Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, M. Arifin
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem pelayanan CT Scan yang diselenggarakan UPF Radiodiagnostik RS. Dr. Cipto Mangunkusumo setiap tahun cenderung mengalami antrian pasien yang panjang. Berdasarkan wawancara dan pengamatan lokasi penelitian, ternyata antrian pasien yang membutuhkan pelayanan CT Scan mencapai dua minggu lamanya. Dengan mengacu pada REPELITA ke V RSCM Tahun 1989, bahwa salah satu upaya yang akan dilakukan adalah peninngatan mutu pelayanan medis agar dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat, aman dan efisien, maka antrian yang terjadi pada sistem pelayanan CT Scan merupakan salah satu masalah yang harus di atasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik antrian pada sistem pelayanan CT Scan dengan menggunakan model M/M/1 dari queueing (waiting line) theory dan untuk mendapatkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan pelayanan CT Scan menjadi lebih optimal.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kegunaan fasilitas pelayanan CT Scan belum optimal. Pasien tidak ada yang dilayani tepat jam 08:00 WIB dan umumnya pelayanan telah selesai sebelum jam 14:00 WIB.

Akhirnya dua saran yang dikemukakan untuk mengatasi masalah antrian ini, yaitu penambahan peralatan CT Scan dan penyempurnaan metode kerja yang sesuai bagi sistem pelayanan CT Scan di UPF Radiodiagnostik RS.Dr. Cipto Mangunkusomo
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Iman Wibisono
Abstrak :
Pemanfaatan sinar x sebagai pemindai organ guna menegakan diagnostik masih menjadi pilihan popular dalam dunia kesehatan. Di dalam dunia medis CT Scan cukup memberikan nilai kontribusi dosis yang tinggi. Sehingga perhitungan terhadap dosis yang diterima tubuh dalam pemeriksaan CT Scan penting untuk dipantau. Hingga saat ini yang menjadi referensi dosis, yang diterima pada pemeriksaan CT Scan umumnya menggunakan metode perhitungan CTDI, menggunakan Panthom PMMA yang berbentuk bulat atau silinder. Dan realitasnya postur tubuh manusia tidak bulat sempurna, sehingga penulis merasa perlu diadakan koreksi geometri terhadap phantom PMMA yang digunakan dengan postur tubuh manusia. Untuk itu penulis melakukan survey tebal tubuh manusia sebagai nilai koreksi geometri tersebut, dengan ukuran dewasa dengan rentang usia diatas 15 tahun,adalah 23 cm (kepala),31 cm (rongga thorax), 29,6 cm (abdominal) dan ukuran anak - anak, rentang usia 1-15 tahun, adalah 17 cm (kepala), 21 cm (rongga thorax), 21 cm (abdominal) kemudian merealisaikannya dalam variasi ukuran phantom, sehingga didapat nilai normalisasi CTDI dalam berbagai ukuran. Penggunaan tebal irisan atau bukaan kolimasi yang lebih kecil akan memberikan nilai CTDIw yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan tebal irisan atau bukaan kolimasi yang lebih besar, yang dapat dilihat pada pesawat single slice antara tebal slice 3 mm dengan 1 mm memiliki prosentase rasio nilai CTDIw 3 mm terhadap 1 mm sebesar 50,3%? 51,6%. Sedangkan pada pesawat multi slice rasio prosentase tersebut adalah 105,1%-108,2% pada bukaan kolimator 5 mm dengan 1,2 5mm, begitu pula dalam penggunaan variasi ukuran phantom rasio prosentase nilai CTDIw pada pesawat single slice antara phantom 16 cm dengan 10 cm sebesar 75,3% - 77%, sedangkan pada pesawat multi slice prosentase rasio tersebut adalah 76,9 % ? 82,4 % antara phantom diameter 16 cm dan 10 cm, maka didapat nilai CTDIw Phantom 10 > nilai CTDIw Phantom 16 > nilai CTDIw Phantom 32. Sehingga perlu diperhatikan nilai dosis pada organ dengan diameter yang lebih kecil (pada anak-anak), dikarenakan nilai dosis yang diterima organ dengan diameter lebih kecil akan berbeda dengan organ yang diameter besar, walau menggunakan kondisi atau parameter pesawat yang sama.
