasarkan teori-teori yang dikemukakan para ahli serta ketentuan undang-undang nasional yang berlaku, serta analisis terhadap peraturan perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif karena menirikberatkan pada ketentuan undang-undang, teori-teori, asas-ass, konsep-konsep, sertai akidah hukum dengan cara menganalisisnya. Data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumen dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Ketentuan terkait mutasi diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan yang merupakan hasil dari kesepakatan pengusaha dan pekerja, demi mencegah kesewenang-wenangan, pengusaha harus mengacu pada Pasal 32 Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam memberikan perintah mutasi, agar seimbang, pengusaha juga berhak untuk melakukan PHK terhadap pekerja yang menolak mutasi dengan alasan mangkir. Pekerja berhak untuk mengajukan penolakan terhadap perintah mutasi namun masih berkewajiban untuk menjalankan perintah mutasi sembari melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk menunda atau membatalkan perintah mutasi.

This study discusses disputes that occur due to termination of employment (LAYOFFS) because a worker is considered absent from work because of refusing work transfer orders from employers and how to resolve the disputes. The studies are performed based on theories put forward by experts and applicable national laws and regulations, as well as an analysis of company regulations used in this study. This research uses a juridical-normative method because it focuses on laws and regulations, theories, principles, concepts, and legal principles by analyzing them. The data obtained from literature studies and document studies are analyzed using descriptive-qualitative methods. General requirements related to work transfer are regulated in employment agreements or company regulations, which are the result of the agreements between employers and workers. To prevent arbitrariness, employers must refer to Article 32 of the Manpower Law in providing work transfer orders. To balance it, employers also have the right to lay off workers who refuse transfer because workers are considered absent from work. Workers have the right to reject a transfer order, but are still obliged to carry out the transfer order while making the necessary efforts to postpone or cancel the transfer order.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moudy Maulidia Barnini
"Perusahaan tutup dapat dijadikan alasan bagi perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para karyawannya. PHK yang terjadi karena perusahaan tutup di dalam ketentuan perundang-undangan, mengenai pemberian pesangon dibedakan berdasarkan alasan perusahaan melakukan penutupan. Permasalahan PHK seringkali tidak terselesaikan dengan baik dikarenakan lalainya atau perbedaan perhitungan pemberian uang pesangon serta kewajiban lainnya yang timbul saat PHK seperti halnya dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Bandung No. 224/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Bdg. Analisis terhadap putusan pengadilan tersebut dikaitkan dengan UU Ketenagakerjaan sebagaimana yang diubah oleh UU Cipta Kerja sebelum diterbitkannya Perpu Cipta Kerja. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah akibat hukum perusahaan tutup bagi pekerja. Metode penelitian yuridis-normatif berasal dari data sekunder ketentuan perundang-undangan, buku, jurnal, website, kamus hukum, dan kamus besar bahasa Indonesia. Hasil dari penelitian yang dilakukan, saat terjadinya perusahaan tutup yang mengakibatkan PHK adanya penggunaan dasar hukum yang berbeda dalam hal perhitungan pesangon dan kewajiban lainnya sebagai hak pekerja yang kehilangan mata pencahariannya. Maka, perlu adanya perlindungan pelaksanaan hak pekerja yang terkena akibat perusahaan tutup serta kepastian alasan perusahaan melakukan penutupan

A closure company can be used as an excuse for a company to terminate its employees. Layoffs that occur as a result of the company closing are distinguished under the Act in terms of severance pay by the reason the company closed. The problem of layoffs is often not appropriately resolved due to negligence or differences in the calculation of severance pay and other obligations arising during layoffs, as in the Industrial Relations Court's District Court of Bandung No. 224/Pdt.Sus-Phi/2021/Pn.Bdg. The analysis of the court decision is related to the concerning Manpower Law as amended by the Job Creation Law before the issuance of the Job Creation Perpu. The issued being highlighted is legal consequences of company closure for workers. The research method with juridical-normative research comes from secondary sources laws and regulations, books, journals, websites, legal dictionaries, and the great Indonesian dictionaries. All data were obtained, processed, and analyzed by normative-qualitative methods. As a result of the research conducted, when a company closes, which results in layoffs, there is a different use of the legal basis in calculating severance pay and other obligations as well as the rights of workers who lose their livelihoods. Thus, it is necessary to protect the implementation of workers' rights affected by the company's closure and the certainty of the reasons for its closure"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Kartika Poundrianagari
