Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khalifatulhabibah Ismail
Abstrak :
Ekonomi Gig adalah suatu bentuk varian dari Neoliberalisme yang berkembang di Amerika. Ekonomi Gig hadir seiring dengan globalisasi serta proses revolusi digital 4.0.Ekonomi Gig yang timbul dari hubungan individu serta masyarakat akan mempengaruhi kebijakan ekonomi Amerika. Berkembangnya teknologi menjadi serba otomatisasi digital menyebabkan tenaga kerja manusia digantikan oleh teknologi. Ekonomi Gig merupakan solusi digital di Amerika.Tesis ini akan menunjukan bagaimana siklus ekonomi Gig berkembang di Amerika mengikuti kebutuhan dan kepentingan bangsa Amerika, dan akhirnya ekonomi Gig sebagai solusi atas globalisasi teknologi yang sangat tinggi.Tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif dengan memusatkan prinsip-prinsip umum yang mendasari suatu gejala atau pola yang ada dalam kebijakan ekonomi Amerika. Menggunakan teknik penulisan deskriptif-interpretatif, yang melihat gejala-gejala dari aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi sebagai satu kesatuan yang membentuk suatu pemahaman intergratif. ......Gig Economy is a variant of Neoliberalism that developed in America. Economy Gig comes along with globalization and the process of digital revolution 4.0.Gig Economy arising from individual and community relationships will affect American economic policy. The development of technology into an all-round digital automation led to the human workforce being replaced by technology.This thesis will show how the Gig economy cycle is developing in America following the needs and interests of the American people, and finally the Gig economy as a solution for globalization of technology.This thesis is largerly based on literature research method with an emphasis on a qualitative approach by concentrating the general principles of method in analytical describing the implementation that exists in American economic policy. Using descriptive-interpretive techniques to understand phenomenon’s from a diversity of social, cultural, political and economic aspects as a intergrative understanding of it.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Sri Saparingga
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai fenomena normalisasi eksploitasi diri yang dilakukan oleh pekerja paruh waktu (freelancer) di bidang industri kreatif dalam platform digital. Kondisi ini berkaitan dengan gig economy yang menawarkan kebebasan dalam bentuk fleksibilitas bagi tenaga kerja untuk memilih dan melakukan pekerjaan mereka melalui platform digital. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kebebasan yang dimiliki oleh online freelancer sebenarnya terkekang oleh manajemen algoritmik dari platform digital, sehingga platform berusaha memproduksi consent dari pekerja. Online freelancer menghadapi manajemen algoritmik dengan membangun relasi dengan klien, memahami literasi digital, dan melakukan berbagai penyesuain. Namun, studi sebelumnya mengabaikan cost tambahan yang dikeluarkan oleh online freelancer yang mengarah pada eksploitasi diri. Pada penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus ini, ditemukan bahwa pembentukan consent menjadi titik awal terjadinya eksploitasi diri yang dilakukan online freelancer. Diikuti dengan siasat baru yang digunakan dalam menghadapi teknologi, seperti pembentukan sistem gamifikasi baru bagi personal dan keterlibatan mereka dengan komunitas. Online freelancer melakukan pekerjaan ini dengan sukarela karena pekerjaan ini dinilai sebagai hobi yang menguntungkan, perasaan senang saat melakukan hal yang disukai dan didukung dengan persepsi bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah hal yang wajar. Oleh karena itu, mereka menormalisasi eksploitasi diri yang terjadi, meskipun berdampak pada kondisi burnout ......This research discusses the phenomenon of self-exploitation normalization carried out by part-time workers (freelancers) in the creative industry within digital platforms. This condition is related to the gig economy, which offers freedom in the form of flexibility for workers to choose and perform their tasks through digital platforms. Previous studies have shown that the freedom held by online freelancers is actually constrained by algorithmic management of the digital platforms, leading the platforms to strive for the production of consent from the workers. Online freelancers face algorithmic management by building relationships with clients, understanding digital literacy, and making various adjustments. However, previous studies have overlooked the additional