Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudi Elyas
Abstrak :
Pasien di ruang intensif selain mengalami masalah biologis juga mengalami masalah psikologis seperti kecemasan. Kecemasan yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi hemodinamik serta mengganggu proses perawatan. Terapi non-farmakologis dapat menjadi pilihan untuk mengatasi kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi keperawatan KoMoYas terhadap tingkat kecemasan pasien pasca operasi di ruang intensif. Penelitian ini menggunakan quasy experimental study. Metode sampling dengan consecutive sampling sebanyak 29 responden kelompok intervensi dan 29 responden kelompok kontrol. Hasil penelitian dengan uji Wilcoxon menunjukkan adanya penurunan tingkat kecemasan pre dan post-test baik pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol dengan nilai p-value 0.000 (< 0.05). Penurunan nilai kecemasan terjadi lebih banyak pada responden kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol, ditandai dengan selisih nilai mean (pre dan post) pada kelompok intervensi sebesar 1.31 dan pada kelompok kontrol selisih nilai mean (pre dan post) sebesar 0.45. Uji Mann Whitney dilakukan dengan hasil p value=0.000 (< 0.05), sehingga disimpulkan terdapat perbedaan rerata kecemasan pre-test dan post-test antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Intervensi KoMoYas dikombinasikan dengan terapi non farmakologis lainnya dapat dengan signifikan menurunkan tingkat kecemasan ......n addition to experiencing biological problems, patients in the intensive care unit also experience psychological problems such as anxiety. Uncontrolled anxiety can affect hemodynamics and interfere with the treatment process. Non-pharmacological therapy can be an option for dealing with anxiety. This study aims to determine the effect of KoMoYas nursing interventions on the anxiety level of postoperative patients in the intensive care unit. This research uses a quasy experimental study. The sampling method with consecutive sampling consisted of 29 respondents in the intervention group and 29 respondents in the control group. The results of the study with the Wilcoxon test showed a decrease in pre- and post-test anxiety levels in both the intervention group and the control group with a p-value of 0.000 (<0.05). The decrease in anxiety scores occurred more in respondents in the intervention group than in the control group, marked by a difference in the mean value (pre and post) in the intervention group of 1.31 and in the control group the difference in mean value (pre and post) was 0.45. The Mann Whitney test was carried out with a p value = 0.000 (<0.05), so it was concluded that there was a difference in the mean pre-test and post-test anxiety between the intervention group and the control group. KoMoYas intervention combined with other non-pharmacological therapies can significantly reduce anxiety levels.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zifrianita
Abstrak :
