Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azalea Phinata
Abstrak :
Kebijakan mengenai homoseksualitas di Prancis terus mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Kebijakan pertama yang diambil untuk mengakui homoseksualitas sebagai salah satu bentuk kehidupan berpasangan di Prancis adalah PACS Pacte Civil de Solidarit yang diresmikan pada tahun 1999. Dengan adanya pro dan kontra di masyarakat, pada tahun 2013 akhirnya pernikahan sesama jenis dilegalkan di Prancis. Lagu sebagai salah satu produk budaya menjadi salah satu sarana untuk menyampaikan suatu isu, termasuk isu homoseksualitas. Skripsi ini akan mengkaji representasi kaum homoseksual dalam lagu Prancis bertemakan homoseksualitas yang keluar pasca PACS hingga keluarnya kebijakan le mariage pour tous atau pernikahan sejenis. Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep mengenai representasi dari Stuart Hall, yang didukung oleh teori analisis isotopi pada buku Savoir Lire karya Schmitt Viala. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam lagu-lagu Prancis tahun 1999 - 2013 kaum homoseksual ditampilkan sebagai suatu bentuk hubungan afektif yang mendapatkan reaksi negatif, netral, dan positif seiring perkembangan kebijakan yang diambil pemerintah Prancis. ......Policies concerning homosexuality in France continue to develop over time. The first policy to acknowledge homosexuality as a form of relationship in France was PACS Contract of Civil Partnership in 1999. Given the pros and cons among French people, in 2013 France Government finally legalized same sex marriage. A song, as one of cultural product, becomes one of the means to convey an issue, including the issue of homosexuality. This thesis will examine the representation of homosexuals in French songs that came out after PACS up to le mariage pour tous. Stuart Hall rsquo s theory on representation, combined with Schmitt Viala rsquo s isotopy analytical theory on Savoir Lire is the main theory used. The result shows that the French songs display homosexuality as a form of affective relationships that get differ kind of reactions, from negative, neutral until positive. ......Les politiques concernant l'homosexualité en France continuent de se développer au fil du temps. La première politique faisant reconnaître l'homosexualité comme une forme de vie du couple en France était PACS (Pacte Civil de Solidarité), sortie en 1999. Étant donné les avantages et les inconvénients entre les Français, en 2013, France gouvernement a finalement légalisé le mariage homosexuel. La chanson, comme l'un des produits culturels, devient un moyen pour transmettre un message, concernant l'homosexualité. Ce mémoire examine la représentation des homosexuels dans les chansons françaises qui sont sorties après le PACS jusqu'au mariage pour tous. La théorie de Stuart Hall sur la représentation, combinée avec la théorie analytique 'isotopie' de Schmitt et Viala, est la principale théorie utilisée. Le résultat des analyses montre que les chansons françaises représentent l'homosexualité comme une vie du couple affectif qui gagne diverses réactions, du plus négative, neutre et positive.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S67246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ridho Reinaldi
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu implikasi dari percampuran bahasa adalah keberadaan code-mixing antara dua bahasa atau lebih, misalnya antara bahasa Prancis dan bahasa Inggris yang dikenal dengan istilah Franglais. Artikel ini membahas penggunaan franglais dari segi morfosintaksis dengan mengamati pembentukan dan posisi franglais tersebut dalam kalimat. Data yang digunakan adalah artikel pameran busana musim panas 2017 keluaran rumah mode Chanel oleh majalah Vogue Paris, ELLE, dan Madame Figaro. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik studi kepustakaan. Analisis dilakukan berdasarkan teori sintaksis Le Querler (1994) dan teori morfologi Spencer dan Zwicky (2001). Hasil yang ditemukan adalah bahwa secara morfologis dan dalam struktur kalimat, franglais diungkapkan secara berbeda-beda dalam setiap majalah. Secara morfologis, sebagian besar kata bahasa Inggris yang digunakan merupakan bentuk derivasi dan terdapat perbedaan antara ketiga majalah dalam struktur kalimat franglais yang berkaitan dengan redaksi majalah tersebut. Secara struktural, kalimat-kalimat yang ditemukan menggunakan franglais dalam posisi expansion perluasan dalam kegunaannya untuk menjelaskan informasi tertentu. Dalam majalah ELLE dan Madame Figaro, struktur dan tata bahasa Prancis cenderung dipertahankan untuk menunjukkan identitas lokal Prancis kedua majalah tersebut. Unsur bahasa Inggris dalam Vogue Paris menunjukkan interferensi bahasa Inggris dalam bahasa Prancis tanpa penyesuaian dengan struktur dan tata bahasa yang signifikan.
