Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rineta Apgarani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Semakin tingginya angka kejadian Tuberkulosis Multi Drug Regimen TB MDR pada pasien TB dengan riwayat OAT kategori II dan hasil pengobatan yang tidak memuaskan menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dan faktor yang mempengaruhi efektivitas regimen ini. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas OAT kategori II dan faktor-faktor yang mempengaruhinya karakteristik demografi, komorbiditas, pola resistensi, bacterial load, konversi dan TB ekstra paru pada pasien TB paru dengan riwayat pengobatan sebelumnya di RSUP Persahabatan. Metode: Penelitian dengan metode consecutive sampling dilakukan pada pasien yang diberikan pengobatan kategori II di Poli Paru RS Persahabatan tahun 2014.Hasil: Sebanyak 68 subjek yang mendapat pengobatan OAT kategori II diikutsertakan dalam penelitian ini. Karakteristik terbanyak yaitu subjek berusia 21-40 tahun 50,7 , laki-laki 64,8 , kasus kambuh 67,6 , komorbid DM 15,5 , pleuritis 8,5 , resistensi RHES 5,6 , kemasan KDT 94,4 , konversi 69,6 , dan bacterial load negatif 35,2 . Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya didapatkan frekuensi pengobatan kategori II 1 kali sebanyak 73,2 dengan lama pengobatan 8-12 bulan sebesar64,8 . Hasil pengobatan kategori II sembuh sebanyak 54,4 . Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan keberhasilan pengobatan yaitu lama pengobatan p=0,000 .Kesimpulan: Efektivitas rejimen pengobatan kategori II pada penelitian ini cukup baik. Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan keberhasilan pengobatan adalah lama pengobatan dan TB ekstraparu.
ABSTRACT
Background The high incidence of MDR TB patients with history of category II anti tuberculosis treatment and the unsatisfactory results of the outcome raise questions on the effectiveness and the influencing factors of this regimen.Objective This study aimed to asses the effectivity of category II anti tuberculosis and the influencing factors demographic characteristics, comorbidities, resistance patterns, bacterial load, sputum conversion and extra pulmonary TB in pulmonary TB patients with a history of previous treatment at RSUP Persahabatan.Methods Study was conducted with consecutive sampling in patients given treatment of category II in RSUP Persahabatan Lung Clinics in 2014.Results The study sample was 68 subjects who received category II anti tuberculosis. The most characteristic found was the age of 21 40 year 50.7 , male 64.8 , relapse cases 67.6 , DM comorbid 15.5 , TB pleurisy 8.5 , RHES resistance 5.6 , FDC drug packaging 94.4 , sputum conversion 69.6 and negative bacterial load 35.2 . History of the category II anti tuberculosis treatment 1 times was 73.2 with a duration of 8 12 months 64.8 . Most of the treatment outcomes were cured 54.4 . Factors which had significant correlation were the length of treatment p 0.00 .Conclusion Effectiveness of category II treatment regimens is quite satisfactory. Factors which have a significant correlation are the duration of treatment.