Fraktur merupakan penyebab trauma terbesar atau cedera, yang dapat terjadi pada semua tingkat usia dan dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam kualitas hidup individu. Namun, masih ditemukan pasien pasca operasi membatasi pergerakan dan melakukan ambulasi dini setelah beberapa hari pasca operasi fraktur ekstremitas bawah meskipun telah dianjurkan untuk melakukan latihan ambulasi dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman pasien dalam melakukan ambulasi dini pasca operasi fraktur pada ekstrimitas bawah Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan purposive sampling pada 10 partisipan melalui wawancara semi terstruktur ( open – ended question) yang dilakukan di RS Fatmawati Jakarta. Hasil penelitian ini menghasilkan tiga tema yaitu: 1) ketidaknyamanan fisik yang dirasakan 2) kebutuhan akan dukungan melakukan ambulasi dini 3) manfaat ambulasi dini. Penelitian lebih lanjut terkait dengan intervensi untuk meningkatkan ambulasi dini perlu dilakukan. ......Fractures or fractures are the biggest cause of trauma or injury, which can occur at all age levels and can cause significant changes in an individual's quality of life. However, postoperative patients still limit movement and perform early ambulation after a few days postoperatively even though it has been recommended to do early ambulation exercises. The purpose of this study was to explore the experience of patients in performing early postoperative ambulation of fractures in the lower extremity. The research method used was descriptive qualitative using purposive sampling on 10 participants through semi-structured interviews (open-ended question) conducted at Fatmawati Hospital, Jakarta. The results of this study produced themes, namely: 1) recognizing the physical perceived 2) the need to support early ambulation 3) the benefits of early ambulation. Further research related to interventions to increase early ambulation needs to be done.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Nuraini
Abstrak :
Pada pasien pasca operasi, masalah sulit tidur merupakan masalah yang sering terjadi. Umumnya hal ini disebabkan karena nyeri (Kozier et all, 1995). Di Indonesia data tentang gangguan tidur pasca operasi belum ada, sehingga gambaran pasti tentang hal tersebut tidak diketahui. Hal ini mungkin disebabkan gangguan tidur tidak menjadi perhatian utama, sedangkan fungsi dari tidur adalah untuk sintesis pemulihan dan perilaku, waktu perbaikan tubuh dan otak (Kozier, et all, 1995). Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan gangguan pola tidur pada pasien 2-11 hari pasca operasi dan tindakan yang sudah dilakukan pasien agar dapat memenuhi kebutuhan tidur. Penelitian ini menggunakan desain eksploratif yang dilakukan pada 50 orang pasien 2-11 hari pasca operasi di Instalasi Rawat Inap lantai 3,4,5 dan ruang rawat E-RIA RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Selain itu, penelitian ini mengacu pada "The SMH Sleep Questionnaire" dengan skala 1-5, 1 untuk nilai terburuk dan 5 untuk nilai terbaik. Dari penelitian ini didapatkan hasil pada pasien dewasa awal (18-30 tahun): kesulitan untuk memulai tidur ("initial insomnia") dengan nilai 3,6, standar deviasi 1,4 dan untuk memulai tidur pasien perlu waktu rata-rata 1 jam 36 menit. Pada saat tidur pasien terbangun sekitar 2,7 kali; pasien yang terbangun dan sulit tidur kembali sebanyak 44 %; kualitas tidur rata-rata 3,35, standar deviasi 0,82. Jumlah jam tidur pads malam hari 6 jam 9 menit dan siang hari 1 jam 21 menit. Penyebab gangguan tidur umumnya berasal dari nyeri 34,5%, takut penyakit berulang 17,24%, cemas tidak kembali normal 10,34%, tindakan perawat 10,34%, demam 2% dan lain-lain (batuk, cemas pada keluarga di rumah, hujan, sulit ubah posisi dan sulit buang air) 27,58%. Sedangkan pada pasien dewasa menengah (31-60 tahun) didapatkan hasil: kesulitan untuk memulai tidur ("initial insomnia") dengan nilai 3,41, standar deviasi 1,2 dan untuk memulai tidur pasien