"Berkembangnya teknologi informasi dan masuknya Indonesia ke dalam fase revolusi industri 4.0 mengakibatkan perubahan pola dan sistem kerja yang diterapkan oleh para pekerja di Indonesia. Adanya internet menghilangkan batasan jarak dan komunikasi dalam bekerja sehingga pekerja dapat menyelesaikan pekerjaannya tanpa harus datang ke kantor untuk bertatap muka. Hal ini dikenal dengan istilah remote work. Saat ini beberapa tenaga kerja di Indonesia memanfaatkan teknologi internet untuk bekerja secara remote dengan perusahaan yang berdomisili di luar wilayah Indonesia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pertama tentang bagaimana hubungan hukum antara pekerja remote dengan perusahaan asing di luar wilayah Indonesia, kedua tentang perlindungan hukum bagi para pekerja remote tersebut dan ketiga tentang bagaimana kebijakan dari pemerintah terkait fenomena remote work. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif terhadap sumber data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan hukum yang timbul antara pekerja remote dan perusahaan pemberi kerja dari luar wilayah Indonesia merupakan hubungan kemitraan berdasarkan jenis perjanjian yang dianalisis. Berkaitan dengan perlindungan hukum, perlindungan bagi pekerja remote bergantung pada klausul yang diatur dalam perjanjian kemitraan. Hingga saat ini belum terdapat kebijakan khusus dari pemerintah Indonesia mengenai pekerja remote yang bekerja dengan pemberi kerja di luar Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, kekuatan posisi tawar dari pekerja saat negosiasi dan akan menandatangani perjanjian menjadi hal vital bagi perlindungan hukum pekerja remote. Saran yang diberikan adalah adanya sosialisasi dan pelatihan dari Kementerian Ketenagakerjaan yang diselaraskan dengan rencana strategi Kementerian Ketenagakerjaan untuk mempersiapkan tenaga kerja menghadapi revolusi industri 4.0 khususnya di bidang digital.

The development of information technology and the entering of industrial revolution 4.0 in Indonesia create changes in the working patterns and systems applied by workers in Indonesia. The existence of the internet eliminates distance and communication barriers at work so that workers can complete their assignments without having to come to the office to meet face to face. This is known as “remote working”. Currently, several workers in Indonesia utilize internet technology to work remotely with companies domiciled outside the territory of Indonesia. The problems studied in this study are, first on what is legal bond arises between remote workers and foreign company outside Indonesia, then second on what is the legal protection for the said remote workers and the last on what is the government policies regarding the phenomenon of remote working. This research was conducted with qualitative methods using normative juridical research on secondary data sources. The results of this study indicate that the legal bond between remote workers and foreign company is a partnership agreement, based on the analyzed type of agreements. In relation with the legal protection, protection for remote workers depends on the clauses regulated in partnership agreement. Until now, there is no specific policy from the Indonesian government regarding remote workers who work with foreign company outside Indonesia. Therefore, the bargaining power of the employees during the negotiation and execution of the agreement is vital for the legal protection of remote workers. Recommendation for this research are Ministry of Manpower to conduct socialization and training that in line with strategic plans of Ministry of Manpower to prepare Indonesian manpower facing revolution industry 4.0 especially on digital area."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adila Azani
"Saat ini praktik hubungan kerja berlandaskan PKWT kerap dilakukan pengusaha kepada pekerjanya karena dinilai mengurangi labor cost bagi pengusaha. Namun, PKWT sering kali tidak mematuhi aturan hukum ketenagakerjaan sehingga membuka celah tercederai hak normatif pekerja. PT. X, perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan/jasa memiliki karyawan dengan jumlah 149 orang. Keseluruhan karyawan terikat hubungan kerja dengan sistem PKWT. Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini adalah: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak normatif pekerja dengan sistem PKWT pada PT.X? 2. Bagaimanakah kendala yang dihadapi dan upaya yang telah ditempuh PT.X dalam perlindungan hak normatif pekerja dengan sistem PKWT? 3. Bagaimanakah peran pengawasan ketenagakerjaan atas perlindungan hukum terhadap hak normatif pekerja dengan sistem PKWT pada PT.X? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif. Jenis data sekunder serta dilengkapi dengan wawancara terhadap informan. Hasil penelitian: 1. Perlindungan hukum hak normatif pekerja dari aspek sosial dan eknomis pada PT. X belum dilaksanakan sesuai ketentuan hukum. 2. Kendala yang dihadapi dan upaya yang telah ditempuh PT.X dalam perlindungan hak normatif pekerja dengan sistem PKWT adalah: a. Perusahaan belum mampu menutupi biaya operasional SDM; b. Tidak mengetahui hukum ketenagakerjaan c. Peranan pemerintah belum optimal. 3. Peran pengawasan ketenagakerjaan dilakukan melalui tahapan preventif edukatif dan tahapan represif non yustisial.

