Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tathya Inggita Putri
Abstrak :
Urban sprawl adalah sebuah masalah umum yang dihadapi oleh kota kota modern. Kemajuan teknologi dan sumber daya memungkinkan kota modern untuk berkembang secara menyebar dengan perhatian yang minimum terhadap perencanaan kota. Keadaan ini menyebabkan masalah masalah kompleks mengenai lingkungan hidup, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan infrastruktur. Beberapa konsep telah dicetuskan sebagai solusi untuk masalah ini, salah satunya adalah Transit Oriented Development. Transit Oriented Development adalah sebuah konsep berkelanjutan yang berfokus pada perencanaan yang padat dengan pengembangan mix-use, yang terletak dalam area yang berjarak tempuh dengan berjalan kaki dari sebuah fasilitas transit. Pengembangan ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor, dengan mempromosikan lingungan yang ramah terhadap pejalan kaki. Terdapat beberapa prinsip yang sangat penting dalam mencapai konsep ini, seperti walk, cycle, connect, transit, mix, densify, compact, dan shift. Skripsi ini akan membahas tentang pendekatan prinsip prinsip tersebut dalam sebuah studi kasus, yaitu Duren Kalibata. ......Urban sprawl is a common problem that is faced by modern cities. The advancement of technology and resources has allowed cities to be developed in a spread out manner with minimum regard towards urban planning. This occurrence causes complex problems concerning environment, health, social welfare, and infrastructure. Several concepts have been established as a solution to this problem, one of them is Transit Oriented Development. Transit Oriented Development is a sustainable concept that focuses on the planning of compact, mix-use development that lies within a walking distance from a transit facility. This development is expected to decrease the motorized vehicle dependency, by promoting a pedestrian friendly neighborhood. There are several principles that are crucial in achieving this concept, which are walk, cycle, connect, transit, mix, densify, compact, and shift. This thesis will examine the approach of the principles in a case study, which is Duren Kalibata.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah F. Syaukat
Abstrak :
ABSTRAK
Ciri-ciri suatu kota dengan pelayanan skala internasional adalah adanya kawasan penggunaan lahan untuk komersial, seperti perdagangan, industri, jasa, dsb yang umumnya menempati gedung-gedung perkantoran yang terpusat di pusat kota atau yang dikenal sebagai CBD (central business district). Namun Bruce Katz (2002) mengungkapkan hal-hal yang rnenjadi trend wilayah metropolitan saat ini diantaranya adalah sebaran gedung perkantoran yang meluas ke pinggiran kota (office sprawl).

Suatu metropolitan umumnya mengendalikan perkembangan struktur kotanya dengan rencana kota, namun dalam perkembangannya di lapangan para pengembang dan pengusaha memiliki perhitungan bisnis dalam menentukan lokasi gedung perkantoran, perhitungan ini belum tentu sesuai dengan rencana kota yang ditetapkan Sehingga tidak mengherankan jika terjadi perluasan lokasi gedung perkantoran terjadi ke luar wilayah yang sudah ditentukan.

Penelitian ini bertujuan melihat persebaran gedung perkantoran yang terjadi di CBD dan perluasannya di Jakarta, kemudian membuktikan aplikasi teori lokasi dalam pemilihan lokasi gedung perkantoran yang berimplikasi pada sebaran yang terjadi. Berdasarkan proses tersebut, kemudian penelitian akan mengidentifikasi karakter wilayah sebaran dan perluasannya. Dalam proses mencapai tujuan penelitian, penelitian ini juga melakukan analisa kesesuaian fakta persebaran tersebut dengan rencana kota.

Berdasarkan tahapan di atas didapatkan, bahwa persebaran gedung perkantoran yang terjadi di Jakarta awalnya terpusat di pusat kota namun saat ini sudah mulai tersebar di berbagai penjuru kota atau telah terjadi gejala office sprawl. Perluaan persebaran ini terjadi pada wilayah dengan karakter aksesibilitas jaringan jalan yang baik dan memadai, disamping nilai lahan yang rnurah di wilayah luar pusat kota. Berdasarkan pembuktian teori Thunen didapatkan bahwa, pada periode sebelum 1985 penerapan teori lokasi Thunen terjadi dalam pemilihan lokasi gedung perkantoran, namun setelah tahun 1985 mulai memudar. Sesuai dengan pengolahan data dan informasi primer didapatkan bahwa perluasan yang terjadi sebagai implikasi pemudaran teori Thunen dalam penempatan lokasi gedung perkantoran telah menciptakan fenomena substitusi kawasan bisnis CBD ke wilayah lain.
