Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adiva Aninditasari
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan cara untuk bernavigasi melalui proses wayfinding di dalam sebuah labirin. Labirin merupakan sebuah struktur dengan karakteristik yang menimbulkan disorientasi dan menyebabkan kesulitan bagi penggunanya untuk memahami bentuk ruang dan membuat decision plan. Para pengguna merespon pada kesulitan ini melalui proses wayfinding, yaitu proses bernavigasi di dalam space dan menyelesaikan masalah navigasinya. Topik mengenai proses wayfinding di dalam struktur yang menyebabkan disorientasi seperti labirin kemudian muncul, karena kompleksitasnya mempengaruhi proses wayfinding yang terjadi. Dengan menggunakan IKEA Sentul City sebagai studi kasus, skripsi ini menganalisis kompleksitas structural dari sebuah labirin melalui konsep ambages, yang memengaruhi proses wayfinding dalam empat tahap: orientation, information processing, decision making, dan decision execution. Walaupun proses wayfinding masih mengikuti tahapan-tahapan yang sama, faktor- faktor yang dipertimbangkan bergeser karena disorientasi yang diciptakan oleh labirin. ......This study is aimed to explain people’s navigation through wayfinding process in a labyrinth. Labyrinth is a structure with disorienting characteristics, that causes difficulties for occupants in perceiving the structure and forming a decision plan. Occupants respond to the difficulties by performing wayfinding, which is an act of navigating through space and solving their navigation problems. The notion about the wayfinding process in a disorienting structure like labyrinth then emerged, as its structural complexity would differ it from other wayfinding processes. Using IKEA Sentul City as a case, this study analyses the structural complexity of a labyrinth manifested through the concept of ambages, which affects the wayfinding process consisted in four parts: orientation, information processing, decision making, and decision execution. Although the wayfinding process still utilizes the same steps, the considered environmental factors shift due to the disorientation caused by the labyrinth.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Trisnawardhani
Abstrak :
Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk melihat penggunaan peta dibandingkan dengan penggunaan instruksi verbal terhadap performa menemukan jalan (wayfinding) pada kelompok orang dewasa muda. 31 partisipan yang berusia antara 23 tahun hingga 34 tahun dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok pengguna peta dan kelompok pengguna instruksi verbal. Kemudian setiap partisipan diminta untuk menemukan jalan dalam mencapai beberapa titik target. Sejumlah perilaku, jarak tempuh dan waktu dicatat untuk mengukur perfoma wayfinding. Hasilnya mengindikasikan ada perbedaan yang signifikan dalam hal jarak, frekuensi berhenti, salah belok dan kembali ke titik sebelumnya, namun tidak ditemukan perbedaan dalam hal waktu tempuh, durasi berhenti dan frekuensi bertanya antara kelompok yang menggunakan peta dengan kelompok yang menggunakan instruksi verbal. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan penelitian sehubungan dengan perilaku wayfinding di Indonesia.
This experimental study aims to find out the use of map on wayfinding performance compared to the use of verbal instructions in young adults. Thirty one participants ages 23 - 34 were divided into two different groups, map users and verbal instruction users. Numbers of behaviors, distance and time needed were regarded as indicators of wayfinding behaviors. The results in dicated that there are significant differences in distance, stop, wrong direction and returning to previous point, but no difference are found in time needed, stop duration and ask a question frequency between these two groups. The results can be used for the development of related research topics on wayfinding performance in Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
155.5 DIA p
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reswari Mawardwita
Abstrak :
ABSTRAK
Manusia, dalam mengalami ruang arsitektur, akan melibatkan indera yang bekerja pada mereka, antara lain; indera penglihatan, indera peraba, indera pendengaran, indera penciuman, dan indera pengecap. Namun, dominasi indera visual masih banyak terjadi dalam praktik arsitektur sendiri. Hal tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana tunanetra, dengan keterbatasan dalam kemampuan visual mereka, mengalami ruang arsitektur, terutama pada proses orientasi dan mobilitas yang dilakukan.

Skripsi ini membahas proses wayfinding yang dilakukan tunanetra di dalam ruang. Wayfinding merupakan cara manusia mengorientasikan diri mereka di dalam sebuah ruang. Pada tunanetra, proses wayfinding yang dilakukan tentu akan banyak melibatkan indera non visual mereka. Pembahasan berdasarkan studi literatur, studi presedan, serta studi kasus yang dilakukan pada tunanetra low vision dan total blind. Hasil yang diperoleh adalah arsitektur memiliki peranan penting dalam proses wayfinding yang dilakukan tunanetra, yang mana meliputi proses pencarian informasi, penemuan landmark, serta pembentukan familiaritas pada ruang.