Currently, the practice of working relations based on PKWT is often carried out by employers to their workers because it is considered to reduce labour costs for employers. However, PKWT often do not comply with the rules of labour law, thus opening a gap for workers' normative rights to be injured. PT. X, a company engaged in the service sector has 149 employees. All employees are bound by a working relationship with the PKWT system. The problems studied in this paper are: 1. How is the legal protection of the normative rights of workers with the PKWT system at PT.X? 2. What are the obstacles faced and the efforts that have been taken by PT.X in protecting workers' normative rights with the PKWT system? 3. What is the role of labour inspection on legal protection of workers' normative rights with the PKWT system at PT.X? This study uses a juridical-normative approach. Types of secondary data and equipped with interviews with informants. Research results: 1. Legal protection of workers' normative rights from social and economic aspects at PT. X has not been implemented in accordance with legal provisions. 2. The obstacles faced and the efforts that have been taken by PT.X in the protection of workers' normative rights with the PKWT system are: a. The company has not been able to cover HR operational costs; b. Not knowing labour law c. The government's role is not optimal. 3. The role of labour inspection is carried out through preventive educative stages and non-judicial repressive stages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Agishintya
"Perjanjian kerja dibuat untuk memperjelas hak dan kewajiban masing-masing pihak, yaitu pekerja dan pengusaha. Dalam hal ini, perjanjian kerja harus memuat unsur-unsur yang menyeimbangkan kepentingan para pihak. Faktanya saat ini, terdapat perusahaan yang mencantumkan klausula dalam perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti halnya klausula pemutusan hubungan kerja secara sepihak (PHK) dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tanpa ganti rugi. Metode penelitian yang digunakan adalah “law as it is written in the books” yaitu penelitian didasari dari pandangan bahwa hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Jenis metode penelitian adalah yuridis normatif sebagai suatu proses menemukan suatu aturan hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. Sifat penelitian adalah deskriptif analitis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu analisis yang dilakukan atas dasar pengumpulan data yang sistematis dan menyeluruh untuk memperoleh gambaran tentang penelitian yang akan diteliti, serta dengan menggunakan jenis data sekunder. Berdasarkan hasil analisis, dapat diperoleh informasi bahwa adanya klausula PHK sepihak tanpa ganti rugi dalam PKWT pada PT. X menyebabkan PKWT tersebut batal demi hukum. Perlindungan hukum belum diberikan kepada pekerja yang dalam hal ini perlu adanya perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif. Pengawasan ketenagakerjaan terhadap pencatatan PKWT yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan juga masih belum optimal. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan pelanggaran norma kerja agar proses hubungan kerja dapat berjalan dengan harmonis.

