Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pudentia Maria Purenti Sri Suniarti Karnadi
"Mak Yong yang diajukan dalam disertasi ini adalah salah satu jenis kesenian yang terdapat di daerah Riau, khususnya di daerah Bintan Timur yang menggabungkan unsur-unsur ritual, cerita, tari, nyanyi, dan musik. Dalam pertunjukannya, Mak Yong mempertemukan pemain dan pementasannya dengan penonton dalam ruang waktu dan tempat yang sama.
Untuk melakukan kajian Mak Yong terlebih dahulu diperlukan deskripsi yang "lengkap" yang diharapkan dapat menjembatani pemain dan pertunjukannya dengan penonton selaku penikmat dan pendukungnya. Deskripsi pertunjukan semacam ini menghadapi masalah yang kontradiktif. Di satu pihak, sebuah pertunjukan pada dasarnya bersifat "satu kali," tetapi di lain pihak dapat muncul suatu keperluan untuk melihat kembali pertunjukan itu yang sudah tidak ada. Deskripsi seakan-akan membekukan peristiwa, waktu, dan ruang sebuah pertunjukan dalam bentuk rangkaian kata dan berbagai bentuk rekaman suara dan gambar.
Pertunjukan Mak Yong yang akhirnya dideskripsikan ini memperlihatkan kecairan dan kepekatan kelisanan yang amat menarik. Kecairan mendukung fungsi hiburan dan resistensi rakyat terhadap penguasanya, kepekatan mendukung fungsi pengajaran dan pengukuhan nilai. Selain itu, hal lain yang menarik adalah interaksi antara dunia kelisanan dan keberaksaraan dalam menghasilkan sebuah pertunjukan. Adanya birokrasi yang tidak tampak jelas, peranan panitia yang sangat kuat, kebijakan penguasa mengenai seni, dan sistem latihan dalam sanggar mewarnai perjalanan sebuah tradisi menembus masa kini. Kajian ini adalah "cerita" mengenai perjalanan sebuah pertunjukan tradisi lisan di dalam masyarakatnya yang masih mengandalkan kelisanan dan di luar masyarakatnya yang sudah memasuki dunia keberaksaraan dalam suatu masa kejayaan orde politik tertentu di Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
D273
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Syarif Hidayatullah
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan aspek yang berhubungan dengan naskah dan wacana dari khotbah yang berisi dorongan berjihad (khu ṭbah ḥathth lial-jihād) pada Perang Aceh abad XIX. Setidaknya ada 5 naskah yang berkategori ini. Naskah-naskah itu tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden (Cod. Or. 2269 1 [naskah A] dan 1a [C]) dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (ML 465 [naskah B], ML 466 [naskah D] dan naskah ML 467). Namun, naskah ML 467 hingga kini belum bisa ditemukan. Naskah A dan B berbahasa Arab, sementara C dan D berbahasa Melayu-Aceh. Naskah yang dibuat edisi teksnya adalah naskah A, C dan D, sementara naskah B dijadikan sebagai pendukung naskah A. Metode edisi teks yang dipergunakan adalah metode edisi kritis.
Teks hasil suntingan dikaji struktur wacana, fungsi wacana dan gaya bahasanya, untuk mengungkap konteks keagamaan dan konteks sejarah yang melingkupi khotbahkhotbah itu. Berdasarkan analisis naskah dan wacana, diketahui naskah yang berbahasa Arab dan yang berbahasa Melayu-Aceh memiliki hubungan baik isi maupun makna. Ada tiga isu penting yang dibicarakan oleh naskah-naskah itu: (1) pemahaman terkait jihād fī sabīl Allāh; (2) sikap orang Aceh dalam melawan agresi Belanda; (3) upaya pihak Aceh dalam mencari aliansi dengan sultan-sultan Kerajaan Turki Usmani sebagai kerajaan Islam terbesar saat itu.

