Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zarra Dwi Monica
"Kepuasan hubungan pacaran jarak jauh merupakan hal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk diantaranya adalah attachment dan dyadic coping. Individu dengan anxiety attachment relatif sulit mencapai hubungan yang memuaskan, terlebih dalam kondisi terpisah oleh jarak. Penelitian dilakukan untuk melihat apakah common dan negative dyadic coping memiliki peran moderasi di dalam hubungan antara anxiety attachment dengan kepuasan berpacaran. Data diperoleh dengan menggunakan Experience in Close Relationship-Revised untuk mengukur anxiety attachment, Dyadic Coping Inventory  untuk mengukur common dyadic coping dan negative dyadic coping, serta Relationship Assessment Scale untuk mengukur kepuasan hubungan pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Penelitian pada 270 dewasa muda menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan negatif antara anxiety attachment dan kepuasan pacaran jarak jauh (r= -0.51, p<.01). Akan tetapi, tidak ditemukan adanya efek moderasi dari common dan negative dyadic coping di dalam hubungan tersebut (p>0.05). Perkembangan attachment, konteks hubungan pacarana serta keterpisahan jarak dinilai merupakan faktor yang mempengaruhi hal tersebut.

Satisfaction in long distance relationships is influenced by various factors, including attachments and dyadic coping. Individuals with anxiety attachment are relatively difficult to achieve a satisfying relationship, especially in the condition when their partner is separated by distance with them. The study was conducted to see whether common dyadic coping and negative dyadic coping have a moderating role in the relationship between anxiety attachment and relationship satisfaction. Data is obtained using the Experience in Close Relationship-Revision (ECR-R) to measure anxiety attachment, Dyadic Coping Inventory (DCI) to measure common and negative dyadic coping, and Relationship Assessment Scale (RAS) to measure relationship satisfaction. Research conducted on 270 young adults found that there is a significant negative relationship between anxiety attachment and relationship satisfaction (r = -0.511, p <0.01). However, no moderating effects of common dyadic coping and negative dyadic coping are found in this research(p> 0.05). The duration of attachments, the status of the relationships, and separation with partner are considered to be factors that influence the result."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsya Lidya Mayori
"Perselisihan dan pertengkaran menjadi penyebab terbanyak perceraian pasangan di Indonesia. Penyebab ini tidak lepas dari komunikasi tidak lancar yang dapat disebabkan oleh Adverse Childhood Experience (ACE). Salah satu upaya yang dapat mengatasi dampak tersebut dan meningkatkan relationship satisfaction adalah melalui dyadic coping. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran dyadic coping dalam menjelaskan hubungan ACE terhadap relationship satisfaction. Partisipan penelitian ini adalah 260 dewasa muda terdiri atas 204 perempuan dan 57 laki-laki yang sudah menikah dan menetap di Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Adverse Childhood Experience-Questionnaire, Dyadic Coping Inventory dan Relationship Assessment Scale. Hasil penelitian menemukan bahwa dyadic coping dapat memediasi secara parsial dampak negatif ACE terhadap kepuasan hubungan pasangan yang menikah. Dimensi dyadic coping seperti supportive DC, negative DC, dan common DC juga ditemukan dapat memediasi secara parsial dampak ACE terhadap relationship satisfaction.

