Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triana Darmayanti
Abstrak :
Gagal ginjal merupakan masalah kesehatan anak yang menjadi makin penting oleh karena angka kejadiannya yang cenderung meningkat. Dengan meningkatnya penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan dan kemudahan mendapatkan obat-obatan, anak penderita penyakit ginjal akan lolos dari krisis masa akutnya, namun pada sebagian dari mereka kelainan ginjal yang mendasarinya terus berlanjut. Ditambah lagi dengan pemantauan Ianjutan yang tidak akuat, anak penderita penyakit ginjal dapat jatuh dalam keadaan gagal ginjal kronik (GGK). Pada penelitian di tujuh rumah sakit pendidikan dokter spesialis anak di Indonesia didapatkan GGK pada 2% dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal (tahun 1984-1988). Di RS Cipto Mangukusumo Jakarta antara tahun 1991-1995 didapatkan angka kejadian GGK sebesar 4,9% dari 688 kasus penyakit ginjal rawat inap dan 2,6% dan 865 kasus rawat jalan, dan meningkat menjadi 58 (13,3%) dari 435 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal antara tahun 1996-2000. Keterlibatan sistem kardiovaskular merupakan hal yang sering ditemukan pada anak dengan penyakit GGK dan gagal ginjal terminal (GGT), dan merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas. Dari seluruh pasien anak yang meninggal setelah menjalani terapi pengganti ginjal di Eropa tahun 1987 hingga 1990, gangguan kardiovaskular menjadi penyebab kematian pada 51% pasien dialisis dan 37% pasien transplantasi. Angka kematian akibat kelainan kardiovaskular pada anak dengan dialisis 30 kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjaifoellah Noer
Abstrak :
Pada akhir Maret 1978 telah diadakan Simposium Nasional Penyakit Hati Menahun di Jakarta. Hal-hal yang per1u mendapat perhatian adalah yang berikut ini. Dari Manado Pangallla dkk, melaporkan bahwa selama 4 tahun telah dirawat 8168 penderita di Bagian Penyakit Dalam RS. Gunung Wenang sebagai rumah sakit rujukan untuk Propinsi Sulawesi Utara dan sekitarnya. Diantaranya ditemukan 280 orang yaitu 3,4% dengan penyakit hati. Dalam perincian selanjutnya disebutkan bahwa hepatitis virus adalah 55%, sirosis hati 20%, hepatitis yang bertendensi kronis 6%, tumor hati 2,5%, hepatitis yang berkaitan dengan malaria 6,7%, hepatitis bakterial 5,7%, hepatitis amebik 3,5%. Julius dkk melaporkan bahwa di RSUP Padang selama periode 1973- 1977 ditemukan 1139 dari 7863 penderita yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam yaitu 14,5% penderita dengan penyakit hati dengan perincian hepatitis 46,9%, sirosis hepatitis 37%, karsinoma hati 13,2% dan abses hati 2,9%. Saeful Muluk melaporkan bahwa di tiga RSU. di Pontianak selama periode Januari 1975 sampai dengan Desember 1977 telah dirawat 73 penderita dengan sirosis hati dan 9 orang dengan karsinoma hati yaitu masing-masing 0,8% dan 0,1% dari 9322 orang yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam. Dalam periode yang same telah dirawat pula 486 orang yaitu 5,2% dengan hepatitis yaitu 5,9 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sirosis hati dan karsinoma hati. Menurut laporannya 42,7% mengenai Suku Cina dan 28,1% pada Suku Melayu dari penyakit hati menahun itu. Haryono Adenan-dkk telah melaporkan selama 3 tahun dari 1975 sampai 1977 ada '400 orang..diantara 5758 orang yang dirawat di RS.Dr.Sardjito UGM yaitu 6,94% dengan penyakit hati yang terdiri dari sirosis hati 211 orang, 52,57% hepatitis 102 orang 25% dan hepatoma 57 orang, 14,2%. Jumlah penderita penyakit hati menduduki urutan kedua setelah penyakit infeksi yang dirawat. Sedangkan di rumah sakit lain didaerah Yogyakarta sirosis hati 37,4%, hepatitis virus 44,4%, hepatoma 14,0% dan Penyakit hati--lain 5,02%. Menurut keadaan sosial ekonomi ternyata yang tergolong tidak mampu ada 60,8% yang cukup 37,2% dan yang mampu 1,96%. Menurut SJabani dkk dari 102 orang penderita hepatitis dari RS.Dr.Sardjito UGM Yogyakarta itu ada 18 orang terdiri dari 12 pria dan 6 wanita adalah penderita hepatitis kronik aktif yaitu 17,6% dari kelompok hepatitis dan diagnosis ditegakkan dengan biopsi hati membuta yang diulang kembali setelah 2-3 bulan untuk evaluasi pengobatannya.
