Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cut Maghfirah Faisal
Abstrak :
Setiap tahun jumlah wanita yang bekerja terus meningkat sedangkan jumlah wanita yang mengurus rumah tangga semakin menurun. Hal ini membuat jumlah pasangan suami istri pencari nafkah ganda juga meningkat. Pada tahun 2014, jumlah pasangan pencari nafkah ganda di Indonesia ialah sebanyak 51,2%, sementara jumlah pasangan pencari nafkah tunggal ialah sebanyak 39,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kepuasan pernikahan antara suami/istri dari pasangan pencari nafkah ganda dan suami/istri dari pasangan pencari nafkah tunggal, serta perbandingan kepuasan pernikahan antara suami dan istri pada pasangan pencari nafkah ganda dan tunggal. Sebanyak 368 orang suami/istri berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara suami/istri dari pasangan pencari nafkah ganda dan pencari nafkah tunggal; dan tidak terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara suami dan istri baik pada pasangan pencari nafkah ganda maupun tunggal. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa status pekerjaan istri tidak berdampak pada kepuasan pernikahan. Selain itu, secara umum skor rata-rata kepuasan pernikahan partisipan berada di level yang tinggi. Hal ini terjadi karena budaya kolektivis di Indonesia serta berbagai faktor yang menguntungkan kedua kelompok partisipan, seperti kesamaan latar belakang dengan pasangan, usia pernikahan, dan jumlah anak. ...... Every year, the number of working woman increases, meanwhile the number of housewife decreases. This condition caused the increase in the number of dual-earner couple. In 2014, the number of dual-earner couple in Indonesia is 51,2%, while the number of single-earner couple is 39,9%. This research is aimed to investigate the comparison of marital satisfaction between husband/wife from dual-earner and single-earner couples; as well as comparison of marital satisfaction between husband and wife from dual- and single-earner couples. There are 368 husbands/wives who participated in this research. The results show that there is no significant difference in marital satisfaction between husband/wife from dual-earner and single-earner couples; and there is no significant difference in marital satisfaction between husband and wife in dual-earner and single-earner couples. Hence, we can conclude that wife’s working status does not affect marital satisfaction. In general, mean score of marital satisfaction among all participants is high. This condition occurred because of collectivism in Indonesia as well as various factors that is beneficial for both groups of participant, such as background similarity with couple, length of marriage, and number of children.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rintis Mulyani
Abstrak :
ABSTRACT
Perceraian marak terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Data statistik dari Pengadilan Tinggi Agama PTA Jakarta, 72 kasus perceraian tersebut diajukan oleh istri. Isu utama yang diajukan para istri adalah karena mereka tidak puas secara ekonomi. Istri yang merasa tidak puas terhadap kondisi finansialnya menjadi pemicu banyaknya konflik yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara stres finansial dan kepuasan pernikahan pada istri bekerja di Jabodetabek. Pertanyaan utama pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan negatif yang signifikan antara stres finansial dan kepuasan pernikahan pada istri bekerja di Jabodetabek. Desain penelitian ini adalah kuantitatif dan termasuk cross-sectional study. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 133 istri yang bekerja dan tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner InCharge Financial Distress/Financial Well-Being Scale untuk mengukur stres finansial dan Couple Satisfaction Index untuk mengukur kepuasan pernikahan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara stres finansial dan kepuasan pernikahan. Artinya, semakin tinggi stres finansial berkorelasi dengan semakin rendahnya kepuasan pernikahan. Hal ini dapat terjadi karena stres finansial yang tinggi memicu masalah dan kesehatan mental yang buruk. Kesehatan mental yang buruk membuat interaksi dengan pasangan menjadi terganggu, memicu marital distress, dan berujung pada rendahnya kepuasan pernikahan.