The aim of research is to explain philological and discourse aspects of sermon to give spirit to the Aceh people in their fight against the Dutch (khu ṭbah ḥathth lial- jihād) in Aceh War at 19th century. There are 5 manuscripts in this category. The manuscripts are part of collection of the Library of the University of Leiden (Cod. Or. 2269 1 [A] and 1a [C]) and the National Library of Indonesia (ML 465 [B], ML 466 [D] and ML 467). But until now, ML 467 can?t found. A and B are Arabic, while C and D are Malay with Acehnese. The textual edition are based on A, C and D, while B is supporting evidence for A. Based on the characteristic of the manuscripts, the method of textual edition is critical edition method.
The text is approached with its discourse structure, discourse function and style for getting religious context and historical context in the sermons. According to philological and discourse analyses, there are some relations between Arabic sermons and Malay-Acehnese sermons in content and meaning. There are three important issues in the sermons: (1) understanding about jihād fī sabīl Allāh based on religious order; (2) Acehnese attitude in their fight againts Dutch aggression; (3) Acehnese effort for getting alliance with the Ottoman Sultans as a biggest Islamic kingdoms in the time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
D1466
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Yahya
"Disertasi ini meneliti teks A-Mawahib al-Mustarsalah 'ala at-Tuhfah al-Mursalah. Ia merupakan komentar dari At-Tuhfah al-Mursalah ila Ruh an-Nabi karya Muhammad b. Fadlillah al-Burhanfuri. Empat pertanyaan penelitian yang diajukan: siapa pengarang teks AlMawahib al-Mustarsalah, bagaimana meneliti empat naskah yang diperoleh, apa isi teks, dan bagaimana kaitan isi teks dengan pemikiran tokoh sufi di dunia Islam dan di Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan suntingan teks, terjemah, dan telaah syarh wahdat al-wujud yang terkandung di dalam teks. Penelitian ini merupakan penelitian filologi dengan menggunakan beberapa metode dan pendekatan seperti kodikologi, teori resepsi, pendekatan tematik dan historis, serta teori-teori dalam dunia tasawuf. Penelitian ini berhasil menjelaskan siapa pengarang teks yaitu Ibrahim b. Abi Bakr asy-Syami al-Azhari al-Asyi asy-Syafi'i, atau singkatnya Ibrahim al-Asyi, juga berhasil menerangkan bagaimana menyajikan suntingan teks, mengungkap isi teks yang umumnya terkait dengan ajaran wahdat al-wujud, serta menjelaskan kaitan isi teks dengan pemikiran sufi di dunia Islam seperti Ibnu 'Arabi, Ibnu al-Farid, Al-Kasyani, Al-Burhanfuri, Al-Junaid dan Al-Qusyairi, serta sufi di Nusantara yaitu Syams adDin as-Sumatra'i.

This dissertation researches the text of A-Mawalib al-Mustarsalah 'ala at-Tuhfah al-Mursalah. Tt was a commentary of a well-known treatise of Sufism namely AvTuhfah al-Mursalah ila Ruh an-Nabi written by Muhammad b. Fadlillah alBurhanfuri. Four research questions were proposed: who was the author of the text, how to research four available manuscripts, what are the contents of the text, and how is the relation of the text content to the Sufi's thoughts in Islamic worlds and Nusantara at that time. The objectives of the research are to present text edition, translation and study of wahdat al-wujud's commentary. This is a philological research by using some methods and approaches such as codicology, reception theory, thematical and historical approaches, and theories in Sufism. This research successfully explains who is the author, namely Ibrahim b. Abi Bakr asy-Syami alAzhari al-Asyi asy-Syafi'i, or in short, Ibrahim al-Asyi; how to present text edition; how to describe the contents of the text that generally deal with the teaching of wahdat al-wujud or wnity of Being, and how to explain the relation of the text to Sufi's thoughts in Islamic worlds such as Ibnu 'Arabi, Ibnu al-Farid, Al-Kasyani, Al-Burhanfuri, Al-Junaid and Al-Qusyairi, and to Sufi's thought in Nusantara namely Syams ad-Din as-Sumatra'i.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
D1954
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apsanti Djokosuyatno
"ABSTRAK
Ada beberapa titik tolak yang menjadi dasar permasalahan kami. Dari awal telah ditekankan bahwa banyak hal yang belum digarap dengan baik dalam kesusastraan Indonesia modern. Teori-teori mengenai sastra Indonesia modern belu banyak ditulis, padahal sebagai alat kerja unsur tersebut merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Dalam kutipan artikel yang muncul baru-baru ini, Menjelang Teori dan Kritik Susastra Indonesia yang Relevan (Esten 1989), kekosongan tersebut dibahas kembali.Semua penulis dalam kumpulan esai tersebut sependapat bahwa kesusastraan Indonesia membutuhkan teori sastra Indonesia modern yang mandiri. Tetapi tidak semuanya sependapat untuk mulai dengan meminjam teori Barat. Banyak yang menolak dengan alasan bahwa setiap kesusastraan memilikipuitikannya masing-masing. Umar Junus, yang telah memperkenalkan beberapa pendekatan modern, seperti strukturalisme dan semiotik, adalah salah satu toko sastrayang menyetujui peminjaman teori Barat.