2016
T55578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiyah Amirah
Abstrak :
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Menurut World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2022 diestimasikan 39,0 juta orang di dunia hidup dengan HIV dan kematian sebanyak 630.000 orang pada tahun 2022. Tujuan utama terapi ARV adalah penekanan secara maksimum dan berkelanjutan terhadap jumlah virus dalam tubuh agar tidak berlanjut ke stadium AIDS. Pada laporan tugas khusus ini dibahas mengenai karakteristik pasien HIV/AIDS berdasarkan usia, jenis kelamin, dan penggunaan obat ARV dan non ARV serta mengevaluasi ketepatan regimen dan dosis terapi ARV periode bulan Januari - Februari 2023 di RSUP Fatmawati. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dari resep masing-masing pasien (individual prescription) yang menerima terapi ARV dan non ARV. Hasil menunjukkan bahwa karakteristik pasien HIV/AIDS periode bulan Januari - Februari 2023 paling banyak terjadi pada kelompok usia 35 - 44 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Penggunaan obat ARV dan non ARV paling banyak periode bulan Januari - Februari 2023 adalah KDT (TDF + 3TC + EFV) pada bulan Januari 2023, KDT (TDF + 3TC + DTG) pada bulan Februari 2023, dan kotrimoksazol. Hasil dari evaluasi dengan total jumlah pasien yaitu 1735 pasien, sebanyak 1719 pasien tepat regimen dan sebanyak 1696 pasien tepat dosis. Perlu dilakukannya evaluasi terhadap regimen dan dosis terapi ARV yang berkelanjutan untuk setiap periode mengingat pengobatan terapi ARV diberikan rutin kepada pasien. ...... Human Immunodeficiency Virus (HIV) is an infection that attacks body's immune system, destroying or impairing its function. According to the World Health Organization (WHO), by the end of 2022 it is estimated that 39.0 million people in the world will be living with HIV and 630,000 people died in 2022. The main goal of ARV therapy is maximum and sustainable suppression the number of viruses in the body so it does not persist to AIDS stage. This special assignment report discusses the characteristics of HIV/AIDS patients based on age, gender, and use of ARV and non-ARV drugs as well as evaluation the accuracy of therapeutic regimen and dosage ARV January - February 2023 period in Fatmawati Central General Hospital. Data was collected retrospectively from each patient's prescription (individual prescription) who received ARV and non-ARV therapy. The results show that the characteristics of HIV/AIDS patients January - February 2023 period are most common in the age group 35 - 44 years with male gender. The most common use of ARV and non-ARV drugs in January - February 2023 period was KDT (TDF + 3TC + EFV) in January 2023, KDT (TDF + 3TC + DTG) in February 2023, and co-trimoxazole. The results of evaluation with a total number of patients were 1735 patients, 1719 patients had the right regimen and 1696 patients had the right dosage. It is necessary to evaluate the regimen and dosage of ongoing ARV therapy for each period considering that ARV therapy treatment is given routinely to patients.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amie Firshanti
Abstrak :
ABSTRAK
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis dimana tubuh tidak mampu memproduksi atau memanfaatkan hormon insulin secara optimal (Taylor, 1999), sehingga beipotensi mengakibatkan berbagai komplikasi. Ada tipe diabetes tertentu, yaitu diabetes tipe I, yang menyerang anak-anak dan remaja. Regimen penanganan diabetes tipe I intinya meliputi 3 aspek, yaitu suntikan insulin, diet (pengaturan makanan), dan olah raga. Regimen penanganan diabetes sangat rentan terhadap perilaku ketidakpatuhan, dimana pasien tidak menjalankan regimen dengan tepat atau tidak sama sekali (DiMatteo & Martin, 2002). Tingkat ketidakpatuhan tertinggi terjadi pada kelompok usia remaja karena regimen diabetes dapat bertentangan dengan tugas perkembangan remaja. Menurut Charron-Prochownik dan Becker (1998), ada 2 faktor utama yang berpengaruh positif terhadap kepatuhan remaja pengidap diabetes, yaitu faktor psikososial dan faktor kognitif. Faktor psikososial meliputi keterlibatan orang tua dalam regimen, fungsi keluarga, dan dukungan sosial. Sedangkan faktor kognitif meliputi kematangan kognitif, pengetahuan, sikap dan kepercayaan (belief) tentang kesehatan, dan self-efficacy. Karena keterbatasan waktu dan rumitnya meneliti keadaan psikososial di sekitar pengidap, maka penelitian ini akan lebih memfokuskan pada faktor-faktor kognitif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam kepatuhan remaja pengidap diabetes tipe I. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara dan observasi terhadap 3 orang remaja berusia 10-19 tahun yang mengidap diabetes tipe I. Hasil penelitian ini adalah bahwa dukungan sosial, sikap dan kepercayaan tentang kesehatan, serta self-efficacy merupakan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kepatuhan remaja pengidap diabetes. Penelitian ini menunjukkan pentingnya peran keluarga dan teman-teman pengidap, perlunya pengidap mengembangkan sikap dan kepercayaan yang positif terhadap regimen dan perlunya meningkatkan self-efficacy dalam mematuhi regimen.