ABSTRACT
Divorce is much happens in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi. Statistical data from Pengadilan Tinggi Agama PTA Jakarta, 72 divorce cases filed by wife. The main issue that wives propose is because they are not economically satisfied. Wives who are not satisfied with the financial condition become the triggers many conflicts that can affect marital satisfaction. This study was conducted to determine the relationship between financial stress and marital satisfaction among working wives in Jabodetabek. The main question in this study is whether there is a significant negative relationship between financial stress and marital satisfaction among working wives in Jabodetabek. The design of this study was quantitative and included a cross sectional study. Participants in this study were 133 working wives who lived in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi. Methods of data collection using InCharge Financial Distress Financial Well Being Scale to measure financial stress and Couple Satisfaction Index to measure marital satisfaction. The results showed a significant negative relationship between financial stress and marital satisfaction. That is, the higher the stress correlates with the lower the satisfaction of marriage. This can happen because high financial stress leads to problems and poor mental health. Poor mental health makes interaction with spouse disturbed, triggering marital distress, and resulting low marital satisfaction.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Nur Hajizah
Abstrak :
Pasangan yang menikah pasti mengharapkan kebahagiaan dalam pernikahannya dan berharap pernikahannya berjalan memuaskan. Namun, faktanya tidak semua pasangan bisa merasakan sebuah pernikahan dengan keadaan bahagia dan memuaskan. salah satu faktor yang diduga dalam menentukan kepuasan pernikahan adalah komunikasi. Komunikasi yang ada dalam sebuah pernikahan merupakan komunikasi yang unik karena terjadi pada dua orang yang terlibat dalam hubungan yang intim. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara komunikasi intim dengan kepuasan pernikahan pada masa pernikahan 2 tahun pertama. Penelitian ini menggunakan 100 partisipan yang terdiri dari 50 laki-laki dan 50 perempuan dengan karakteristik masa pernikahan 2 tahun pertama yang ada di daerah jabodetabek. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan perhitungan korelasi untuk mengetahui hubungan diantara kedua variabel tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara komunikasi intim dan kepuasan pernikahan.
A married couple would expect happiness in marriage and hoped his marriage work satisfactorily. However, the fact that not all couples can feel a marriage with a state of happiness and satisfaction. One factor in determining the satisfaction of the alleged marriage is communication. Communication in a marriage is a unique communication because it happened to two people involved in intimate relationships. This study aims to look at the relationship between intimate communication with marital satisfaction during the first 2 years of marriage. The study involved 100 participants consisting of 50 male and 50 female with the characteristics marriage age two the first year in the Greater Jakarta area. This quantitative research study using a correlation calculation determine the correlation between two variables. The finding showed a significant correlation intimate communication with marital satisfaction.
Depok: Fakultas Ilmu Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Eryananda
Abstrak :
Kepuasan pernikahan berperan penting dalam kehidupan. Sebelum menjadi pasangan suami istri, individu memiliki faktor personal yang dibawa dan mempengaruhi dinamika pernikahan dan bagimana pandangan individu terkait pernikahannya. Penelitian ini akan melihat apakah human values sebagai faktor personal dapat secara signifikan mempengaruhi kepuasan pernikahan, lebih lanjut juga melihat apakah jenis strategi resolusi memoderasi pengaruh human values terhadap kepuasan pernikahan. Sebanyak 329 partisipan yang merupakan generasi Y dan sudah menikah selama 1 tahun terlibat dalam penelitian ini. Setiap partisipan diminta untuk mengisi Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) dan Quality Marriage Index (QMI). Hasil penelitian ini menemukan bahwa human values merupakan prediktor yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan, dimana nilai self-enhancement dan openness to change memiliki hubungan negatif terhadap kepuasan pernikahan (B= -3.253, p.01; B=-1.802, p.01) sementara nilai selftranscendence (B=5.789, p.01) memiliki hubungan positif terhadap kepuasan pernikahan. Selain itu juga ditemukan jenis strategi resolusi positive problem solving memoderasi hubungan self-transcendence dan kepuasan pernikahan (B=-0.448, p05). Hasil penelitian ini bermanfaat untuk praktisi psikolog dan calon pasangan suami istri agar dapat mempertimbangkan peran human values dan melatih teknik positive problem solving. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan melibatkan pasangan atau pada populasi bercerai untuk melihat peran nilai dan strategi resolusi konfliknya. ......Marriage satisfaction plays an important role in life. Before becoming a husband and wife, individuals have personal factors that are brought and influence the dynamics of marriage and how the individual views related to marriage. This study purpose to found out whether human values as a personal factor can significantly influence marital satisfaction, and also look at whether the type of conflict resolution strategy moderates the influence of human values on marital satisfaction. A total of 329 participants who were generation Y and had been married for at least a year were involved in this study. Each participant was asked to fill in the Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) and Quality Marriage Index (QMI). The results of this study found that human values are a significant predictor of marital satisfaction, where self-enhancement and openness to change values have a negative relationship with marital satisfaction (B = -3,253, p .01; B = -1.802, p .01 ) while the value of self-transcendence (B = 5.789, p .01) have positive relationship with marital satisfaction. It also found positive problem solving strategies moderate the relationship between self-transcendence and marital satisfaction (B = -0.448, p .05). The results of this study are useful for practitioners and potential couples to consider the role of human values and practice positive problem solving techniques. Further research can be done by involving partners or divorced populations to see the role of values and conflict resolution strategies.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Mayda Anggarini Artana
Abstrak :
ABSTRAK
Tak sedikit individu yang menaruh harapan besar bahwa pernikahan akan membawa kebahagiaan pada dirinya. Namun seringkali terdapat ketidaksesuaian pemikiran individu mengenai pernikahan dengan kenyataan yang dihadapi, sehingga individu merasa tidak puas pada pernikahannya. Pemikiran akan pernikahan tersebut berkembang menjadi beliefs atau yang lebih dikenal sebagai relationship beliefs. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa beliefs yang tidak realistis pada pasangan dan tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi, akan menyebabkan penurunan kepuasan pernikahan individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara relationship beliefs khususnya dysfunctional relationship beliefs dengan kepuasan pernikahan pada suami atau istri. Sebanyak 174 suami dan 173 istri berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara relationship beliefs suami atau istri dengan kepuasan pernikahan suami atau istri. Selain itu, diketahui hasil bahwa dimensi relationship beliefs yaitu sexes are different, merupakan dimensi yang paling berkontribusi terhadap kepuasan pernikahan. Hal ini terjadi karena budaya kolektivis yang dianut masyarakat Indonesia serta faktor demografis yaitu jumlah anak yang memengaruhi hasil penelitian.
ABSTRACT
Many individuals have high expectation that marriage will bring happiness to them. But, sometimes what they think do not resemble the reality, and they tend to feel dissatisfy with their marriage. Their thought can develop into beliefs or commonly known as relationship beliefs. Previous studies showed that unrealistic beliefs to their spouse or inconsistency between beliefs and reality, will decrease their marital satissfaction. This study is aimed to investigate the correlation between relationship beliefs and marital satisfaction among married men and women. There are 174 husbands and 173 wives who participated in this research. The results show that there is significant negative correlation between relationship beliefs and marital satisfaction. The other results show that relationship beliefs?s subscale ?sexes are different?, is significantly strongest endorsement of marital satisfaction. This condition occurred because of collectivism in Indonesia?s people and demographic factor is number of children that contributed to this study results
2016
S62867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habbah Mazidah
Abstrak :