Persistent conflicts and arguments are the leading causes of divorce in Indonesia. These disputes often result from poor communication, which can be linked to adverse childhood experiences (ACE). One effective approach to mitigate these impacts and enhance relationship satisfaction is through dyadic coping. This study aims to examine the mediating role of dyadic coping in the relationship between ACE and relationship satisfaction. The participants were 260 married young adults which consist of 207 women and 57 men residing in Jabodetabek. The measurement tools used were the Adverse Childhood Experience-Questionnaire, Dyadic Coping Inventory, and Relationship Assessment Scale. The results found that dyadic coping can partially mediate the negative impact of ACE on relationship satisfaction among married couples. Dyadic coping dimensions such as supportive DC, negative DC, and common DC has been found significant and can also partially mediate the relationship between ACE and relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah Elkifahi
"Pasangan menikah beda agama ditemukan memiliki resiko tinggi untuk bercerai akibat
faktor unik seperti tidak adanya penerimaan lingkungan sosial (orangtua. teman ataupun
institusi agama) serta religiusitas atau perbedaan ritual/praktik agama. Padahal,
dukungan dari lingkungan sosial dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pasangan.
Adanya penolakan orangtua membuat individu perlu mencari sumber dukungan lain
terutama dari pasangannya. Salah satu bentuk sumber dukungan dari pasangan adalah
common dyadic coping, yaitu partisipasi kedua individu dalam menghadapi serta
menyelesaikan suatu masalah atau tekanan dari luar. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melihat pengaruh dari common dyadic coping dalam mengurangi efek negatif
penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan. Responden penelitian adalah enam
puluh lima pasangan beda agama di seluruh Indonesia yang berasal dari komunitas beda
agama dan telah berada dalam pernikahan. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini
adalah Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, dan Social Network
Opinion Scale (Parent) yang telah diadaptasi. Hasil penelitian menemukan bahwa
terdapat hubungan negatif antara penolakan orangtua dengan kepuasan pernikahan (r = -
0.25, p = 0.01, p<.05). Penelitian ini juga menemukan bahwa common dyadic coping
melemahkan efek negatif dari penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan (β = -
0.268, p = 0.00, p<.01). Common dyadic coping menjadi faktor penting yang perlu
dimiliki oleh pasangan beda agama dalam menghadapi tekanan dari luar khususnya
penolakan dari orangtua.

Couples in interfaith marriage are found to have a high risk in divorce due to its unique
factors such as disapproval from their social network (parents, friends, and religious
institutions) and religiousity or difference in religious practices. Support from social
network can actually improve ones marital satisfaction. This lack of support from
parents force individuals to seek other resources such as those from partners. One form
of partners support is common dyadic coping, which is a participation of both partners
to manage external stress. The purpose of this study is to examine the role of common
dyadic coping in weakening the negative effect of parental disapproval on marital
satisfaction. Respondents were sixty five interfaith couples from all over Indonesia who
are members of Interfaith Couples Community, and who currently holds marital status.
The measurements used in this study were Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping
Inventory, and Social Network Opinion Scale (Parent) which was already adapted. The
result from this research found that there is a significant negative correlation between
parental disapproval and marital satisfaction (r = -0.25, p = 0.01, p<.05). This study also
found that common dyadic coping significantly weakens the negative effect of parental
disapproval towards marital satisfaction (β = -0.268, p = 0.00, p<.01). Thus, it is
concluded that common dyadic coping can be a crucial factor for couples to be able to
cope better with external stress, especially in the context of parental disapproval"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah Elkifahi
"Pasangan menikah beda agama ditemukan memiliki resiko tinggi untuk bercerai akibat faktor unik seperti tidak adanya penerimaan lingkungan sosial (orangtua. teman ataupun institusi agama) serta religiusitas atau perbedaan ritual/praktik agama. Padahal, dukungan dari lingkungan sosial dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pasangan.
Adanya penolakan orangtua membuat individu perlu mencari sumber dukungan lain
terutama dari pasangannya. Salah satu bentuk sumber dukungan dari pasangan adalah common dyadic coping, yaitu partisipasi kedua individu dalam menghadapi serta menyelesaikan suatu masalah atau tekanan dari luar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari common dyadic coping dalam mengurangi efek negatif penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan. Responden penelitian adalah enam puluh lima pasangan beda agama di seluruh Indonesia yang berasal dari komunitas beda agama dan telah berada dalam pernikahan. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, dan Social Network Opinion Scale (Parent) yang telah diadaptasi. Hasil penelitian menemukan bahwa
terdapat hubungan negatif antara penolakan orangtua dengan kepuasan pernikahan (r = - 0.25, p = 0.01, p<.05). Penelitian ini juga menemukan bahwa common dyadic coping melemahkan efek negatif dari penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan (β = - 0.268, p = 0.00, p<.01). Common dyadic coping menjadi faktor penting yang perlu dimiliki oleh pasangan beda agama dalam menghadapi tekanan dari luar khususnya penolakan dari orangtua