ABSTRAK
The character of a city with international services is the availability of district for business activities such as trading, industry, services, etcetera, which generally present in office buildings at the center of the city as known as CBD (Central Business District). However, according to Bruce Katz (2002) there is a trend recently in a metropolitan city that office buildings is extending to the border ofthe city (office sprawl).

A metropolitan city generally controls the development of its city structure by a plan structure, which is yet on its way in reality the developer and entrepreneur have their own business consideration in making decision of buildings location. The consideration sometimes does not go along with the plan structure. Hence, it is not wondering that the extending of location of office buildings is happened on the consequence that it could ruins the plan structure.

The aim of this research is to find the spatial distribution map of office buildings at CBD and its extending in Jakarta. Also to prove the application of location theory in choosing the location of office buildings that implies the distribution Based on this process, the research will identities the character of distribution area and its extending. In the process to achieve the goal, the research will also analyze the conformity of the fact of distribution and plan structure of the city.

Based on the stages mentioned above, that the spatial distribution of office buildings in Jakarta previously was in the center of city, recently yet has been moving around the city which known as oflice sprawl. The extending which occurred in the district has easier and better accessibility, besides the lower price of the land. Application of Thunen?s theory before 1985 has influenced the process of deciding the location of office buildings. However, after 1985 the theory is not used anymore or fade away. Based on the analyzed data and collected information we can assume that the extending and the application of Thunen?s theory in deciding the location of office buildings has created the substitution phenomena of CBD business area to another district as an alternative location to extend the business activities.
2007
T17962
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Myra Sukmawati
Abstrak :
ABSTRAK
Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat perekonomian terbesar di Indonesia memiliki pengaruh yang telah melebihi wilayah administrasinya. Pengaruh ini ditunjukkan dengan tingginya laju konversi lahan dari non urban menjadi urban pada kawasan sekitarnya fenomena urban sprawl . Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pengaruh Jakarta telah sampai di Kabupaten Karawang dan Purwakarta. Konversi lahan yang tinggi dikhawatirkan akan semakin mengganggu kondisi ekologis kawasan yang sudah terindikasi rusak dengan meningkatnya frekuensi banjir dan longsor di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Terancamnya lumbung padi nasional di Kabupaten Karawang dan Purwakarta juga merupakan masalah penting yang harus segera diatasi. Penelitian ini mencoba mengkaitkan timbal balik lahan dengan urban sprawl. Kontribusi penelitian adalah penelitian ini telah mengikutsertakan Karawang dan Purwakarta sebagai observasi penelitian serta telah memasukkan pengaruh spatial dependence kawasan yang merupakan hal yang umum pada studi-studi terkait lahan. Penelitian ini juga menggunakan data panel sehingga diharapkan dapat menghasilkan estimasi yang lebih baik dalam bentuk spatial panel econometrics.
ABSTRACT
Jakarta as the nation rsquo s capital and the largest economic centre in Indonesia has impact that beyond its administrative boundary. High rates of land conversions from non urban area to urban area are urban sprawl phenomena caused by Jakarta rsquo s influence. The latest research has shown that this influence has reach Karawang and Purwakarta rsquo s Regency. These conditions will worsen the ecological conditions of Jakarta and its surroundings and also threathen the national paddy production center in Karawang and Purwakarta.The purpose of this research is to explore the effect of land net return on urban sprawl. The contribution of this research are as follows 1 including Karawang and Purwakarta as research observations 2 exploring spatial dependence and 3 using panel data to produce a better estimation result.