2004
S3376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Solihati
Abstrak :
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita bertujuan untuk memahami peranan, tugas dan tanggung jawab apoteke di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan dan etika pelayanan farmasi khususnya dan pelayanan kesehatan umumnya; memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan praktek kefarmasian di Rumah Sakit; serta memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian di rumah sakit. Sedangkan tugas khusus yang berjudul ?Evaluasi Regimen dan Ketepatan Dosis Obat Kemoterapi Pasien Lekeumia Limfoblastik Akut Pada Bulan Maret 2016 di RSAB Harapan Kita? bertujuan untuk mengidentifikasi ketepatan regimen terapi dan dosis obat kemoterapi pada pasien lekeumia limfoblastik akut di RSAB Harapan Kita pada bulan Maret 2016.
Apothecary Professional Internship at Harapan Kita Children and Mother Hospital aims to understand the role, duties and responsibilities of pharmacists in hospitals especially accordance with the provisions and pharmacy services ethics and healthcare generally, and to application pharmacy services in appropriate with the rules and ethics; to have knowledge, skills and experience to carry out the practice of pharmacy in hospitals; and can describe problems of pharmacy practice and to learn the strategies and activities that can be done in order to pharmacy practical development in hospitals. Meanwhile sub duties entitled "Evaluation and Accuracy of Dose Regimen of Chemotherapy Drugs in Patients with Acute Lymphoblastic Leukemia in March 2016". Sub duties aims to indentify the accuracy of the treatment regimen and dose of chemotherapy drugs in patients with acute lymphoblastic leukemia at RSAB Harapan Kita in March 2016.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harijono Achmad
Abstrak :
Background: The aim of the treatment for Helicobacter pylori (H. pylor) infection in any therapeutic context is the eradication of the organism from the fore gut. Triple or quadruple therapy has been widely accepted by many concensus as an eradication treatment in patients with ulcer or HC pylori positive dyspep- sia, but in our experience, especially in Malang successful eradication with a combination of amoxycillin, clarithromycin, metronidazole and PPI was only found in l5-20% of patients, showing an inadequacy in the use of a combination of triple or quadruple drugs. This failure may be due to multi resistant H. pylori. Thus, we must look for another agent for successful eradication. Ascorbic acid is known to play a role in inhibiting H. pylori activities. Objective: To evaluate the eject of the fleroxacine and ascorbic acid combination on H. pylori dyspeptic patients. Design: Single blind randomized clinical trial. Setting: Out-patients from The Gastro-Hepatologic Clinic, Internal Department Medical Faculty Unibraw/Dr: Sahhil Anwar Hospital, Malang, East Java, Indonesia. Patient: 30 patients were enrolled with a history of more than 3 months of ayspeptic symptoms with prior treatment using amoxycillin 500 t. id, metronidazole 500 :ng t. i.d, and landsoprazole 30 mg and persistent H. pylori after therapy. Method: We administered a combination ofjleroxacine 400 mg, ascorbic acid 1000 mg and lansoprazole to patients who had formerly taken amoxicillin, rnetronidazole and lansoprazole. These drugs were given for I4 days. Evaluation was performed 8 weeks after therapy The pre-elementary study showed that H. pylori strains in Malang, East Java, Indonesia were multi-resistant to many antibiotics. Result: After 2 weeks of treatment and 8 weeks after termination' of therapy 96, 6% of patients treated with fleroxacine, ascorbic acid and PPI demonstrated an absence of ayspeptic symptoms. The culture turned out negative and the treatment was found effective in eradicating H pylori in 28 patients (93,3%). Conclusion: Fleroxacine in combination with hexoxaene, ascorbic acid and lansoprazole was efficacious in the treatment of H. pylori dyspeptic patients in Malang East Java, Indonesia.
