Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roslina Susilawati
Abstrak :
Angka HIV meningkat di Indonesia terutama di kalangan LSL, salah satu cara efektif menurunkan infeksi HIV adalah melalui perubahan perilaku dengan meningkatkan pengetahuan tentang HIV-AIDS. Pada data tahun 2007 persentase LSL yang pernah melakukan tes HIV sebanyak 37 % di Jakarta, Medan, Batam, Bandung, Malang dan Surabaya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya testing HIV pada LSL dan setelah dianalisis, variabel-variabel yang berhubungan dengan testing HIV pada LSL adalah umur, starus pernikahan, pendidikan, persepsi, pengetahuan, dukungan petugas, keterpaparan informasi. Hasil analisis 34,9% LSL yang melakukan praktik Testing HIV, faktor yang paling berhubungan dengan testing HIV adalah keterpaparan informasi dengan p value 0,000 dan OR= 13,8. ......The HIV rates increasing in Indonesia, especially among MSM. One effective way of lowering HIV infection is through a change in behavior by increasing knowledge about HIV-AIDS. In the 2007, the percentage of MSM who had an HIV test as much as 37% in Jakarta, Medan, Batam, Bandung, Malang and Surabaya. The purpose of this study was to determine the factors associated with low HIV testing in MSM and after analysis, the variables associated with HIV testing in MSM were age, infection status of marriage, education, perception, knowledge, support personnel, exposure information. Results of analysis MSM who practice HIV Testing is 34.9% , the most associated factor with HIV testing is exposure information with p value of 0.000 and OR = 13.8.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T39080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Fuspita
Abstrak :
Jumlah perempuan dengan HIV makin menunjukkan adanya peningkatan. Infeksi HIV tidak hanya pada kelompok dengan perilaku berisiko, namun juga pada kelompok yang tidak memiliki perilaku berisiko. Ibu rumah tangga saat ini menjadi kelompok yang berisiko terinfeksi HIV. HIV-testing merupakan upaya untuk mencegah penyebaran infeksi HIV dan sebagai gerbang pelayanan pengobatan. Tujuan penelitian adalah mengeksplorasi pengalaman ibu rumah tangga dengan HIV di Lampung dalam melakukan HIV-testing. Desain penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif fenomenologi dengan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data. Jumlah ibu rumah tangga yang terlibat sebanyak 16 orang. Hasil penelitian diperoleh enam tema utama, yaitu HIV-testing yang ldquo;tidak disengaja rdquo;, pengetahuan yang rendah mengenai HIV, persepsi tidak berisiko terinfeksi HIV, kurangnya informasi pada layanan konseling HIV-testing, adanya pengalaman stigma dan tindakan diskriminasi, dan ketidakberdayaan peran ibu. Rekomendasi penelitian ini adalah pentingnya meningkatkan sosialisasi pendidikan HIV dan pentingnya HIV-testing pada kelompok ibu rumah tangga guna mencegah dan mengurangi kejadian penularan infeksi HIV ibu-anak.
The number of women living with HIV is increasing nowadays. HIV infection is not only in risky group but also in group considered safe. Today, housewive become a risky group of being infected with HIV. HIV testing is the way to prevent the HIV infection spreadings and as the main gate for treatment service. The purpose of this study was to explore the experience of housewive with HIV in Lampung when performing HIV testing. This study used phenomenology qualitative method with indepth interview as the way for collecting data. 16 participants were involved in this study. Six main themes were found, as follows an accidental HIV testing, lack of knowledge of HIV, perception is not at risk of HIV, low HIV testing counseling services, being stigmatized and discriminated, and disempowerment of mother rsquo s role. This study recommended the improvement of the HIV education and the benefit of the test for housewive in order to prevent the mother to child infection.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Fajar Angkasa
Abstrak :
Tes HIV merupakan pintu gerbang awal yang menghubungkan dengan pelayanan pencegahan HIV lainnya. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tes HIV pada LSL merupakan hal yang penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang program intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan angka tes HIV. Sebuah studi potong lintang dilakukan dengan menggunakan data STBP 2015 pada 921 LSL. Hubungan perilaku tes HIV diestimasi melalui nilai prevalens odds ratio (POR) dan 95% confidence interval (CI). Dari 921 LSL, 781 (84,8%) LSL memiliki perilaku tes HIV yang baik. Faktor yang berpengaruh secara independen dengan perilaku tes HIV pada LSL adalah umur (aPOR: 3,472; 95% CI: 2,164 – 5,572), tempat tinggal (aPOR: 1,678; 95% CI: 1,136 – 2,478) dan keterpaparan informasi (aPOR: 6,506; 95% CI: 3,821 – 11,077) dengan keterpaparan informasi menjadi variabel yang dominan dalam