Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raisa Fatnisary
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai perjanjian kawin berdasarkan asas kebebasan berkontrak dengan pembanding negara Amerika Serikat. Pada dasarnya perjanjian perkawinan dapat merupakan sebuah solusi dari permasalahan yang mungkin dihadapi oleh suami atau isteri dalam menjalankan kehidupan perkawinan, terutama mengenai harta benda mereka. Kondisi masyarakat yang makin demokratis dan kritis membuat perjanjian kawin mengalami perkembangan. Isi yang diatur di dalam perjanjian kawin tidak hanya mengenai harta benda perkawinan, namun dapat juga seperti pembagian biaya keluarga, penyelesaian perselisihan dalam rumah tangga, kebiasaan mengoleksi barang langka yang tergolong mahal, hingga mengatur terhadap profesi masing-masing calon suami istri selama perkawinan berlangsung. Negara Amerika Serikat merupakan negara common law dengan yurisprudensi sebagai sumber hukumnya. Selain adanya ketentuan umum pemerintah federal, tiap-tiap negara bagian memiliki peraturan berbeda antar satu sama lain. Dalam kaitannya dengan perjanjian kawin, mayoritas negara bagian mengadopsi ketentuan Uniform Premarital Agreement Act (UPAA) sehingga peraturan tersebut berlaku sejalan dengan ketentuan masing-masing negara bagian.Perbedaan dari masing-masing negara bagian serta sistem yang tidak membedakan hukum keluarga dan hukum kontrak membuat negara Amerika Serikat menarik untuk dijadikan pembanding. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana pengaturan megenai perjanjian kawin di Negara Indonesia dan Amerika Serikat serta akibat hukum perjanjian kawin yang tidak hanya mengatur mengenai harta kekayaan namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum adalah yuridis-normatif, yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dan mengikat masyarakat. Hasil analisa adalah bahwa pembuatan perjanjian kawin yang tidak menyangkut mengenai harta benda suami atau istri pada umumnya dimungkinkan berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Walaupun isi dari perjanjian dapat dibebaskan, perjanjian tetap harus mengikuti ketentuan undang-undang, agama, kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. ......This research discusses the marriage agreement based on the principle of freedom of contract with the comparator of the United States. Basically, a marriage agreement can be a solution to the problems that a husband or wife may face in carrying out their married life, especially regarding their property. The more democratic and critical conditions of society make the marriage agreement develop. The contents stipulated in the marriage agreement are not only regarding marital property, but can also include the sharing of family expenses, settlement of disputes in the household, the habit of collecting expensive rare items, to regulating the profession of each prospective husband and wife during the marriage. The United States of America is a common law country with jurisprudence as its source of law. In addition to the general provisions of the federal government, different states have different regulations from one another. In relation to marriage agreements, the majority of states adopt the provisions of the Uniform Premarital Agreement Act (UPAA) so that these regulations apply in line with the provisions of each state. The United States is interesting for comparison. The problems raised in this study are about how to regulate marriage agreements in Indonesia and the United States and the consequences of marriage agreement law which not only regulates assets but is based on the principle of freedom of contract both in Indonesia and in the United States. To answer this problem, a legal research method is used that is juridical-normative, which refers to the legal norms contained in the laws and regulations as well as norms that apply and bind the community. The result of the analysis is that the making of a marriage agreement that does not involve the husband or wife's property is generally possible based on the principle of freedom of contract. However, even though the contents of the agreement can be exempted, the agreement must still comply with the provisions of law, religion, propriety, morals and public order.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Khairandy
Jakarta: Universitas Indonesia, 2003
346.022 KHA i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Nurul Widyastuti
Abstrak :