perlu waktu rata-rata 1 jam 7 menit. Pada saat tidur pasien terbangun sekitar 2,5 kali; pasien yang terbangun dan sulit tidur kembali sebanyak 40.62 %; kualitas tidur rata-rata 3, standar deviasi 0,92. Jumlah jam tidur pada malam hari 5 jam dan siang hari 50 menit. Penyebab gangguan tidur umumnya berasal dari nyeri 32,8%, takut penyakit berulang 15,52%, cemas tidak kembali normal 15,5%, tindakan perawat 3,5%, pusing 5,2%, demam 5,2%, dan lain-lain (sesak nafa.s, berkeringat, buang air kecil, perut kembung, pasien lain teriak/ngamuk, gatal di vagina, batuk, udara panas dan dingin, magh, tidak nyaman) 22,36%. Manajernen pola tidur yang mereka lakukan antara lain: membentuk lingkungan yang nyaman 34,4%; medikasi 13,2%; melakukan kebiasaan sebelum tidur 11,8%; melakukan latihan 2 jam sebelum tidur 10,6%; makan tinggi protein dan menghindari kopi 7,2%; Massase atau pijat 5,2%; membersihkan dan mengeringkan kulit 9,9%; tidak melakukan apa-apa 4,6%; dikompres dan dikipas-kipas 2,6%; terapi sentuhan 2%; komunikasi yang baik 2%. Setelah dianalisa, ternyata manajemen pola tidur yang mereka lakukan masih kurang baik. Tentunya akan lebih baik bila perawat membantu pasien memenuhi kebutuhan tidurnya, seperti mengajarkan teknik relaksasi, guided imagery, batuk efektif, pengaturan jadwal tindakan perawat, dan lain-lain.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Yanti Rahayuningsih
Abstrak :
Latar Belakang: Pasien sindrom Down (Down?s syndrome/DS) berbeda dari anak normal karena memiliki banyak kelainan selain defek jantung yang dapat memengaruhi luaran pasca-operasi jantung. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai luaran pasca-operasi penyakit jantung bawaan (PJB) pada DS di pusat-pusat pelayanan jantung di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui luaran jangka pendek dan mortalitas pada pasien DS yang dilakukan operasi jantung di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Metode: Studi kohort retrospektif dan prospektif pada subjek anak dengan DS yang menjalani operasi koreksi PJB. Kontrol adalah anak tanpa DS yang masuk kriteria inklusi dan eksklusi, dengan matching rentang usia dan jenis penyakit jantung yang sama dengan pasien DS. Hasil: Sebanyak 57 pasien DS dan 43 non-DS yang telah menjalani operasi koreksi PJB diikutkan dalam penelitian. Karakteristik dasar antar kelompok tidak berbeda bermakna. Jenis PJB terbanyak pada DS adalah defek septum atrioventrikular (AVSD) dan defek septum ventrikel (VSD) masing-masing sebesar 31,6%, tetralogi Fallot (TF) 21%, defek septum atrium (ASD) 7%, duktus arteriosus persisten (PDA) 7% dan transposisi arteri besar (TGA)-VSD 1,8%. Lama rawat ruang rawat intensif (ICU) pada DS 1,9 (0,6-34) hari dibanding non-DS 1 (0,3-43), p=0,373. Lama penggunaan ventilator pada DS 19,9 (3-540) jam, non-DS 18 (3-600), p=0,308. Krisis hipertensi pulmoner (PH) tidak terjadi pada kedua kelompok, proporsi komplikasi paru pada DS 24,6% dibanding non-DS 14%, dan sepsis pada DS 28,1% dibanding non-DS 14% tidak berbeda bermakna. Proporsi blok atrioventrikular (AV) komplit pada DS 10,5% dan non-DS tidak ada, dengan p=0,036. Kematian di rumah sakit (RS) pada DS 8,8%, non-DS tidak ada, dengan p=0,068. Simpulan: Morbiditas dan mortalitas pasca-operasi jantung pada DS tidak terbukti lebih sering terjadi dibandingkan dengan non-DS. ......Background: Down syndrome patients different from normal child because many other genetic related aspects that can affect outcome after congenital heart