Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jacobs, Michael
London: Sage Publications, 2003
150.19 JAC s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rieber, Robert W.
Abstrak :
[This book presents new insights into Freud’s famous “discovery” of the unconscious and the subsequent development of psychoanalytic theories. The authors explore the original context in which these ideas arose and the central debate about mind as matter or something that transcends matter. In the course of this examination, it is demonstrated that Freud was influenced not only by the 19th century scientific milieu, but also by ancient cultures. While it is known that Freud was an avid collector of ancient artifacts and generally interested in these older cultures, this book systematically investigates their profound effect on his thinking and theorizing. Two major influences, Egyptian mythology and Jewish mysticism are analyzed in terms of similarities to Freud’s emerging ideas about the mind and its diseases. , This book presents new insights into Freud’s famous “discovery” of the unconscious and the subsequent development of psychoanalytic theories. The authors explore the original context in which these ideas arose and the central debate about mind as matter or something that transcends matter. In the course of this examination, it is demonstrated that Freud was influenced not only by the 19th century scientific milieu, but also by ancient cultures. While it is known that Freud was an avid collector of ancient artifacts and generally interested in these older cultures, this book systematically investigates their profound effect on his thinking and theorizing. Two major influences, Egyptian mythology and Jewish mysticism are analyzed in terms of similarities to Freud’s emerging ideas about the mind and its diseases. ]
New York: [Springer, ], 2012
e20396222
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Susanto
Abstrak :
ABSTRAK
This paper concerns Freuds thoughts on religion. Religion is not only about faith in a great God, but also encompasses the order and discipline of life. Religion involves human relationships, either with God or with others. Freud saw religion as the fulfillment of a childish desire. This can not be separated from his work as a psychologist who produced the concept of psychoanalysis and human sexual stages. Freud disputed the basis of human trust claims by giving three mutually exclusive and holistically unsatisfactory reasons. First, we must trust without demanding proofs. Second, we must believe because our ancestors also believed and third, we must believe because we have evidence from ancient times. Freud contends that such beliefs are nothing more than an illusion. This paper concerns Freuds thoughts on religion. Religion is not only about faith in a great God, but also encompasses the order and discipline of life. Religion involves human relationships, either with God or with others. Freud saw religion as the fulfillment of a childish desire. This can not be separated from his work as a psychologist who produced the concept of psychoanalysis and human sexual stages. Freud disputed the basis of human trust claims by giving three mutually exclusive and holistically unsatisfactory reasons. First, we must trust without demanding proofs. Second, we must believe because our ancestors also believed and third, we must believe because we have evidence from ancient times. Freud contends that such beliefs are nothing more than an illusion.
Aceh: UIN Ar-Raniry , 2017
297 ARR 4:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aan Suhaeni
Abstrak :
Dua balada yang ditulis W.H. Auden ketika ia masih tinggal di Inggris tampak dipengaruhi oleh pemikiran Sigmund Freud, dengan teori kepribadiannya. Untuk melihat sejauh mana pengaruh tersebut, dilakukan penelitian dengan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Penekanan dorongan libido yang terus menerus akan mengakibatkan penyakit pada diri individu, tercermin pada balada Miss Gee. Dalam balada ini terlihat adanya mekanisme pertahanan ego seperti sexua1 repression, sublimasi dan proyeksi serta metode tafsir mimpi. Victor bertemakan konflik kejiwaan antara nilai-nilai yang dianut dan kenyataan yang ada. Balada ini memperlihatkan adanya sosialisasi anak, perkembangan kepribadian, mekanisme pertahanan eqo seperti proyeksi, konsep superego naluri hidup. (eros) dan naluri kematian (Thanatos). Auden dalam dua baladanya yang telah dibahas ini, menaruh simpati kepada mereka yang tertekan karena nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Yulisetianie