Utilization of x-rays as an organ in order to establish diagnostic scanner is still a popular choice in the health world. In the world of medical CT scans give a fairly high dose contribution. So that the calculation of the dose received in the body CT scan is important to monitor. Until now the reference dose, which received CT scans generally use CTDI calculation method, using PMMA Panthom round or cylinder shaped. And the reality is the human's body is not perfectly round, so I felt needed to be corrected geometry of PMMA phantom used with the human's body. To the authors conducted a survey of the human body thick as the geometry correction value, with an adult size by age range above 15 years old, is 23 cm (head), 31cm (thoracic cavity), 29.6 cm (abdominal) and the size of the children, the range 1-15 years old, is 17 cm (head), 21 cm (thoracic cavity), 21 cm (abdominal) then aplicated in phantom size variation, so the normalized CTDI values obtained in various sizes. The use of thick slices or smaller openings colimation will provide CTDIw a higher value when compared with the use of thick slices or colimator larger openings, which can be viewed on a single slice plane between 3 mm with 1 mm thick slice has the percentage ratio of the value CTDIw 3 mm to 1 mm amount to 50.3% - 51.6%. While on the plane multi-slice percentage ratio was 105.1% -108.2% at 5 mm aperture collimator with 1.25 mm, as well as variations in the use of phantom size ratio of the percentage of the value CTDIw on a single plane between the phantom of 16 cm by 10 cm by 75 , 3% - 77%, while on the plane multi-slice percentage ratio was 76.9% - 82.4% between the phantom size of 16 cm and 10 cm, so that the obtained values CTDIw Phantom 10 > value CTDIw Phantom 16 > value CTDIw Phantom 32 Thus, to consider the dose to the organ with a smaller diameter (in children), because the value of the dose received organs with a smaller diameter will vary with the diameter of the organ, although the conditions or parameters using the same plane
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S42344
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Adhitya Latief
Abstrak :
ABSTRAK Pendahuluan : Perkembangan teknologi telah menghasilkan model 3-dimensi berdasarkan data CT-Scan yang mampu menyajikan data lebih informatif. Karena dapat menghasilkan bentuk seperti anatomi tubuh, maka model 3-dimensi dijadikan acuan dalam bidang rekonstruksi mandibula menggantikan peran CT-Scan. Tujuan Penelitian: Membandingkan hasil pengukuran tebal dan tingginya symphisis mandibula pada model 3 dimensi terhadap data CT-Scan sehingga diketahui tingkat akurasinya. Material dan Metode : 8 data CT-Scan Maksilofasial Pasien dalam bentuk DICOM (Digital Imaging and Communication for Medicine) dengan mandibula bebas defek atau hanya sebagian, dengan gigi geligi telah erupsi penuh dilakukan analisa dan pengukuran dengan piranti lunak OSIRIX pada komputer, kemudian dibuatkan 8 Model 3-Dimensi berdasarkan data DICOM dengan menggunakan mesin printing FDM (Fused Deposition Modelling) untuk dilakukan analisa dan pengukuran menggunakan kaliper digital. Hasil : Tebal dan Tinggi Symphisis Mandibula hasil pengukuran model 3-Dimensi dan data CT-Scan berbeda, terdapat deviasi ukuran lebih kecil pada model 3 Dimensi, Nilai akurasi model 3-dimensi yang dihasilkan mesin FDM sebesar 98% dari data aslinya. Kesimpulan : Perbandingan pengukuran ketebalan dan ketinggian tulang symphisis mandibula pada model 3 Dimensi terhadap CT-Scan memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik namun secara klinis dapat digunakan sebagai alternatif sebagai acuan rekonstruksi mandibula.
ABSTRACT Introduction : the emerging technologies has invented 3-dimensional model based on CT-Scan data that able to present better information. Because of the similiarity to anatomy, 3-Dimensional model became guidance for mandible reconstruction, replacing the role of CT-Scan imaging. Objective : To compare the measurements of mandibular symphisis height and thickness using 3 Dimensional model to CT-Scan data and be able to define the accuracy level of it. Materials and Methods : 8 CT-Scan maxillofacial data in form of DICOM (Digital Imaging and Communication for Medicine) were analyzed and measured using OSIRIX software on computer, continued with production of 8 3-Dimensional model based on DICOM data using printing FDM (Fused Deposition Modelling) machine, model then analyzed and measured using digital caliper. Result : The thickness and height of mandible symphisis from 3 dimensional model measurement compared with CT-Scan are different. Smaller deviation were measured in 3 dimensional model, the accuracy level of 3 Dimensional model made from FDM printing machine is 98% from original data. Conclussion : The measurement comparison of mandibular symphisis height and thickness using 3 Dimensional model to CT-Scan data is statistically different but clinically 3 dimensional model could be used as alternative as mandibular reconstruction guidance.