surgery. Until now there has been no research on the outcome after congenital heart surgery on paediatric Down syndrome patients in Indonesia. Objective: To determine the short term outcomes and mortality in DS patients who underwent heart surgery at Cipto Mangunkusumo hospital, Jakarta. Methods: A prospective and retrospective cohort study was conducted to subject with DS who underwent heart surgery from July 2007- April 2015. Control group was patients without DS who underwent heart surgery with matching on age and type of heart defects. Results: A total of 57 DS patients and 43 non-DS patients were recruited during study period. Basic characteristics between groups were not significantly different. Most type of CHD in patients with DS were AVSD and VSD respectively in 18 (31,6%), tetralogi of Fallot 12 (21%), ASD 4 (7%), PDA 4 (7%) and TGA-VSD 1 (1,8%) patients. Duration of ICU stay in patients with DS was 1,9 (0,6-34) days compared to non-DS patients 1 (0,3-43) days, p=0,373. Duration of mechanical ventilation in patients with DS was 19,9 (3-540) hours, compared to non-DS patients 18 (3-600) hours, p=0,308. Pulmonary hypertension crisis was not occurred in both groups. Pulmonary complication in patients with DS was 14 (24,6%) compared to non-DS 6 (14%) patients, and sepsis in patients with DS was 16 (28,1%) compared to non-DS 6 (14%) patients, there was no difference. Complete AV block in patients with DS was 6 (10,5%) compared none in patients with non-DS, p=0,036. In-hospital mortality in patients with DS was 5 (8,8%), compared none in patients with non-DS, significantly different with p=0,068. Conclusion: Morbidity and mortality after cardiac surgery in DS is not proven to be more frequent compared to non-DS.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan Rumoning
Abstrak :
ABSTRAK Nama : Subhan RumoningProgram Studi : Ilmu Penyakit DalamJudul : Durasi Operasi sebagai Prediktor Komplikasi Paru Pasca Operasi Non Kardiak di RSCM Latar belakang : Di Indonesia, sebanyak 18,4 pasien yang menjalani operasi non-kardiak di RSUPN Cipto Mangunkusumo Indonesia mengalami Komplikasi Paru Pasca Operasi Post-operative Pulmonary Complication/PPC . Beberapa penelitian menunjukkan durasi operasi memiliki hubungan dengan PPC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan durasi operasi sebagai prediktor kejadian komplikasi gagal napas dan pneumonia dalam 30 hari pasca operasi. Metode : Penelitian menggunakan desain kohort retrospektif pada November 2016-Juli 2017 dengan data rekam medis pasien yang menjalani operasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2012-2016. Sampel penelitian diambil dengan metode consecutive sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi, dilihat luarannya selama 30 hari pasca operasi. Hasil : Dari 102 pasien diketahui 58,8 perempuan, 35,5 41-50 tahun, 25,5 berpendidikan SMA, 34,3 tidak bekerja, 77,5 tidak mengalami penurunan berat badan, 80,4 tidak merokok, tidak ada yang memiliki riwayat PPOK, 61,8 anestesi umum, 64,7 operasi elektif dan 51,96 lokasi operasi di abdomen. Didapatkan 10,8 mengalami gagal napas dan 6,9 mengalami pneumonia. Dari analisis bivariat, durasi operasi tidak dapat digunakan sebagai prediktor kejadian gagal napas p 0,106; RR 3,56; CI 95 0,885 -14,280 maupun pneumonia p 0,701; RR 1,61; CI 95 0,342-7,601 . Kesimpulan : Durasi operasi tidak dapat digunakan sebagai prediktor tunggal dalam memprediksi kejadian komplikasi gagal napas maupun pneumonia pasca operasi.