Abstrak :
Masa lalu seseorang adalah sebuah proses pembentukan karakter individu. Hal ini terlihat pada karakter fiksi rekaan Thomas Harris, yaitu Hannibal Lecter. Ia telah kehilangan orang tua dan adik tercintanya ketika ia menginjak usia enam tahun. Ia berkembang menjadi anak yang sulit diatur, penyendiri, namun genius. Ketika dewasa, ia menjadi dokter kejiwaan sekaligus ahli forensik yang sukses. Namun di balik itu, ia merupakan orang yang gemar membunuh orang lain dengan sadis dan memakan tubuhnya. la tidak segan menyingkirkan seseorang yang menghalanginya untuk mendapatkan yang ia inginkan. la hanya mengenal dua hal: hal yang membuatnya senang, dan yang tidak. la selalu memilih hal yang pertama. Karakternya yang unik inilah yang hendak dianalisis melalui pendekatan psikoanalisis igmund Freud dan egoisme Max Stirrer. Teori kepribadian Freud menyatakan bahwa terdapat tiga struktur psikis manusia: id, ego, dan superego. Ketiganya bekerja dalam mekanisme yang seimbang. Namun, dalam beberapa kasus, ketiganya tidak dapat bekerja dengan semestinya, sehingga menimbulkan suatu gangguan neurotik atau psikotik. Dalam perspektif Freudian, Lecter merupakan individu dengan ketidakseimbangan psikis yang menyebabkan ia selalu dikuasai oleh dorongan-dorongan id, yaitu selalu bertindak atas dasar kenikmatan. Oleh Freud, hal ini disebut gangguan psikosis. Tindakannya ditentukan oleh hasrat-hasrat. Semua ini merujuk pada dirinya yang egois dan tak peduli pada hal selain dirinya. Bagi Stirner yang hidup sebelum Freud, manusia dipahami sebagai individu yang otonom dengan predikat kepemilikan pribadi. Menurutnya, Yang ilahi adalah urusan Tuhan, yang manusiawi adalah urusan manusia. Urusanku bukanlah yang ilahi dan bukan juga yang manusiawi, bukan juga yang benar, yang baik, yang adil, yang bebas, dan lain-lain ; melainkan milikku belaka. Lecter telah menjadi the owner, memiliki segala hal yang ada dalam kuasanya dan kendalinya. Dengan memiliki, ia akan mendapatkan dan menikmati segala hal yang diinginkannya, karena kepemilikan merupakan keseluruhan keberadaan dan eksistensinya. Dengan menjadi egois, ia telah menemukan dirinya melalui self-reflection sebagai dasar ontologis manusia, dan kemudian mampu mendefinisikan dirinya. Setelah melalui penelitian, Lecter layak disebut sebagai manusia psikotik-egoistik. Hal ini dimaksudkan untuk memberi klasifikasi dan pemahaman baru mengenai mentalitas Hannibal Lecter. Kata Kunci : karakter fiksi; psikoanalisis; teori kepribadian; psikotik; egoisme; egoistik; individualistik
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16060
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ichsan Andi
Abstrak :
Sebagai salah satu unsur yang membangun cerita pada karya sastra anak, tokoh melakukan berbagai tindakan. Sama halnya dengan manusia, motif tindakan tokoh dipengaruhi oleh aspek psikologis atau kejiwaannya, baik secara sadar, prasadar, maupun tidak sadar. Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti memfokuskan bahasan terhadap motif tidak sadar tindakan melarikan diri tokoh Matara yang ada di dalam Mata dan Rahasia Pulau Gapi  atau MDRPG (2018) karya Okky Madasari. MDRPG menceritakan seorang tokoh bernama Matara yang berusaha menjaga benteng tua di Pulau Gapi. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan teori psikoanalisis Sigmund Freud, terutama id, ego, dan superego. Penelitian dilakukan untuk menelaah motif tidak sadar tindakan melarikan diri tokoh Matara. Sebagai kesimpulan, penelitian ini menghasilkan temuan motif tidak sadar kedua tindakan melarikan diri Matara yang dilatari oleh instansi psikis id, ego, dan superego. Motif tidak sadar tindakan melarikan diri pertama adalah adanya dorongan instansi psikis id untuk memenuhi kepuasan rasa senang pada diri Matara dengan cara memunculkan rasa kebosanan. Selain itu, ego mengaktifkan mekanisme pertahanan represi, pengalihan, dan fiksasi. Juga, superego menilai bahwa Matara mendapatkan hukuman (punishment) tanpa pernah mendapatkan penghargaan (reward) atas usaha-usaha yang dilakukannya. Sementara itu, motif tidak sadar melarikan diri kedua adalah id dan ego menilai bahwa eksistensi ayah memiliki peranan yang penting. Dalam hal itu, ego mengaktifkan juga mekanisme pertahanan represi dan pembentukan reaksi.