Dalam pada itu kami melihat bahwa kesusastraan Perancis yang perkembangannya tidak pernah terputus selama ratusan tahun, menawarkan sejumlah teori yang kami butuhkan. Misalnya teori mengenai cerita fantastik dan teori-teori lain untuk membahas dan menafsirkannya denga n cara yang lebih objektif. Selain itu karya-karya fantastik yang disajikan dengan sangat indah patut pula diperkenalkan pada khalayak pembaca dan pengarang Indonesia untuk melihat kemungkinan cara pengolahannya yang kreatif, sungguh-sungguh dan rapi.
Berdaarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian kami dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. membuktikan bahwa keenam cerita pendek yang disebutkan dalam korpus memiliki ciri-ciri cerita fantastik pada tatarn semantik dan struktural.
2. membuktikan bahwa keenam cerita pendek tersebut dapat diklarifikasikn ke dalam cerita fntastique-strange, fantastique pur atau fantastique perveilleux. di balik tujuan untuk mrngidentifikasi subjenis yang terkandung dalam keenam karya tersebut, ada pula tujuan untuk memperlihatkan variasi bentuk cerita fantastik.
3. Memperlihatkan bahwa keenam cerita pendek tetap menunjukkan titil-titik kesamaan ditinjau dari dimensi psikoanalisa.
4. Menjabarkan perbedaan-perbedaan antara keenam cerita yang berlatar belakang dua budaya yang amat berbeda tersebut, untuk melihat kekhasan cerita fantastik Indonesia, atau setidaknya, jalan yang menuju ke arah itu, dan masalah-masalah yang bersangkutan dengan tujuan itu.
Perlu kiranya ditambahkan, bahwa fokus penelitian berada pada butir (1) dan (2). Butir (3) dan (4) hanya merupakan tambahan, emacam 'hasil sampingan' yang diduga akan diperoleh akibat penelitian yang dilakukan.

1-9 Korpus Penelitian

Membicarakan tiga karya sastra Perancis yang amat
terkenal dengan tiga karya Indonesia yang tidak terkenal
mungkin dianggap tidak pada tempatnya oleh beberapa ahli
sastra. Pada dasarnya karya sastra sebagai ungkapan budaya
dari dua negara yang berbeda tidak dapat dibandingkan.
Mengenai hal itu dirasa oerlu untuk menegaskan bahwa
penelitian ini sepenuhnya bersifat teknis dan sama sekali
tidak bertujuan memberi penilaian estetik.

Pilihan atas korpus didasarkan pada praduga bahwa karya-
karya tersebut mengandung konvensi cerita fantastik sesuai
dengan teori Todorov mengenai jenis tersebut. Dengan kata
Iain, karya-karya yang dipilih dianggap dapat menjadi
ilustrasi teori ahli sastra tersebut yang menekankan bentuk-
bentuk yang berbeda dalam dunia oerita fantastik.
Pertimbangan lain adalah segi tema. Pokok permasalahan mimpi
dan firasat kematian merupakan tema yang sangat universal dan
banyak diolah di Indonesia. Selain itu, tema Venus akan
mengingatkan pembaca Indonesia pada Durga.