ABSTRACT
People, in experiencing an architectural space, will involve the senses that are worked on them, those are; visual, tactile, hearing, smell, and taste. However, the dominance of visual sense is still found in many architectural works. Afterwards, it brings out a question of how blind people, with their lack of visual ability, experience architectural space, especially in the process of orientation and mobility.

This thesis discusses about the wayfinding process of blind people. Wayfinding is the way people orient themselves in a space. For the blind, wayfinding would involve non-visual senses of theirs. The discussion is based on study of literature, precedent studies, and case studies that have been done on people with low vision and total blindness. The result showed us that architecture itself has an important role in the process of blind wayfinding, which includes the information retrieval, the discovery of landmark, the process of mapping, as well as the formation of familiarity of the space.
2016
S63423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fayadiva
Abstrak :
ABSTRACT
Wayfinding merupakan suatu kegiatan oleh manusia dalam memilih jalur untuk mencapai tempat tujuannya. Proses wayfinding akan bergantung kepada bagaimana sebuah lingkungan dapat terbaca dengan jelas bagi penggunanya. Skripsi ini membahas mengenai hubungan antara peran citra dan konfigurasi ruang yang terkait dengan fungsi dan strategi yang digunakan dalam wayfinding. Studi kasus dengan beberapa responden di sebuah pusat perbelanjaan dilakukan untuk memahami lebih lanjut mengenai hubungan peran citra dan konfigurasi dalam wayfinding. Dari hasil studi kasus dapat disimpulkan bahwa elemen citra memiliki peran yang berguna sebagai penanda ataupun petunjuk untuk mengidentifikasi lokasi keberadaannya. Konfigurasi berperan untuk memfasilitasi elemen citra tersebut untuk dapat diakses secara visual bagi penggunanya yang dapat dimanfaatkan untuk memerkirakan jarak dan arah.
ABSTRACT
Wayfinding is a process on how people choose a route to reach their destination. The success of wayfinding process depends on how the environment can be readable by its users. This thesis describes about the connection between the role of image and configuration of space related to the function of wayfinding and its strategies. A case study was conducted at a shopping mall to get a better understanding about the role of image and configuration in wayfinding. From the case study it can be concluded that image plays an important role at hinting the users to identify the location. Configuration plays a role to facilitate the elements of image to be visually accessible to its users which can be utilized to estimate the distance and direction.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Keumala Meutia
Abstrak :
Penelitian eksperimental ini menguji efektifitas modul membaca peta terhadap keberhasilan anak usia 5 tahun dalam menemukan lokasi yang tertera di dalam peta. Pada modul membaca peta, dua konsep yang ditekankan adalah konsep birdeye view dengan tujuan anak mampu menerjemahkan bentuk bangunan ataupun patokan (landmark) jika digambarkan pada peta dan konsep mengartikan simbol pada peta. Penelitian ini melibatkan 30 anak usia 5 tahun. Dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan pengajaran modul membaca peta, anak yang mendapatkan pengajaran modul membutuhkan waktu yang lebih cepat dalam mengerjakan tugas, selain itu mereka juga lebih tepat dalam menemukan lokasi yang tertera di peta Saran untuk penelitian lanjutan mengenai membaca peta dan mencari lokasi pada anak mencakup mengefektifkan pengajaran membaca peta dan pengamatan perilaku yang muncul ketika anak membaca peta.