Hukum perdata Indonesia adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban antara sesama subjek hukum baik Privat maupun Badan hukum. Salah satunya adalah Prinsip Kebebasan Berkontrak (Freedom of contract) yang sebenarnya sudah dikenal sejak menusia mengenal hukum. Prinsip kebebasan berkontrak didasarkan pada Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: "Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mere yang membuatnya". Pada dasarnya para pihak dapat memperjanjikan apa saja yang dikehendaki. Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua atau lebih pihak yang berisi prestasi hak dan kewajiban berdasarkan kebebasan berkontrak dan tanpa paksaan. Hanya saja prinsip Kebebasan Berkontrak ada batasannya. Batasan dari Kebebasan Berkontrak diatur dalam Pasal 1339 BW, dimana disebutkan bahwa batasannya adalah: Pertama, Kepatutan. Kedua, Kebiasaan; dan Ketiga, Undang-undang. Di sisi lain berdasarkan Pasal 31 Undang Undang No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan mengatur bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan Lembaga Negara, Intansi pemerintah Republik Indonesia, Lembaga Swasta atau perseorangan Warga Negara Republik Indonesia. Berdasarkan uraian singkat diatas, maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengambil judul : Aspek Hukum Prinsip Kebebasan Berkontrak Berkaitan dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan dihubungkan dengan Dalam skripsi ini akan penulis bahas mengenai dampak hukum penerapan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara terhadap pelaksanaan prinsip kebebasan berkontrak di Indonesia dan bentuk solusi hukum yang dapat diterapkan dalam perjanjian kerjasama berbahasa asing di Indonesia terhadap pelaksanaan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan berdasarkan tujuannya, skripsi ini dapat digolongkan ke dalam penelitian hukum Kualitatif, yang menggunakan pendekatan sistematika hukum. Hasil dari penelitian tersebut dapat penulis uraikan dalam kesimpulan umum sebagai berikut; Dampak hukum penerapan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara terhadap pelaksanaan prinsip kebebasan berkontrak di Indonesia, adalah dapat dinyatakan Batal Demi Hukum. Karena UU No. 24 Tahun 2009 seharusnya sudah berlaku pada tanggal 9 Juli 2009 sehingga terhadap perjanjian ini yang dibuat pada tanggal 20 Desember 2009 Wajib menggunakan bahasa Indonesia dan bila perjanjian tersebut melibatkan pihak asing maka selain wajib menggunakan bahasa Indonesia juga ditulis menggunakan bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris. Apabila perjanjianya tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dapat memenuhi unsur kekhilafan, karena tidak begitu memahami apa yang dimaksudkan dalam perjanjian tersebut, sehingga alasan ketidakmengertian para pihak terhadap isi dari perjanjian dimaksud sebagai konsekuensi akibatnya adalah batal demi hukum. ......Indonesian civil law is one area of law governing the rights and obligations of legal subjects among both Private and legal entities. One is the principle of freedom of contract (Freedom of contract) which is already known from the human family to know the law. The principle of freedom of contract is based on Article 1338 Civil Code, which reads as follows: "All approvals are made legally valid as a law for those who make it". Basically, the parties may portend anything you want. The agreement is an agreement between two or more parties that contain performance rights and obligations under freedom of contract and without coercion. It's just the principle of freedom of contract there is a limit. Limitation of freedom of contract under Article 1339 BW, which stated that the limitations are: First, Agree. Second, Habits, and Third Law. On the other hand based on Article 31 of Law No.. 24 Year 2009 on the Flag, Language, Emblem and Anthem Country set that the Indonesian language shall be used in the memorandum of understanding or agreement involving state agencies, intitution Indonesian republican government, private organizations or individual citizens of the Republic of Indonesia. Based on the brief description above, the writer tries to do research by taking the title: "The principle of freedom of contract Legal Aspects Related to Implementation of Law Number 24 Year 2009 on the flag, language and the State Emblem and Anthem associated with the use of a Foreign Language in an Arrangement". In this paper the authors will discuss the impact of the legal application of the Law No. 24 Year 2009 regarding Flag, Language and the State Emblem of the implementation of the principle of freedom of contract in Indonesia and other forms of legal solutions that can be applied in a foreign collaboration agreement in Indonesia on the implementation of Law No. 24 Year 2009 about Flag, Language and the State Emblem. The method used in this research is descriptive research method and based on objective, this thesis can be classified into qualitatif legal research, which uses a systematic approach to the law. The results of these studies can be authors describe in the following general conclusions: Implications judicial application of Law No. 24 Year 2009 regarding Flag, Language and the State Emblem of the implementation of the principle of freedom of contract in Indonesia, is to be deemed void. Since the Law. 2 of 2009 should have been effective on July 9, 2009 that the agreement that was made on December 20, 2009 Mandatory use Indonesian and when such agreements involving foreign parties in addition to the obligatory use the Indonesian language is also written in the national language of the foreign party and / or English. If agreement not made in the Indonesian language can meet the elements of an oversight, because it does not really understand what was intended in the agreement, so excuse ignorance of the parties to the contents of the agreement referred to as a consequence of the result is null and void.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44176
