Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Rafli
Abstrak :
Latar belakang: Penyakit ginjal kronik PGK masih merupakan masalah kesehatan yang serius pada anak dengan morbiditas yang semakin meningkat dan memiliki dampak terutama pada kualitas hidup anak. Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalens PGK pada penderita ge; 15 tahun di Indonesia sebesar 0,2 . Penelitian di Kuwait melaporkan peningkatan prevalens PGK pada anak dari 188 1996 menjadi 329 per satu juta populasi anak pada tahun 2003. Tujuan: Mengetahui kualitas hidup anak PGK serta hubungannya dengan derajat keparahan, lama diagnosis, dan faktor-faktor yang berhubungan demografi. Metode: Penelitian potong lintang antara Juli 2016-Mei 2017. Subyek penelitian adalah anak berusia 2-18 tahun yang didapatkan secara consecutive sampling dan menggunakan kuesioner baku PedsQL trade; modul generik versi 4.0 yang diisi orangtua dan anak. Hasil: Total subjek adalah 112 anak. Kualitas hidup terganggu didapatkan dari laporan orangtua 54,5 dan laporan anak 56,3 . Fungsi sekolah dilaporkan paling sering terganggu pada laporan anak dan fungsi fisis pada laporan orangtua. Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah lama diagnosis >60 bulan p=0,004 , jenis kelamin perempuan p=0,019 , dan jenjang pendidikan menengah p=0,003. Simpulan: Lebih dari separuh anak PGK menurut orangtua 54,5 dan anak 56,3 memiliki gangguan kualitas hidup terutama pada fungsi sekolah dan fungsi emosi. Lama diagnosis >60 bulan, jenis kelamin perempuan, dan jenjang pendidikan menengah merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak PGK. ...... Background: Chronic kidney disease CKD is still serious health problem in children with increasing morbidity affect children's quality of life. From Riskesdas 2013, prevalence of patients CKD ge 15 years old in Indonesia is 0,2 . Research in Kuwait shows increasing prevalence children with CKD from 188 1996 to 329 per millions of the age related population in 2003. Aim: To assess the quality of life children with CKD as well as relationship with duration of diagnosis, severity, and related factors demographic. Methods: A cross sectional analytic study. Subjects were recruited from July 2016 May 2017 through consecutive sampling. CKD children aged 2 18 years were involved, patients and their parents were asked to fill out the PedsQL trade generic score scale version 4.0 questionnaire. Result: A total of 112 children were recruited, quality of life was affected from parents's reports 54,5 and children's reports 56,3. The school and emotional have lowest score affected parameter studied. Factor related to quality of life children with CKD were duration of diagnosis 60 months p 0,004 , female p 0,019 , and middle school p 0,003. Conclusion: More than half children with CKD have disturbance quality of life in general from parents's reports 54,5 and children's reports 56,3 . Duration of diagnosis 60 months, female, and middle school were related with quality of life children with CKD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Aulia Kirana
Abstrak :
Infeksi HIV yang bersifat kronik memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup pasien, termasuk anak. Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah status ekonomi. Studi potong lintang ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status ekonomi keluarga dengan kualitas hidup anak terinfeksi HIV. Secara consecutive sampling didapatkan 87 anak terinfeksi HIV yang sedang menjalani rawat jalan di RSCM beserta orang tua atau pengasuh utamanya. Nilai kualitas hidup didapatkan melalui kuesioner PedsQLTM generik dalam bahasa Indonesia, yang terdiri atas laporan anak (usia 5-18 tahun) dan laporan orang tua (usia 2-18 tahun). Data juga diperoleh dari pengisian kuesioner identitas dan rekam medik pasien. Sebanyak 48 (55,2%) subyek berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang rendah, sedangkan 39 (44,8%) sisanya berstatus ekonomi tinggi. Berdasarkan laporan anak, 34 (65,4%) anak memiliki kualitas hidup normal dan 18 (34,6%) lainnya terganggu. Sementara berdasarkan laporan orang tua, 51 (58,6%) anak memiliki kualitas hidup normal dan 36 (41,4%) memiliki kualitas hidup terganggu. Uji chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara status ekonomi dan kualitas hidup anak terinfeksi HIV baik menurut laporan anak (p= 0,444) maupun laporan orang tua (p=0,415). ......Chronic HIV infection has negative effect for patient’s quality of life (QoL), including children. The QoL can be affected by multiple factors, one of them is economic status. This cross sectional study was conducted to analyze the correlation between family’s economic status and QoL in HIV infected children. By consecutive sampling, there was 87 HIV infected children who were outpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital with their parent or main caregiver. The QoL score was obtained from PedsQLTM questionnaire in bahasa Indonesia, conclude of child-self report (5-18 y.o.) and parent-proxy report (2-18 y.o.). Data was also collected from identity questionnaire and medical record. About 48 (55.2%) subjects was in low economic status while 39 (44.8%) was in high economic status. Based on child-self report, QoL was normal in 34 (65.4%) children and low in 18 (34.6%) children. Meanwhile, parent-proxy report showed that 51 (58.6%) child had normal QoL and 36 (41.4%) child had the low one. The chi-square test showed that there is no significant correlation between economic status and QoL in HIV infected children, based on child-self report (p=0.444) and parent-proxy report (p=0.415.)