As one of the intrinsic element that builds stories in children's literature, the character takes various actions. As well as human, the motive of the character's actions are influenced by psychological aspects of preconscious, conscious, and unconscious. In this research, the researcher focuses the discussion on the unconscious psychological motive of Matara`s flee action in Okky Madasari`s Mata dan Rahasia Pulau Gapi or MDRPG (2018). MDRPG tells of a character named Matara who tried to protect the old fort on Gapi Island. This qualitative research uses the approach of Sigmund Freud's psychoanalysis theory, especially on the id, ego, and superego. The study was conducted to examine the unconscious psychological motive of the Matara`s flee action. As the conclusion, this research resulted the discovery of the unconscious motive of two Matara`s flee actions which were based on the id, ego, and superego. The unconscious motive of the first act was the encouragement of the psychic aspect of the id to fulfill the satisfaction of Matara`s pleasure by giving rise to a feeling of boredom. In addition, the ego activates the defense mechanisms of repression, displacement, and fixation. Also, the superego considered that Matara received punishment without ever being rewarded for her efforts. Meanwhile, the unconscious motive of the second act is the id and ego assesses that the existence of her father has an important role. In that case, the ego also activates the defense mechanism of repression and reaction formation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Marselio Ganesa Gumilar
Abstrak :
Humor pada dasarnya dipahami sebagai hal-hal lucu yang dapat membangkitkan rasa gembira dan memicu gelak tawa bagi setiap individu tanpa menyakiti perasaan individu lainnya, tetapi di sisi lain terdapat jenis humor yang justru bersifat offensive dan cenderung dapat menyakiti perasaan, humor seperti itu biasa dikenal dengan istilah Dark joke atau humor gelap. Mayoritas orang tidak menyukai jenis humor tersebut, karena cenderung bersifat kasar, tabu, dan melanggar norma-norma yang ada dalam kehidupan. Sigmund Freud yang merupakan seorang pendiri aliran Psikoanalisis melihat bahwa adanya keterkaitan antara humor dengan mimpi yang sama-sama dapat terbentuk dari keinginan terlarang yang terletak pada alam tidak sadar, yang sewaktu-waktu dapat muncul ke alam sadar. Melalui penelitian ini, penulis akan menggunakan metode kajian literatur dalam memperoleh sumber data yang terkait dengan tema penelitian, yakni dapat berupa buku, artikel, jurnal, karya ilmiah, dan sumber literatur lainnya. Lalu setelah itu penulis akan melakukan analisis kritis melalui pendekatan Estetika Psikoanalisis Sigmund Freud yang akan dikaitkan dengan Teori Humor Pelepasan dan Inkongruitas dalam upaya untuk menjelaskan keterkaitan antara humor dengan trauma yang terdapat pada alam tidak sadar. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengalaman traumatik yang pernah dialami oleh seseorang akan mempengaruhi selera humor mereka menjadi lebih gelap. Hal itu dikarenakan humor sebagai sebuah seni mampu berperan sebagai mekanisme koping dan katharsis terhadap emosi-emosi negatif yang ditimbulkan dari pengalaman traumatis yang pernah dialami. ......Humor is basically understood as funny things that can arouse feelings of joy and trigger laughter without hurting each other, on the other hand there are types of humor that are actually offensive and tend to hurt each other, this humor is usually known as Dark joke or dark humor. Many people don't like this type of humor, because it tends to be rude, taboo and violates existing norms in life. Sigmund Freud, who was the founder of Psychoanalysis, saw that there was a connection between humor and dreams, which were both formed from forbidden desires in the unconscious, which at any time could emerge into the conscious. Through this research, the author will use the literature review method to obtain data sources related to the research theme, which can be books, journals, articles, scientific papers and other literature sources. After that the author will make a critical analysis through Sigmund Freud Psychoanalytic Aesthetic Theory which will be linked to the Humor Theory Relief and Incongruity with the intention to explain the relations between humor and trauma that exists in the unconscious. The results of this research found that the traumatic experiences in a person will influence their sense of humor to become darker. This is because humor as an art is able to act as a coping mechanism and catharsis for negative emotions which appear from traumatic experiences.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shafina Zahrani
Abstrak :