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvia Putri Shafyra
Abstrak :
Artikel ini berfokus pada dampak islamofobia terhadap perempuan muslim pada bidang pekerjaan di Prancis, khususnya saat mencari kerja dan saat bekerja di perusahaan. Populasi muslim yang berkembang secara pesat di Prancis setiap tahunnya menyebabkan rasa kekhawatiran muncul di kalangan masyarakat Prancis. Ditambah lagi, banyaknya aksi-aksi terror yang dilakukan oleh para ektrimis Islam semakin membuat masyarakat Prancis takut akan keberadaan muslim. Pada 2011, pemerintah Prancis menetapkan Undang-undang larangan penggunaan burqa yang menandai meningkatnya diskriminasi yang didasarkan oleh islamofobia. Perempuan muslim menjadi target utama diskriminasi. Salah satu tindakan diskriminasi yang sering dilakukan adalah diskriminasi pada bidang pekerjaan. Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi pustaka, tulisan ini hendak menguraikan fenomena islamofobia dan dampaknya terhadap kondisi perempuan muslim pada bidang pekerjaan di Prancis. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep islamofobia Erik Bleich dan Multiple Discrimination Dermana Seta. Hasil dari penelitian ini adalah perempuan muslim mengalami diskriminasi, baik pada tahap pencarian kerja maupun saat bekerja di perusahaan. Pada saat pencarian kerja, diskriminasi terjadi pada dua tahap yaitu tahap penyeleksian CV dan tahap wawancara kerja. Kebanyakan dari perempuan muslim tidak mendapatkan pekerjaan karena identitas keagamaan mereka yang terlihat dari nama dan penggunaan jilbab. Ketika perempuan muslim bekerja di perusahaan, mereka mendapatkan perlakuan diskriminasi yang meliputi upah yang sedikit, jumlah kerja yang dua kali lebih banyak dibandingkan karyawan lainnya dan sulit untuk naik jabatan. Bahkan, perempuan muslim yang menggunakan jilbab seringkali harus menerima hukuman berupa pemecatan yang dilakukan oleh pemimpin perusahaan. ......This article focuses on the impact of islamophobia towards muslim women at French work field, especially when they look for jobs and when they work in a company. Muslim population which is growing rapidly every year in France starts to cause a sense of concern to emerge among French society. Furthermore, the large number acts of terror carried out by Islamic extremists has increased the fear towards muslim. In 2011, French government has decreed la loi contre burqa which marked the increase of islamophobia. Muslim women became a main target of the acts of islamophobia. The form of acts islamophobia which perform oftenly by people according to ENAR is discrimination in work field. Using a qualitative method and literature study, this article aims to explain the phenomenon of islamofobia in France and its impact towards muslim women in French work field. The concept that will be used in this article is the concept of islamophobia by Erik Bleich and Multiple Discrimination concept by Dermana Seta. The result of this article is Muslim women is discriminated at the stage of CV selection and job interview, meanwhile when they work in a company, they get less wages, have to work twice as much as other employees, and have a difficulty to get an excecutive position. Moreover, muslim women who wear headscarves often have to accept punishments in the form of dismissals carried out by employers.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alia Safriana
Abstrak :
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan mariage forc/em>atau pernikahan paksa di Prancis pada masa pemerintahan Jacques Chirac dan François Hollande. Kebebasan individu untuk menikah direnggut oleh adanya praktik pernikahan paksa yang mana bertolak belakang dengan prinsip negara Prancis yang tertulis dalam Konstitusi Republik Kelima tahun 1958. Perbedaan sikap Prancis dalam melawan fenomena pernikahan paksa diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan yang disahkan oleh kedua presiden. Berawal dari pengesahan kebijakan pertama yang memperketat kontrol praktik pernikahan paksa, hingga dibentuknya hukum pidana pada pelaku pernikahan paksa. Karakteristik kebijakan dari kedua masa pemerintahan yang berdampak terhadap praktik pernikahan paksa di Prancis penting untuk dibahas berdasarkan pengaruh ideologi politik dan kepentingan otoritas publik pada kedua masa pemerintahan. Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi literatur, penelitian ini memaparkan kebijakan Jacques Chirac dan Fraois Hollande serta kondisi sosial masyarakat pada masanya untuk menguraikan keterkaitan ideologi politik kedua pemerintahan, sikap Prancis terhadap pernikahan paksa pada periode itu, serta dampak implementasi terhadap jumlah praktiknya. Melalui analisis dengan konsep ideologi politik dan konteks pada masa kedua pemerintahan, ditemukan bahwa ideologi politik tidak sepenuhnya menjadi faktor pengendali sikap Prancis pada kedua masa pemerintahan, mementingkan perlindungan wanita dan anak secara keseluruhan, dan bukan mengangkat imigran sebagai fokus utama permasalahan.