costs incurred by online freelancers, which lead to self-exploitation. Through this qualitative research with a case study approach, it was found that the production of consent becomes the starting point for the occurrence of self-exploitation among online freelancers. This is followed by new strategies used in facing technology, such as forming new gamification systems for personals and engaging with communities. Online freelancers engage in this work voluntarily because it is seen as a profitable hobby, they enjoy doing it, and they perceive their actions as reasonable. Therefore, they normalize the self-exploitation that occurs, even though it has an impact on burnout conditions
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikrotun Nadiyya
Abstrak :
Semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan rintisan di Indonesia saat ini, menyebabkan munculnya tren unik dalam proses pengerjaan proyek. Praktik pengerjaan proyek pada perusahaan rintisan saat ini dilakukan oleh individu atau pihak yang tidak dikenal secara langsung, terpisah fisik dengan klien, serta mekanisme pengadaannya dalam bentuk gig economy. Hal ini dapat berpotensi memberikan ancaman bagi keberlangsungan proyek dikarenakan adanya risiko kegagalan yang relatif tinggi serta kurangnya penerapan standar manajemen proyek. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kematangan manajemen proyek pada online gig economy menggunakan Kerzner Project Management Maturity Model (KPMMM). Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dari KPMMM yang berisi 80 pertanyaan pilihan ganda kepada 10 online gig worker secara online. Dari hasil pengolahan data penilaian jawaban kesepuluh responden ditemukan bahwa saat ini tingkat kematangan manajemen proyek pada online gig economy berada pada tingkat 1 atau common language. ......The development of the startup in Indonesia is quite rapid, that causing the emergence of a unique trend in the process of working on a project. The practice of working on projects at startup is currently carried out by individuals or unknown parties directly, physically separated from clients, and procurement mechanisms in the form of gig economy. This can potentially give a threat to the sustainability of the project due to the relatively high risk of failure and the lack of application of project management standards. This study aims to determine the level of project management maturity in the online gig economy using the Kerzner Project Management Maturity Model (KPMMM). Data collection was carried out by distributing questionnaires from KPMMM containing 80 multiple choice questions to 10 online gig workers. The results of data processing from the responses of the ten respondents found that the current level of project management maturity in online gig economy is at first level or common language.
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Wijayanti Christawan
Abstrak :
Studi ini menganalisis pengaruh basic psychological needs terhadap subjective well-being dari pekerja transportasi yang berpartisipasi dalam Gig-Economy (transport gig-worker) dan organizational identification, dengan menggunakan motivasi intrinsik dan ekstrinsik sebagai variabel mediasi. Dengan menggunakan self-determination theory, peneliti mencoba membuktikan bahwa on-demand work yang memenuhi basic psychological needs dari para gig-worker akan membentuk motivasi yang kemudian membentuk organizational identification dengan gig-economy company dimana gig-worker tersebut bekerjasama sebagai mitra, serta meningkatkan subjective well-being daripada transport gig-worker di Indonesia. Studi ini menganalisis 280 data survei yang dikumpulkan dari pekerja transportasi yang berpartisipasi dalam gig-economy di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik sepenuhnya memediasi pengaruh positif dari basic psychological needs terhadap subjective well-being transport gig-worker di Indonesia, sedangkan motivasi intrinsik memediasi sebagian pengaruh positif basic psychological needs terhadap organizational identification di antara gig-worker. Studi ini diharapkan dapat membantu manajemen gig-economy company yang beroperasi di sektor transportasi untuk mengelola mitra atau gig-worker untuk meningkatkan subjective well-being dan mengembangkan organizational identification terhadap gig-economy company, mengingat organizational Identification dan subjective well-being adalah prediktor untuk melihat job satisfaction dari pekerja yang juga memengaruhi higher productivity dari pekerja gig-worker yang berkontribusi terhadap kesuksesan jangka panjang