Karya-karya yang merupakan korpus disertasi ini adalah sebagai berikut:
1. Djolmane, karya Prosper Mérimée tersebut ditulis
menjelang kematiannya. Cerita tersebut pertama muncul dalam
majalah Moniteur Universel pada tanggal 9, 15, dan 11 Januari
1873. Yang digunakan sebagai korpus dalam disertasi ini
terdapat dalam antologi berjudul Romans et Nouvelles yang
diterbitkan oleh Gallimard pada tahun 1951 di Paris (Hérimée
1951b.)
2. Kepanjanqannya, ditulis oleh Rijono Pratikto di tahun
1954, diterbitkan dalam majalah Kisah, Tahun II No: 3, 1954,
sebuah majalah sastra Indonesia (Pratikto 1954).
3. L'Intersigne, karya Villiers de L'lale-Adam,
yang diselesaikan pada tahun 1868, dan diterbitkan untuk
pertama kali dalam Revue des Lettres et des Arts. Teks yang
digunakan sebagai korpus terdapat dalam Nouveaux Countes
Cruels, diterbitkan oleh Garniers-Fréres di Paris pada tahun
1988. (Villiers de L'Isle-Adam 1968).
4. Halusinasi dan Mimpi, ditulis oleh Heru Suprapto,
diterbitkan di majalah Gadis No: 26 TH VIII di Jakarta pada
tahun 1980 (Suprapto 1985).
5. La Vénu5 d'IiIe, karya Prosper Hérimée, pertama kali
diterbitkan dalan La revue des Deux Mbndes pada tanggal 15
Mei 1837. Teks yang digunakan dalam disertasi ini terdapat
dalam antologi Rbmans et Nouvelles yang diterbitkan oleh
Gallimard pada tahun 1951 di Paris (Hérimée 1951c).
6. Danau Siluman, karya Aryanti, terbit dalam majalah Femina Tahun X No. 32, 1982 (Aryanti 1982)."
1990
D1554
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apsanti Djokosuyatno
"Ada beberapa titik tolak yang menjadi dasar permasalahan kami. Dari awal telah ditekankan bahwa banyak hal yang belum digarap dengan baik dalam kesusastraan Indonesia modern. Teori-teori mengenai sastra Indonesia modern belu banyak ditulis, padahal sebagai alat kerja unsur tersebut merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Dalam kutipan artikel yang muncul baru-baru ini, Menjelang Teori dan Kritik Susastra Indonesia yang Relevan (Esten 1989), kekosongan tersebut dibahas kembali.Semua penulis dalam kumpulan esai tersebut sependapat bahwa kesusastraan Indonesia membutuhkan teori sastra Indonesia modern yang mandiri. Tetapi tidak semuanya sependapat untuk mulai dengan meminjam teori Barat. Banyak yang menolak dengan alasan bahwa setiap kesusastraan memilikipuitikannya masing-masing. Umar Junus, yang telah memperkenalkan beberapa pendekatan modern, seperti strukturalisme dan semiotik, adalah salah satu toko sastrayang menyetujui peminjaman teori Barat.
Dalam pada itu kami melihat bahwa kesusastraan Perancis yang perkembangannya tidak pernah terputus selama ratusan tahun, menawarkan sejumlah teori yang kami butuhkan. Misalnya teori mengenai cerita fantastik dan teori-teori lain untuk membahas dan menafsirkannya denga n cara yang lebih objektif. Selain itu karya-karya fantastik yang disajikan dengan sangat indah patut pula diperkenalkan pada khalayak pembaca dan pengarang Indonesia untuk melihat kemungkinan cara pengolahannya yang kreatif, sungguh-sungguh dan rapi.
Berdaarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian kami dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. membuktikan bahwa keenam cerita pendek yang disebutkan dalam korpus memiliki ciri-ciri cerita fantastik pada tatarn semantik dan struktural.
2. membuktikan bahwa keenam cerita pendek tersebut dapat diklarifikasikn ke dalam cerita fntastique-strange, fantastique pur atau fantastique perveilleux. di balik tujuan untuk mrngidentifikasi subjenis yang terkandung dalam keenam karya tersebut, ada pula tujuan untuk memperlihatkan variasi bentuk cerita fantastik.