This article aims to explain the differences and similarities of mariage forc or forced marriage in France under Jacques Chirac and François Hollande presidency. Individual freedom to marry were torn by the existence of the practice of forced marriage which is contrary to the principle of France written in Fifth French Republic Constitution 1958. Frances different attitude in fighting against this phenomenon is manifested in policies made by the two presidents. Starting from the first policy ratification which reinforce control of the marriage, until the creation of criminal law on perpetrators of the practice. The policies characteristic of the two presidency that have impacts on the practice are important to be discussed based on the influence of political ideology and the interests of public authorities in both presidency. Using qualitative methods and literature study techniques, this study describes Jacques Chirac and Franois Hollandes policies and the social conditions of society at the time to describe the interrelationships of the political ideologies of the two presidency, the attitude of France to forced marriage in that period, and the impact of implementation on the number of practices. Through analysis with the concept of political ideology and the context of the two presidency, found that political ideology was not entirely a controlling factor of French attitudes in both presidency, but rather concerned with the protection of women and children in general, rather than focused on the immigrant.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Galang Budi Arcana
Abstrak :
ABSTRAK Interaksi antarnegara dalam era globalisasi memicu interpenetrasi dan integrasi budaya antarnegara. Akibatnya, proses diplomasi budaya dan soft power menjadi faktor signifikan dalam menjamin eksistensi negara di panggung internasional. Dalam konteks ini, Prancis merupakan negara yang memelopori diplomasi budaya modern melalui institusi pembelajaran bahasa. Buku pengajaran bahasa Prancis Alter Ego A1 yang diterbitkan oleh Hachette FLE pada 2012 mengandung materi yang sesuai dengan tingkatan paling dasar dari standar CECRL (Cadre Européen Commun de Référence pour les Langues) yang berlaku di Eropa. Karena buku ini merupakan salah satu produk konkret dari institusi pembelajaran bahasa Prancis, Penelitian ini berusaha untuk menemukan bagaimana usaha diplomasi budaya Prancis dilaksanakan melalui pengajaran bahasa. Dengan menggunakan pendekatan Analisis Wacana Kritis oleh Fairclough dan teori soft power currencies oleh Vuving, ditemukan berbagai citra positif yang dibangun dalam teks mengenai negara dan masyarakat Prancis. Citra-citra tersebut dibangun melalui elemen visual dan pemilihan topik bahasan yang secara implisit menjadi sarana Prancis untuk mengimplementasikan soft power dalam aspek brilliance dan beauty kepada pembaca.