perusahaan. ......This study analyzes the effect of basic psychological needs on transportation workers participating in the gig-economy (transport gig-workers) subjective well-being and organizational identification, by using Intrinsic and Extrinsic Motivations as mediating variables. By using self-determination theory, we argue that on-demand work that fulfills basic psychological needs of individual gig-workers will develop motivations, which further leads to organizational identification with the gig-economy firm and an enhanced subjective well-being. This study analyzes 280 survey data gathered from transportation workers participating in the gig-economy in Indonesia. samples were obtained using purposive sampling. empirical evidence from this study shows that extrinsic motivation fully mediated the positive influence of basic psychological needs to subjective well-being among transport gig-workers in Indonesia, whereas intrinsic motivation partially mediated the positive influence of basic psychological needs to organizational identification among gig-worker. This study is expected to help the management of gig-economy company operating in the transportation sector to manage its partners or gig-workers to achieve greater subjective well-being and develop organizational identification towards the gig-economy company, considering subjective well-being and organizational identification are predictors to see job satisfaction, and work performance that contributes to the firms long-term success.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Damayanti
Abstrak :
Transformasi digital yang terjadi sejak Revolusi Industri 4.0 menjadi salah satu faktor pendorong munculnya “gig economy” pada pasar tenaga kerja di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Istilah gig economy mengacu pada pengaturan kerja jangka pendek, berbasis proyek dan hasil (output). Pekerjaan pada gig economy memberikan peluang bagi perempuan untuk memilih pekerjaan, otonomi, dan fleksibilitas dalam mengatur jadwal mereka sehingga perempuan dapat menyeimbangkan antara kehidupan rumah tangga dan pekerjaannya. Dengan demikian, kesenjangan penghasilan antar gender dan berbagai bentuk diskriminasi pada perempuan yang telah lama terjadi pada pasar tenaga kerja tradisional diharapkan dapat berkurang pada gig economy. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers, baik secara rata- rata maupun dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan. Sumber data penelitian ini adalah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021. Metode dekomposisi Oaxaca-Blinder dan regresi kuantil digunakan untuk menganalisis kesenjangan penghasilan secara rata-rata maupun dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers sebesar 45,95 persen poin. Hasil dekomposisi menunjukkan bahwa kontribusi komponen unexplained/faktor diskriminasi jauh lebih besar dalam menjelaskan kesenjangan penghasilan antar gender pada gig workers. Kesenjangan dalam distribusi penghasilan secara keseluruhan menunjukkan pola sticky floor effect, yaitu kesenjangan penghasilan yang melebar di bagian bawah distribusi penghasilan. ......The digital transformation that has occurred since the Industrial Revolution 4.0 has become one of the driving factors for the rise of a "gig economy" in the labor market around the world, including Indonesia. The term gig economy refers to short-term, project-based and output-based work arrangements. Jobs in the gig economy provide opportunities for women to choose jobs, autonomy, and flexibility in managing their schedules so that women can balance between paid and unpaid work. Thus, it is expected that the gender earnings gap and various forms of discrimination against women that have long occurred in the traditional labor market will be narrowed in the gig economy. This study aims to analyze the gender earnings gap in gig workers, both on average and in the overall earnings distribution. This study uses data form National Labor Force Survey (Sakernas) August 2021. Oaxaca-Blinder decomposition and quantile regression are used to analyze gender earnings gap, both on average and in the overall earnings distribution. In this study it was found that the gender earnings gap in gig workers was 45.95 percentage points. The results of the decomposition show that the contribution of unexplained component/discrimination factor is higher in explaining gender earnings gap in gig workers. The gap in the overall earnings distribution shows a sticky floor effect, gender earnings gap is wider at the bottom of the earnings distribution.