3. Memperlihatkan bahwa keenam cerita pendek tetap menunjukkan titil-titik kesamaan ditinjau dari dimensi psikoanalisa.
4. Menjabarkan perbedaan-perbedaan antara keenam cerita yang berlatar belakang dua budaya yang amat berbeda tersebut, untuk melihat kekhasan cerita fantastik Indonesia, atau setidaknya, jalan yang menuju ke arah itu, dan masalah-masalah yang bersangkutan dengan tujuan itu.
Perlu kiranya ditambahkan, bahwa fokus penelitian berada pada butir (1) dan (2). Butir (3) dan (4) hanya merupakan tambahan, emacam 'hasil sampingan' yang diduga akan diperoleh akibat penelitian yang dilakukan.
1-9 Korpus Penelitian
Membicarakan tiga karya sastra Perancis yang amat terkenal dengan tiga karya Indonesia yang tidak terkenal mungkin dianggap tidak pada tempatnya oleh beberapa ahli sastra. Pada dasarnya karya sastra sebagai ungkapan budaya dari dua negara yang berbeda tidak dapat dibandingkan. Mengenai hal itu dirasa oerlu untuk menegaskan bahwa penelitian ini sepenuhnya bersifat teknis dan sama sekali tidak bertujuan memberi penilaian estetik.
Pilihan atas korpus didasarkan pada praduga bahwa karya-karya tersebut mengandung konvensi cerita fantastik sesuai dengan teori Todorov mengenai jenis tersebut. Dengan kata Iain, karya-karya yang dipilih dianggap dapat menjadi ilustrasi teori ahli sastra tersebut yang menekankan bentuk-bentuk yang berbeda dalam dunia oerita fantastik.
Pertimbangan lain adalah segi tema. Pokok permasalahan mimpi dan firasat kematian merupakan tema yang sangat universal dan banyak diolah di Indonesia. Selain itu, tema Venus akan mengingatkan pembaca Indonesia pada Durga.
Karya-karya yang merupakan korpus disertasi ini adalah sebagai berikut:
1. Djolmane, karya Prosper Mérimée tersebut ditulis menjelang kematiannya. Cerita tersebut pertama muncul dalam majalah Moniteur Universel pada tanggal 9, 15, dan 11 Januari 1873. Yang digunakan sebagai korpus dalam disertasi ini terdapat dalam antologi berjudul Romans et Nouvelles yang diterbitkan oleh Gallimard pada tahun 1951 di Paris (Herimee 1951b.)
2. Kepanjanqannya, ditulis oleh Rijono Pratikto di tahun 1954, diterbitkan dalam majalah Kisah, Tahun II No: 3, 1954, sebuah majalah sastra Indonesia (Pratikto 1954).
3. L'Intersigne, karya Villiers de L'lale-Adam, yang diselesaikan pada tahun 1868, dan diterbitkan untuk pertama kali dalam Revue des Lettres et des Arts. Teks yang digunakan sebagai korpus terdapat dalam Nouveaux Countes Cruels, diterbitkan oleh Garniers-Fréres di Paris pada tahun 1988. (Villiers de L'Isle-Adam 1968).
4. Halusinasi dan Mimpi, ditulis oleh Heru Suprapto, diterbitkan di majalah Gadis No: 26 TH VIII di Jakarta pada tahun 1980 (Suprapto 1985).
5. La Vénu5 d'IiIe, karya Prosper Hérimée, pertama kali diterbitkan dalan La revue des Deux Mbndes pada tanggal 15 Mei 1837. Teks yang digunakan dalam disertasi ini terdapat dalam antologi Rbmans et Nouvelles yang diterbitkan oleh Gallimard pada tahun 1951 di Paris (Hérimée 1951c).