Jakarta: The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy, 2001
IJGH-2-1-Apr 2001-51
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Suwardiman
Abstrak :
Dukungan keluarga merupakan hal yang penting untuk mengatasi beban keluarga. Tujuan penelitian mengidentifikasi 'hubungan dukungan keluarga dengan beban keluarga untuk mengikuti regimen terapeutik pada keluarga klien halusinasi'. Desain penelitian kuantitatif berupa descriptive correlational dengan pendekatan cross sectional serta sampel yang berjumlah 79 orang. Instrumen dukungan keluarga dan beban keluarga yang sudah dimodifikasi dari Friedman dan WHO serta telah diuji validitas dan reliabilitas. Hasil penelitian menemukan bahwa semakin bertambah dukungan keluarga semakin berkurang beban keluarga untuk mengikuti regimen terapeutik (pvalue < 0,05), berarti dengan dukungan keluarga yang tepat menjadikan beban ditanggung bersama dalam keluarga. Penelitian ini memberikan implikasi untuk pengelolaan keluarga dengan mengintensifkan pelaksanaan pendidikan kesehatan dan terapi psikoedukasi keluarga. ......Family support is essential to overcome family burden. This research aims to identify 'the relationship between family support and family burden to follow therapeutic regimens on hallucinations client's family'. Quantitative research design using descriptive correlational with cross-sectional approach while the amount of sample are 79 respondents. Instruments of family support and family burden has been modified from Friedman and WHO, and has been tested the validity and reliability. The results found that the increasing of family support would decreasing the family burden to follow therapeutic regimens (pvalue < 0,05), it means with a proper family support makes the burden is shared in the family. This study provides implications for the management of the family by intensifying the implementation of health education and family psychoeducation therapy.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indah Iswanti
Abstrak :
Penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif merupakan masalah keperawatan dengan karakteristik ketidakpatuhan klien melakukan regimen pengobatan dalam rutinitas sehari-hari. Ketidakpatuhan dalam pengobatan meningkatkan risiko masalah kesehatan, memperpanjang dan memperburuk kesakitan yang diderita. Terapi perilaku modeling partisipan merupakan suatu strategi meningkatkan kepatuhan dengan memodifikasi perilaku melalui role model perilaku kepatuhan dari seorang modeling. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh terapi perilaku modeling partisipan terhadap kepatuhan minum obat pada klien penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif. Jenis penelitian kuasi eksperimen pre-post test dengan kelompok kontrol, menggunakan 64 sampel (intervensi dan kontrol) dengan instrumen kuesioner kepatuhan. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan signifikan kepatuhan minum obat sebelum dan setelah diberikan terapi perilaku modeling partisipan pada kelompok intervensi. Guna mencapai hasil yang optimal maka terapi perilaku modeling partisipan dapat dilanjutkan dengan terapi kelompok suportif. ......Inefective therapeutic regiment management is a nursing problem with the characteristic of disobedience in doing treatment regimen in daily activity. Disobedience in therapy raising risk of health problem, prolong and aggravate disease. The Theory of modeling bahaviour participant is a strategy to increase obedience by modifiying behaviour through a role model person. The aim of this study was to identify the influence of modeling behavior therapy participants on medication compliance. This study was a quasi experimental research of pre-post test with control group, using 64 samples (intervention dan control) with adherence questionnaire. The result showed there was a significantly difference of the obedience in taking madicine between before and after therapy in intervention group. To reach an optimum result a modeling behavior therapy participants can be pursued to a supportive group therapy.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T30349