ABSTRACT Interaction between countries in the era of globalization trigger cultural interpenetration and integration. As a result, the process of cultural diplomacy and soft power become a significant factor in ensuring the existence of the country on the international stage. In this context, France is the pioneer of modern cultural diplomacy through language learning institutions. The french textbook Alter Ego A1 published by Hachette FLE in 2012 contains learning material that matches the most basic level of the european CECRL standard (Cadre Européen Commun de Référence pour les Langues). Since this book is a concrete product of a french language learning institution, this study seeks to discover how french cultural diplomacy efforts are carried out through language teaching. By using the Critical Discourse Analysis approach by Fairclough and Vuving's Soft Power Currencies theory, this study found various positive images regarding the french state and society. These images are constructed by visual elements and the selection of topics which implicitly become France's tool to implement soft power in the aspects of brilliance and beauty to the reader.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fastira Dwiputri
Abstrak :
ABSTRAK Gilets Jaunes merupakan gerakan sosial yang muncul di Prancis untuk melawan kebijakan baru pemerintah mengenai kenaikan harga bahan bakar dan penurunan daya beli. Aksi protes besar ini dianggap sebagai krisis yang paling serius di Republik Kelima sejak peristiwa Mei 1968. Peristiwa yang penting dan menghasilkan kontroversi tentunya memiliki nilai jual yang tinggi untuk diberitakan, sehingga banyak media Prancis yang berlomba-lomba menyorot perkembangan aksi ini. Media online di Prancis terbagi dua sesuai dengan ideologinya. LeFigaro.fr dianggap merepresentasikan ideologi kanan (konservatif), sementara Libération.fr merepresentasikan ideologi kiri (egalitarianisme). Penelitian ini mengkaji judul-judul artikel pemberitaan fenomena Gilets Jaunes dalam dua situs berita online tersebut. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori struktur sintaksis milik Le Querler, analisis komponen makna milik Nida, penjudulan berita milik Dor&Gattani, dan teori framing media milik Entman. Hasil penelitian menemukan bahwa judul-judul berita pada media kiri membingkai Gilets Jaunes sebagai bukti perjuangan rakyat, sementara media kanan membingkai Gilets Jaunes sebagai aksi yang hanya menimbulkan kerusuhan dan korban jiwa. Konstruksi citra yang dilakukan oleh kedua media ini dilakukan dengan pemilihan sudut pandang yang dianggap perlu ditonjolkan dan dilengkapi dengan penjelasan di dalam judul. Dengan demikian, ideologi media dapat tercermin melalui judul berita.
ABSTRACT Gilets Jaunes is a social movement that emerged in France to fight the governments new policies regarding rising fuel prices and decreasing purchasing power. This massive protest was considered as the most serious crisis in the Fifth Republic since the protest of May 1968. Such important event which generated controversy certainly has a high selling value to be reported. As a result, many French media were competing to highlight the development of the action. Online media in France is divided into two in which LeFigaro.fr is considered to represent the right-wing ideology (conservative), while Libération.fr represents the left-wing ideology (egalitarianism). This study examines the headlines of the Gilets Jaunes phenomenon in these two online news sites. The analysis was carried out using Le Querlers syntactic structure theory, Nida's componential analysis of meanings theory, Dor & Gattanis headline functionality theory, and Entmans media framing theory. The results shows that left-wing media news titles framed Gilets Jaunes as an evidence of the peoples struggle, while the right-wing media framed Gilets Jaunes as an action that only caused riots and casualties. The constructed images of both media are carried out by highlighting selected viewpoints that are considered important and are supplemented by an explanation in the title. Thus, this study proves that media ideology can be reflected through news headlines.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Juwita Sari
Abstrak :
Pemilihan umum presiden 2017 merupakan sebuah peristiwa yang penting dalam sejarah Prancis dengan kemenangan Presiden termuda, yaitu Emmanuel Macron. Artikel ini membahas mengenai pidato Emmanuel Macron yang berhasil meyakinkan rakyat Prancis memilihnya sebagai Presiden 2017. Data dianalisis dengan cara membedah struktur kalimat, dan prinsip retorika dalam pidato kampanye Macron di Paris pada tanggal 24 April 2017. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan antara struktur kalimat yang dan prinsip retorika yang digunakan oleh Macron dalam pidato pemilihannya sebagai Presiden 2017. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif oleh Creswell (2013) dengan studi kepustakaan. Teori Le Querler (1994) digunakan untuk membedah struktur sintaksis dan teori retorika oleh Fromilhague (2010) untuk membedah diksi dalam setiap kalimat pidato. Dari 50 data ditemukan bahwa kalimat dominan pada pidato Emmanuel Macron adalah les phrases complexes diantara nya 20 La Phrase Complexes subordonnée, 10 La Phrase complexe juxtaposée, 14 La Phrase composée coordonée dan 6 Les phrases simple. Adapun kalimat dominan yaitu Les phrases complexes subordonné untuk memberikan perluasan melalui informasi yang disampaikan. Fungsi kalimat sintaksis juga berpengaruh dalam penggunaan prinsip retorika untuk memberikan penjelasan lebih mendetail di dalam setiap kalimatnya. ......The 2017 presidential election was a landmark event in French history with the victory of the youngest President, Emmanuel Macron. This article discusses Emmanuel Macron's speech that successfully convinced the French people to elect him as President in 2017. The data is analyzed by dissecting the sentence structure, and rhetorical principles in Macron's campaign speech in Paris on April 24, 2017. This research aims to show the relationship between the sentence structure and rhetorical principles used by Macron in his election speech as President in 2017. This research uses the qualitative method by Creswell (3013) with a literature study. Le Querler's theory (1994) was used to dissect the syntactic structure and Fromilhague's theory of rhetoric (2010) to dissect the diction in each sentence of the speech. From 50 data, it is found that the dominant sentences in Emmanuel Macron's speeches are les phrases complexes, including 20 les phrases complexes subordonnée, 10 les phrases complexe juxtaposée, 14 les phrases composée coordonée and 6 les phrases simple. The dominant sentence is Les phrases complexes subordonné to provide expansion through the information conveyed. The syntactic sentence function also influences the use of rhetorical principles to provide a more detailed explanation in each sentence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amyra Aliya Kamila
Abstrak :
15-Minute City merupakan sebuah konsep kota yang akhir-akhir ini dilirik oleh berbagai pimpinan kota, tidak terkecuali Anne Hidalgo, wali kota Paris periode 2014-2020 dan 2020-2026. Dalam kampanye municipale 2020, ia meluncurkan Paris En Commun, dengan salah satu programnya adalah Ville du Quart d’Heure atau 15-Minute City. Artikel ini bertujuan untuk mencari tahu pengaruh Ville du Quart d’Heure pada ruang kota dan aspek sosial-ekonomi. Lalu, artikel ini juga mencari faktor apa saja yang mendorong implementasinya di kota Paris sejak 2020 hingga saat ini. Penelitian ini diharapkan akan berguna untuk peningkatan praktik serta pengembangan konsep kota 15-Minute city di masa mendatang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif konstan Taylor dan Bogdan (1998), kemudian ditulis secara deskriptif, dengan menggunakan konsep 15-Minutes City oleh Carlos Moreno (2020), mixité sociale oleh Harris Selod (2005), dan konsep pemasaran politik oleh Dominici Wring (1997). Sedangkan, pengumpulan sumber data menggunakan metode wawancara, kuesioner, dan focus group discussion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi beberapa perubahan, diantaranya pergeseran gaya hidup, perubahan fungsi ruang publik, hingga implikasi sosial-ekonomi, walaupun belum berjalan secara maksimal dan signifikan. Perubahan ini didorong oleh faktor politik, factor tata kota saat ini, faktor sejarah, serta pandemi COVID-19. ......15-Minute City is a city concept that has recently caught the attention of many city leaders, most notably Anne Hidalgo, the mayor of Paris for 2014-2020 and 2020-2026. In her 2020 municipal campaign, she launched Paris En Commun, with one of its programmes named Ville du Quart d'Heure or 15-Minute City. This article aims to explore the impact of Ville du Quart d'Heure on urban space and socio-economic aspects. It also explores the factors that have driven its implementation in Paris since 2020 to date. It is hoped that this research will be useful for improving the practice and development of the 15-Minute city concept in the future. This research uses the constant qualitative method of Taylor and Bogdan (1998), then written descriptively, using the concept of 15-Minutes City by Carlos Moreno (2020), mixité sociale by Harris Selod (2005), and the concept of political marketing by Dominici Wring (1997). Meanwhile, data collection used interviews, questionnaires, and focus group discussions. The results showed that there have been several transformations, including lifestyle shifts, changes in the function of public spaces, and social-economy implications, although it has not been carried out optimally and significantly. These changes are driven by political factors, current city planning factors, historical factors, and the COVID-19 pandemic.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sumeisey, Frienda Victoria
Abstrak :