6. Danau Siluman, karya Aryanti, terbit dalam majalah Femina Tahun X No. 32, 1982 (Aryanti 1982)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D717
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafron Hasjim
"Naskah sastra klasik Melayu yang kurang lebih berjumlah lima ribu buah (Hussein, 1974:12) itu belum dapat ditangani sebagaimana mestinya (Bachtiar, 1974; Ikram, 1976; Robson, 1978 dan 1988; Mulyadi, 1981/1982; dan Hasjim, 1982). Memang benar jika dikatakan bahwa banyak kesulitan yang dihadapi dalam menggarap naskah-naskah klasik Melayu itu (Braked, 1977; Robson, 1978). Akan tetapi, harus disadari bahwa di dalam naskah-naskah klasik itu tersimpan nilai-nilai kehidupan bangsa yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat masa kini (Bachtiar, 1974; Soebadio, 1975; Robson, 1978 dan 1988; Ikram, 1980; Sutrisno, 1981). Oleh karena itu, penggarapan naskah-naskah klasik itu secara sungguh-sungguh perlu dilakukan terus-menerus.
Kisasu L-Anbiya, selanjutnya disebut dengan singkatan KA, merupakan salah satu judul naskah yang terdapat di dalam khazanah sastra klasik kita. Sutaarga et al. (1972) mengelompokkan naskah ini ke dalam kelompok "Cerita Kenabian". Sebagai sastra klasik, KA sangat mungkin berisi hal-hal penting yang berguna bagi kehidupan kita dewasa ini.
Sampai dengan penelitian ini selesai dilakukan dapat diketahui bahwa naskah KA itu berjumlah 18 buah dan tersimpan di beberapa tempat. Selain itu, terdapat pula sebuah teks KA yang sudah dalam bentuk cetak batu dan diperjualbelikan secara bebas.
Melalui studi pustaka dapat diketahui bahwa beberapa orang penulis pernah membicarakan atau menyinggung secara sekilas masalah cerita ini di dalam tulisannya. Selain itu, ada juga informasi.yang menyatakan beberapa orang peneliti melakukan pembahasan terhadap naskah.
Berdasarkan informasi-informasi itu, dapatlah disimpulkan bahwa naskah KA belum digarap secara menyeluruh. Asumsi dasar dalam melakukan penelitian ini adalah bahwa KA merupakan sebuah karya sastra. Sebagai karya sastra, teks KA haruslah merupakan suatu kebulatan yang berstruktur. Berdasarkan pengamatan selintas, naskah KA merupakan kumpulan cerita para nabi, dalam arti setiap cerita berdiri sendiri, tidak ada hubungan antara satu cerita dengan cerita yang lain. Sehubungan dengan itu, penelitian terhadap hubungan antarcerita yang terdapat di dalam KA--sebagai upaya untuk membuktikan kebulatan teks--merupakan hal yang menarik perhatian.
Di dalam cerita-cerita yang tergolong "Cerita Kenabian" atau cerita-cerita yang mendapat pengaruh Islam pada umumnya terdapat kutipan ayat-ayat Quran. Demikan juga halnya dengan KA. Akan tetapi, ayat-ayat Quran yang dikutip di dalam KA terlihat sebagai salah satu unsur struktur yang menonjol: selain disebabkan oleh jumlahnya yang sangat banyak, hubungannya dengan teks tampak sangat erat. Kehadiran ayat Quran seperti itu menarik perhatian untuk dikaji dari segi struktur teks.
Kutipan ayat-ayat Quran di dalam teks itu dapat dijadikan dasar untuk menganggap, bahkan meyakini, bahwa KA merupakan buku teks keagamaan (Islam) yang sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam. Padahal, sebagai karya sastra yang bersifat keagamaan, KA tidak bersih dari fiksi yang belum tentu sesuai dengan akidah Islam. Kontradiksi seperti ini dapat mengakibatkan kesalahpahaman khalayak dalam menikmati KA. Oleh karena itu, penjelasan mengenai fungsi cerita melalui penelitian yang saksama perlu dilakukan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D63
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Tuloli
"Sastra lisan adalah salah satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat terpelajar dan yang belum terpelajar. Ragamnya pun sangat banyak dan masing-masing ragam mempunyai variasi yang sangat banyak pula. Isinya mungkin mengenai berbagai peristiwa yang terjadi atau kebudayaan masyarakat pemilik sastra tersebut (Finnegan, 1975: 3). Dari segi bentuk, sastra lisan memperlihatkan keteraturan-keteraturan yang berlaku pada setiap ragam sastra lisan tertentu, di samping adanya berbagai variasi dalam penceritaan.