Perang Dunia II menimbulkan berbagai dampak terhadap beberapa negara di Eropa, salah satunya Belanda. Tahun 1940 Belanda menjadi negara yang diinvasi oleh tentara Jerman. Terjadi kekacauan di negara Belanda akibat adanya invasi tersebut. Film Bankier van het Verzet (2018) merupakan salah satu film yang menceritakan tentang Perang Dunia II di Belanda. Film ini memperlihatkan perjuangan seorang bankir bernama Walraven van Hall dalam mendanai perlawanan Belanda terhadap Jerman. Masalah penelitian ini adalah bagaimana dinamika kepribadian tokoh Walraven van Hall dalam film Bankier van het Verzet (2018)? Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan teori psikoanalisis Sigmund Freud tentang id, ego, dan superego yang didukung oleh pendapat Mac Dougall tentang dorongan naluri dasar manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripksikan dinamika kepribadian tokoh Walraven van Hall. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Walraven van Hall mengalami perubahan kepribadian dari id ke ego lalu menjadi superego, id menjadi ego, dan id menjadi superego. Id Walraven van Hall merupakan manifestasi dari dorongan naluri untuk mempertahankan hidup dan berbakti. Ego Walraven van Hall bekerja untuk memuaskan id melalui tindakan-tindakannya dalam menghadapi realita. Superego Walraven van Hall dapat dilihat melalui tindakannya yang berusaha mengendalikan ego, karena hati nurani dan norma yang berlaku di masyarakat. ......World War II has impacts on several countries in Europe, one of which is Netherlands. In 1940 Netherlands became a country that was invaded by German army. There was chaos in Netherlands due to the invasion. Bankier van het Verzet (2018) is a film that tells about World War II in Netherlands. This film shows the struggle of a banker named Walraven van Hall in funding Dutch resistance against Germany. Walraven van Hall sacrifices many things to defend his country. The research’s problem is how Walraven van Hall’s personality dynamics in Bankier van het Verzet film (2018)? This research uses descriptive qualitative methods and Sigmund Freud's literary psychoanalysis theory about id, ego, and superego which supported by Mac Dougall's opinion about human instincts. The purpose of this research is to describe Walraven van Hall’s personality dynamics. The results show that Walraven van Hall’s personality changes from id to ego to superego, id to ego, and id to superego. Walraven van Hall's id is manifestation of survival and serves instinct. Walraven van Hall's ego works to satisfy id in dealing with reality. Walraven van Hall's superego can be seen when he tries to control ego, because of conscience and norms in society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Faiqah
Abstrak :
Kajian ini berawal dan dilatarbelakangi dari kekaguman penulis terhadap fenomena mimpi, Penulis melihat permasalahan yang menarik untuk dikaji secara mendalam pada mimpi terutama hal yang berkenaan dengan kedudukan dan fungsi mimpi. Mulai dari yang menganggap mimpi hanya sebagai wangsit, bunga tidur belaka sampai pada para ilmuwan dan peneliti yang sibuk melakukan penelitian dan eksperimentasi empiris untuk menggali dan mengungkap tabir rahasia dibalik mimpi. Melihat luasnya obyek penelitian yang akan penulis kaji, maka penulis membatasi obyek penelitian ini kepada dua tokoh pemikir besar tentang mimpi yaitu Ibnu Sirin yang berlatar belakang seorang muslim (Dania Timur) dan Sigmund Freud yang berlatar belakang seorang yahudi (Dunia Barat). Kedua orang pemikir ini penulis anggap sangat layak dan sesuai untuk diangkat sebagai obyek, dengan memperhatikan betapa mereka telah melahirkan dan memberikan kontribusi dan sumbangan yang begitu besar berupa konsep dan teori pemikiran tentang mimpi yang kuat dan berpengaruh luas. Metode yang penulis gunakan dalam kajian penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi pustaka. Sedangkan dalam proses analisis data penulis menggunakan tehnik perbandingan dan deskriptif analisis. Setelah melakukan pengolahan data, penulis menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa tcori mimpi antara Ibnu Sirin dan Sigmund Freud terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan teori mimpi mereka antara lain mengenai hal yang berkenaan dengan metodologi mengutarakan mimpi, Kedua ilmuwan itu menyebutkan bahwa dalam mengutarakan mimpi, seorang penafsir haruslah memberikan perhatian yang penuh, bersungguh-sungguh dan tidak terburu-buru. Kemudian, seorang penafsir harus berusaha mencari tabu semua hal yang berhubungan dengan gambaran atau isi mimpi serta pelaku mimpi secara komprehensif. Kemudian terdapat juga kesamaan tentang kamampuan atau pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang penafsir mimpi. lbnu Sirin dan Sigmund Freud sama-sama menyebutkan bahwa seorang penafsir mimpi harus menguasai ilmu tentang Bahasa. tentang makna kata, derivasi kata, dan