The research examined the effectiveness of map reading skill module in finding a place on the map for 5 year-old children. Two concepts were emphasized during lesson: firstly, concept of "bird eye view" which allowing children to be able to understand the form of the building and to recognize directly the landmark on map and secondly, the concept of understanding the symbols. This research involved thirty children as subjects, divided into two groups, the experimental group (those with the lesson of map reading) and the control group (who received no mapreading lesson). The result of the research showed that the control group has difficulties to find a place on map and took longer time than the experimental group. Further research should take consideration in optimalizing the method of teaching the map-reading lesson and applying more behaviors to be observed as indicators of wayfinding behaviors.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
371.9 AIN e
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mirradewi Rianty
Abstrak :
Teror tersesat muncul pada saat kebutuhan manusia untuk berorientasi tidak terpenuhi. Teror ini bisa saja menimbulkan stress dan kecemasan dalam diri seseorang. Hal ini dapat dihindari jika manusia memiliki kemampuan wayfinding yang baik. Dalam prosesnya dibutuhkan obyek-obyek yang digunakan sebagai acuan pergerakan. Yi-Fu Tuan, seorang ahli geografi manusia berpendapat bahwa untuk dapat mempelajari suatu lingkungan yang baru, manusia butuh mengidentifikasi significant localities. Skripsi ini membahas mengenai pemaknaan significant localities dalam wayfinding, menggali kualitas obyek yang digunakan sebagai referensi orientasi dan mendalami cara manusia memaknainya. Pemaknaan significant localities dicoba dipahami dari studi kasus pada sebuah lingkungan. Hasil yang didapat dari studi kasus menunjukkan bahwa ternyata terdapat aspek penting yang berpengaruh terhadap pemaknaan significant localities yaitu kualitas mengarahkan yang dapat mengurangi kemungkinan tersesat, meningkatkan rasa aman saat berorientasi. ......The terror of being lost arises when we couldn't fulfill our needs to be oriented in our surroundings. At some case, this terror can cause stress and anxiety. This can be avoided if we have good abilities in wayfinding. The process required objects used as a reference for the movement. Yi-Fu Tuan, an expert in human geography, said that we require the identification of significant localities to learn our neighborhood. This thesis discusses the meaning of significant localities in wayfinding, digging up the quality of the object used as a reference in orientation and explore how humans create meanings of it. The meanings are understood deeper through a case studies in an environment. The results obtained show that in fact there are important aspects that influence the meaning of significant localities. That is the directing quality that can reduce the possibility of getting lost, increasing the security to stay oriented.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52273
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Triandriani Mustikawati
Abstrak :
Artikel ini membahas tentang wayfinding sebagai bagian dari pergerakan manusia dalam sebuah bangunan yang kompleks. Fokus bahasan adalah mekanisme wayfinding sebagai operasi yang dilakukan untuk memungkinkan seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat lain ketika mencari suatu tujuan di dalam bangunan. Melalui observasi di area rawat jalan sebuah rumah sakit, pengalaman wayfinding partisipan direkam dan diterjemahkan ke dalam narasi perjalanan. Narasi perjalanan ini kemudian dibaca dengan menggunakan konsep tour and maps dari de Certeau (1984), yang mengelaborasi pengalaman perjalanan ke dalam operasi gerak dan visual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wayfinding di dalam bangunan dilakukan melalui dua jenis operasi yaitu operasi tours, yang menggambarkan bagaimana orang bergerak, dan operasi maps, yang terkait dengan cara orang melihat untuk mengarahkan gerak. Dalam perjalanan wayfinding, tours mengatur bagaimana tubuh bergerak dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan maps mendukung gerak dengan memberikan informasi dari lingkungan sekitar. Membaca wayfinding sebagai path of operations yang terdiri dari tours dan maps membuka kemungkinan untuk mengetahui algoritma pergerakan pengunjung di dalam gedung, sehingga memberikan peluang untuk pengembangan sistem navigasi digital dalam ruangan berdasarkan operasi gerak. ......This paper discussed wayfinding as part of human movement in a complex building. It focused on the wayfinding mechanism as an operation performed that enables someone to move from one place to another to find a destination in a building. Through observations in an outpatient area of a hospital, the participant's wayfinding experience was recorded and translated into a journey narrative. This journey narrative is then read using the tours and maps concept from de Certeau (1984), which elaborates the journey experience into movement and visual operations. The results showed that wayfinding inside the building was carried out through two types of operations namely tours operations, which described how people move, and maps operations, which were related to how people see to direct the movement. In a wayfinding journey, the tours regulated how the body moves from one place to another, whereas maps support the movement by providing information from the surrounding environment. Reading wayfinding as a path of operations consisting of tours and maps opens the possibility to know the algorithm of visitor movement in the building, thus providing an opportunity for the development of a digital indoor navigation system based on movement operations.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billy Yansen
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini berawal dari adanya isu tindakan kriminal yang semakin marak terjadi pada ruang publik, terutama pada fasilitas parkir. Salah satu faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya tindak kriminal adalah ruang tempat kejadian, yang menyediakan tempat untuk dilakukannya tindakan tersebut. Sehingga, pendekatan perancangan ruang (CPTED) dapat menjadi salah satu metode yang objektif untuk mencegah tindak kejahatan dibandingkan dengan metode kriminologi yang memandang tindak kriminal dari perspektif pelaku. Tujuan skripsi ini adalah menganalisis kaitan antara elemen ruang (komposisi ruang, wayfinding, dan pencahayaan) dengan aspek pencegahan tindak kriminal (pengawasan dan akses control). Kesimpulan studi menunjukkan bahwa elemen ruang dapat dirancang dan dimanipulasi untuk mencapai aspek pengawasan dan akses control sebuah ruang sehingga dapat mencegah terjadinya tindak kriminal.