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0106
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nurachmah
Abstrak :
Keperawatan merupakan falsafah mendasar praktek keperawatan. Dikembangkan oleh Watson (1985) kerperawatan terdiri atas 10 faktor karatif yang mengganjurkan perawat memberikan asuhan keperawatan paripurna kepada para pasien sehubungan dengan kondisi penyakit mereka, termasuk pasien berpenyakit kronis. Penyakit kronis ialah penyakit yang karena ciri-cirinya membutuhkan perawatan jangka panjang. Biasanya disebabkan oleh perubahan patologi yang karena "irreversibel" dimana mengarahkan kemampuan seseorang karena kegagalan fungsi tubuh. Penyakit kronis menciptakan banyak masalah tidak hanya pada individu dan keluarga tetapai juga pada pemberi pelayanan kesehatan termasuk perawat. Mereka harus hidup dengan pasien dari hari ke hari dan mengatasinya. Mereka berada pada status kematian yang datangnya tidak dapat diperkirakan dengan tepat. Perawat merasa putus asa terhadap prognosa penyakit menyebabkan mereka sulit merawat pasien berpenyakit kronis. Hal ini juga merupaka salah satu alasan mengapa perawat tidak mampu memperlihatkan perilaku merawat seperti yang dikatakan Watson. Artikel ini mencoba menguraikan teori merawat berdasarkan kasih sayang, faktor yang mempengaruhi perawat dalam merawat dan alasan pemberian perawatan pada pasien berpenyakit kronis dengan menggunakan sikap merawat yang tepat.
1997
JJKI-I-2-Juli1997-45
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Amir Amrullah
Abstrak :
Penggunaan solven sebagai pelarut zat pewarna dalam industri sandal dan sol sepatu adalah sangat penting Solven digunakan untuk memberi warna ,menghaluskan dan mengeringkan hasil cetakan. Solven yang digunakan merupakan campuran dari 18 macam zat termasuk toluene, methyl iso butil ketone, methyl etil ketone yang dapat menyebabkan kerusakan bagi fungsi tubuh bila terinhalasi. Berdasarkan penelitian efek solven pada hewan coba , mekanisme terjadinya kerusakan organ adalah akibat terbentuknya senyawa radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan inhalasi solven pewarna sepatu terhadap kadar radikal bebas darah. Penelitian dilakukan pada industri sandal dan sol sepatu, peserta adalah karyawan departemen 250 dan berasal dari ruang yang sama dan terpapar oleh solven yang sama, laki-laki ,usia 17-40 tahun, lama bekerja 5 tahun , tidak menderita penyakit kronik, tidak bekerja berat sebelumnya. Jumlah peserta yang memenuhi keriteria adalah menggunakan masker 7 orang , dan 11 orang yang tidak menggunakan masker. Responden diambil darahnya 2cc , kemudian di keringkan dan selanjutnya dihitung jumlah triplet radikal , biradikal ,radikal bebas dengan menggunakan alat elektron spin resonance. Hasil penelitian semua responden mempunyai kadar radikal yang tinggi dan dari uji statistik diperoleh bahwa kadar radikal pada kelompok yang menggunakan masker lebih rendah dibanding kelompok yang tidak menggunakan masker. Dengan demikian penggunaan masker berhubungan dengan peningkatan kadar radikal. Penelitian ini sebaiknya ditindak lanjuti untuk mencari faktor-faktor penyebab tingginya kadar radikal pada pekerja.