Homofobia, istilah yang diciptakan oleh Weinberg (1972) pada awalnya didefinisikan sebagai ketakutan, kebencian, dan sikap tidak toleran oleh individu heteroseksual ketika berada dekat dengan pria dan wanita homoseksual. Tetapi pada kenyataannya, komunitas yang mengidentifikasikan sebagai LGBT juga menunjukkan sikap homofobia. Artikel ini membahas adanya homofobia dalam komunitas LGBT di Prancis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan segregasi dalam komunitas LGBT yang mendiskriminasi kelompok homoseksual pada khususnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif milik Creswell (2018). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Analisis Wacana Kritis dari Fairclough (1997) terkait hubungan teks dengan praktik sosial mengenai homofobia di Prancis, khususnya dalam komunitas LGBT. Kemudian pembahasan tematis akan dilakukan menggunakan konsep politisasi kebencian dan teori Ancaman Terintegrasi milik Stephan & Stephan (2000) untuk memahami alasan adanya homofobia dalam komunitas LGBT di Prancis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa homofobia yang terjadi dalam komunitas LGBT dipicu oleh hipermaskulinitas dan seksisme yang didasari oleh norma-norma heteroseksual yang diterima masyarakat hingga saat ini. ......Homophobia, a term coined by Weinberg (1972) was originally defined as fear, hatred, and intolerance by heterosexual individuals when in close proximity to homosexual men and women. But in reality, communities that identify as LGBT also exhibit homophobic attitudes. This article discusses the existence of homophobia in the LGBT community in France. The purpose of this study is to show segregation in the LGBT community that discriminates against homosexual groups in particular. This study uses Creswell's qualitative method (2018). The theory used in this study is the Critical Discourse Analysis Theory from Fairclough (1997) regarding the relationship of texts with social practices regarding homophobia in France, especially in the LGBT community. Then a thematic discussion will be carried out using the concept of politicization of hate and Stephan & Stephan's (2000) Integrated Threat theory to understand the reasons for the existence of homophobia in the LGBT community in France. The results show that homophobia that occurs in the LGBT community is triggered by hypermasculinity and sexism which is based on heterosexual norms accepted by society today.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurunnisa Frendra
Abstrak :
Perbedaan kategori berita yang terdiri dari hardnews dan softnews menghadirkan perbedaan penulisan dalam berita. Sebagai salah satu bagian penting dalam berita, judul memiliki perannya masing-masing. Dalam menguraikan struktur judul, aspek sintaksis digunakan untuk melihat efektivitas kalimat dalam judul berita. Penelitian ini membahas. aspek sintaksis sebagai strategi yang digunakan dalam penjudulan berita hardnews dan softnews dalam media Prancis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan studi kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data dengan korpus berupa berita mengenai pembubaran gerakan Génération Identitaire (GI). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperlihatkan peran aspek sintaksis dalam strategi penjudulan berita hardnews dan softnews terkait isu Génération Identitaire dalam media Prancis. Penelitian ini mengkaji judul-judul berita dari media kiri dan kanan di Prancis, yaitu Libération dan Le Figaro dengan menggunakan konsep kategori berita Reinnemann et al., teori sintaksis Le Querler, konsep fungsi judul Gattani. Kategori berita softnews ditemukan lebih banyak pada Le Figaro yang menunjukkan strategi menghadapi isu pembubaran. Efektivitas ditemukan pada judul berita hardnews melalui penggunaan bahasa yang lugas. Pada judul softnews terdapat beberapa strategi seperti ketiadaan pivot (inti kalimat) dan pelesapan verba sebagai sarana untuk memikat pembaca, sebab softnews adalah berita dengan relevansi rendah. Pada judul hardnews, keseragaman ditemukan berupa penggunaan phrase simple. Tidak ditemukan perbedaan judul antara Libération dan Le Figaro. Dengan demikian, ideologi media tidak memengaruhi strategi penjudulan, tetapi berpengaruh dalam cara pemberitaan. ......The variation of news categories consisting of hardnews and softnews presents news writing differences. As an important part of the news, the title has its own role. In describing the structure of the title, the syntactic aspect is used to see the effectiveness of the sentence in the news title. This article discusses syntactic aspects as a strategy that is used in the headline of hardnews and softnews in French media. This research uses qualitative methods with literature study as data collection technique. The corpus of this research is the news about the dissolution of Génération Identitaire (GI) movement. The purpose of this study is to show the role of syntactic aspects in the strategy of headlines for hardnews and softnews related to the issue of GI in the French media. This study examines news titles from the left and right media in France, namely Libération and Le Figaro by using the concept of news categories by Reinnemann et al., Le Querler's syntactic theory, the concept of the function of titles by Gattani. The softnews category is found more in Le Figaro which shows strategies to deal with the issue of disbandment. Effectiveness is found in hardnews headlines through the use of straightforward language. In the title of softnews there are several strategies such as the absence of pivots (core sentences) and the elimination of verbs as a means to attract readers, because softnews related with low relevance. In the hardnews title, uniformity is found in the use of simple phrases. No title differences were found between Liberation and Le Figaro. Thus, the ideology of the media does not affect the title strategy but influences the way it is reported.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>