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Setiawati
Abstrak :
ABSTRAK
Stroke adalah salah satu penyakit yang mempunyai resiko kematian yang tinggi. Tiemey, dkk (2000) mengatakan bahwa di Amerika stroke merupakan penyakit urutan ketiga penyebab kematian dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini dimana sekitar 70 - 80% penderitanya merupakan penderita hipertensi. (Soen, 1994). Menurut Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran UI, penyakit Stroke di Indonesia cenderung meningkat. Data Rumah Sakit dari Departemen Kesehatan Republilk Indonesia di tahun 1996 menunjukan stroke menempati urutan ketiga dari penyakit yang dirawat di rumah sakit dan masih merupakan salah satu penyakit tersering yang mengakibatkan kematian pada penderitanya. Stroke terjadi karena adanya kerusakan pada beberapa area di otak akibat supply darah ke otak tersebut terganggu sehingga area tersebut tidak mendapat oksigen (Sarafino, 1998) Dampak dari stroke umumnya bersifat jangka panjang dan tingkat keparahannya beragam, yang paling parah kematian. Tindak pencegahan terhadap penyakit stroke perlu untuk dilakukan. Anjuran medis atau medical regimen dari dokter perlu dijalankan oleh pasien dengan disiplin. Karena stroke sangat terkait dengan gaya hidup seseorang, medical regimen yang sering diberikan kepada pasien stroke umumnya juga menyangkut gaya hidup misalnya merubah pola makan, berhenti merokok atau melakukan olahraga. Dalam menaati anjuran-anjuran tersebut, respon tiap pasien stroke berbeda-beda, ada beberapa yang mematuhi, ada juga yang tidak. Studi menunjukan bahwa pasien sulit menaati nasehat dokter untuk mengubah gaya hidup dibandingkan dengan menaati nasehat dokter untuk minum obat (Haynes dalam Sarafino, 1998). Perbedaan respon terhadap perilaku patuh ini dicoba dijelaskan dengan berbagai teori, salah satunya yaitu health belief model yaitu teori yang dikembangkan oleh Rosenstock pada tahun 1966. Ada dua komponen di dalam teori tersebut yaitu yang pertama adalah derajat dimana pasien mempersepsikan ada atau tidaknya general health value, perceived susceptibility dan perceived severity. Faktor yang kedua yaitu persepsi bahwa suatu health practice tertentu akan efektif mengurangi ancaman tersebut. Faktor yang kedua ini dibagi lagi menjadi dua. Yang pertama yaitu apakah seseorang yakin atau tidak bahwa health practice akan efektif melawan penyakitnya dan faktor yang kedua adalah benefit dan barriers yang didapatkan dari melakukan tindakan kesehatan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran kepatuhan pasien stroke terhadap medical regimen berdasarkan teori health belief model. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan wawancara sebagai metode pengambilan data. Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah bahwa kedua subyek yaitu M dan H yang mengalami stroke dengan dampak yang cukup lama mengatakan bahwa peristiwa stroke tersebut telah mengubah pandangan mereka terhadap makna kesehatan. Arti kesehatan semakin terlihat penting dalam hidup mereka. Berbeda dengan subyek S yang mengalami stroke dengan dampak jangka pendek yaitu kurang dari 24 jam. Bagi S kesehatan tetap merupakan sesuatu yang tidak penting. Selain tingkat keparahan, faktor benefit dan barriers juga menjadi faktor yang penting untuk menentukan apakah seseorang akan memutuskan untuk mengambil suatu tindakan untuk mencegah atau melawan suatu penyakit atau tidak. Ketiga subyek menyetujui bahwa jika suatu medical regimen dijalankan dengan benar, maka akan efektif dalam mencegah atau melawan suatu penyakit. Hanya subyek S yang memutuskan untuk tidak menjalankan medical regimen yang dianjurkan dokter karena ia merasa kenyamanan hidupnya akan terganggu jika ia mematuhinya.