ABSTRACT
ABSTRACT Name Subhan Rumoning Study Program Internal MedicineTitle Duration of Surgery as a Predictor of Post operative Pulmonary Complications in Non cardiac Surgeries at RSCM Background In Indonesia, 18.4 patient done non cardiac surgery at RSUPN Cipto Mangunkusumo Indonesia had Post operative Pulmonary Complications PPC . Studies shown that duration of surgery associated with PPC. This study aims to know the role of duration of surgery as a predictor of respiratory failure and pneumonia in post operative patient during 30 days after surgery. Method This cohort retrospective study were conducted from November 2016 until July 2017 using medical records of patients who underwent surgery at RSUPN Cipto Mangunkusumo from 2012 until 2016. Samples were taken by consecutive sampling which fulfilled inclusion and exclusion criteria, and being followed up until 30 days after surgery. Result From 102 patients, 58.8 were females, 35.5 were 41 50 years old, 25.5 were high school graduated, 34.3 were not employed, 77.5 weren rsquo t having any weight reduction, 80.4 not smoking, none had COPD, 61.8 underwent general anesthesia, 64.7 underwent elective surgery and 51,96 operation site in abdomen. From all samples, 10.8 had respiratory failure and 6.9 had pneumonia. From bivariate analysis, duration of surgery can rsquo t be a predictor of either with respiratory failure p 0,106 RR 3,56 CI 95 0,885 14,280 or pneumonia p 0,701 RR 1,61 CI 95 0,342 7,601 . Conclusion . Duration of surgery can rsquo t be a single predictor to predict respiratory failure and pneumonia as PPC
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samrotul Fuadah Al-Ansoriyani
Abstrak :
Pendekatan perawatan peri operatif Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) bertujuan mempercepat stabilitas kondisi klinis pasien dan mempercepat pemulihan pasca operasi termasuk di ICU. Salah satu intervensi yang diterapkan adalah mobilisasi dini karena telah terbukti mempercepat proses pemulihan pasca operasi. Mobilisasi dini dimungkinkan dan harus dilaksanakan oleh perawat sebagai anggota tim yang pertama kali melakukan mobilisasi. Studi akan menganalisis hubungan karakteristik perawat dengan perilaku perawat dalam pemenuhan mobilisasi dini di ICU. Studi cross-sectional dilakukan terhadap 75 perawat dengan menggunakan kuesioner yang valid dan reliabel. Hasil uji chi-square bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik perawat dengan perilaku perawat dalam pemenuhan mobilisasi dini, namun pada domain perilaku ditemukan bahwa usia dan jenis kelamin memiliki hubungan bermakna dengan pengetahuan dan praktik mobilisasi dini (p < 0,005), Keberhasilan pemenuhan mobilisasi dini di ICU terletak pada perawat yang memiliki pengetahuan yang baik, sikap dan perilaku positif dalam pemenuhan mobilisasi dini di ICU. Oleh karena itu, perawat harus memiliki keterampilan berpikir kritis dan kompetensi dalam hal clinical decision making. Keterampilan berpikir kritis perawat dapat ditingkatkan melalui kegiatan supervisi klinis, supervisi berjenjang, coaching, journal reading, ataupun clinical meeting terkait pemenuhan mobilisasi dini di ICU.   ......The perioperative Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) approach aims to expedite the clinical stability of patients and accelerate postoperative recovery, including in the Intensive Care Unit (ICU). One implemented intervention is early mobilization, proven to hasten the postoperative recovery process. Early mobilization is feasible and should be executed by nurses as members of the team initiating mobilization. This study seeks to analyze the relationship between nurse characteristics and their behavior in facilitating early mobilization in the ICU. A cross-sectional study involving 75 nurses was conducted using a valid and reliable questionnaire. Chi-square test results indicated no association between nurse characteristics and their behavior in facilitating early mobilization. However, within the behavioral domain, it was found that age and gender significantly correlated with knowledge and practices of early mobilization (p < 0.005). The success of early mobilization in the ICU is contingent on nurses possessing good knowledge, positive attitudes, and behaviors in facilitating early mobilization. Therefore, nurses should possess critical thinking skills and competencies in clinical decision-making. Enhancement of nurses' critical thinking skills can be achieved through clinical supervision, tiered supervision, coaching, journal reading, or clinical meetings pertaining to the facilitation of early mobilization in the ICU. 