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Kemal Kono
Abstrak :
Penyalahgunaan keadaan merupakan salah satu alasan pembatalan perjanjian di dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek di Belanda. Dewasa ini penyalahgunaan keadaan mulai digunakan sebagai alasan Majelis Hakim di Indonesia untuk membatalkan suatu putusan. Di Jerman sendiri tidak terdapat doktrin penyalahgunaan keadaan, namun terdapat aturan terkait penyalahgunaan keadaan, yakni Pasal 138 ayat (1) dan Pasal 138 ayat (2) Bürgerliches Gesetzbuch. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan penyalahgunaan keadaan yang ada di Belanda dan Jerman dan juga merumuskan ketentuan apakah yang tepat untuk mengatur penyalahgunaan keadaan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan perbandingan (comparative approach). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa Indonesia lebih baik mengikuti teori penyalahgunaan keadaan yang dianut oleh Belanda karena teori penyalahgunaan keadaan di Belanda telah lama digunakan di Indonesia dan juga teori ini tidak terlalu memberikan batasan yang sempit untuk diterapkan. ...... Undue influence is one of the defects of consent in Nieuw Burgerlijk Wetboek in Netherlands. Recently, undue influence has been used by Indonesian court as one of the defects of consent. In Germany, there’s no doctrine about undue influence, but there’s a statute that related to undue influence, articles 138 (1) and (2) Bürgerliches Gesetzbuch. The purpose of this research is to compare undue influence in Dutch Law and German Law, also to find the best formula to regulate undue influence in Indonesian Law. According to this research, Indonesia better follow undue influence in Dutch Law, because it’s long been used in Indonesia and it doesn’t give a narrow restriction to apply.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lea Marivona Hestiningtyas Broto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Hendrawan
Abstrak :
Kehidupan manusia yang selalu berubah dan berkembang (dinamis) tidak statis menimbulkan berbagai macam kegiatan didunia ini, tidak terkecuali dalam kegiatan berbisnis atau melakukan kegiatan usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Kegiatan usaha tersebut ada yang dilakukan secara perorangan atau sendiri ada pula yang dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok. Kegiatan usaha manusia secara bersama-sama atau berkelompok ini banyak bentuk dan ragamnya serta lazim disebut sebagai badan usaha atau organisasi usaha. Badan usaha-badan usaha yang ada dalam sistem hukum dagang kita, diantaranya adalah Maatschap Atau Persekutuan Perdata, Perseroan Firma (Fa), Perseroan Komanditer (CV yaitu Commanditaire Vennootschap) dan PT (Perseroan Terbatas). Badan usaha PT (Perseroan Terbatas) inilah yang lazim dan sering digunakan oleh pelaku bisnis di tanah air. Aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Perseroan Terbatas ini diatur dalam suatu Undang-undang yang sangat rinci dan lengkap yang dinamakan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT). Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dari pengertian yang diberikan oleh undang-undang ini sangat jelas bahwa dasar suatu pendirian PT (Perseroan Terbatas) adalah perjanjian. Sehingga dasar dari pendirian suatu PT (Perseroan Terbatas) yang dituangkan dalam suatu Akta Pendirian yang dibuat dihadapan Notaris dengan bahasa Indonesia tersebut adalah Perjanjian. Para pihak dapat dengan bebas menentukan apa-apa yang akan diperjanjikannya dalam akta pendirian tersebut, asalkan tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Perjanjian tersebut haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan syarat sahnya suatu perjanjian dan Perjanjian ini mengikat para pihak yang membuatnya. Hal inilah yang disebut sebagai Asas Kebebasan Berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan menjadi dasar dalam pendirian suatu PT (Perseroan Terbatas). ......Human life is always changing and evolving (Dynamic) not static pose a variety of activities in this world, not least in business activities or conduct business in meeting their needs The. The business activity is done to individuals or own some are done together or in groups. The business activities of humans together or in groups, many forms and manifold and commonly referred to as a business entity or organization business. Business entities-entities that exist in the legal system we trade, including the Maatschap Or Guild Civil Code, the Company Firm (Fa), a limited partnership (CV namely Commanditaire Vennootschap) and PT (Company Limited). The business entity PT (Company Limited) is that common and often used by businesses in the country. The rules and regulations governing Company Limited is regulated in an Act that very detailed and complete, called the Law Company Limited (Company Law). In Act mentioned that the Limited Liability Company (PT) is