2015
T49328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Kustiawan
Abstrak :
Kawasan perkotaan di Indonesia tumbuh secara dinamis sejalan dengan dinamika perkembangan demografis, ekonomi dan iisik-spasial. Ditinjau dari aspek spasial, kawasan perkotaan yang terbentuk cenderung bersifat ekspansif dan menunjukkan gejala urban sprawl yang semakin iidak terkendali, mengalih-fungsikan kawasan pertanian subur di pinggiran kota dan meningkatkan kebergantungan pada kendaraan bermotor. Penelitian ini mengeksplorasi keterkaitan antam bentuk perkotaan dan keberlanjutan perkotaan secara lingkungan, sosial, dan` ekonomi, sebagai landasan untuk melakukan intervensi terhadap struktur dau pola ruang kawasan perkotaan; dan merumuskan arahan pengembangan kawasan perkotaan secara spasial untuk mewujudkan stmktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang lebih berkelanjutan sesuai dengan karakteristik spwifik kota, dengan wilayah studi di Kawasan Perkotaan Bandung. Hasil analisis keterkaitan bentuk perkotaan dan karakteristik sosial-ekonomi dengan pola perilaku pezjalanan 'penduduk pada skala kawasan perumahan (neighborhoocy menunjukkan bahwa unsur-unsur bentuk perkotaan mempunyai kaitan yang lebih besar daripada karakteristik sosiai-ekonomi terhadap pola/perllaku perjalanan. Hal ini berarti intervensi terhadap bentuk perkotazm, melalui unsur-unsurnya yang mencakup denstitas, diveisitas penggunaan lahan, desain, dan aksesibiltas, dapat memengaxuhi pola/perilaku pmjalanan, teruimna panjang pexjalanan 'dan konsekuensinya terhadap konsumsi energi, emisi yang dihasilkan dan kualitas udara perkotaan. Dalam konteks inilah kompaksi perkotaan dapat menjadi strategi alternatif untuk mcwujudkan kawasan perkotaan yang Iebih berkelanjutan. ......Urban areas in Indonesia are growing so fast and dynamic. In spatial context, urban structure and land use pattern tends to growth expansively and become uncontrolled urban sprawl which impacting on the conversion of agricultural land in suburban and increasing of car dependency. This research explore relationship between urban form and its sustainability (environmental, social, and economy), as base as to do intervention to structure and pattern urban development; and formulates urban area development spatially toward more sustainable urban structure and pattern according to city specific characteristic, with Bandung Metropolitan Area as case study. Relationship urban form and socio economic characteristic with travel patem/behaviour on neighborhood scale point out that urban form elements have greater than socio economic characteristic to travel behaviour. It means intervention to urban form trough its element (density, diversity, design, and acceshaility) gets influence to travel behaviour, particularly on -travel _distance and its consequency to energy consumption, emission, and urban air quality. In the context, urban compaction cans be alternative strategy toward more sustainable urban development.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
D-1888
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chelsea Aulia Yasazahara
Abstrak :
ABSTRACT
Kampung kota identik dengan penataan wajah atau image pemukimannya yang terkesan berantakan dan kumuh, namun berada diwilayah perkotaan dan menghiasi wajah pinggiran kota. Kampung kota menjadi kawasan pemukiman bagi sebagian besar penduduk yang secara ekonomi berpenghasilan menengah kebawah yang bekerja di perkantoran yang berada di wilayah pusat bisnis kota. Pesatnya arus urbanisasi yang tidak diimbangi dengan kemampuan yang memadai, menambah padat rupa kampung kota. Urbanisasi yang terjadi secara menyebar tanpa pola telah menjadikan persebaran acak mewarnai wajah kampung kota. Hal ini menyebabkan terjadinya akulturasi pada kawasan tersebut. Namun dampak yang jelas terlihat yaitu terjadinya keacakan kondisi spasial pada kawasan tersebut. Tanpa disadari keacakan yang terjadi ternyata tidak sepenuhnya tidak beraturan, namun terdapat pola di dalamnya yang mendefinisikan ruang kampungkota.