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Arifah Rahmawati
Abstrak :
Latar belakang: Infeksi HIV pada anak masih menjadi beban masalah kesehatan di Indonesia. Kualitas hidup anak terinfeksi HIV lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup anak terinfeksi HIV, salah satunya faktor pengasuh utama. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pendidikan pengasuh terhadap kualitas hidup anak terinfeksi HIV. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek penelitian adalah anak berusia 2-18 tahun dengan infeksi HIV yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo beserta orang tua/wali, diambil dengan metode consecutive sampling. Data tingkat pendidikan pengasuh utama didapatkan melalui wawancara dengan orang tua/wali. Kualitas hidup anak terinfeksi HIV diukur menggunakan kuesioner PedsQLTM 4.0 versi Indonesia serta dibedakan menjadi kualitas hidup menurut laporan anak dan laporan orang tua. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Fisher dengan perangkat lunak SPSS versi 20.0 untuk windows. Hasil: Sebanyak 80 anak dan orang tua/wali terlibat dalam penelitian ini. Pengukuran kualitas hidup menurut laporan anak menunjukkan 13 (25.0%) dan menurut laporan orang tua sebanyak 24 (30.0%) anak terinfeksi HIV mengalami gangguan kualitas hidup. Sebanyak 58 (72.5%) pengasuh utama memiliki tingkat pendidikan menengah. Pengasuh utama dengan pendidikan rendah sebanyak 13 (16.3%) dan pendidikan tinggi 9 (11.3%). Hasil analisis hubungan tingkat pendidikan pengasuh utama dan kualitas hidup menurut laporan anak menunjukkan nilai significancy 1.000 (p<0.05).dan menurut laporan orang tua 0.441 (p<0.05). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan pengasuh utama dan kualitas hidup anak terinfeksi HIV. ......Background: HIV infection in children is a health burden in Indonesia. HIV infected-children are known to be having lower quality of life than normal children. There are several factors affect quality of life of HIV-infected children relating with caregivers. The purpose of this study was to determine the relationship between caregiver’s education level and quality of life of HIV infected children. Methods: This is a cross sectional study. Subjects are 2-18 years HIV-infected children who were outpatient of Cipto Mangunkusumo Hospital along with their caregivers, and taken using consecutive sampling method. The main caregiver’s education level data obtained through interviews with caregivers. Qualities of life of HIV-infected children were measured using Indonesian version of PedsQLTM 4.0 and grouped into children self-report and paret proxy-report quality of life. Data were analyzed with Fisher test using SPSS for windowa version 20.0. Results: A total of 80 children and caregivers involved in this study. Low quality of life was found in 13 (25.0%) based on children self-report and 24 (30.0%) according to parent proxy-report. Most of caregivers has moderate education level. Caregivers with middle education level were 58 (72.5%), low were 13 (16.3%) and high were 9 (11.3%). Analysis of the relationship between caregiver’s education level and quality of life of HIV-infected children showed p-value 1.000 (p<0.05) according to children reports and parent proxy-reports 0.441 (p<0.005). Conclusion: There was no correlation between caregiver’s education level and quality of life of HIV infected children.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghaisani Fadiana
Abstrak :