The Comparisons of Blood Free Radicals Concentrations Due to Cronic Inhalation of Dipping Solvents Between Workers Who Is Used Masker And Workers No Used Masker In Shoe's Industry.Solven as solutions are important in shoe's Industry.The function are given colour, softener, and dryness of end product. Dipping Solvents are composed Of chemichal substances like toluene, methyl ethyl ketone, methyl iso butil ketone, etc. Many studies of animals have shown toluene, methyl ehtyl ketone, methyl iso butil ketone to be carcinogen and toxic on body . The mechanisme toxic are due to free radicals productions. The purpose study is to showing a link between dipping solvents and blood free radical concentration. Responden are taken from 250 departemen , a man, 17-40 old age, had no cronic disease, did not heavy activity before. A total responden are 7 from masker group and 11 from no masker group. All responden to be taken 2 cc of blood, then dryed it, and count radicals with Electron Spin Resonance later. A result, All responden had highly radicals concentrations. Statisticals test showing a worker used a masker has lower concentrations a blood radicals than workers no used a masker. A conclusions we get a link between used a masker and radicals concentrations. We offer that this research will be confirm for search any factors which caused highly radical concentrations in worker.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rahmawati
Abstrak :
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama morbiditi dan mortaliti penyakit kronik, dilaporkan PPOK menjadi penyebab kematian keempat di dunia dan diperkirakan prevalens dan mortalitinya akan terus meningkat pada dekade mendatang. Tahun 2020 diperkirakan PPOK akan menempati urutan ketiga penyebab kematian dan urutan kelima penyebab hilangnya disability adjusted life years (DALYs) di dunia. Pertambahan jumlah perokok, perkembangan industrialisasi dan polusi udara akibat penggunaan slat transportasi meningkatkan jumlah penderita PPOK dan menimbulkan masalah kesehatan. Pedoman yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2003 menyatakan bahwa PPOK adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun dan berbahaya. Penurunan fungsi paru pada PPOK lebih progresif dibandingkan paru normal pertahunnya, penurunan tersebut akan diperburuk oleh eksaserbasi. Eksaserbasi pada PPOK harus dapat dicegah dan ditangani semaksimal mungkin untuk mengurangi perburukan fungsi paru. Eksaserbasi ditandai dengan sesak, batuk dan produksi sputum atau perubahan warna sputum yang meningkat dibandingkan keadaan stabil sehari-hari. Penatalaksanaan PPOK bertujuan untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan fungsi paru set-La meningkatkan kualiti hidup penderita. Penderita PPOK eksaserbasi dapat diberikan pengobatan dengan antibiotik, bronkodilator dan antiinflamasi tetapi untuk menurunkan frekuensi dan lama eksaserbasi memerlukan pemberian mukolitik dan antioksidan sehingga diharapkan dapat memperbaiki fungsi paru. Eksaserbasi PPOK yang berulang tidak berhubungan dengan beratnya penyakit dasar atau beratnya eksaserbasi. Antibiotik secara bermakna menurunkan relaps eksaserbasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usyinarsa
Abstrak :
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi akut pada PPOK merupakan kejadian yang akan memperburuk penurunan faal paru. Saat fase ini berlalu, nilai faal paru tidak akan kembali ke nilai dasar, oleh karena itu perlu penatalaksanaan yang tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya eksaserbasi. Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan yang akut. Saat ini telah diketahui penyebab dan mekanisme yang mendasari terjadinya eksaserbasi. Faktor etiologi utama penyebab eksaserbasi adalah infeksi virus, infeksi bakteri, polusi. Perbedaan suhu dapat memicu eksaserbasi terutama saat musim dingin. Infeksi bakteri merupakan pencetus eksaserbasi yang sangat penting. Eksaserbasi akut infeksi bakteri mudah terpicu karena pasien PPOK biasanya sudah terdapat kolonisasi bakteri. Pada 30% pasien PPOK ditemukan kolonisasi bakteri dan kolonisasi ini biasanya berhubungan dengan berat derajat obstruksi dan berat status merokok. Kolonisasi bakteri merupakan salah satu faktor penting menentukan derajat inflamasi saluran napas. Berbagai spesies bakteri dikatakan akan mempengaruhi derajat inflamasi saluran napas Hill dkk menemukan bahwa kolonisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa akan mempengaruhi aktiviti mieloperoksidase (merupakan prediktor aktivasi neutral) yang tinggi sehingga derajat inflamasi akan meningkat. Mengingat pentingnya kolonisasi bakteri sebagai faktor pencetus eksaserbasi maka peta kuman PPOK eksaserbasi akut di suatu daerah tertentu perlu diketahui. Hal ini akan mendasari pemilihan