Employment agreements are made to clarify the rights and obligations of each party, namely workers and employers. In this case, the work agreement must contain elements that balance the interests of the parties. The fact is that currently, there are companies that include clauses in work agreements that are not in accordance with the provisions of laws and regulations, such as the clause on unilateral termination of employment (PHK) in a certain time work agreement (PKWT) without compensation. The research method used is "law as it is written in the books", namely research based on the view that law is positive norms in the national legal system of legislation. While the type of research method is normative juridical as a process of finding a legal rule to answer the legal problems faced. The nature of the research is descriptive analytical using qualitative data analysis methods, namely the analysis carried out on the basis of systematic and comprehensive data collection to obtain an overview of the research to be studied, as well as by using secondary data types. Based on the results of the analysis, information can be obtained that there is a unilateral termination clause without compensation in the PKWT at PT. X caused the PKWT to be null and void. Legal protection has not been given to workers, which in this case needs preventive and repressive legal protection. Labor supervision of PKWT records that are not in accordance with statutory provisions are also still not optimal. This is necessary to eliminate violations of work norms so that the work relationship process can run harmoniously."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kesuma
"Alih daya kerap menjadi permasalahan dalam ketenagakerjaan di Indonesia, beragam penolakan khususnya dari kaum pekerja kerap terjadi, namun praktek outsourcing tetap dilaksanakan karena merupakan sebuah solusi efisiensi dalam dunia usaha. Rumusan masalah pada thesis ini adalah 1. Bagaimanakah konsep serta pengaturan dan perlindungan alih daya dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia?; 2. Bagaimanakah pelaksanaan dan kendala terhadap perlindungan pekerjaalih daya pasca diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja?; dan 3. Bagaimanakah pengaturan alih daya yang berkeadilan serta memberikan perlindungan bagi pekerja alih daya? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder melalui penelusuran literatur hukum dan kepustakaan serta dilengkapi dengan wawancara terhadap narasumber. Hasil penelitian yakni: 1. Dalam alih daya, terdapat tiga pihak yang melakukan hubungan hukum yaitu perusahaan pemberi pekerjaan, perusahaan penerima pekerjaan dan pihak pekerja/buruh yang terikat dalam hubungan hukum melalui perjanjian penyerahan pekerjaan antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pekerjaan, serta yang kedua adalah perjanjian kerja antara perusahaan penerima pekerjaan dan pihak pekerja/buruh. Alih daya diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja Pelaksanaan alih daya diatur dalam peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja, yaitu PP No. 35 Tahun 2021; 2. Setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja harus dilakukan format ulang perjanjian kerja dan perjanjian alih daya dengan memperhatikan perkembangan terakhir bisnis alih daya paska berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021. Terdapat beberapa kendala dalam perlindungan hukum bagi pekerja alih daya pasca keberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja. 3. Skema co-employment dapat diadopsi dalam hukum Indonesia untuk menerapkan adanya hubungan antara perusahaan pemberi kerja dan pekerja. Perusahaan pemberi kerja dan perusahaan alih daya secara bersama-sama berperan sebagai pengusaha atau majikan terhadap pekerja. Selain itu perlu dilakukan beberapa perbaikan dalam perlindungan hukum dan pengawasan bagi pekerja alih daya.