hubungannya dengan perilaku tes HIV ......HIV testing is the initial gateway and links HIV cases to HIV care, support and treatment. Understanding the factors associated with HIV testing among men who have sex with men (MSM) is important to be taken for consideration in the planning of intervention programs that aimed to increase HIV testing rates. A cross-sectional study was conducted using IBBS 2015 data on 921 MSM. Association between HIV testing behavior was estimated through the prevalence odds ratio (POR) and 95% confidence interval (CI). Of 921 MSM, 781 (84.8%) MSM had good HIV testing behavior. Factors independently associated with HIV testing behavior are age (aPOR: 3,472; 95% CI: 2,164 - 5,572), recent living situation (aPOR: 1,678; 95% CI: 1,136-2,478) and recent exposed HIV information (aPOR: 6,506; 95% CI: 3,821 - 11,077) with recent exposed HIV information as a dominant variable in association with HIV testing.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noverita Irmayati
Abstrak :
Peningkatan prevalensi HIV/AIDS menjadikan perempuan merupakan kelompok berisiko dengan jumlah kasus terus meningkat setiap tahunnya sebesar 68 dari tahun 2010-2016 Kementerian Kesehatan RI, 2017. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi HIV testing pada perempuan di RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Lampung. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan tehnik consecutive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian berjumlah 120 perempuan dengan HIV positif. Pengukuran stigma menggunakan Berger stigma scale, pengetahuan tentang HIV HIV KQ 18 dan perilaku berisiko Safe sex Behaviour Questionaire yang telah dilakukan uji validitas dan reabilitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang memiliki hubungan bermakna yaitu pendidikan p = 0,000, OR = 0,164, penghasilan p = 0,005, OR = 0,127, pekerjaan p = 0,011, OR = 3,030, stigma p = 0,019, OR = 0,367, pengetahuan tentang HIV p = 0,011, OR = 0,267 dan perilaku berisiko p = 0,041, OR = 0,041, sedangkan variabel yang memiliki hubungan tidak bermakna adalah usia p = 0,553, OR = 0,646 dan status pernikahan p = 0,839, OR = 0,849. Faktor yang paling dominan mempengaruhi motivasi HIV testing yaitu pekerjaan dengan p value 0,009, ? = 0,05 pada CI 95 OR 2,970 1,111-7,938. Rekomendasi : peningkatan sosialisasi kepada kelompok perempuan berisiko tinggi dan berperan aktif dalam skrinning awal HIV/AIDS.
The enhancement of HIV AIDS prevalence makes women as risk groups with the increasing of total case each year with total number 68 from 2010 until 2016. This research aimed at identifying factors that influenced motivation of HIV testing in women at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung. The design of this research was cross sectional using consecutive sampling. Total sample of this research was 120 women with positive HIV. Instrument in this research use Berger stigma scale to measure stigma, knowledge about HIV HIV KQ 18, and risk behavior safe sex behavior questionnaire that has been tested with validity and reability test. The analysis result showed that variables with significant correlations are education p 0,000, OR 6,091, income p 0,005, OR 7,857, occupation p 0,011, OR 0,330, stigma p 0,019, OR 2,727, knowledge about HIV p 0,011, OR 3,750, and risk behavior p 0,041, OR 2,381, meanwhile the variables without significant correlations are age p 0,553, OR 1,548, and marriage status p 0,839, OR 1,178. The dominant factor that influenced motivation of HIV testing is education with p value 0,009, 0,05 at CI 95 OR 3,708 1,382 ndash 9,952. The recommendations of this research are to enhance socialization to risk behavior groups and to do an active role in screening HIV AIDS.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T51588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Ayu Vernazvati
Abstrak :
Latar Belakang: Masalah infeksi HIV meningkat berkaitan dengan perilaku seks tidak aman dan penggunaan NAPZA suntik. Estimasi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sekitar 90.000 sampai 130.000. Sejak 1 Desember 2003 WHO mencanangkan program 3 by 5 dengan tujuan akses terapi untuk semua dan sejak 1 September 2004 pemerintah menyediakan ARV secara cuma-cuma. Dalam mengakses terapi ARV, konseling dan tes HIV sukarela (Voluntary Counseling and Testing atau VCT) merupakan jalur yang esensial dan layanan di Puskesmas diharapkan menjadi tulang punggung pelayanan. Adanya akses ARV ini diharapkan meningkatkan VCT. Tujuan. Mengetahui jumlah layanan VCT, tes CD4 dan penggunaan ARV di Puskesmas Kampung Bali pasca kebijakan ARV cuma-cuma, karakteristik serta alasan-alasan yang dapat menghambat VCT selain biaya obat. Metodologi. Dilakukan pengamatan pelayanan program VCT, tes CD4 dan akses ARV dalam 5 bulan pertama pasca kebijakan serta pencatatan data sekunder sebelum kebijakan. Seluruh yang