Membicarakan sastra lisan tidak sempurna kalau hanya membicarakan karya sastranya tetapi harus dihubungkan dengan pencerita, penceritaan, dan pendengar atau penontonnya. Oleh Finnegan dikatakan bahwa untuk dapat menghargai sepenuhnya karya sastra lisan, tidak cukup kalau hanya berdasarkan hash analisis melalui interpretasi kata-kata, nada, struktur stilistik, dan isinya. Gambaran tentang sastra lisan hendaknya di samping membicarakan struktur karya sastranya, juga membicarakan penggubah atau pencerita, variasi yang terjadi akibat audiens dan saat penceritaan, reaksi audiens, sumbangan alat-alat musiknya, konteks sosial tempat cerita itu. (Finnegan, 1978: 7).
Semua aspek yang disebutkan di atas perlu diungkapkan, kalau kita ingin mendapatkan pengetahuan tentang kekayaan budaya yang terdapat dalam sastra. Hal itu sangat panting bagi peneiitian sastra lisan di Indonesia, karena sastra lisan terdapat di seluruh wilayah baik di kota maupun di desa. Di Indonesia sastra lisan lazim digolongkan pada sastra daerah. Dapat dikatakan bahwa setiap daerah yang mempunyai bahasa daerahnya, sangat mungkin mempunyai sastra lisan.
Kehidupan sastra lisan mengalami perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat pemiliknya. Ada sebagian sastra lisan di Indonesia yang telah hilang, sebab tidak sempat didokumentasikan. Sastra lisan yang masih ada, baik yang telah diselamatkan melalui penelitian masa dahulu dan masa kini maupun yang belum diteliti, ada yang masih bertahan tetapi ada pula yang telah mengalami perubahan. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D411
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talha Bachmid
"Pada umumnya, situasi sosial-politik-budaya yang melatarbelakangi timbulnya keresahan, mendorong para penulis untuk memberontak terhadap kaidah-kaidah sastra sebagai cermin kemapanan, demi mengungkapkan protes terhadap realita hidupyang dihadapi maupun terhadap kaidah sastra itu sendiri. Protes dilancarkan melalui cara tertentu, dan salah satunya melalui sikap mengejek atau menertawakan. Semangat mengejek itu disebut semangat derision.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kedua lakon, kapai-kapai karya Arifin dan Badak-badak karya Ionesco, menunjukan penyimpangan terhadap konvensi penulisan lakon, dan ditulis dalam semangat derision. Pembahasan situasi sosial-budaya di masing-masing negara menunjukan titik kesamaan. Semangat yang sama dilatarbelakangi oleh pergantian rezim politik yang membawa perubahan dalam kehidupan sastra dan seni. Selain itu akibat pergantian situasi adalah timbulnya kebutuhan mendesak dari pihak perngarang untuk mengungkapkan semacam proses terhadap kehidupan pada umumnya, dan kehidupan seni dan sastra pada khususnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D56
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Haswidi Aksa
"ABSTRAK
Dari sejumlah besar karya yang termasuk dalam kesusastraan rakyat, telah dipilih dongeng untuk ditelaah, dengan alasan-alasan berikut :
Pertama-tama, pentingnya dongeng sebagai proyeksi khayalan yang bersifat kolektif dari suatu kelompok masyarakat. Cerita-cerita tersebut senantiasa merupakan gambaran simbolis dari situasi dan tingkah laku sosial, suatu ilusi yang disampaikan melalui penceritaan. Sebagai seperangkat pengetahuan dan model kultural sekelompok masyarakat, dongeng mengandung pelajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan dengan memaparkan contoh penerapannya. Fungsi "main-main" yang terdapat di dalamnya ditujukan untuk memasukkan unsur pedagogis dengan cara yang tidak bersifat memaksa. Pada peringkat imajinasi unsur pedagogis yang dimanifestasikan dalam bentuk pesan moral memperlihatkan kesesuaiannya dengan kehidupan nyata.