antibiotik empiris yang akurat sesuai dengan pola kuman daerah tersebut. Dengan diketahui pola dan sensitiviti kuman maka upaya penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut akan lebih akurat sehingga eradikasi bakteri penyebab eksaserbasi akan lebih mudah dilakukan. Sputum masih sering digunakan untuk mencari kuman penyebab infeksi saluran napas bawah karena relatif murah, tidak invasif dan tanpa komplikasi walaupun menurut beberapa ahli nilai diagnostiknya kurang dapat dipercaya akibat kontaminasi kuman orofaring. Bartlett dkk. mengemukakan bahwa sensitiviti pemeriksaan sputum hanya 15-30%. Penelitian Supriyantoro membandingkan hasil seluruh sputum biakan positif dengan hasil biakan sikatan bronkus pada 50 kasus infeksi akut saluran napas bawah, temyata hasil biakan sikatan bronkus pada kelompok yang sama terdapat 30,8% galur kuman yang berbeda. Hal ini menunjukkan masih tingginya kontaminasi kuman orofaring pada hasil biakan sputum. Terdapat berbagai metode invasif pengambilan sputum untuk menghindari kontaminasi orofaring misalnya pengambilan sekret melalui bronkoskop, aspirasi transtrakeal dan aspirasi transtorakal. Cara invasif tersebut mempunyai ketepatan yang tinggi namun membutuhkan tenaga yang terampil, biaya mahal dan risiko tinggi. Berbagai usaha untuk memperbaiki kualiti sputum yang dibatukkan terus dilakukan. Teknik pencucian sputum merupakan salah satu metode noninvasif untuk mengurangi kontaminasi kuman orofaring pada spesimen sputum yang dibatukkan. Mulder dkk melakukan teknik pencucian sputum dengan NaCl 0,9% dan hasilnya dibandingkan dengan hasil kultur spesimen yang diambil melalui bronkoskop. Bartlett dkk. melakukan pencucian sputum yang hasilnya dibandingkan dengan hasil kultur aspirasi transtrakeal. Jabang melakukan penelitian dengan membandingkan hasil kultur sputum yang dibatukkan dengan dan tanpa pencucian sputum. Hasilnya pencucian sputum dapat mengurangi jumlah koloni dan keberagaman kuman dari sputum yang terkontaminasi dari sekret orofaring.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Riyadi
Abstrak :
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara menahun di saluran napas, bersifat progresif nonreversibel atau reversibel sebagian. Penyakit ini merupakan salah satu gangguan pernapasan yang menyebabkan kecacatan dan kematian. Tahun 199I di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 14 juta orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982. Angka kematiannya menduduki peringkat ke-4 dari sebab kematian terbanyak yaitu 18,6 setiap 100.000 penduduk. Laki-laki dan perempuan angkanya sama sebelum usia 55 tahun, laki-laki terus meningkat dan saat usia 70 tahun menjadi dua kali perempuan. Tahun 1995 di Indonesia PPOK dan asma menduduki peringkat kematian ke-5 berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI. Tahun 1997 Yunus memberikan gambaran pola kasus PPOK yang mengalami eksaserbasi akut dan dirawat di bagian Pulmonologi RS Persahabatan yaitu 104 kasus didiagnosis PPOK dan hanya 65 kasus memenuhi kriteria PPOK. Di Rumah Sakit Persahabatan sebagai pusat rujukan paru nasional, PPOK menduduki peringkat ke-5 dari jumlah penderita yang berobat jalan serta menduduki peringkat ke-4 dari jumlah penderita rawat. Tahun 1990 Sherrill dick. menyatakan statistik kesehatan sulit mencatat prevalensi PPOK ini karena definisi, pengenalan dan salah mengklasifikasikan. Tahun 2000 di Inggris terdapat 600.000 penderita PPOK dan keluhan mulai timbul setelah usia 40 tahun. Prevalensi laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan laki-laki akan meningkat 5% saat usia 65-75 tahun serta meningkat 10% saat usia lebih dari 70 tahun. Di negara berkembang prevalensi PPOK meningkat terus seiring dengan peningkatan konsumsi rokok. Stadium akhir PPOK didahului oleh suatu disability (ketidakmampuan) yang progresif yaitu penurunan kapasiti latihan dan berbagai gejala yang tidak hanya terbatas masalah pemapasan saja misalnya cepat lelah, sukar tidur, cepat marah dan putus asa. Akhimya penderita akan masuk ke dalam lingkaran masalah yang berkelanjutan yang berakibat handicap (kacacatan) menetap, mulai dari sesak berkepanjangan, inaktiviti sampai dekondisi yang berat, keterbatasan dalam aktiviti psikososial yang diikuti oleh depresi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nining Indrawati
Abstrak :
ABSTRAK