Kepuasan pernikahan menjadi sumber kesejahteraan psikologis bagi individu (Baumeister & Leary, 1995). Maka dari itu, penting untuk mengetahui prediktor dari kepuasan pernikahan, tak terkecuali bagi commuter couples. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran attachment dalam memprediksi kepuasan pernikahan. Responden dari penelitian ini adalah istri yang menjalani commuter marriage. Kepuasan pernikahan diukur dengan Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16), sedangkan attachment diukur dengan Experiences in Close Relationship Short-form (ECR-S). Hasil penelitian menunjukkan bahwa attachment, yakni attachment anxiety dan attachment avoidance dapat memprediksi kepuasan pernikahan secara signifikan dengan medium effect size sebesar 0,139 dan 0,107. Temuan ini dapat diaplikasikan dalam ranah psikologi keluarga untuk menangani permasalahan pada commuter couples. ......Marital satisfaction was founded to be the source of the individuals psychological well-being (Baumeister & Leary, 1995). Thus, it was crucial to know the factors affected marital satisfaction, especially among commuter couples. The purpose of the current research was to investigate the role of attachment in predicting marital satisfaction. The sample consisted of wives who are having commuter marriage. Marital satisfaction was measured with Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16), while attachment was measured with Experiences in Close Relationship Short-form (ECR-S). The results indicated that attachment anxiety and attachment avoidance can predict marital satisfaction significantly, with the effect size of 139 and 107 as medium effect. This findings provide practical implications family psychology field when dealing with commuter couples problems.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah Elkifahi
Abstrak :
Pasangan menikah beda agama ditemukan memiliki resiko tinggi untuk bercerai akibat faktor unik seperti tidak adanya penerimaan lingkungan sosial (orangtua. teman ataupun institusi agama) serta religiusitas atau perbedaan ritual/praktik agama. Padahal, dukungan dari lingkungan sosial dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pasangan. Adanya penolakan orangtua membuat individu perlu mencari sumber dukungan lain terutama dari pasangannya. Salah satu bentuk sumber dukungan dari pasangan adalah common dyadic coping, yaitu partisipasi kedua individu dalam menghadapi serta menyelesaikan suatu masalah atau tekanan dari luar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari common dyadic coping dalam mengurangi efek negatif penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan. Responden penelitian adalah enam puluh lima pasangan beda agama di seluruh Indonesia yang berasal dari komunitas beda agama dan telah berada dalam pernikahan. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, dan Social Network Opinion Scale (Parent) yang telah diadaptasi. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara penolakan orangtua dengan kepuasan pernikahan (r = - 0.25, p = 0.01, p<.05). Penelitian ini juga menemukan bahwa common dyadic coping melemahkan efek negatif dari penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan (β = - 0.268, p = 0.00, p<.01). Common dyadic coping menjadi faktor penting yang perlu dimiliki oleh pasangan beda agama dalam menghadapi tekanan dari luar khususnya penolakan dari orangtua ......Couples in interfaith marriage are found to have a high risk in divorce due to its unique factors such as disapproval from their social network (parents, friends, and religious institutions) and religiousity or difference in religious practices. Support from social network can actually improve one’s marital satisfaction. This lack of support from parents force individuals to seek other resources such as those from partners. One form of partner’s support is common dyadic coping, which is a participation of both partners to manage external stress. The purpose of this study is to examine the role of common dyadic coping in weakening the negative effect of parental disapproval on marital satisfaction. Respondents were sixty five interfaith couples from all over Indonesia who are members of Interfaith Couples Community, and who currently holds marital status. The measurements used in this study were Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, and Social Network Opinion Scale (Parent) which was already adapted. The result from this research found that there is a significant negative correlation between parental disapproval and marital satisfaction (r = -0.25, p = 0.01, p<.05). This study also found that common dyadic coping significantly weakens the negative effect of parental disapproval towards marital satisfaction (β = -0.268, p = 0.00, p<.01). Thus, it is concluded that common dyadic coping can be a crucial factor for couples to be able to cope better with external stress, especially in the context of parental disapproval.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlia Alifiah