Couples in interfaith marriage are found to have a high risk in divorce due to its unique factors such as disapproval from their social network (parents, friends, and religious institutions) and religiousity or difference in religious practices. Support from social network can actually improve one’s marital satisfaction. This lack of support from parents force individuals to seek other resources such as those from partners. One form of partner’s support is common dyadic coping, which is a participation of both partners
to manage external stress. The purpose of this study is to examine the role of common dyadic coping in weakening the negative effect of parental disapproval on marital satisfaction. Respondents were sixty five interfaith couples from all over Indonesia who are members of Interfaith Couples Community, and who currently holds marital status.
The measurements used in this study were Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, and Social Network Opinion Scale (Parent) which was already adapted. The result from this research found that there is a significant negative correlation between parental disapproval and marital satisfaction (r = -0.25, p = 0.01, p<.05). This study also found that common dyadic coping significantly weakens the negative effect of parental disapproval towards marital satisfaction (β = -0.268, p = 0.00, p<.01). Thus, it is
concluded that common dyadic coping can be a crucial factor for couples to be able to cope better with external stress, especially in the context of parental disapproval.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggia Larasati
"Pengasuhan terhadap anak dengan ASD bukan suatu hal yang mudah dan seringkali dapat membuat tingkat stres yang tinggi pada orang tua (Shattnawi dkk., 2020; Bonis, 2016). Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan stres yang baik salah satunya dengan melakukan pemecahan masalah secara bersama dengan pasangan atau disebut common dyadic coping. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara penggunaan strategi common dyadic coping dengan stres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan Autistic Spectrum Disorder. Penelitian dilakukan pada 94 partisipan orang tua yang memiliki anak dengan Autistic Spectrum Disorder. Alat ukur yang digunakan berupa Dyadic Coping Inventory (DCI) dan Parenting Stress Index Short Form (PSI-SF). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang negatif antara penerapan strategi common dyadic coping dengan stres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan Autistic Spectrum Disorder (r = -0,291, n = 82, r2 = 0,0846). Penelitian ini dapat menjadi implikasi pada bidang psikologi dalam psikoedukasi terkait dengan common dyadic coping dan stress pengasuhan.

Taking care of children with Autistic Spectrum Disorder can be quite challenging, often leading to high levels of stress in parents (Shattnawi et al., 2020; Bonis, 2016). Therefore, an effective stress management in parents is essential, such as engaging in joint problem-solving with a partner, which is referred to as common dyadic coping. This study aims to examine the relationship between the use of common dyadic coping strategies and parenting stress in parents who have children with Autistic Spectrum Disorder. The study was conducted on 94 parents who had children with Autistic Spectrum Disorder. Dyadic Coping Inventory (DCI) and Parenting Stress Index Short Form (PSI-SF) are used to measure common dyadic coping and parenting stress in parents. The results showed that there was a negative relationship between the implementation of common dyadic coping strategies and parenting stress in parents who have children with Autistic Spectrum Disorder (r = -0.291, n = 82, r2 = 0.0846). This research can be implication in the field of psychology related to common dyadic coping and parenting stress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenica Ardyaputri Martin
"Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara common dyadic coping dengan parenting stress pada orang tua dengan anak ADHD di Indonesia. Common dyadic coping adalah usaha kedua orang tua untuk melakukan proses manajemen stres bersama. Parenting stress adalah reaksi aversif yang dimunculkan orang tua ketika menghadapi tuntutan mengasuh anak. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena meskipun tingkat anak ADHD di Indonesia tinggi, namun studi mengenai hal tersebut masih minim. Penelitian dilakukan kepada 70 partisipan yang terpusat di daerah Jabodetabek di Indonesia. Sebagian besar dari partisipan merupakan perempuan berumur 31-40 tahun yang sudah menikah selama 5-10 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara daring dan menyebarkan kuesioner secara luring ke beberapa SLB serta Yayasan Terapi. Peneliti menggunakan alat ukur Dyadic Coping Inventory dan Parenting Stress Index - Short Form. Data dianalisis dengan teknik korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukan bahwa common dyadic coping tidak berkorelasi secara signifikan dengan parenting stress. Common dyadic coping juga tidak berkorelasi secara signifikan dengan dua dimensi parenting stress yaitu parent-child dysfunctional interaction dan difficult child. Di lain sisi, ditemukan hubungan negatif dan signifikan antara common dyadic coping dan dan satu dimensi parenting stress yaitu parental distress.