Nama:Nining IndrawatiProgram Studi:Magister KeperawatanJudul :Pengaruh Home Based Nursing Pulmonary Rehabilitation terhadap Sesak Napas dan Fatigue pada pasien PPOKPembimbing:Prof. Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc.Dr. Debie Dahlia, S.Kp., MHSM Home based nursing pulmonary rehabilitation adalah program rehabilitasi paru keperawatan di rumah yang berfokus pada kebutuhan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh home based nursing pulmonary rehabilitation terhadap sesak napas dan fatigue pada pasien PPOK. Penelitian ini menggunakan desain quasy experimental pre test and post test control group. Sampel terdiri dari 30 pasien PPOK yang terbagi atas 15 orang pada kelompok intervensi dan 15 orang pada kelompok kontrol. Analisis data menggunakan uji t-test untuk sesak napas dan fatigue. Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara sesak napas sebelum dan sesudah dilakukan home based nursing pulmonary rehabilitation pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol p= 0,0005 ; p< ? . Hasil analisis selanjutnya menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara fatigue sebelum dan sesudah dilakukan home based nursing pulmonary rehabilitation pada kelompok intervensi p= 0,0005 ; p< ? . Home based nursing pulmonary rehabilitation merupakan intervensi yang terbukti efektif, murah dan mudah dilakukan untuk mengatasi sesak napas dan fatigue pada pasien PPOK.Kata kunci :fatigue, home based nursing pulmonary rehabilitation, pasien PPOK, sesak napas
ABSTRACT
Name Nining IndrawatiStudy Program Master of Nursing Title The Effect of Home Based Nursing Pulmonary Rehabilitation on Dyspnea and Fatigue in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD Counsellor Prof. Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc.Dr. Debie Dahlia, S.Kp., MHSM Home based nursing pulmonary rehabilitation is a pulmonary rehabilitation that focuses on patients needs. The objective of this study is to find out the effect of home based nursing pulmonary rehabilitation on dyspnea and fatigue in Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD patients. This study used a quasi experimental pre test and post test control group design. The sample consisted of 30 COPD patients divided into experimental group 15 patients and control group 15 patients. T test was used in analyzing data for dyspnea and fatigue. The results show that there are significant differences on dyspnea between before and after the implementation of home based based nursing pulmonary rehabilitation to experimental group and control group p 0.0005 p
2018
T49544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratmino
Abstrak :
ABSTRAK
Pada saat ini di Indonesia masih banyak terdapat peninggalan warisan budaya Belanda yang antara lain dalam bentuk batu makam. Yang menarik perhatian penulis dari makam-makam ini adalah bentuk batu makam yang mempunyai mutu seni pahat yang sangat tinggi. Pada batu-batu makam sering digambarkan benda-benda yang mungkin erat hubungannya dengan profesi orang-orang yang dimakamkan di situ semasa mereka masih hidup. Pada inskripsi tertulis berita singkat tentang nama orang yang makamkan, tempat dan tanggal lahir, profesi, usia, tanggal dan tahun saat dimakamkan. Ada beberapa makam yang disertakan puisi atau puji-pujian untuk yang meninggal.

Penelitian memusatkan pada tiga hal utama yaitu tentang kronik, seni pahat dan penggunaan bahasa pada batu-batu makam di tersebut. Dari seni ukir pada batu makam berhasil didata sebagian mengenai makna simboliknya berdasarkan studi tentang seal heraldik di Eropa khususnya di Belanda serta data populasi pemilihan gaya ukiran.

Pada inskripsi dapat didata tentang perbedaan penggunaan bahasa pembuka kalimat, istilah Latin untuk kata `meninggal' yaitu obiit, sedangkan dalam bahasa Belanda diungkapkan dengan kata-kata seperti overladen, gestorven, in den Hear ontslapen. Untuk kata 'tahun' dipergunakan iaar atau jaar atau anno (Ao). Di samping itu juga ditemukan adanya sistem ejaan yang tidak konsisten, pergeseran makna kosa kata dan sebagainya. Pada inskripsi batu makarn terdapat kesalahan ejaan atau kesalahan pemahatan huruf, misalnya kata DEE yang seharusnya DE sebagai kata sandang, GEBERGAT yang seharusnya GEBRAGT (dalam bahasa Belanda modem gebracht).

Pada inskripsi tanda peringatan mengenai data orang-orang yang dimakamkan pada dinding museum terdapat 6 (enam) kesalahan ejaan yang seharusnya diperbaiki karena dengan adanya kesalahan tersebut mengakibatkan terbentuknya `kosa kata Baru' yang tidak ada dalam bahasa Belanda misalnya kata VEVENS yang seharusnya tertulis TEVENS yang bermakna `juga', ZOONEDE yang seharusnya tertulis ZOOMEDE bermakna `demikian juga', DEENAREN yang seharusnya DIENAREN bermakna `para pejabat' dan HUNN seharusnya HUNNE bermakna `(milik) mereka'.

Untuk memperoleh gambaran yang utuh dan hasil yang maksimal dari penelitian ini yang berfokus pada 3 hal yaitu kronik, seni pahat atau stilistik dan penggunaan bahasa Belanda pada batu makam ini diperlukan suatu kajian interdisipliner. Pola pemecahan masalah diharapkan dapat diterapkan pada analisis temuan batu-batu makam Belanda yang lain yang masih tersebar di seluruh Indonesia.
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library