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Ken Asih Hernawan
Abstrak :
Risiko dan komplikasi medis tidak pernah terlepas dari setiap tindakan medis, salah satunya operasi. Setelah operasi dilakukan terkadang pasien mengalami komplikasi medis pasca tindakan operasi yang berdampak buruk pada dirinya. Karena merasa dirugikan, tidak jarang pasien yang mengalami komplikasi medis pasca tindakan operasi menyelesaikan permasalahan tersebut melalui jalur hukum perdata dengan cara menggugat dokter yang menanganinya. Komplikasi medis pasca tindakan operasi pun dikaitkan dengan perbuatan melawan hukum. Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana hubungan hukum antara komplikasi medis pasca tindakan operasi dengan perbuatan melawan hukum dengan menganalisis putusan. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis-normatif dengan menggunakan bahan pustaka sebagai bahan utama dan melakukan wawancara dengan beberapa narasumber seperti hakim dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dengan tipe penelitian deskriptif-analitif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata tidak keseluruhan terbukti pada komplikasi medis pasca tindakan operasi, tetapi dapat dimungkinkan jika komplikasi timbul dari adanya malpraktik sehingga terdapat hubungan hukum dalam dua aspek tersebut. Putusan No. 225/Pdt.G/2014/PN.Bdg dan Putusan No. 417/Pdt.G/2012/PN.Mdn adalah bukti nyata bahwa komplikasi medis pasca tindakan operasi bukan merupakan kesalahan dokter, melainkan hanya suatu peristiwa dari beberapa kombinasi yang tidak dipersalahkan kepada dokter. Selama dokter melakukan operasi sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, standar prosedur operasional, standar profesi dan standar pelayanan kedokteran maka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. ......Medical risks and complications are never separated from any medical action, surgery is one of the example. After surgery is done, sometimes the patient experiences medical complications which affects him badly. Because they feel aggrieved, patient who experience medical complications after surgery often resolves the problem through the civil law by suing the doctor who handles it. Postoperative medical complications are associated with unlawful acts. This thesis will discuss about how the legal relationship between medical complications post operative action with the unlawful acts by analyzing the verdicts. The research method used by the writer is juridical normative by using the literature as the main source and conducting interviews with professionals such as judges from Honorary Council of Medical Ethics and Honorary Council of Indonesian Medical Discipline with descriptive analytical research type. The results of this study indicates that the elements of unlawful acts listed in Article 1365 are not wholly proven in postoperative medical complications, but may be possible if complications appear from the presence of malpractice, so there is a legal relationship between that two aspects. Civil Code Verdict No. 225 Pdt.G 2014 PN.Bdg and Verdict No. 417 Pdt.G 2012 PN.Mdn are the clear evidences that postoperative medical complications are not the doctor rsquo s fault but merely an event of some combination that can not be blamed on the doctor. As long as doctors perform surgery in accordance with laws and regulations, standard operating procedures, professional standards and standards of medical services they can not be asked for responsibility.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tinfani Audy Azzahra
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit serta keterkaitannya dengan informed consent dan informed refusal pada kegawatdaruratan pasca operasi. Peneliti mempertajam penelitian dengan menganalisis Putusan Nomor 176/Pdt.G/2021/PN Blb. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk penelitian doktriner untuk mengkaji permsalahan hukum yang diangkat dalam skripsi ini. Penelitian ini bersifat preskriptif untuk memberikan analisis terkait permasalahan hukum yang peneliti angkat dan menggunakan bahan penelitian berupa data sekunder meliputi peraturan perundang-undangan dan literatur. Adapun hasil dari penelitian ini adalah informed consent tetap berlaku pada pasien kegawatdaruratan, termasuk pasien kegawatdaruratan pasca operasi, dengan catatan terdapat keluarga/wali yang mendampingi. Selain itu, pelaksanaan informed refusal, termasuk pada kegawatdaruratan pasaca operasi, mengalihkan tanggung jawab yang semula dimiliki penyedia layanan kesehatan, rumah sakit, menjadi tanggung jawab penerima layanan kesehatan atau pasien. Peneliti menyarankan agar dilakukan sosialisasi oleh Dinas Kesahatan Tingkat Kota/Kabupaten kepada seluruh rumah sakit di daerahnya mengenai pelaksanaan pelaksanaan informed consent dan informed refusal pada pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga/wali. Selain itu, peneliti menyarankan kepada rumah sakit untuk mengembangkan sistem dan pengaturan internal terkait pelaksanaan informed consent dan informed refusal pada pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga/wali, serta proses rujukan. ......This thesis discusses the hospital liability and its relationship with informed consent and informed refusal in postoperative emergencies. The researcher sharpened the research by analysing Case Number 176/Pdt.G/2021/PN Blb. In this study, the researcher uses a doctriner form to examine the legal issues raised in this thesis. This research is prescriptive in nature to provide analyses related to the legal issues raised by the researchers and uses research materials in the form of secondary data including laws and regulations and literature. The result of this research is that informed consent still applies to emergency patients, including postoperative emergency patients, provided that there is a family/guardian accompanying them. In addition, the implementation of informed refusal, including in postoperative emergencies, shifts the responsibility from the health care provider, the hospital, to the responsibility of the health care recipient or patient. The researcher suggested that the City/Regency Health Office should disseminate information to all hospitals in the region regarding the implementation of informed consent and informed refusal in emergency patients who are not accompanied by family/guardian. In addition, researchers suggest that hospitals develop systems and internal policies related to the implementation of informed consent and informed refusal in emergency patients who are not accompanied by family / guardian, as well as the referral process.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifany R W
Abstrak :
ABSTRAK
Mobilisasi dini pasca operasi merupakan salah satu intervensi yang penting pada periode pasca operasi yang dapat mempersingkat hari rawat LOS dan mencegah komplikasi post operasi. Namun demikian, mobilisasi pasca operassi merupakan elemen asuhan keperawatan yang kadang terlupakan. Tujuan penulisan adalah untuk menganalisis intervensi program mobilisasi dini pada klien Ny.S 60 tahun dengan lumbal spinal stenosis L4-L5 pasca operasi dekompresi dan pemasangan TLIF Transforaminal Lumbar Interbody Fusion dengan riwayat hipertensi, obesitas dan foot drop dextra. Intervensi dilakukan selama lima hari perawatan yang meliputi edukasi kesehatan, latihan kekuatan otot, mobilisasi di tempat tidur, hingga mobilisasi jalan dengan menggunakan walker. Hasil pelaksanaan intervensi adalah kemampuan klien dalam mobilisasi meningkat yang ditunjukan dengan pencapaian 6 dari 8 skor JH-HLM John Hopkins Highest Level of Mobilty yaitu klien mampu berjalan lebih dari 10 langkah dalam 5 hari perawatan. Selain itu, kondisi umum klien meningkat yaitu secara fisik meliputi: klien lebih aktif untuk merubah posisi dan bergerak, keluhan nyeri dan kelelahan jarang, mengatakan lebih nyaman dan tubuhnya tidak kaku ; emosional meliputi: mood tampak baik, kecemasan untuk mobilisasi minimal, kooperatif dalam program mobilisasi , dan sosial meliputi: peningkatan tingkat kemandirian klien untuk mobilisasi, keluarga berpartisipasi aktif dalam mendukung dan mendampingi klien dalam program mobilisasi . Hasil analisis menunjukan bahwa intervensi program mobilisasi dini pasca operasi berdampak positif terhadap hasil perawatan pasca operasi klien sehingga perlu menjadi prioritas dalam asuhan keperawatan pasca operasi.
ABSTRACT
Early postoperative mobilization is one of the most important interventions in the postoperative period that can shorten length of stay LOS and prevent postoperative complications. However, postoperative mobilization is the most frequently overlooked element of nursing care. The purpose of the writing was to analyze the early mobilization program on the Ny.S 60 years old client with Lumbar L4 L5 spinal stenosis post decompression and TLIF Transforaminal Lumbar Interbody Fusion installation with history of hypertension, obesity, and foot drop dextra. Interventions were performed for five days of care that included health education, muscle strength training, bed mobilization, to out of bed mobilization using walkers. The result of the intervention was client rsquo s ability to mobilize has increased which has been shown in the achievement of 6 of 8 JH HLM score John Hopkins Highest Level of Mobilty which client can walked more than 10 steps within 5 days of treatment. Client rsquo s general condition also improved which physical aspect including the client were more active to change position and moved, rare to complaint pain and tiredness, said more comfortable and her body more relaxed emotional aspect including good mood, minimal anxiety during mobilization, cooperative in mobilization program , social aspect including the level of client independence for mobilization increased, the family actively participated in supporting and assisting clients in the mobilization program . The results of the analysis showed that the intervention of early postoperative mobilization program had a positive impact on client rsquo s postoperative outcomes, therefore it needs to be a priority interventions in postoperative nursing care.