a legal entity established under the agreement, activities venture with a capital base that is entirely divided into stock, and meet the requirements set forth in this law and its implementing regulations. From understanding given by this law very it is clear that the basis of an establishment of PT (Company Limited) is an agreement. So that the basis of the establishment of a PT (Limited Liability Company) as outlined in a Deed Incorporation before a Notary with language Indonesia is the Agreement. The parties may freely determine what is going diperjanjikannya in the deed, provided they do not conflict to morality, public order and law. The agreement must comply with the provisions a legal contract and the terms of this Agreement binds the parties who made it. This is what is referred to as The principle of freedom of contract contained in Article 1338 The Book of the Law of Civil Law and the basis for the the establishment of a PT (Company Limited).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alam Setya
Abstrak :

Dalam Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham PT XY terdapat satu klausula yang mengesampingkan ketentuan Pasal 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang tidak cakap dalam suatu perjanjian untuk menuntut pembatalan perjanjian. Pengesampingan suatu ketentuan hukum dapat dilakukan dengan berdasarkan asas kebebasan berkontrak sebagaimana termaktub dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah apakah Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat mengesampingkan Pasal 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, selanjutnya apakah klausula pengesampingan tersebut memenuhi syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan apakah PT XY dapat membatalkan perjanjian tersebut berdasarkan Pasal 1320 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mengingat telah adanya klausula mengesampingkan Pasal 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam menjawab permasalahan-permasalahan tersebut diadakan penelitian hukum dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, dan teori mengenai asas kebebasan berkontrak. Hasilnya, bahwa Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dapat untuk mengesampingkan Pasal 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sekaligus menjawab bahwa klausula yang mengatur pengenyampingan Pasal 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memenuhi syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan PT XY dapat membatalkan perjanjian dengan dasar Pasal 1320 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

 


In the PT XY Shareholder Loan Agreement, there is one clause that waives the provisions of Article 1331 of the Indonesian Civil Code, which is a provision that gives rights to an inept party to an agreement to demand a cancellation of the agreement. Waiver of a legal provision can be based on the principle of freedom of contract as stipulated in Article 1338 of the Indonesian Civil Code. Based on this, the problem raised in this thesis is whether Article 1338 of the Indonesian Civil Code can waives Article 1331 of the Indonesian Civil Code, furthermore whether the waiving clause fulfills the validity terms of an agreement under Article 1320 paragraph (4) of the Indonesian Civil Code, and whether PT XY can cancel the agreement based on Article 1320 paragraph (2) of the Indonesian Civil Code, given the existence of the clause that waives Article 1331 of the Indonesian Civil Code. To answering these problems, legal research is carried out using the normative juridical research method, and the theory of the principle of freedom of contract. The results are that Article 1338 of the Indonesian Civil Code cannot waives Article 1331 of the Indonesian Civil Code, and at the same time responds that the clause governing the waives of Article 1331 of the Indonesian Civil Code does not meet the validity terms of an agreement under Article 1320 paragraph (4) of Indonesian Civil Code, and PT XY can cancel the agreement on the basis of Article 1320 paragraph (2) of Indonesian Civil Code.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Ardianto
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai syarat dan ketentuan pada uang elektronik yang sudah dibuatkan dalam bentuk klausula baku oleh pihak Penerbit Uang Elektronik. Penggunaan klausula baku tidak dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU Perlindungan Konsumen, namun demikian klausula baku seringkali memposisikan nasabah pemegang uang elektronik selaku konsumen pada posisi yang tidak seimbang dan cenderung melindungi kepentingan Penerbit uang elektronik. Tesis ini mencoba membahas pengaturan tentang klausula baku berikut dampak yang diakibatkan olehnya, serta kerangka perlindungan kepada nasabah Pemegang Uang Elektronik. ......This thesis describes the terms and conditions of the electronic money that has been made ​​in the form of standard clause by the Electronic Money Issuer. The use of standard clause is not prohibited by the Consumer Protection Act, however, is often standard clause position holders of electronic money as a consumer in a position that is not balanced and tend to protect the interests of Issuer electronic money. This thesis tries to discuss the setting of the following standard clause impact resulting therefrom, as well as customer protection framework Holder Electronic Money.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Ramadhani