2003
S3264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Nur Fadila
Abstrak :
Pendahuluan. Beban TB di Indonesia masih masuk lima tertinggi di dunia. Temuan kasus dan pengobatan adalah pilar utama program penanggulangan TB. Survei nasional menunjukkan peningkatan penggunaan obat non-program TB dari 16,8% (2010) menjadi 55,6% (2013). Peningkatan penggunaan obat non-program TB diduga berpengaruh terhadap ketidakpatuhan berobat. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ketidakpatuhan berobat pada orang dengan TB yang menerima obat non-program TB dan obat program TB. Metode. Penelitian menggunakan data sekunder Riskesdas 2010. Analisis logistik multivariabel dilakukan pada sampel 971 orang dengan TB yang selesai mendapatkan pengobatan. Hasil. Ada kecenderungan orang dengan TB yang menerima obat non-program TB ketidakpatuhan berobat lebih tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan odds untuk tidak menyelesaikan pengobatan lebih tinggi pada orang yang menerima obat non-program TB dibandingkan orang yang menerima obat program TB, yaitu rasio odds terkontrol 2,4 (95% CI RO: 1,7-3,5). Simpulan. Dalam upaya menjamin kepatuhan berobat TB perlu didukung dengan mutu program pengobatan, diantaranya adalah ketersediaan obat program TB, penyetaraan standar pengobatan antara fasyankes swasta dan publik, dan sistem pemantauan minum obat. ...... Background. TB in Indonesia is one of five highest burden countries. Case finding and treatment are the main pillars of TB control program. National survey reports the increase in the use of non-TB program’s drugs from 16,8% (2010) to 55,6% (2013). Increased use of non-TB program’s drugs associate with non-compliance TB treatment. Objective. The study purposed to compare the non-compliance of TB treatment among people who received TB program’s drugs and people who received non-TB program’s drugs. Methods. The study used secondary data of National Health Survey 2010. Analysis used multivariable logistic through 971 people who completed TB treatment. Result. The findings were people who received non-TB program’s drugs had higher non-compliance TB treatment than people who received TB program’s drugs. The result also showed that the odds of people not to complete the treatment was higher in people who received non-TB program’s drugs than who received TB program’s drugs, adjusted OR was 2,4 (95% CI OR: 1,7-3,5). Conclusion. To assure the compliance to TB treatment is strengthening TB treatment program; such as the availability of TB program’s drugs, the equality of standard TB treatment among public and private health services, and the system of observed treatment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Adysti Marsha Octarina
Abstrak :
Perawatan pasien dengan gangguan jiwa melibatkan pemberian regimen psikofarmaka, terapi, dan perawatan di rumah sakit. Meskipun demikian, tingkat readmisi pasien psikiatri tinggi, dengan risiko yang bervariasi, termasuk perubahan regimen psikofarmaka. Studi ini mengeksplorasi hubungan antara perubahan regimen psikofarmaka dan tingkat readmisi pasien psikiatri di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Dengan hasil proporsi readmisi sebesar 23,5%, pasien yang kembali didominasi oleh kelompok usia 18-29 tahun (78,8%), perempuan (66,7%), dan yang berdomisili di Jakarta (66,7%). Skizofrenia dan gangguan afektif adalah diagnosis multiaksial yang umum. Perubahan regimen psikofarmaka, termasuk dosis (61,1%), merk (55,5%), dan jenis obat (30,5%), menunjukkan olanzapin sebagai obat yang paling umum diberikan (13,3%). Analisis statistik menunjukkan hubungan signifikan antara perubahan regimen psikofarmaka dan readmisi, dengan nilai uji chi sebesar 0,003 dan OR 3,560. Temuan ini konsisten dengan proporsi readmisi pada studi sebelumnya. Kesimpulannya, perubahan regimen psikofarmaka dapat meningkatkan risiko readmisi tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa perubahan regimen tersebut. Penemuan ini memberikan wawasan penting untuk memperbaiki strategi perawatan psikiatri dan mengurangi tingkat readmisi. ......The treatment of patients with mental disorders involves a combination of psychopharmacological regimens, therapy, and hospital-based care. However, readmission rates for psychiatric patients remain elevated, with various factors contributing to this phenomenon, including changes in psychotropic medication regimens. This study explores the relationship between changes in psychopharmaceutical regimens and the readmission rate of psychiatric patients at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). With the result, readmission proportion of 23.5%, returning patients were dominated by the 18-29 year age group (78.8%), women (66.7%), and those who lived in Jakarta (66.7%). Schizophrenia and affective disorders are common multiaxial diagnoses. Changes in psychopharmaceutical regimen, including dose (61.1%), brand (55.5%), and type of drug (30.5%), showed olanzapine as the most commonly prescribed drug (13.3%). Statistical analysis showed a significant relationship between changes in psychopharmaceutical regimen and readmission, with a chi test value of 0.003 and OR 3.560. These findings are consistent with the proportion of readmissions in previous studies. In conclusion, a change in psychopharmaceutical regimen can increase the risk of readmission three times higher compared to patients without a change in regimen. These findings provide important insights for improving psychiatric treatment strategies and reducing readmission rates.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>