ABSTRAK
This undergraduate thesis begins with the issue that statistically, criminality happens more often in public spaces, especially parking facilities. One of the main factors that contributes to the existence of criminality is the crime scene that afford the act of crime. Therefore, a spatial design approach (CPTED) can be a more objective method to prevent criminality compared to conventional method that focuses merely on the criminals. This thesis aims to analyze the relations between spatial elements (layout, wayfinding, and lighting) and crime preventions aspects (surveillance and access control). The study in this thesis concludes that spatial elements of a space can be designed and manipulated to achieve certain quality of surveillance and access control and thus can prevent the act of crime.
2016
S63653
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iyad Taqiyuddin
Abstrak :
Fenomena disorientasi ruang pada sebuah kota dewasa ini sangatlah rumlah. Kompleksitas dari terbentuk ruang sebuah kota didasari karena adanya aktivitas manusia di suatu ruang yang menyebabkan terbentuknya identitas sebuah kota atau kawasan. Elemen-elemen pembentuk citra dari sebuah kota tersusun dengan rapihnya dikawasan yang sadar akan pertumbuhan kota. pembangunan landmark pada suatu kota atau kawasan menjadikan kawasan tersebut menjadi unik dan mudah dikenal. Banyak orang yang menjadikan landmark menjadi sebuah pusat orientasi kota tersebut. Dengan adanya landmark pada suatu kawasan mempermudah orang orang untuk mencari arah dan tujuan ke suatu place. Dengan itulah disorientasi pada sebuah kota dapat diminimalisir. Kevin Lynch menjelaskan proses wayfinding pada sebuah kawasanpun dapat membantu mengidentifikasi identitas suatu kawasan agar tidak terjadi pengaburan identitas yang mengakibatkan kebingungan arah dan tidak dapat berorientasi. Salah satu penyebab terjadinya disorientasi pada sebuah kota atau kawasan adalah visual problem.Skripsi ini membahas faktor-faktor apa saja yang dapat mengakibatkan disorientasi pada ruang kota. mengambil studi kasus yang berada pada kawasan yang berada di daerah DKI Jakarta dan juga pada ruang publik seperti mall. Melalui kasus tersebut didapatkan faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan disorientasi ruang.
The phenomenon of disorientation of space in a city today is very normally happen. The complexity of urban space is based on human activity in a space that causes the identity of a city or region. Elements forming the image of the city are composed with the neatness of the region that aware of the growth of the city. The construction of landmarks in a city or region makes the area unique and easily recognizable. Many people make landmarks a center of city orientation. Landmarks in a region make it easier for people to seek direction and purpose to a place. Because of that disorientation in a city can be minimized. Kevin Lynch explains the wayfinding process in a region could help identify the identity of a region so there is no blurring identity of the place that leads to confusion direction and couldn rsquo t be oriented. One of the causes of disorientation in a city or region are the visual problem of observer.This thesis discusses what factors can causes of disorientation in urban space. The case studies are located in some region and place of Jakarta and also in public spaces such as malls. Through these cases writer could get some factors causes of disorientation.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Aulia Fatinah
Abstrak :
ABSTRACT
Stasiun bawah tanah merupakan salah satu jenis underground space yang dibangun di bawah tanah untuk mengintegrasikan sistem transportasi umum kereta dan ruang publik di sekitarnya. Pada stasiun bawah tanah, manusia melakukan wayfinding, yaitu kegiatan bernavigasi untuk mengakses ruang dan menentukan orientasinya selama berada di dalam ruang. Salah satu cara yang digunakan manusia untuk mengakses ruang stasiun bawah tanah adalah dengan mengidentifikasi elemen ruang, seperti lantai, dinding, dan langit-langit sebagai bentuk informasi visual dan mempersepsikannya secara visual. Oleh karena itu, pemilihan dan desain aplikasi material harus dipertimbangkan karena setiap material memiliki karakteristik tertentu yang memberikan efek terhadap sistem persepsi visual manusia, dan berfungsi sebagai pengetahuan visual yang dapat digunakan sebagai pedoman saat melakukan wayfinding di dalam ruang stasiun bawah tanah. Sebuah studi kasus telah dilakukan untuk menguji relevansi aplikasi material dan pemecahan isu wayfinding dalam stasiun bawah tanah Dhoby Ghaut, Singapura.
ABSTRACT
The underground station is a type of underground space that is built to integrate the public transport system and public spaces around it. At the underground station, wayfinding issue arises, which involves navigation in order to access the space and determine ones orientation inside the underground station. Passengers access an underground station by identifying spatial elements, such as floors, walls, and ceilings as a form of visual information to be perceived visually. Therefore, the selection and design of material applications should be considered because each material has certain characteristics that has different effect on the human visual perception system. It also serves as visual knowledge that can be used as a guide for passengers when performing wayfinding in underground station. A case study has been conducted to test the relevance of material applications and the solving of wayfinding problems in the Dhoby Ghaut Station, Singapore.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>