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nur Hidayati
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan fantom abdomen in house dengan tujuan mengukur dosis di berbagai daerah organ yaitu hepar, ginjal, reproduksi dan bladder. Pengukuran dosis pada daerah organ dilakukandengan menggunakan dosimeter gafchromic dan TLD. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dosis sepanjang sumbu-z dan image quality dengan variasi pitch factor. Faktor eksposi yang digunakan disesuaikan dengan aplikasi klinis abdomen yaitu 130 kV, 80 mAs, rotation 1.5 s dan delay 3 s. Pemilihan parameter pitch factor pada pemeriksaan CT abdomen akan mempengaruhi nilai dosis dan image quality. Variasi Pitch factor yang digunakan 0,8; 1 dan 1.5. Secara umum pengukuran dosis dengan gafchromic dan TLD di berbagai daerah organ memperlihatkan bahwa semakin besar penggunaan pitch factor maka dosis yang didapatkan semakin kecil. Profil dosis sepanjang sumbu-z berbentuk parabola yang simetris dengan dosis maksimum di sekitar 3.45 mGy dan dosis minimum pada awal dan akhir scanning sekitar 3.286 mGy. Hubungan nilai SNR dan slice untuk ketiga nilai pitch 0.8, 1 dan 1.5 pada umumnya sinusoidal dan untuk obyek di daerah kanan dan kiri menunjukkan kurva yang berbeda fase. Demikian juga antara dua titik atas dan bawah. Pengukuran kesesuaian antara citra obyek dengan ukuran obyek sebenarnya dari 512 data diperoleh hasil pada pitch factor 0.8 deviasi diameter 0 ndash; 5 sekitar 50.5 dan selebihnya 49.5 deviasinya diatas 5 . Pada pitch factor 1 deviasi 0 ndash; 5 sekitar 53.5 dan deviasi lebih dari 5 sekitar 46.7 , sedangkan untuk pitch factor 1.5 deviasi 0 ndash; 5 sekitar 68 dan deviasi lebih dari 5 sekitar 32. ......This study uses in house phantom abdomen with the aim of measuring doses in different regions of the organ namely liver, kidney, reproduction and bladder. Measurement of dose in the organ region is done by using gafchromic and TLD dosimeter. In addition, this study aims to determine the profil dose along the z axis and image quality with variation of pitch factor. The exposure factors were adjusted for the clinical application of abdomen 130 kV, 80 mAs, rotation 1.5 and delay 3 s. Selection of pitch factor parameters on abdominal CT examination will affect the dose value and image quality. Variation of pitch factor used 0.8 1 and 1.5. In general, Measurements dose with gafchromic and TLD in different organ regions showed that the greater the use pitch factor the smaller the dose. Profil doses along the z axis are parabolic shapes symmetrical with maximum doses about 3.450 mGy and minimum doses at the start and end of scanning around 3.286 mGy. The relation of SNR and slice values to the three pitch values 0.8 1 and 1.5 is generally sinusoidal and for the object in the right and left regions show different curves of phase. Likewise between the two points above and below. Measurement of conformity between object image and actual object size from 512 data obtained result on pitch 0.8 deviation of 0 ndash 5 diameter around 50.5 and 49.5 deviation over 5 . In pitch factor 1 deviation 0 ndash 5 about 53.5 and deviation more than 5 about 46.7 , while for pitch factor 1.5 deviations 0 ndash 5 about 68 and deviation more than 5 about 32 .