ABSTRACT
The urban village is identical to the arrangement of the face or the image of the settlement that seems messy and slums, but is located in the urban area and adorns the face of the suburbs. The urban village is a residential area for most of the economically middle-income people who work in offices located in the city's central business district. The rapid flow of urbanization that is not matched by adequate capabilities, adds to the dense urban village. Urbanization that occurs in a spread without patterns has made the random distribution color the face of the city village. This causes acculturation in the area. But the obvious impact is the occurrence of randomness of spatial conditions in the region. Unconsciously the randomness that occurs turns out not to be completely irregular, but there is a pattern in it that defines urban space.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Calthorpe, Peter
Washington, DC: Island Press, 2001
307.121 6 CAL r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Harry Budiutomo Harmadi
Abstrak :
The economy of Jakarta which vastly grows has changed its area into a complex and highly dense urbanized area, indicated almost all covered by office blocks, manufacturing activities, and residential area while left relatively small for non-urban activity area. Furthermore, in the last decade, the economy of Jakarta has not only influenced in its administrative area, but also has moved across its surrounding area, such as Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi. As a consequence, it has changed the allocation of land using in those areas, from the exertion of rice field using to office, manufacturing and residential activities in such a way that going to show a city face. This process is often called urban sprawl. According to the urban economics theory, there are 3 sectors that can change a region as a new urbanized area which are office, manufacturing, and residential activities. This research try to find how those sectors of the economy of Iakarta influence the land allocation process of its surrounding area. Furthermore, this research will show the sprawling direction from those sectors. For instance, it is found that the office sector sprawls to nowhere.
2008
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Nu’man Fadhil
Abstrak :
Cities in developing countries are facing intertwined urban mobility challenges: urban sprawl and traffic jam.Having not enough reliable and standardized public transport supply means the residents are forced to opt for traveling by private vehicles such as cars or motorcycles. There is a swell of tailpipe emission and economic losses due to traffic jam. Overcoming urban sprawl and at the same time building massive public transport is not an easy feat to accomplish, as both require immense investments and years of construction. Therefore, citiesmust have innovative plans to increase public-transport coverage and articulate density through paratransit formalization & digitalization, demand management, and land consolidation.
Jakarta: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, 2021
658 JIPM 4:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Paridah
Abstrak :
Permasalahan lingkungan kota yang dikenal dengan istilah kekumuhan dan pencaran kota dapat dilihat dari kondisi desakan dan konsentrasi penduduk dan angkatan kerja serta dari perubahan penggunaan tanah. Sebagai kota tersier, perkembangan kota Tasikmalaya belum sepesat perkembangan kota sekunder seperti Bandung. Akan tetapi, dalam konteks priangan Timur, Tasikmalaya menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yang berarti harus siap mengantisipasi desakan penduduk (baik pertumbuhan alamiah maupun urbanisasi dari wilayah sekitamya). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala kekumuhan dan pencaran kota Tasikmalaya dilihat dari desakan dan konsentrasi penduduk dan tenaga kerja serta perubahan penggunaan tanah di kota Tasikmalaya. Penelitian ini mengkaji kependudukan, ketenagakerjaan, dan penggunaan tanah tahun 1994 dan 2004. Unit analisis meliputi seluruh kecamatan di Kota Tasikmalaya tahun 1994. Aspek kependudukan yang dianalisis: persebaran, laju pertumbuhan dan kepadatan. Aspek ketenagakerjaan yang dianalisis: daya saing angkatan kerja pada tiga sektor (sektor primer, sekunder dan tersier). Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui daya saing angkatan kerja adalah Location Quotient (LQ). Perubahan penggunaan tanah diperoleh dari penampalan peta, korelasi antara penduduk, angkatan kerja dan perubahan penggunaan tanah dihitung dengan metode korelasi produk momen Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desakan penduduk dan angkatan kerja di kota Tasikmalaya terjadi di daerah perkotaan dan hinterland, baik pada tahun 1994 maupun 2004. Adapun konsentrasi penduduk dan angkatan kerja pada sektor sekunder dan tersier berada di bagian tengah dan utara Kota, tepatnya yaitu di Kecamatan Cihideung, Tawang dan Cipedes (daerah perkotaan). Sedangkan konsentrasi angkatan kerja pada sektor primer, berada di bagian selatan dan barat kota Tasikmalaya, tepatnya yaitu di Kecamatan Indihiang, Cibeureum dan Kawalu. Dalam hubungannya dengan lingkungan kota, Gejala kekumuhan di Kecamatan Cihideung lebih awal terjadi dibandingkan Kecamatan lainnya karena kepadatan penduduk serta konsentrasi angkatan kerja pada sektor sekunder dan tersier lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Perubahan penggunaan tanah yang paling dominan ialah sawah irigasi menjadi kampung (di perkotaan), dan menjadi kebun campuran (di hinterland). Dilihat dari perubahan penggunaan tanah, gejala kekumuhan pun lebih awal terjadi di Kecamatan Cihideung karena: (1) Dominasi perubahan penggunaan tanah dari belum terbangun menjadi terbangun paling tinggi (>75%), (2) Persentase penggunaan tanah jasa paling besar, dan (3) sistem pusat kotanya paling luas baik pada tahun 1994 maupun 2004. Perubahan penggunaan tanah juga menunjukkan adanya gejala pencaran kota yang terjadi di kecamatan Indihiang, dilihat dari ciri-ciri: (1) Penggunaan tanah yang terpisah jauh satu sama lain sehingga perjalanan menempuhnya tergantung pada kendaraan, (2) Dominasi penggunaan tanahnya belum terbangun, (3) Pembangunan di daerah ini cenderung mengalami kepesatan, (4) kondisi bangunan masih homogen (belum beraneka ragam). Hasil korelasi menunjukkan bahwa gejala kekumuhan lebih awal terjadi di daerah perkotaan, hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan sawah irigasi menjadi industri. Selain itu adanya hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah angkatan kerja pada sektor tersier dengan perubahan kampung menjadi jasa. Hasil korelasi juga menunjukkan bahwa gejala pencaran kota terjadi di hinterland ditunjukkan dengan hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan kebun campuran menjadi kampung, hutan menjadi kampung, dan kampung menjadi jasa; hubungan kuat searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan sawah irigasi menjadi jalan, industri dan jasa; hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah angkatan kerja pada sektor tersier dengan perubahan kampung menjadi jasa. Guna mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan hal-hal berikut: (1) Dilaksanakannya pembangunan secara merata di semua kecamatan, laju pertumbuhan penduduk dikendalikan terutama di pusat kota. Lapangan kerja dibuka pada semua sektor; (2) Saat ini, pemerintah hendaknya mengimplementasikan RTRW secara konsisten, melalui penyediaan sarana dan prasarana lingkungan untuk peruntukan tanah perumahan maupun tanah usaha. Selain itu, kebijakan pemerintah daerah terhadap wilayah yang memiliki kecenderungan kumuh harus fokus bagi revitalisasi lingkungan kota. Untuk masa datang, pembangunan konvensional ditinggalkan dan lebih fokus mewujudkan lingkungan kota yang lestari, optimal dan seimbang.; (3) Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan yang mengkaji perkembangan gejala kekumuhan dan pencaran kota di kota Tasikmalaya khususnya untuk periode 10 tahun yang akan datang.
The Urban blight and sprawl is an environmental problem which is influence by population pressure. As a tertiary city, development of Tasikmalaya is slower than secondary city such as Bandung, but faster than its circumstances such as Garut, Ciamis and Banjar City. Therefore Tasikmalaya become the of the Centres Of Regional Activity (CRA) in Priangan Timur. As the CRA, Tasikmalayan Government must be able to anticipate many possible things happen, for example population explodes (from naturally growth or urbanization). This research studies on the indication of urban blight and sprawl from the dynamic of population pressure, labor force and Land use change in Tasikmalaya City. Population study is focused on population distribution, growth rate and population density. Labor force study is focused on labor force distribution and competitiveness in primary, secondary, and tertiary sectors in each sub-districts. A Location Quotient (LQ) is used to describe the labor force competitiveness. Overlay technique is employed to study land use change between 1994 and 2004. All factors are correlated using Pearson Product Moment test. This research shows that population and labor force pressure occur in all parts of the City (Urban and hinterland). The distribution of population and labor force in tertiary and secondary sectors is concentrated in the centre and North parts of the city. While labor force in primary sector is concentrated in the South and West of the City. Relating to environmental problem, the indication of urban blight occurs inner Cihideung sub-district first, because Its population and labor force density becoming high than that of other sub-districts. Within ten years time (1994 - 2004), there had been a significant change of land use, from green area to build area. The most changed land use is irrigated rice fields. In the urban region, irrigated rice fields have been changed into settlement area; while in hinterland area irrigated rice fields have been changed into mixed-garden. Land use changes also indicate the urban blight and sprawl which