2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifany R. W.
Abstrak :
ABSTRAK
Mobilisasi dini pasca operasi merupakan salah satu intervensi yang penting pada periode pasca operasi yang dapat mempersingkat hari rawat LOS dan mencegah komplikasi post operasi. Namun demikian, mobilisasi pasca operassi merupakan elemen asuhan keperawatan yang kadang terlupakan. Tujuan penulisan adalah untuk menganalisis intervensi program mobilisasi dini pada klien Ny.S 60 tahun dengan lumbal spinal stenosis L4-L5 pasca operasi dekompresi dan pemasangan TLIF Transforaminal Lumbar Interbody Fusion dengan riwayat hipertensi, obesitas dan foot drop dextra. Intervensi dilakukan selama lima hari perawatan yang meliputi edukasi kesehatan, latihan kekuatan otot, mobilisasi di tempat tidur, hingga mobilisasi jalan dengan menggunakan walker. Hasil pelaksanaan intervensi adalah kemampuan klien dalam mobilisasi meningkat yang ditunjukan dengan pencapaian 6 dari 8 skor JH-HLM John Hopkins Highest Level of Mobilty yaitu klien mampu berjalan lebih dari 10 langkah dalam 5 hari perawatan. Selain itu, kondisi umum klien meningkat yaitu secara fisik meliputi: klien lebih aktif untuk merubah posisi dan bergerak, keluhan nyeri dan kelelahan jarang, mengatakan lebih nyaman dan tubuhnya tidak kaku ; emosional meliputi: mood tampak baik, kecemasan untuk mobilisasi minimal, kooperatif dalam program mobilisasi , dan sosial meliputi: peningkatan tingkat kemandirian klien untuk mobilisasi, keluarga berpartisipasi aktif dalam mendukung dan mendampingi klien dalam program mobilisasi . Hasil analisis menunjukan bahwa intervensi program mobilisasi dini pasca operasi berdampak positif terhadap hasil perawatan pasca operasi klien sehingga perlu menjadi prioritas dalam asuhan keperawatan pasca operasi.
ABSTRACT
Early postoperative mobilization is one of the most important interventions in the postoperative period that can shorten length of stay LOS and prevent postoperative complications. However, postoperative mobilization is the most frequently overlooked element of nursing care. The purpose of the writing was to analyze the early mobilization program on the Ny.S 60 years old client with Lumbar L4 L5 spinal stenosis post decompression and TLIF Transforaminal Lumbar Interbody Fusion installation with history of hypertension, obesity, and foot drop dextra. Interventions were performed for five days of care that included health education, muscle strength training, bed mobilization, to out of bed mobilization using walkers. The result of the intervention was client rsquo s ability to mobilize has increased which has been shown in the achievement of 6 of 8 JH HLM score John Hopkins Highest Level of Mobilty which client can walked more than 10 steps within 5 days of treatment. Client rsquo s general condition also improved which physical aspect including the client were more active to change position and moved, rare to complaint pain and tiredness, said more comfortable and her body more relaxed emotional aspect including good mood, minimal anxiety during mobilization, cooperative in mobilization program , social aspect including the level of client independence for mobilization increased, the family actively participated in supporting and assisting clients in the mobilization program . The results of the analysis showed that the intervention of early postoperative mobilization program had a positive impact on client rsquo s postoperative outcomes, therefore it needs to be a priority interventions in postoperative nursing care.
2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>