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T49770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Rica Sari
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan : CT scan merupakan modalitas pencitraan utama pada berbagai tumor primer kepala dan leher serta ketersedian modalitas CT yang lebih luas di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskusikan peranan CT sebagai modalitas yang berpotensi membantu menegakkan diagnosis keterlibatan lokoregional kelenjar getah bening KGB leher sehingga didapatkan perencanaan tatalaksana karsinoma sel skuamosa KSS dengan nilai terapi dan prognosis terbaik. Penelitian ini modifikasi Choi dan meneliti kesesuaian antara kriteria diagnostik KGB metastasis pada CT scan dibandingkan dengan hasil histopatologik pada pasien KSS. Metode : Penelitian ini merupakan studi asosiatif secara potong lintang pada data primer kasus baru KSS-KL. Pengambilan data berlangsung dari bulan Februari 2018 hingga April 2018 di Poli Onkologi Departemen THT, Departemen Radiologi dan Departemen Patologi Anatomi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Sebanyak 90 unit sampel dievaluasi lokasi, morfologi dan kemungkinan metastasis pada CT scan preoperatif menggunakan kriteria diagnostik, kemudian tiap unit sampel diberi label untuk menunjang kesesuaian node-per-node yang kemudian disesuaikan dengan KGB temuan intraoperasi. Operasi diseksi leher dilakukan dengan jarak kurang dari 1 minggu pasca CT scan preoperatif. Pasca diseksi, setiap KGB yang telah diberi label dilakukan pemeriksaan histopatologik. Kemudian asumsi kesesuaian temuan pada CT scan preoperatif dan histopatologik diuji hipotesis komparatif menggunakan uji McNemar. Hasil : Penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,000 yaitu terdapat perbedaan bermakna antara kriteria diagnostik KGB maligna pada CT scan dengan histopatologik. Penilaian kesesuaian kriteria diagnostik KGB maligna pada CT scan dengan histopatologik menggunakan Kappa didapatkan R = 0,12 p=0,100 . Kriteria diagnostik KGB maligna pada CT scan pada penelitian ini memiliki nilai sensitivitas 33,3 dan nilai spesifisitas 61,7 dengan nilai spesifisitas ukuran aksis pendek, hipodensitas dan penyangatan heterogen masing-masing 100 dan nilai sensitivitas lokasi drainase primer 100 . Kesimpulan : Tidak terdapat kesesuaian antara kriteria diagnostik KGB maligna pada CT scan dengan hasil histopatologik. Adanya komponen kriteria diagnostik yang sangat sensitif tapi tidak spesifik dan yang sangat spesifik tapi tidak sensitif menyebabkan nilai sensitivitas dan spesifisitas kriteria diagnostik ini rendah.
Background and Objective CT scan is the main imaging modality in various head and neck primary tumors and broader availability in Indonesia. This study aims to discuss CT as a modality that helps establish the diagnosis of lymph node metastases so the management of head and neck squamous cell carcinoma HNSCC can be done with the best therapeutic value and prognosis. This study of Choi modification is trying to research about association between diagnostic criteria of metastases lymph node in CT Scan and histopathologic in SCC Patients Methods This research is a cross sectional associative study on the primary data of the new case of HNSCC. Data collection took place from February 2018 to April 2018 at the Polyclinic Oncology Department of ENT, Department of Radiology and Department of Pathology Anatomy Cipto Mangunkusumo Hospital. A total of 90 sample units were evaluated for location, morphology and possible metastasis on preoperative CT scans using diagnostic criteria, then each sample unit was labeled to support node per node association which was then adjusted to intraoperative lymph node findings. Neck dissection surgery is performed less than 1 week after a preoperative CT scan. After the operation, every lymph node that has been labeled is carried out to histopathologic examination. Then the hypothesis of association of the findings on preoperative CT scans and histopathologic is tested using McNemar test. Results This study shows p value 0,000 so that there is a significant difference between the diagnostic criteria on CT scan and histopathologic examination. Assessment of the diagnostic criteria for malignant KGB on CT scans and histopathologic examination using Kappa obtained R 0.12 p 0.100 , which shows no suitability between them. The diagnostic criteria for malignant lymph node on CT scan in this study have a sensitivity value of 33.3 and a specificity value of 61.7 with a specificity value of the size of the short axis, hypodensity and heterogeneous enhancement respectively 100 and the sensitivity value of the primary drainage site 100 . Conclusion There is no agreement between the diagnostic criteria for malignant lymph nodes on CT scan with histopathologic examination. The existence of a highly sensitive but non specific and a highly specific but insensitive component of the diagnostic criteria might causes the sensitivity and specificity of these diagnostic criteria to be low.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestianing Herdiani