Latar belakang Disorders of sex development (DSD) 46,XY adalah kelainan bawaan perkembangan gonad maupun struktur genitalia interna dan eksterna yang berhubungan dengan kromosom 46,XY. Manifestasi klinis DSD yang bervariasi, diagnosis akhir, gender assignment, tata laksana terapi hormon dan pembedahan dapat memberikan dampak pada kualitas hidup dan psikososial. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran spektrum klinis, luaran (diagnosis akhir, gender assignment, pembedahan), kualitas hidup, gangguan psikososial dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode Studi dilakukan terhadap 122 anak yang berusia kurang dari 18 tahun dengan DSD 46,XY yang berobat ke RSUPN Cipto Mangunkusumo pada 5 tahun terakhir. Pengambilan data sekunder seperti spektrum dan luaran klinis dilakukan mulai Januari hingga Mei 2022. Sebanyak 56 subyek dilakukan wawancara untuk evaluasi kualitas hidup dengan instrumen The Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQLTM) dan gangguan psikososial dengan instrumen Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ). Hasil Manifestasi klinis terbanyak pada DSD 46,XY adalah hipospadia (97,5%), mikropenis (82,8%), skor EMS < 7 (81,1%), dan skrotum bifidum (75,4%). Sebagian besar individu dengan DSD 46,XY ditetapkan (gender assignment) sebagai lelaki (98,4%), dengan 5,74% subyek yang mengalami perubahan gender assignment dari perempuan. Diagnosis akhir pada DSD 46,XY adalah gangguan maskulinisasi (89,34%), disgenesis gonad (7,38%) dan gangguan sintesis/fungsi androgen (3,28%). Prevalensi gangguan kualitas hidup dan psikososial pada DSD 46,XY rendah. Analisis fungsi domain PedsQLTM dan SDQ menunjukkan 10,71% dan 25,64% subyek mengalami gangguan pada salah satu fungsi kualitas hidup dan/atau salah satu komponen psikososial. Pembedahan pada DSD 46,XY berhubungan dengan fungsi emosi kualitas hidup (p = 0,012) dan psikososial (p = 0,025), sedangkan skor EMS berhubungan dengan fungsi sekolah (p = 0,038). ......Background : Clinical Manifestations, Outcomes, and Quality of Life in Children with 46,XY Disorder of Sex Development (DSD) : Dr. Frida Soesanti, Sp.A(K) DR. Dr. Irfan Wahyudi, Sp.U(K) DR. Dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH Disorders of sex development (DSD) 46,XY is a developmental disorder of gonadal, external, and internal genitalia associated with chromosome 46,XY abnormalities. Varied clinical manifestations, definitive diagnosis, gender assignment, hormone replacement therapy, and surgery may have an impact on the quality of life and psychosocial problems. Objective The study aims to describe clinical manifestations, outcomes (definitive diagnosis, gender assignment, surgery), quality of life, psychosocial problems, and their related factors in children with 46,XY DSD. Methods A study was conducted on 122 subjects below 18 years of age who had been initially diagnosed with 46,XY DSD for the past 5 years (2017-2022) in Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. Secondary data such as clinical manifestations and outcomes were collected from both paper-based and electronic-based medical records from January until May 2022. Fifty-six subjects were able to join telephone interviews assessing their quality of life using The Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQLTM) and psychosocial problems using the Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ). All data were statistically analyzed with SPSS version 25.0. Results The most common clinical manifestations in 46,XY DSD were hypospadias (97.5%), micropenis (82.8%), EMS score < 7 (81.1%), and bifid scrotum (75.4%). The majority of the subjects were finally assigned as male (98,4%) with only 5.74% of subjects having gender assignment change from female to male. The definitive diagnosis of DSD 46,XY was undermasculinization disorder (undefined) (89.34%), gonadal dysgenesis (7.38%), and androgen insensitivity syndromes (3.28%). The prevalence of quality of life disorders and psychosocial problems was low. PedsQLTM and SDQ subscale analysis showed that 10.17% and 25.64% of subjects had abnormal scores of quality of life and psychosocial problems, respectively. Surgery was associated with lower emotional function in PedsQLTM (p = 0,012) and its total score (p = 0,023), and emotional component of SDQ (p = 0.025). Scores of EMS were also associated with the school function of PedsQLTM (p = 0.038). Conclusion Surgery is an important factor affecting the emotional function of the quality of life and psychosocial problems; whereas an EMS score < 7 is associated with school function.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library