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aysha Qalbi
Abstrak :
Gig economy menjadi pasar tenaga kerja populer beberapa tahun terakhir, didorong kemajuan teknologi dan pertumbuhan pekerjaan online. Gig Economy menawarkan peluang besar bagi perusahaan pencari kerja di Indonesia untuk menyediakan aplikasi yang dapat memudahkan On Demand Worker dalam mencari kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat perancangan aplikasi On Demand Job yang mudah digunakan oleh On Demand Worker dalam mencari pekerjaan. Penelitian ini menggunakan metode SDLC yang diuji menggunakan metode usability testing. Penelitian ini melakukan in depth inteview dengan ahli untuk mengetahui perancangan aplikasi On Demand Job dan juga menyebarkan kuesioner kepada calon pengguna aplikasi On Demand Job. Penelitian menghasilkan output desain aplikasi yang berkualitas yang dapat dimanfaatkan On Demand Worker sesuai dengan harapan perusahaan pencari kerja. Hasil dari kuesioner PSSUQ dengan rata-rata kepuasan seluruh responden sebesar 1,46, SYSUSE sebesar 1,47, INFOQUAL sebesar 1,43 dan INTERQUAL sebesar 1,51, dapat dinyatakan bahwa pengguna sudah puas dengan perancangan apikasi  On Demand Job. ......The gig economy has become a popular labor market in recent years, driven by advances in technology and the growth of online jobs. The Gig Economy offers a great opportunity for job seekers in Indonesia to provide applications that make it easier for On Demand Workers to find work. The purpose of this research is to design an On Demand Job application that is easy for On Demand Workers to use when looking for work. This study used SDLC method which was tested using the usability testing. This study conducted in-depth interviews with experts to find out the design of the On Demand Job application and also distributed questionnaires to prospective users of the On Demand Job application. The research produces quality application design output that can be utilized by On Demand Workers in accordance with the expectations of job seekers. The results of the PSSUQ questionnaire with an average satisfaction of all respondents at 1.46, SYSUSE at 1.47, INFOQUAL at 1.43 and INTERQUAL at 1.51, it can be stated that the user is satisfied with the On Demand Job application design.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Lupita
Abstrak :
Beberapa tahun belakang ini, fenomena gig economy sedang berkembang di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan perubahan dunia kerja yang didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Gig economy sendiri memberikan lapangan pekerjaan yang cukup besar dan menyerap banyak tenaga kerja, tetapi hal ini juga memiliki kekurangan. Para pekerja tersebut atau yang dikenal dengan sebutan gig workers bukanlah pekerja tetap, melainkan berstatus sebagai kontraktor independen. Penelitian kali ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi kerja pada gig economy di Indonesia yang dikaitkan dengan agenda ILO yaitu Decent Work. Penelitian ini melibatkan langsung partisipasi dari pengemudi transportasi online yang mana dapat dikategorikan sebagai gig workers dengan status “mitra” yang melekat pada mereka. Data dikumpulkan dari focus group discussion (FGD) yang melibatkan 40 responden yang berasal dari empat kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Bogor, Depok, dan Yogyakarta. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif melalui proses coding secara manual. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa pengemudi transportasi online memilih pekerjaan ini karena adanya kesempatan kerja yang menawarkan fleksibilitas, yang mana fleksibilitas tersebut merupakan suatu keuntungan yang tidak dapat ditemukan pada pekerjaan lain. Akan tetapi, pada kenyataannya pekerjaan tersebut justru belum sepenuhnya mampu menerapkan agenda Decent Work. Dengan kata lain, standar kerja yang berlaku pada umumnya tidak dapat ditemukan jika bekerja sebagai pengemudi transportasi online. ......In recent years, gig economy phenomenon has been growing in Indonesia. The growth is marked by the alteration of work supported by information and communication technology that gets more sophisticated. Gig economy provides large jobs opportunity and absorbs relatively abundant labor. However, it has its weaknesses. The workers, called gig workers, are not permanent workers; they are independent contractors. This research aims to evaluate working condition of gig economy in Indonesia that is linked to ILO's agenda, namely Decent Work. This research involves online transportation's drivers' direct participation as gig workers. The data are collected from Focus Group Discussion (FGD) involving 40 respondents coming from four big cities in Indonesia: Jakarta, Bogor, Depok, and Yogyakarta. The analysis is performed using qualitative method by manual coding process. According to the analysis, online transportation's drivers chose this job as it offers flexibility, one of the benefits that may not be found in other jobs. However, in reality, that job has not been able to fully implement Decent Work agenda. In other words, work standard that is applied in general cannot be implemented if someone works as online transportation's driver.