occurs in Cihideung sub-district first, because of: (1) Land use change from green area to build area > 75%, (2) Highest percentage in service land use, (3) It has widest city centre. Land use change also indicate the urban sprawl which occurs in Indihiang sub-district first, because of: (1) Single-use zoning, (2) Low-density land use, (3) Car dependent communities, (4) Development in these areas tends to be on a larger scale than that of older established areas, and (5) Homogeneity in design. The statistical test shows that the indication of urban blight also occur in urban area first, because there is a significant positive correlation among the growth of population and the change of rice fields into industry area. Besides that, there is a significant positive correlation among the growth of labor force in tertiary sectors and the change of settlement become service area. The result also shows that the indication of urban sprawl also occur in hinterland, because there is a significant positive correlation among the growth of population and the change of mix-garden and green areas into settlement area, and settlement into service area; there is a strong positive correlation among the growth of population and the change of irrigation rice field area into street, industry and also service area; there is also a significant positive correlation among the growth of labor force in tertiary sector and the change of settlement into service area. To anticipate these problems, some sound plan should be put into actions as follows :(1) Development should be applied in all sub-districts to avoid the exploitation of land and water resources, population growth should be controlled especially in the city centre. Work fields should be opened to get a healthy economic growth; (2) This time, Local Government should implement its master plan consistently and provide all the facilities needed, besides that, government policy for slum area should focused on revitalization of city environment. For the future, development focused to create a harmony, balance and sustainable city environment; (3) A more specific research on the influence of labor force on land change should be done.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita
Abstrak :
Studi tentang obesitas dari berbagai sudut pandang telah banyak dibahas dalam literatur ilmu kesehatan. Akan tetapi, studi yang membahas obesitas dari sisi karakter kota masih sangat terbatas, terutama untuk negara berkembang. Untuk melengkapi gap literatur, studi ini memberikan pembuktian empiris hubungan kausal antara obesitas dan karakter kota berupa urban sprawl. Skor indeks risiko gempa dan elevasi digunakan sebagai instrument variable (IV) untuk mengatasi masalah endogenitas dalam mengestimasi parameter. Hasil estimasi dengan metode 2SLS menunjukkan bahwa peningkatan satu persen indeks sprawl akan menurunkan 3,6% poin indeks massa tubuh dan 0,4% poin likelihood peningkatan status obesitas. Konsisten dengan hasil estimasi tersebut, studi ini menemukan bahwa semakin sprawl suatu area, maka peluang individu melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki dan bersepeda semakin meningkat, intensitas individu mengkonsumsi makanan sehat meningkat, dan intensitas konsumsi makanan yang tidak sehat semakin menurun. Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mengendalikan tingkat obesitas masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan perubahan pada struktur kota (lingkungan) dengan meningkatkan fasilitas yang dapat mendukung aktivitas fisik masyarakat, seperti jogging track, jalur khusus sepeda, atau taman untuk berolahraga terutama di aera yang padat residensial. ......The study of obesity from various perspectives has been widely discussed in the health science literature. However, studies that discuss obesity in terms of urban character are still very limited, especially for developing countries. To complete the literature gap, this study provides empirical evidence of a causal relationship between obesity and urban form in terms of urban sprawl. The earthquake risk and elevation scores are used as instrument variables (IV) to solve the endogeneity problem in estimating parameters. The estimation results using the 2SLS method find that a one percent increase in the sprawl index will decrease 3.6% body mass index points and 0.4% likelihood of increasing obesity status. Consistent with the results, this study found that the more sprawl an area, the chances of individuals doing physical activities such as walking and cycling increased, the intensity of individuals consuming healthy food increased, and the intensity of consumption of unhealthy foods decreased. Based on these findings, it can be concluded that to combat the obesity rate can be done by making changes to the structure of the city (environment) by increasing facilities that can support the physical activities of the community, such as jogging tracks, bicycle lanes, or parks to exercise, especially in areas that residential solid.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>