kata-kata kiasan maupun pribahasa sehingga mengetahui tentang kondisi dan kebiasaan serta budaya yang berlaku pada masyarakat atau daerah setempat. Sedangkan perbedaan konsep atau teori mimpi antara Ibnu Sirin dan Sigmund Freud. antara lain terletak pada sumber atau asal mimpi. Ibnu Sirin mengatakan bahwa mimpi itu ada yang berasal dari Allah, setan dan manusia itu sendiri. Sedangkan Freud, sama sekali bahkan terkesan menafikan pesan Tuhan berkaitan dengan sumber atau asal mimpi, ia lebih menekankan tentang fungsi fisik dan psikis manusia sebagai sumber atau isi mimpi. Terdapat perbedaan juga dalam hal simbol mimpi. Simbol-simbol mimpi yang diungkapkan Ibnu Sirin, hampir mencakup semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. kecuali simbol-simbol yang berkaitan dengan seks. Hal ini disebabkan. karena lbnu Sirin menganggap mimpi-mimpi yang berhuhungan dengan seks adalah tennasuk mimpi yang kosong dan tidak mempunyai makna. Sehingga simbol-simbol yang munculpun tidak perlu diperhatikan maupun ditakwilkan. Sebaliknva Freud, simbol-simbol yang ia kemukakan, meskipun hanya sedikit, sernuanya merupakan simbol-simbol yang berhubungan dengan seks. Kedua hal inilah yang menjadi perbedaan utama konsep mimpi antara lbnu Sirin dan Sigmund Freud. Disamping perbedaan mendasar lain tentang kedudukan dan fungsi mimpi. Ibnu Sirin mengagap mimpi sebagai bagian dari kenabian dan memiliki nilai ibadah. Sedangkan Freud, sama sekali tidak mengkaitkan mimpi dengan agama apalagi Tuhan. ......This study was based on the writer's amazement at the phenomenon of dreams. The writer finds this matter quite interesting to study in some depth, especially the things concerning its importance and function in people's lives. Some people see dreams as they are, but others see them as an illumination. Some scientists and researchers have been occupied with these phenomenons that they have done some empirical research and experiments to reveal the secrets of dreams. Considering the wide-ranging research object the writer is going to study, the writer will limit her research to the two scientists' views on dreams; they are Ibnu Sirin who was a Moslem coming from the East and Sigmund Freud who was a Jewish coming from the West. The writer finds these two scientists' views quite interesting to study as the object of research, considering these two scientists' amazing concepts and theories has greatly influenced many people. The method the writer uses in this research is through a qualitative approach by using a reference-study method. While in the process of data analysis, the writer uses a comparative technique and descriptive analysis. After processing the data, the writer came up with a conclusion that there are some similarities and differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories of dreams. They had similar ideas on the things concerning the methodology used in revealing the meaning of a dream. The two scientists cited that in revealing the meaning of a dream, a dream foreteller had to use some serious thought and did not do that in haste. Then, the dream foreteller had to try hard to find out all the things concerning the object and the subject of a dream in a comprehensive way. Then, the two scientists also shared the same thought on the skills and knowledge which a dream foreteller must have. Both Ibnu Sirin and Sigmund Freud said that a dream foreteller had to have a wide-ranging knowledge of language and its related aspects. They also said that a foreteller had to have a wide-ranging knowledge of the customs and tradition of a local society or area. While the differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories of dreams, among others, lied in the source of a dream. Ibnu Sirin said that dreams could come from the God, evils or people. Sigmund Freud, on the other hand, seemed to negate the role of the God as a source of a dream. The latter scientist gave more importance to human physical and psychological function as a source of a dream. They also had different ideas in the symbols of dreams. The symbols of dream stated by Ibnu Sirin, almost covered all the things related to people's lives, except the symbols related to sex. This might be that Ibnu Sirin saw the dreams concerning sex was meaningless, so that there was no need to pay attention to the symbols given. Freud's symbols, on the other hand, were all, even if just a few, related to sex. Those two things are the main differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories on the importance and function of a dream. Ibnu Sirin saw dreams as a part of prophecy and had religious values, while Freud, did not relate dreams to religion, or the God.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T17903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library