Alasan selanjutnya, ialah pentingnya dongeng sebagai teks naratif yang dapat kita gunakan sebagai sarana pembuktian suatu metode analisis. Dongeng, yang merupakan kumpulan cerita yang cukup padat meskipun pendek dan ringkas, juga tepat untuk dianalisis secara
morfologis. Salah satu tujuan penelitian ini adalah menerapkan model naratologis tertentu. Bagi penulis, dongeng nampak sebagai suatu bidang terapan yang menarik untuk menguji apakah model tersebut dapat diterapkan.
Setelah dipilih dongeng untuk dianalisis, maka bidang bahasan pun harus dibatasi karena cerita yang termasuk dongeng sangatlah banyak dan jenisnya pun sangat beragam. Di hadapan keanekaragaman itu, dipilih cerita binatang, suatu pilihan yang didasarkan pada kepopuleran dongeng jenis tersebut di Indonesia.
Korpus terdiri atas dua kelompok fabel. Yang pertama, fabel karya Satjadibrata yang karena telah lama hidup dalam tradisi masyarakat Indonesia dan sering disampaikan secara lisan, maka is tergolong ke dalam cerita rakyat Nusantara (Rusyana 1981,: 19-20). Yang kedua adalah fabel karya La Fontaine, seorang pengarang Francis abad ke XVII yang juga berasal dari cerita rakyat yang berkembang pada beberapa generasi.
Kedua kumpulan fabel tersebut merupakan cerita
yang beredar secara lisan dan menjadi warisan budaya, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, di samping penyebaran secara tulis. Isinya mengenai suatu kebenaran umum yang dianggap baik untuk diterapkan dalam kehidupan setiap perang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D38
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Tuloli
"ABSTRAK
Sastra lisan adalah salah satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat terpelajar dan yang belum terpelajar. Ragamnya pun sangat banyak dan masing-masing ragam mempunyai variasi yang sangat banyak pula. Isinya mungkin mengenai berbagai peristiwa yang terjadi atau kebudayaan masyarakat pemilik sastra tersebut. Dari segi bentuk, sastra lisan memperlihatkan keteraturan-keteraturan yang berlaku pada setiap ragam sastra lisan tertentu, di samping adanya berbagai variasi dalam penceritaan. Membicarakan sastra lisan tidak sempurna kalau hanya membicarakan karya sastranya, tetapi harus dihubungkan dengan pencerita, penceritaan, dan pendengar atau penontonnya. Oleh Finnegan dikatakan bahwa untuk dapat menghargai sepenuhnya karya sastra lisan, tidak
cukup kalau hanya berdasarkan hasil analisis melalui interpretasi kata-kata, nada, struktur stilistik, dan isinya. Gambaran tentang sastra lisan hendaknya di samping membicarakan struktur karya sastranya, juga membicarakan penggubah atau pencerita, variasi yang terjadi akibat audiens dan saat penceritaan, reaksi audiens, sumbangan alat-alat musiknya, konteks sosial tempat cerita itu
Semua aspek yang disebutkan di atas perlu diungkapkan, kalau kita ingin mendapatkan pengetahuan tentang kekayaan budaya yang terdapat dalam sastra. Hal itu sangat panting bagi penelitian sastra lisan di Indonesia, karena sastra lisan terdapat di seluruh wilayah balk di kota maupun di Mesa. Di Indonesia sastra lisan lazim digolongkan pada sastra daerah. Dapat dikatakan bahwa setiap daerah yang mempunyai bahasa daerahnya, sangat mungkin mempunyai sastra lisan.
Kehidupan sastra lisan mengalami perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat pemiliknya. Ada sebagian sastra lisan di Indonesia yang telah hilang, sebab tidak sempat di dokumentasikan . Sastra lisan yang masih ada, balk yang telah diselarnatkan melalui penelitian masa dahulu dan masa kini maupun yang belum diteliti, ada yang masih bertahan tetapi ada pula yang telah mengalami perubahan. Hal itu telah diungkapkan oleh A. Teeuw bahwa ada contoh tentang bentuk sastra lisan yang masih dihapalkan dan dipertahankan terus tanpa banyak perubahan.
"
1990
D402
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>