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aura Putri Handayani Halim
Abstrak :
Gojek merupakan perusahan layanan platform transportasi online di Indonesia. Gojek menawarkan fleksibilitas kerja yang menarik, termasuk bagi para pekerja perempuan. Pekerja perempuan menurut beberapa kajian dinilai memiliki peran ganda. Peran ganda ini didasarkan pada sebuah bentuk ‘kewajiban’ perempuan untuk menjalankan perannya dalam kerja rumah tangga sekaligus penopang ekonomi keluarga. Namun beberapa studi menunjukkan pekerja perempuan rentan akan eksploitasi oleh perusahaan platform karena fleksibilitas yang ditawarkan nyatanya hanya fleksibilitas semu. Fleksibilitas semu ini berdasar pada adanya skema insentif (Go To Rewards) yang hanya berorientasi menggenjot kinerja pengemudi melalui poin, rating, dan performa ketimbang menerapkan kemitraan yang mempertimbangkan juga kepentingan pengemudi perempuan. Permasalahan bagi pengemudi Gojek perempuan ditambah peran ganda serta stigma dan stereotip dri masyarakat. Kerentanan kerja biasanya memicu resistensi pekerja, namun apakah itu juga terjadi di kalangan pengemudi perempuan Gojek itu adalah topik yang masih belum diteliti selama ini. Pada akhirnya, kondisi kerentanan tersebut membatasi kapasitas resistensi pengemudi Gojek perempuan. Fokus penelitian meninjau pengemudi Gojek perempuan di DKI Jakarta. Studi ini akan membahas mengenai bagaimana skema insentif Gojek mempengaruhi kapasitas resistensi bagi pekerja perempuan untuk melawan kerentanan di DKI Jakarta. Penulis akan menganalisis menggunakan teori pemanfaatan ruang komunikatif dalam upaya resistensi dengan meninjau permasalahan berdasarkan studi pustaka dan wawancara. Temuan penulis menunjukan bahwa pengemudi Gojek perempuan merupakan kelompok paling rentan dari yang rentan karena adanya skema insentif, stereotip dan stigma serta peran ganda. Pada akhirnya hal ini mempengaruhi kapasitas resistensi mereka dan memaksa mereka menggeser upaya resistensi melalui sosial media. ......Gojek is an online transportation platform service company in Indonesia. Gojek offers attractive work flexibility, including for women workers. According to several studies, women workers have multiple roles. This dual role is based on a form of 'obligation' for women to carry out their roles in household work as well as supporting the family economy. However, several studies show that women workers are vulnerable to exploitation by platform companies because the flexibility offered is in fact only an apparent flexibility. This apparent flexibility is based on an incentive scheme (Go To Rewards) which is only oriented towards boosting driver performance through points, ratings and performance rather than implementing partnerships that also consider the interests of female drivers. Problems for female Gojek drivers are compounded by multiple roles and stigma and stereotypes from society. Work vulnerability usually triggers worker resistance, but whether this also occurs among women Gojek drivers is a topic that has not been researched so far. In the end, this condition of vulnerability limits the resistance capacity of female Gojek drivers. The focus of this research is to review female Gojek drivers in DKI Jakarta. This study will discuss how the Gojek incentive scheme affects the resistance capacity of women workers to fight vulnerability in DKI Jakarta. The author will analyze using the theory of communicative space utilization in resistance efforts by reviewing problems based on literature and interviews. The authors' findings show that female Gojek drivers are the most vulnerable group of the vulnerable due to incentive schemes, stereotypes and stigma as well as multiple roles. In the end, this affects their resistance capacity and forces them to shift resistance efforts through social media.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Fathya Murti
Abstrak :
Apa yang dewasa ini dikenal luas sebagai perekonomian gig adalah hasil perkembangan perkembangan teknologi digital, khususnya penggunaan aplikasi yang mudah digunakan masyarakat secara massal. Ekonomi gig yang mampu membuat murah transaksi antara konsumen, produsen, dan pedagang mengandalkan teknologi digital dan juga hubungan kerja sistem kontrak independen/kemitraan, yang biasa disebut sebagai pekerja gig. Kondisi pekerja gig umumnya bersifat rentan karena jam kerja yang panjang dan bayaran berbasis proyek tanpa adanya gaji pokok. Penting untuk diperhatikan bahwa sejak tahun 2015, di beberapa negara muncul fenomena para pekerja gig, khususnya yang berada di sektor pengantaran online, dalam membentuk organisasi-organisasi kolektif dan melakukan resistensi untuk sebagai respon terhadap kondisi kerentanan yang mereka alami. Penelitian ini membandingkan resistensi yang dilakukan oleh pekerja gig pengantaran daring di dua negara, yaitu pekerja gig yang bekerja untuk di perusahaan platform Gojek (Indonesia) dan Deliveroo (Inggris). Penelitian ini menggunakan kerangka teori aspek ekonomi politik dalam perekonomian gig (Woodcock 2019) guna menjelaskan tentang