The aim of this study is to see the relationship between common dyadic coping and parenting stress in parents with ADHD children in Indonesia. Common dyadic coping is a joint effort between parents to manage stress. Parenting stress is an aversive reaction from handling the responsibility of being a parent. It is important to study this because even though the level of ADHD children are high, studies about this in Indonesia are scarce. The study was done to 70 participants mainly from Jabodetabek area in Indonesia. Most of the participants were female, aging between 31 to 40 years old and married for 5 to 10 years. Data were taken by distributing the questionnaires online and offline through several Special Schools and Therapists. This study uses Dyadic Coping Inventory and Parenting Stress Index - Short Form. The data was analyzed using Pearson correlation. Results show that common dyadic coping is not significantly correlated with parenting stress. There is also no significant correlation between common dyadic coping and two of parenting stress dimensions, parent-child dysfunctional interaction and difficult child. On the other hand, there is a negative significant relationship between common dyadic coping and one of parenting stress dimension, parental distress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Naila Azmiya Bariadi
"Tingginya tingkat perceraian di Indonesia pada tahun 2019 didominasi oleh pasangan dengan rentang usia pernikahan satu sampai lima tahun menandakan bahwa periode awal pernikahan merupakan masa yang rentan bagi pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek moderasi dari common dyadic coping dalam hubungan antara stres eksternal dan stres internal pada pasangan dengan usia pernikahan 1-5 tahun. Partisipan terdiri dari 128 orang (43 laki-laki dan 85 perempuan), berstatus menikah, dan minimal berusia 20 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Multidimensional Stress Questionnaire for Couple dan Dyadic Coping Inventory. Hasil penelitian mendukung hipotesis dengan menujukkan adanya korelasi antara stres eksternal dan stres internal (r = 0.75, n = 128, p<.01, one-tailed) serta ditemukannya efek moderasi dari common dyadic coping pada hubungan stres eksternal dan stes internal (β = 0.77, t(0.5946) = 0.486, p<.05). Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan psikoedukasi mengenai proses penyesuaian dan strategi coping pada pasangan yang akan atau baru menikah.

High divorce rate in Indonesia was dominated by couples with 1-5 years of marriage. This finding indicated that early period of marriage is a vulnerable period for both couples. This study aimed to examine the moderating effects of common dyadic coping in the relationship between external stress and internal stress in couples with 1-5 years of marriage. Participants consisted of 128 people (43 men and 85 women), is married, and at least 20 years old. The measuring instruments used are Multidimensional Stress Questionnaire for Couple and Dyadic Coping Inventory. Research result support hypothesis by showing a correlation between external stress and internal stress (r = 0.75, n = 128, p<.01, one-tailed and also found that there is moderating effect of common dyadic coping on the relationship between external stress and internal stress (β = 0.77, t(0.5946) = 0.486, p<.05). The result of this study can be used as reference for psychological education regarding the adjustment process and coping strategies for couples who about to get married or are newly married."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klarinthia Ratri
"Temuan sebelumnya menemukan hasil yang konsisten mengenai hubungan positif antara religiusitas dan kepuasan pernikahan (Ahmadi & Hossein-abadi, 2009). Namun, perkawinan beda agama diharapkan bisa mengubah jalannya hubungan ini. Masing-masing tingkat religiusitas menghasilkan konflik, bertindak sebagai penekan untuk pernikahan. Karena itu, ini Penelitian dilakukan untuk menguji ulang hubungan antara religiusitas dan perkawinan kepuasan, dan untuk menguji peran Copic Dukungan Dyadic sebagai strategi pasangan dalam menghadapi tantangan dalam pernikahan antaragama (moderator). Kuisioner diberikan kepada 65 peserta dalam pernikahan beda agama dengan usia berkisar 26-64 tahun. Data dikumpulkan dengan menggunakan Indeks Kepuasan Pasangan, Inventarisasi Coping Dyadic, dan Kuisioner Skala Sentralitas Religiusitas. Analisis data dilakukan dengan pearson korelasi, analisis regresi, dan Annova satu arah dalam SPSSS versi 23.
Hasil tidak menunjukkan hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan (r = -0,154, p> 0,05), a hubungan positif yang signifikan antara coping diad yang mendukung dan perkawinan kepuasan (r = 0,601, p <0,05), dan tidak ada efek moderasi dari coping diad suportif religiusitas dan kepuasan pernikahan (β = 0,056; p> 0,05). Kesimpulannya, mendukung mengatasi diad terbukti mampu melemahkan, tetapi tidak memoderasi hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan pada individu dalam pernikahan beda agama.