Outsourcing often becomes problem in employment in Indonesia, various rejections, especially from workers, often occur, however the practice of outsourcing is still carried on as it is an efficient solution in the business world. Formulations of problem in this thesis are 1. How is the concept, regulation, and protection of outsourcing under employment law in Indonesia?; 2. How is the implementation of outsourcing and obstacles on the legal protection of outsourced workers post the validity of Law No. 11 Year 2020 on Job Creation; and 3. How is the equitable arrangements and provide legal protection for outsourced workers? This research uses a descriptive juridical-normative approach. The type of data used is secondary data through tracing legal literature and literature and is complemented by interviews with informants. The results of the study are: 1. In outsourcing, there are three parties that carry out legal relations, which are the employer company, the job recipient company and the worker/labor who are bound by legal relationship through work outsourcing agreement between the employer company and the job recipient company, and the second is employment agreement between the job recipient company and the worker/labor. Outsourcing is regulated in the Employment Law, namely Law No. 13 of 2003 which was later amended by the Job Creation Law, and further regulated on PP No. 35 of 2021; 2. After the enactment of the Job Creation Law, a reformat of work agreements and outsourcing agreements must be carried out by taking into account the latest developments in the outsourcing business after the enactment of the Job Creation Law and PP No. 35 of 2021. There are several obstacles in legal protection for outsourced workers after the enactment of the Job Creation Law. 3. The co-employment scheme can be adopted in Indonesian law to implement the relationship between the employer and the worker. Employers and outsourcing companies jointly act as employers or employers towards workers. In addition, it is necessary to make some improvements in legal protection and supervision for outsourced workers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Johansyah
"UU SJSN memberikan kewenangan penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja kepada BPJS yang secara khusus diatur dalam UU BPJS. Namun dalam praktiknya, hingga saat ini perseroan yang telah ada lebih dahulu dibandingkan BPJS masih menyelenggarakan program jamsostek. Hal ini tentunya berdampak kepada kepastian penyelenggaraan jamsostek. Permasalahan yang dikaji adalah: 1. Bagaimana penyelenggaraan jamsostek di Indonesia berdasarkan SJSN? 2. Bagaimana kewenangan penyelenggaraan jamsostek setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU-III/2005? 3. Bagaimana kepastian perolehan manfaat jamsostek bila penyelenggaraanya tidak berdasarkan SJSN? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder melalui penelusuran literatur hukum dan kepustakaan. Adapun hasil penelitian yakni: 1. Jamsostek berdasarkan SJSN dilaksanakan berdasarkan ketentuan UU SJSN dan UU BPJS yang kewenangan penyelenggaraannya oleh BPJS dengan berlandaskan 3 asas dan 9 prinsip. 2. Kewenangan penyelenggaraan jamsostek setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU-III/2005, penyelenggaraan jaminan sosial yang sebelumnya dilaksanakan oleh perseroan BUMN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga kewenangan penyelenggaraan jamsostek dilaksanakan berdasarkan UU SJSN dan UU BPJS yakni oleh BPJS Ketenagakerjaan. 3. Penyelenggaraan jamsostek yang oleh Perseroan mengakibatkan ketidakpastian perolehan hak jamsostek, khususnya program jamsostek yang baru yaitu program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang penyelenggaraannya diamanatkan kepada BPJS Ketenagakerjaan

The SJSN Law gives the authority to administer social security for workers to BPJS which is specifically regulated in the BPJS Law. However, in practice, up to now, companies that already existed before BPJS still held the Jamsostek program. This of course has an impact on the certainty of the implementation of Jamsostek. The problems studied are: 1. How is the implementation of Jamsostek in Indonesia based on the SJSN? 2. What is the authority for administering Jamsostek after the Constitutional Court's decision Number 007/PUU-III/2005? 3. How is the certainty of obtaining Jamsostek benefits if the implementation is not based on the SJSN? This research uses a descriptive-normative approach. The type of data used is secondary data through legal literature and literature searches. The results of the research are: 1. Social Security based on SJSN is implemented based on the provisions of the SJSN Law and the BPJS Law whose administration is authorized by BPJS based on 3 principles and 9 principles. 2. The authority to administer Jamsostek after the decision of the Constitutional Court Number 007/PUU-III/2005, the implementation of social security previously implemented by BUMN companies was contrary to the 1945 Constitution and did not have binding legal force so that the authority to administer Jamsostek was implemented based on the SJSN Law and the BPJS Law, namely by BPJS Employment. 3. The implementation of Jamsostek which by the Company causes uncertainty in obtaining Jamsostek rights, in particular the new Jamsostek program, namely the Job Loss Guarantee program whose implementation is mandated by BPJS Ketenagakerjaan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Arta Negara
"Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan kajian bantuan hukum sebagai hak pekerja di PT. Bank X. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa bagaimana bantuan hukum dapat dikategorikan sebagai hak bagi pekerja di industri perbankan yang dikategorikan sebagai high regulated industry yang dalam menjalankan usahanya rentan terpapar risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik dan risiko kepatuhan. Lalu, bagaimana ruang lingkup bantuan hukum dimaksud dapat diberikan kepada pekerja serta bagaimana syarat-syarat bantuan hukum yang dapat diberikan kepada pekerja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini menyimpulkan pertama, bahwa bantuan hukum dapat dikategorikan sebagai hak pekerja yang disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja yang bergerak industri perbankan. Kedua, ruang lingkup bantuan hukum yang dapat diberikan kepada pekerja dapat berupa bantuan hukum dari perusahaan itu sendiri maupun penggunaan jasa pengacara untuk mendampingi pekerja dalam menghadapi permasalahan hukumnya. Ketiga, bantuan hukum selama ini dikenal sebagai bantuan dibidang hukum yang diberikan secara cuma-cuma kepada masayarakat yang kurang mampu, dalam penelitian ini ditemukan bahwa bantuan hukum ini diberikan kepada pekerja yang memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga menurut penilaian perusahaan layak diberikan bantuan hukum. Bantuan hukum sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja bersama dalam PT. Bank X dan peraturan internal lainnya diharapkan kedepannya dapat diterapkan dalam industri diluar industri perbankan

This research is a legal research with a study of legal assistance as workers' rights in PT. Bank X. The purpose of this study is to analyze how legal assistance can be categorized as a right for workers in the banking industry which is categorized as a high regulated industry which in carrying out its business is vulnerable to exposure to credit risk, market risk, liquidity risk, operational risk, legal risk, reputation risk, strategic risk and compliance risk. Then, what is the scope of the legal assistance that can be provided to workers and what are the requirements for legal assistance that can be provided to workers. The method used in this research is normative legal research. This study concludes first, that legal assistance can be categorized as a worker's right that is agreed upon by workers and employers engaged in the banking industry. Second, the scope of legal assistance that can be provided to workers can be in the form of legal assistance from the company itself or the use of attorney services to assist workers in dealing with their legal problems. Third, legal assistance has so far been known as legal assistance provided free of charge to underprivileged communities, in this study it was found that legal assistance is given to workers who meet certain requirements so that according to the company's assessment it is appropriate to be given legal assistance. Legal assistance as stipulated in the collective labor agreement in PT. Bank X and other internal regulations can be applied in industries outside the banking industry."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Lazuardi Pratama
"Pengaturan mengenai pelaksanaan pembayaran upah beserta hak-hak lainya yang biasa diterima pekerja selama proses perselisihan PHK sesungguhnya telah jelas diatur dalam Pasal 155 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun perubahannya dalam Pasal 157A UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Khusus adanya upah proses dari skorsing yang diberikan tertulis selama proses Perselisihan PHK,  mengacu pada pasal 96 UU No 2 tahun 2004 tentang PPHI, jika upah dan hak akibat skorsing tidak dijalankan perusahaan maka pekerja dapat meminta putusan sela untuk dipenuhinya hak akibat skorsing tersebut. Klausula tetap menjalankan hak dan kewajiban dari para pihak berselisih wajib dilaksanakan para pihak selama perselsihan berlangsung. Namun jika pemberi kerja melarang atau tidak memberikan pekerjaan selama proses perselisihan, maka pemberi kerja memiliki kewajiban untuk membayar upah proses. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis regulatif yang didukung berdasarkan temuan berbagai putusan peradilan hubungan industrial dan data empirik dari beberapa narasumber yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun telah ditegaskan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No 37/PUU-IX/2011 dan dimaknai melalui Surat Edaran dan yurisprudensi Mahkamah Agung yang membatasi keberlakuan upah proses secara regulatif hanya diberikan maksimal 6 (enam) bulan. Sedangkan pada hasil temuan diperoleh fakta bahwa proses perselisihan PHK dapat menempuh waktu lebih dari 6 (enam) bulan atau lebih lama jika menempuh upaya paksa eksekusi. Dengan dibatasinya upah selama proses perselisihan PHK yang tertuang dalam berbagai praktek putusan perselisihan PHK, maka bentuk perlindungan hukum bagi pekerja yang berselisih dalam proses penyelesaian sengketa perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja bagi pekerja tidak terjadi.Kata Kunci: Perselisihan PHK, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011, Upah Proses.