Abstrak :
Anak merupakan karunia bagi pasangan menikah, namun tidak jarang anak juga membawa beban bagi keluarga. Faktanya, kepuasan pernikahan cenderung menurun ketika pasangan memiliki anak. Kepuasan pernikahan yang menurun dapat kemudian menurunkan komitmen pernikahan, sehingga membuat pernikahan rentan terhadap perceraian. Pembagian peran dalam mengurus rumah tangga dan mengasuh anak kerap menjadi bahan perdebatan, terutama pada keluarga dual-earner. Pembagian peran yang tidak dipersepsikan adil dapat menurunkan kepuasan pernikahan. Perceived fairness diperlukan guna menjaga kualitas pernikahan dan mempertahankan pernikahan dalam jangka panjang. Penelitian ini meneliti peran mediasi kepuasan pernikahan dalam hubungan perceived fairness dengan komitmen pernikahan. Komitmen pernikahan diukur menggunakan Tripartite Theory of Commitment yang membagi komitmen menjadi komitmen personal, moral, dan struKtural. Sementara kepuasan pernikahan diukur menggunakan Quality of Marital Index dan perceived fairness diukur menggunakan Perceived Fairness Scale. Penelitian ini melibatkan 168 partisipan dengan karakteristik individu yang sedang dalam pernikahan pertama, memiliki anak, dan tinggal satu atap dengan pasangan dan anaknya. Data diperoleh melalui convenience sampling dengan cara menyebarkan poster penelitian melalui media sosial. Hasil menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan terbukti memediasi hubungan antara perceived fairness dengan komitmen pernikahan personal dan perceived fairness dengan komitmen pernikahan moral. Disisi lain, kepuasan pernikahan gagal memediasi perceived fairness dengan komitmen pernikahan struktural. ......Children are a gift for married couples, but not infrequently children also carry a burden for the family. In fact, marital satisfaction tends to decrease when couples have children. Decreased marital satisfaction can lead to decrease in marital commitment, thus making marriages more vulnerable to divorce. The division of roles in household chores and child rearing is often a matter of debate, especially in dual-earner families. The division of roles that are not perceived as fair can reduce marital satisfaction. Perceived fairness is needed to maintain the quality of marriage and maintain commitment of marriage in the long term. This study examines the mediating role of marital satisfaction in the relationship between perceived fairness and marital commitment. Marital commitment is measured using The Tripartite Theory of Commitment which divides commitment into personal, moral, and structural commitments. Meanwhile, marital satisfaction was measured using the Quality of Marital Index and perceived fairness was measured using the Perceived fairness Scale. This study involved 168 participants with individual characteristics who are in their first marriage, have child/children, and live under the same roof with their spouse and children. Data were obtained through convenience sampling by distributing research posters through social media. The results show that marital satisfaction is proven to mediate the relationship between perceived fairness with personal marital commitment and perceived fairness with moral marital commitment. On the other hand, marital satisfaction failed to mediate perceived fairness with structural marital commitment.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiya Solihat Eka Riani
Abstrak :
Pacaran dan ta’aruf dikenal sebagai tren pemilihan pasangan di Indonesia (Madya, 2017). Dalam pacaran dan ta’aruf, terdapat beberapa perbedaan mekanisme dalam proses perkenalan menuju pernikahan dalam hal waktu perkenalan, ada atau tidaknya perantara dalam proses perkenalan, kontak fisik, dan pengalaman mengembangkan rasa cinta sejak sebelum pernikahan (Wuryandari, 2010; Sakinah & Kinanthi, 2018). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan dan hubungan antara self-disclosure dengan kepuasan pernikahan yang signifikan pada dua kelompok individu yang menikah melalui proses pacaran dan ta’aruf. Sebanyak 133 partisipan yang terdiri dari 71 individu yang menikah melalui proses pacaran dan 62 individu yang menikah melalui proses ta’aruf, dengan rentang usia 19-40 tahun dalam masa 5 tahun pertama pernikahan berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan strategi penelitian komparasi dengan metode pengujian statistik independent sample t-test dan strategi penelitian korelasional dengan metode pengujian statistik pearson moment correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self-disclosure yang signifikan antara pernikahan yang melalui proses pacaran dan ta’aruf (t(131) = 3,087, p < 0,05, d = 