Previous findings found consistent results regarding a positive relationship between religiosity and marital satisfaction (Ahmadi & Hossein-abadi, 2009). However, interfaith marriages are expected to change the course of this relationship. Each level of religiosity produces conflict, acts as a suppressor for marriage. Therefore, this study was conducted to reexamine the relationship between religiosity and marital satisfaction, and to examine the role of Copic Dyadic Support as a couple's strategy in facing challenges in interfaith marriages (moderators). The questionnaire was given to 65 participants in interfaith marriages with ages ranging from 26-64 years. Data were collected using the Pair Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, and the Religiosity Central Scale Questionnaire. Data analysis was performed with Pearson correlation, regression analysis, and one-way Annova in SPSSS version 23.
The results did not show a relationship between religiosity and marital satisfaction (r = -0.154, p> 0.05), a significant positive relationship between coping dyads support and marriage satisfaction (r = 0.601, p <0.05), and there was no moderating effect of coping with supportive religiosity and marital satisfaction (β = 0.056; p> 0.05). In conclusion, supporting overcoming dyads can weaken, but not moderate the relationship between religiosity and marriage satisfaction for individuals in interfaith marriages.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Y. Tunrisna
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dyadic coping stress communication, positive dyadic coping, dan negative dyadic coping terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage yang dual careers family. Sebanyak 33 pasangan suami istri 66 orang mengisi dua alat ukur yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Dyadic Coping Inventory DCI untuk mengukur dyadic coping yang digunakan pasangan dan Couple Satisfaction Index CSI yang mengukur kepuasan pernikahan. Pada penelitian ini, ditemukan terdapat pengaruh positive dyadic coping yang terdiri dari supportive, delegated, dan common dyadic coping GFI= 0.999 > 0.9; RMSEA= 0.03< 0.05; dan p-value 0.245>0.05 terhadap kepuasan pernikahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa positive dyadic coping suami tidak berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan dirinya sendiri, namun persepsi suami terhadap coping istri justru berkontribusi. Di sisi lain, seluruh aspek positive dyadic coping milik istri ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasaan pernikahannya sendiri actor effect dan juga kepuasaan pernikahan suami partner effect . Hasil penelitian lainnya, tidak ditemukan adanya pengaruh stress communication dan negative dyadic coping yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan.

This study aims to see the effect of dyadic coping stress communication, positive dyadic coping, and negative dyadic coping on marital satisfaction in couples commuter marriage that dual careers family. A total of 33 married couples 66 people filled the two measuring instruments used in this study, namely Dyadic Coping Inventory DCI to measure the dyadic coping used by couples and Couple Satisfaction Index CSI that measure marital satisfaction. In this study, there was found positive dyadic coping effect consisting of supportive, delegated, and common dyadic coping GFI 0.999 0.9, RMSEA 0.03 0.05 to marital satisfaction.
The results of this study indicated that husband's positive dyadic coping does not affect his own marital satisfaction, but the husband's perception of wife's coping actually contribute. On the other hand, all aspects of wife's positive dyadic coping are found to have a significant influence on her own marital satisfaction actor effect and also the marital satisfaction of husbands partner effect . Other research results, there was no significant effect of stress communication and negative dyadic coping on marital satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Dewianti Putri
"Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan yang jumlahnya terus bertambah termasuk di Indonesia. Masalah perkembangan tersebut membuat anak dengan spektrum autisme (SA) harus bergantung kepada bantuan dan pendampingan dari orang tuanya. Untuk menjaga kepuasan pernikahan meskipun dihadapkan oleh tantangan terkait simtom anak, orang tua dapat menghadapi permasalahan secara bersama atau yang biasa disebut dyadic coping. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya pada orang tua dari anak dengan SA. Partisipan merupakan 145 orang tua dari anak dengan SA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya. Dari penelitian ini, diketahui bahwa faktor emotion-focused supportive dyadic coping merupakan faktor yang paling berkontribusi pada kepuasan pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>