Regulation regarding the implementation of payment of wages along with other rights that workers usually receive during dismissal disputes has been clearly regulated through Article 155 of Law No. 13 of 2003 concerning Manpower and its amendments in Article 157A of Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation. In particular, process wage that is given during the suspension period in employment termination disputes refers to Article 96 of Law No. 2 of 2004 concerning PPHI. It will be interim decided if the company does not carry out wages and employees’ rights during this period. The rights and obligations of both employer and employees during the dispute process must be implemented. If the employer prohibits or does not provide work during the dispute process, the employer is obliged to pay the process wage. This study used a regulatory juridical research method to discuss various industrial relations court decisions and was supported by empirical data from several relevant sources. The result of the study indicates that although it has been confirmed through the Constitutional Court Decision Number 37/PUU-IX/2011 and interpreted by the Supreme Court's jurisprudence, limits the validity of the regulatory process wages for a maximum of 6 (six) months. Meanwhile, the finding shows the fact that the process of dismissal disputes generally takes more than 6 (six) months or longer if forced execution is taken. With the limitation of the process wages payment during dismissal disputes in practice settings, legal protection for workers in dispute has not been achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hika Pristasia Asril Putra
"Dengan pengaturan yang membatasi Pengusaha dari tindakan kesewenang-wenangannya terhadap Pekerja, maka peraturan mengenai Pembayaran Upah Minimum, hak waktu kerja, waktu istirahat yang diperoleh pekerja/buruh perlu diadakan pada masa Pandemi Covid-19. Sehingga, kesejahteraan didapati pekerja serta mewujudkan keadilan sosial agar tidak terjadi ketimpangan dan pekerja tidak lagi diperlakukan dengan tidak baik. Maka Penulisan ini dibuat bertujuan untuk dapat melihat bagaimana pemberlakuan kebijakan yang dibuat oleh Perusahaan mengenai pemberian upah dibawah upah minimum yang diperoleh Pekerja pada PT.X karena situasi Covid 2019 yang terjadi pada saat ini diseluruh duinia, dan tidak terlepas juga dialami oleh Indonesia yang berdampak pada faktor Ekonomi bagi seluruh perusahaan yang ada di Indonesia. Dengan beragam kebijakan dari Pemerintah pusat yang menjadi auan bagi Perusahaan untuk melakukan pembayaran upah dibawah upah minimum. Dan menjadi permasalahan bagi para Pekerja PT.X dimana Perusahaan memberikan kebijakan kepada Para Pekerja bahwa Perusahaan sedang mengalami kemunduran produksi dan pengurangan pendapatan sehingga diminta bentuk loyalitasnya bagi para pekerja yaitu menerima Upah dibawah upah minimum. Sehingga apa bila pekerja tidak menerima kesepakatan dan kebijakan dari perusahaan tersebut maka pekerja dapat mengundurkan diri atau perusahaan akan melakukan PHK terhadap para pekerja

With regulations that restrict Employers from arbitrary actions against Workers, regulations regarding Payment of Minimum Wage, right to work time, rest periods obtained by workers/laborers need to be implemented during the Covid-19 Pandemic. Thus, the welfare of workers is found and social justice is realized so that inequality does not occur and workers are no longer treated badly. So this writing aims to be able to see how the implementation of policies made by the Company regarding the provision of wages below the minimum wage obtained by workers at PT. X because of the 2019 Covid situation that is currently happening throughout the world, and is also experienced by Indonesia which has an impact on Economic factors for all companies in Indonesia. With various policies from the central government that become a reference for the Company to pay wages below the minimum wage. And it becomes a problem for PT.X Workers where the Company provides a policy to the Workers that the Company is experiencing a decline in production and a reduction in income so that they are asked for a form of loyalty for workers, namely receiving wages below the minimum wage. So what if the worker does not accept the agreement and policy from the company, the worker can resign or the company will lay off the workers"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>