0,517, two-tailed), namun tidak ditemukan adanya perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara pernikahan yang melalui proses pacaran dan ta’aruf. Self-disclosure berhubungan secara positif dan signifikan dengan kepuasan pernikahan, baik pada pernikahan yang melalui proses pacaran (r = 0,405, p < 0,01, r2 = 0,164) maupun pernikahan yang melalui proses ta’aruf (r = 0,457, p < 0,01, r2 = 0,209). Dengan demikian, semakin tinggi self-disclosure individu atau semakin terbuka individu dalam pengungkapan diri terhadap pasangannya, semakin tinggi kepuasan pernikahannya. ......Dating and ta’aruf are known as the trend of partner selection in Indonesia (Madya, 2017). There are several different mechanisms in the process of introduction to marriage between dating and ta’aruf in terms of time, the presence or absence of intermediaries, physical contact, and the experience to develop love since before marriage (Wuryandari, 2010; Sakinah & Kinanthi, 2018). This study aimed to investigate whether there is a significant difference and relationship between self-disclosure and marital satisfaction in two groups. A total of 133 participants consisting of 71 individuals who married through the dating process and 62 individuals who married through the ta'aruf process, with an age range of 19-40 years in the first 5 years of marriage participated in this study. This study used a comparative research strategy with the independent sample t-test statistical testing method and a correlational research strategy with the Pearson’s moment correlation statistical testing method. The results show that there is significant difference in self-disclosure between marriages through the dating process and ta'aruf (t(131) = 2.974, p < 0.05, d = 0.517, two-tailed), but there is no significant difference in marital satisfaction between marriages through the dating process and ta'aruf. Self-disclosure has a positive and significant relationship with marital satisfaction, both in marriages through the dating process (r = 0.405, p < 0.01, r2 = 0.164) and marriages through the ta'aruf process (r = 0.457, p < 0,01, r2 = 0.209). Thus, the higher the self-disclosure towards the partner, the higher the satisfaction of the marriage.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Putri Anjani
Abstrak :
Sudah banyak penelitian yang meneliti tentang kepuasan pernikahan di era digital terutama pada platform media sosial seperti Facebook atau Twitter. Namun, hingga saat ini, penelitian tentang penggunaan Instagram dan hubungannya dengan kepuasan pernikahan masih sulit ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran romantic jealousy sebagai mediator dalam hubungan antara problematic Instagram use dan kepuasan pernikahan pada dewasa muda yang sudah menikah. Partisipan penelitian ini merupakan 223 pengguna Instagram pada usia dewasa muda berusia 20-40 tahun yang sudah menikah. Hasil analisis mediasi menunjukan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara problematic Instagram use dan kepuasan pernikahan melalui romantic jealousy (ab = -0,140, p < 0,05). Selain itu, terdapat pula efek langsung antara problematic Instagram use dan kepuasan pernikahan (c’ = -0,087, p = 0,280). Hal ini menunjukkan bahwa romantic jealousy memediasi secara penuh hubungan antara problematic Instagram use dan kepuasan pernikahan pada dewasa muda yang sudah menikah. Dengan demikian, penelitian ini dapat bermanfaat bagi dewasa muda yang sudah menikah untuk mengetahui batasan-batasan romantic jealousy pada penggunaan Instagram sehingga dapat menjaga kepuasan pernikahannya. ......There have been many studies examining marital satisfaction in the digital era especially within the social media platform such as Facebook or Twitter. However, until recently, research on Instagram use and its relationship with marital satisfaction has been difficult to find. This study aims to see the role of romantic jealousy as a mediator in the relationship between problematic Instagram use and marital satisfaction in married young adults. The results of the mediation analysis show that there is an indirect effect between problematic Instagram use and marital satisfaction through romantic jealousy (ab = -0,140, p < 0,05). In addition, there is also a direct effect between problematic Instagram use and marital satisfaction (c’ = -0,087, p = 0,280). This shows that romantic jealousy fully mediates the relationship between problematic Instagram use and marital satisfaction in married young adults. Thus, this research can be useful for married young adults to know the boundaries of romantic jealousy on Instagram usage so that they can maintain their marital satisfaction.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>