mengapa regulasi negara dan kekuatan pekerja dapat mempengaruhi bentuk resistensi pekerja gig daring di kedua negara. Penelitian ini menemukan regulasi ketenagakerjaan yang tidak memposisikan pekerja gig dan kekuatan pekerja dalam membentuk organisasi-organisasi kolektif turut mempengaruhi bentuk dan cara resistensi yang dilakukan dalam merespon kondisi kerentanan kerja yang dihadapi oleh pekerja gig. ......The gig economy, which is able to make cheap transactions between consumers, producers, and traders, relies on digital technology as well as the working relationship of an independent contracting system/partnership, commonly referred to as gig workers. The condition of gig workers is generally vulnerable due to long working hours and project-based pay without a base salary. It is important to note that since 2015, in several countries the phenomenon of gig workers, especially those in the online delivery sector, has emerged in forming collective organizations and carrying out resistance to respond to the precarity they experience. This study compares the resistance of online delivery gig workers in two countries, namely gig workers who work for the platform companies Gojek (Indonesia) and Deliveroo (England). This study uses a theoretical framework of political economy aspects in the gig economy (Woodcock 2019) to explain why state regulations and labor power can influence the form of online gig worker resistance in both countries. This research finds that employment regulations that positions gig workers as non-workers influence, as well as the power of workers in forming collective organizations, influence the forms and methods of resistance carried out in response to the conditions of work precarity faced by gig workers.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Maharani
Abstrak :
Perkembangan gig economy yang semakin pesat membuka peluang pekerjaan baru yang mengandalkan teknologi sebagai pilar utama. Pekerjaan ini disebut dengan gig works–bercirikan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang individu sebagai gig workers dengan keahlian khusus pada bidangnya untuk melakukan suatu pekerjaan bersifat sekali-selesai (temporary). Ketika hendak melakukan pekerjaan, pekerja yang bekerja sebagai gig workers tidak mengikatkan dirinya dalam suatu hubungan kerja, melainkan hanya dalam hubungan kemitraan. Karena alasan tersebut, seorang gig workers tidak memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai ‘pekerja’ menurut istilah hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Sebagai seseorang yang bukan merupakan seorang ‘pekerja’ menurut definisi hukum ketenagakerjaan, gig workers tidak mendapatkan akses yang setara untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak ketenagakerjaan layaknya seorang pekerja, meskipun kapasitas pekerjaan yang dilakukannya tidak jauh berbeda dengan pekerja biasa. Penelitian ini akan meneliti sistem hukum dua negara, Indonesia dan Britania Raya yang telah berhasil menjamin perlindungan dan pemenuhan hak gig workers atau kontraktor independen di negaranya. Selain itu akan dilakukan penelitian terkait sistem hubungan kemitraan antara gig workers dengan perusahaan penyedia aplikasi untuk dilakukannya pekerjaan gig. Berdasarkan penelitian ini, terdapat urgensi pembentukan peraturan yang secara khusus mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak yang terlibat di ranah gig works Indonesia, sehingga akan ada kepastian hukum dan jaminan pemenuhan hak bagi gig workers yang bekerja di Indonesia. ......The rapid development of the gig economy opens up new job opportunities that rely on technology as their main pillar. Such jobs are called gig works–a type of job which is carried out by an individual known as a gig worker with special expertise to carry out a one-time job. Workers who work as gig workers do not bind themselves into an employment relationship, but rather only as an independent contractor. For this reason, a gig worker does not meet the requirements to be called a 'worker' according to the labor law in Indonesia. As someone who is not considered a 'worker', gig workers do not have equal access to the protection and fulfillment of their basic employment rights like regular workers do, despite that the capacity of their work is not much different from regular workers. This research will inspect the legal systems of two countries, Indonesia and the United Kingdom, which have succeeded in guaranteeing the protection and fulfillment of the rights of a gig workers in their countries. Apart from that, this research will be carried out regarding to the independent contracting system between gig workers and companies providing applications to carry out gig works. Based on this research, there is an urgency to establish regulations that specifically regulate the rights and obligations of the parties involved in the Indonesian gig works sector, so that there will be legal certainty and guarantees for the fulfillment of rights for those who work as a gig workers in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>