Abstrak :
Perjanjian perkawinan saat ini semakin dikenal oleh masyarakat. Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan batasan bahwa isi perjanjian perkawinan tidak dapat melanggar hukum, agama, dan kesusilaan. Terdapat perbedaan pendapat apakah perjanjian perkawinan hanya dapat mengatur mengenai harta sesuai dengan ketentuan KUH Perdata atau dapat mengenai segala hal selama tidak melanggar batas yang disebutkan oleh Pasal 29 Ayat (2). Penelitian ini menganalisis mengenai pencantuman klausul kompensasi di dalam perjanjian perkawinan sebagai bentuk implementasi asas kebebasan berkontrak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan meneliti bahan kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah asas kebebasan berkontrak di dalam perjanjian perkawinan dapat diimplementasikan hanya dalam hal menyangkut subjek atau diri pribadi pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian. Mengenai isi perjanjian perkawinan mengikuti aturan KUH Perdata bahwa perjanjian perkawinan hanya mengenai soal harta. Dibutuhkan aturan spesifik yang mengatur mengenai isi perjanjian perkawinan. ......Marriage agreement is commonly recognized by the society nowadays. Article 29 Subsection (2) of Indonesian Marriage Act only regulate a limitation that the content of marriage agreement can not violate the law, religion, and ethics. There are different kind of opinions regarding whether marriage agreement can only regulate regarding matrimonial assets in accordance with Indonesian civil code or it can regulate in every aspect as long as it does not cross the limitation set by Article 29 Subsection (2). This research analyses about the inclusion of compensation clause in marriage agreement as an implementation of freedom of contract principle. Method that is used in this research is normative juridical by conducting library research. The result of this research is that freedom of contract principle in marriage agreement can be implemented only in terms of the subject or the parties that bind themselves in the agreement. Regarding the contents of the marriage agreement, it follows the regulation of the Indonesian Civil Code that the marriage agreement is only about marital assets. Thus, specific regulations regulating the contents of marriage agreement is needed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi Murti
Abstrak :
ABSTRAK
Kebutuhan rumah merupakan kebutuhan yang mendesak harus terpenuhi bagi masyarakat. Karena tidak tersedia dana besar dalam waktu seketika, maka pemenuhannya diusahakan dengan melibatkan bank. Antara masyarakat dengan bank terjadi hubungan hukum perikatan karena Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Penyusunan perjanjian kreditnya oleh bank biasanya dibuat dalam bentuk formulir-formulir. Sehingga mengenai perjanjian kreditnya diperoleh tiga masalah pokok yaitu adakah kebebasan berkontrak di dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, apakah Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah mengandung klausul baku sebagaimana dimaksud Undang Undang Perlindungan Konsumen dan sejauh manakah keterlibatan notaris dalam rangka penyusunan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Oleh karena banyak berhubungan dengan asaz-asaz yang mendasari penyusunan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, maka digunakan metode penelitian hukum normatif, dengan melakukan studi pustaka terhadap data sekunder yang diperoleh dari sumber data perundangundangan dan hasil penelitian yang telah dipublikasikan. Konsep analisa data menggunakan metode deduktif dari penelitian yang umum guna memperoleh kesimpulan yang khusus, yaitu perjanjian kredit umum untuk memperoleh kesimpulan bahwa Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah berlaku pula ketentuan mengenai perkreditan umum dengan syarat penggunaan kredit yang khusus. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa asaz kebebasan berkontrak dari segi positif tidak berlaku terhadap perjanjian Kredit Pemilikan Rumah karena idealnya menghendaki kedudukan yang seimbang, dan dari segi negatifnya kebebasan berkontrak mengundang para pihak untuk bebas menentukan perjanjian sehingga dominasi pihak yang kuat dari segi ekonomi banyak menentukan isi daripada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah mengandung klausul baku sebagaimana dimaksud Undang Undang Perlindungan Konsumen, oleh karena itu terhadap klausulnya batal demi hukum tetapi terhadap perjanjiannya tergantung pada para pihak. Notaris sebagai profesi dalam kaitannya dengan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah sangat penting karena jabatannya menjadikan perjanjian yang dibuat di hadapannya menjadikan perjanjian yang dibuatnya menjadi akta otentik.
2003
T36533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>