telah melakukan VCT di Puskesmas Kampung Bali dan 100 orang berisiko tinggi berusia > 15 tahun yang belum VCT dipilih dengan sistem cluster dan dilakukan wawancara terpimpin Penelitian dilakukan sejak November 2004 - Maret 2005. Hasil. Dalam 8 bulan sebelum kebijakan, jumlah VCT sebanyak 18 orang,dalam 5 bulan pasca kebijakan jumlah VCT sebanyak 27 orang. Tampak adanya peningkatan pada penggunaan ARV. Mayoritas responden adalah laki-laki berusia 20-30 tahun, berpendidi3ran menengah, bekerja tidak tetap dan berpenghasilan rendah. Pada 100 responden yang belurn VCT 64% memiliki tingkat pengetahuan sedang, 89% masih aktif suntik dan 34% berperilaku seksual tidak aman. Alasan tidak VCT karena merasa sehat, takut diketahui HIV dan rahasia tidak terjamin. Pada 13 responden yang VCT, 12 orang memiliki tingkat pengetahun sedang, 7 orang masifi aktif suntik dan 10 orang berperilaku seks tidak aman. Alasan VCT terutama karena merasa berisiko dan adanya rasa ingin tahu. Simpulan. VCT pada 8 bulan sebelum dan 5 bulan sesudah kebijakan masing-masing adalah 18 dan 27 orang. Penggunaan ARV tampak ada peningkatan. Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup namun masih aktif suntik dan berperilaku seks tidak aman. Kurangnya kesadaran dan motivasi serta kekhawatiran akan dampak sosial HIV/AIDS menghambat pemanfaatan layanan VCT.
Background. Problem of HIV infection is increased related to unsafe sex behavior and usage of NAPZA injection. Estimation of HIV/AIDS cases in Indonesia was around 90.000 to 130.000. Since December 01, 2003 WHO has implemented the 3 by 5 program with the purpose of therapy access for all and since September 01, 2004 government has provided ARV for free. In accessing ARV therapy, Voluntary Counseling and HIV Testing (VCT) is an essential way and service in basic level (e.g. Society Health Center/Puskesmas) has to be the backbone of the service. It is hoped that numbers of VCT will increase in line with the guarantee of ARV access. Objective. To know numbers of VCT services, CD4 and usage of ARV in Puskesmas Kampung Bali after the implementation of free ARV policy, characteristics and reasons that could hinder the high risk group for VCT beside dugs cost Methodology. Research on VCT program services, test CD4 and ARV access was conducted for 5 months. All people who have done VCT in Puskesmas Kampung Bali and 100 high-risk people aged > 15 years who haven't done VCT , chosen with cluster system and met the inclusion criteria, were participated in the research conducted on November 2004 - Maret 2005 and went through guided interview. Result. In 8 months before the implementation of the policy, there were 18 peoples and then in 5 months after the policy implementation there were 27 peoples have done VCT. There's increase of ARV usage. Majority of respondent who haven't and have done VCT, are male aged 20-30 years, mid level education, no permanent job and low income. Out of 100 respondents who haven't done VCT, 64% has mid level knowledge, 48% knows the availability of free ARV, 89% has routine injection and 34% practice unsafe sex behavior. The reason for not having VCT is feeling healthy, afraid of being known to have HIV and unsafe secret show the lack of awareness and motivation. Reason of cost of treatment 1 transportation in general was not ensured yet. Out of 13 respondents who has done VCT, 12 people has mid level of knowledge, 7 has still routine injection and 10 has unsafe sex behavior. Reason for having VCT is knowing the risk. Summary. Numbers of VCT 8 month prior and 5 month after the implementation of the policy were 18 and 27 peoples.The ARV usage is also increases. Knowledge on HIV/AIDS and availability of free ARV is enough but majority has still active having injection and practice unsafe sex behavior. Lack of awareness, motivation and afraid of HIV/AIDS social consequences are reasons that could hinder VCT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Yuniati Demang
Abstrak :
Tes HIV merupakan gerbang utama dalam rangkaian penanganan kasus HIV. Diketahuinya status HIV seseorang akan meningkatkan upaya pencegahan pada orang yang belum terinfeksi HIV dan membantu orang yang terinfeksi untuk segera mengakses layanan pengobatan. Berdasarkan laporan STBP tahun 2015 Lelaki potensial berisiko tinggi merupakan kelompok kunci yang memiliki prevalensi tes HIV paling rendah. Orang yang memiliki persepsi berisiko tertular penyakit akan cenderung untuk mengakses layanan kesehatan untuk mengetahui status kesehatannya, dan persepsi berisiko tertular HIV diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan tes HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh persepsi berisiko tertular HIV terhadap perilaku tes HIV pada lelaki potensial berisiko tinggi. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder STBP tahun 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 4.898 orang yang diambil dari 12 kab/kota di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang berpersepsi berisiko tertular HIV memiliki faktor protektif 0,9 kali untuk melakukan tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki persepsi berisiko tertular HIV, dengan adjusted RO sebesar 0,9 dan 95 CI 0,5-1,5. Hasil ini belum bisa mengungkapkan adanya pengaruh persepsi berisiko tertular HIV terhadap perilaku tes HIV pada responden lelaki potensial berisiko tinggi. ......An HIV testing is the main gate in the circuit handling cases of HIV. Knowing one 39 s HIV status will increase prevention efforts on those who have not been infected with HIV and, furthermore, will help an infected person for immediately accessing treatment services. Based on the 2015 STBP rsquo s report, potential high risk men is a key group who has the lowest prevalence of HIV testing. People who have the perception of the risk of contracting the disease will tend to access health care services to find out the status of his health, and moreover, the perception of risk of contracting HIV is allegedly is one of the factors that affect a person do HIV testing. This research aims to study the influence of perception are at risk of contracting HIV testing behavior against HIV potential high risk men. This research is the analysis of secondary data of STBP in 2015. The research method used is cross sectional with number of samples as much as 4,898 people drawn from 12 counties cities in Indonesia. The research results showed that respondents who have the perception of risk of contracting HIV has a protective factor of 0.9 times to perform HIV testing compared to respondents who do not have the perception of the risk of contracting HIV, with adjusted RO of 0.9 and 95 CI 0.5 1.5. These results have not been able to reveal the influence of perceptions of the risk of contracting HIV on the behavior of HIV testing in potential high risk male respondents.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Nurul Habibah
Abstrak :
Proporsi ibu hamil yang datang ke pelayanan dan mendapat tes HIV tahun 2021 di Kabupaten Sumedang masih dibawah target, yaitu sebesar 79%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku tes HIV pada ibu hamil di Kabupaten Sumedang tahun 2022. Penelitian menggunakan desain cross sectional, pada 220 ibu hamil yang berkunjung ke 8 Puskesmas yang terpilih secara acak di Kabupaten Sumedang. Data dikumpulkan dengan cara responden mengisi secara mandiri kuesioner yang sudah diujicoba validitas dan reliabilitasnya dan selanjutnya dianalisis dengan uji logistik regresi ganda. Hasil penelitian menunjukkan proporsi ibu hamil yang tidak melakukan tes HIV di Kabupaten Sumedang sebesar 30,9%. Pengetahuan tentang HIV/AIDS, persepsi manfaat dan persepsi hambatan melakukan pemeriksaan HIV berhubungan dengan perilaku tes HIV dan faktor yang paling dominan adalah persepsi manfaat pemeriksaan HIV. Ibu hamil yang mempersepsikan pemeriksaan HIV tidak bermanfaat berpeluang hampir 3,4 kali untuk tidak melakukan tes HIV dibanding yang mempersepsikan bermanfaat setelah dikontrol oleh pengetahuan tentang HIV/AIDS dan persepsi hambatan melakukan pemeriksaan HIV di Kabupaten Sumedang (p value = 0,003, POR = 3,427, 95% CI: 1,542-7,615). Untuk itu, perlu mengoptimalkan pemberian KIE dan konseling tentang manfaat melakukan tes HIV/AIDS, meningkatkan upaya promosi kesehatan melalui media massa serta mengoptimalkan pelayanan mobile VCT. ......The proportion of pregnant women who come to the service and receive an HIV test in 2021 in Sumedang is still below the target, which is 79%. This study aims to determine the determinants of HIV testing behavior in pregnant women in Sumedang in 2022. The study used a cross sectional design, on 220 pregnant women who visited 8 health centers randomly selected in Sumedang. Data were collected by means of respondents filling out a questionnaire that had been tested for validity and reliability and then analyzed by using multiple regression logistic test. The results showed that the proportion of pregnant women who did not do an HIV test in Sumedang was 30.9%. Knowledge of HIV/AIDS, perceived benefits and perceived barriers to HIV testing are related to HIV testing behavior and the most dominant factor is perceived benefits of HIV testing. Pregnant women who perceive that HIV testing is not beneficial are almost 3.4 times more likely not to take an HIV test than those who perceive it is beneficial after being controlled by knowledge about HIV/AIDS and perceived barriers to HIV testing in Sumedang (p value = 0.003, POR = 3.427, 95% CI: 1.542-7.615). For this reason, it is necessary to optimize the provision of KIE and counseling about the benefits of testing for HIV/AIDS, increase efforts to promote health through mass media and optimize mobile VCT services.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library