Abstrak :
Hemoptisis dapat diartikan sebagai batuk darah yang disebabkan perdarahan saluran pernapasan. Penyebab hemoptisis sangat bervariasi di beberapa tempat, tergantung dari area geografis. TB pulmonal masih merupakan penyebab utama hernoptisis pada beberapa negara, sedangkan pada beberapa negara berkernbang, bronkiektasis, kanker paru serta bronkitis rnerupakan penyebab tersering hemoptisis .. Foto toraks dan CT Scan Toraks rnerupakan modaIitas radiologi yang dapat digunakan untuk skrining penyebab hernoptisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk.menillai garnbaran CT Scan toraks dan toto toraks dalam rnengevaluasi kelainan paru pada penderita hemoptisis, pada 55 pasien dewasa yang datang ke Instalasi Radiologi yang dikirirn oleh poli paru maupun IGD Paru RS Persahabatan. Pasien dengan batuk darah dilakukan perneriksaan toto toraks dan dilakukan evaluasi. Kemudian pada pasien yang sarna, dilakukan pemeriksaan CT Scan toraks, dengan jeda waktu yang tidak lebih dari 1 bulan dari pemeriksaan toto toraks. Penilaian gambaran toto toraks dan CT Scan toraks dilakukan oleh peneliti ~ang dikonfirmasi kepada satu orang spesialis radiologi konsultan toraks. Statistik deskriptif ptong Iintang yang didapatkan dengan internal comparison untuk mengetahui penyebab hemoptisis terbanyak dengan menggunakan CT Scan toraks dan foto toraks. Didapatkan hasil bahwa penyebab hemoptisis terbanyak dengan menggunakan toto toraks yaitu TB paru ( 40%), tumor pam (18,1 %), bronkiektasis (3,6%), sedangkan dengan CT Scan toraks didapatkan hasil TB pam (60%), bronkiektasis (52,7%) dan tumor paru (32,7%). CT Scan toraks bermakna secara statistic unutk menentukan penyebab hemoptisis dibandingkan toto toraks, sehingga CT Scan toraks sebaiknya dirnasukan dalam penataIaksanaan pasien hemoptisis. ......Hemoptysis can be interpreted as coughing blood due to respiratory tract bleeding. The cause of hemoptysis vary widely in some places, depending on the geographical area. Pulmonary TB is still a major cause of hemoptysis in some countries, while in some developing countries, bronchiectasis, lung cancer and bronchitis is a common cause hemoptisis. Chest radiograph and thoracic CT scan is a radiology modality that can be used for screening the cause of hemoptysis. The purpose of this research is an overview to evaluate thoracic CT scan and chest radiograph to evaluate lung abnormalities in patients with hemoptysis. We performed a prospective cross sectional study of 55 adult patients with hemoptysis who were attending outpatient Persahabatan Hospital, from February until April 2014, that come to the Radiology sent by lung and pulmonary policlinic or emergency room. The patient's was done the chest x-ray examination and evaluation. Later in the same patients, thoracic CT scan performed, with a time lag of no more than I month of chest X-ray. Assessment overview chest radiograph and thoracic CT scan performed by a researcher who was confirmed to the consultant thoracic radiology specialists. This research are showed that most caused of hemoptysis us10g the chest radiograph are pulmonary tuberculosis (40%), lung tumors (18.1%), bronchiectasis (3 .6%), whereas the thoracic CT scan showed pulmonary tuberculosis (60%), bronchiectasis (52.7%) and lung tumors (32.7%). Bronchiectasis seen five times more on thoracic CT scans beside chest radiography. Thoracic CT scan are statistically significant to determine the cause of hemoptysis compared chest radiograph, chest so CT scan should be included in the management of patients hemoptysis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyo Ari Nugroho
Abstrak :
Latar Belakang : Stroke iskemi adalah penyebab kematian ketiga terbesar dan merupakan penyebab disablitias terbesar di Amerika Serikat dan negara negara industri. CT scan adalah modalitas pertama yang dapat digunakan untuk menilai terjadinya perubahan iskemik awal tersebut. ASPECTS dikembangkan untuk meningkatkan manfaat dari pemeriksaan CT dengan melakukan penggolongan yang dapat diulang untuk menilai perubahan iskemik awal (< 3 jam onset) pada pemeriksaan CT sebelum tata laksana dengan stroke iskemik akut dari sirkulasi anterior. Di RSUPN Cipto Mangunkusumo belum terdapat nilai kesesuaian inter obeserver terhadap nilai ASPECTS pada pasien stroke iskemi. Tujuan : Mengetahui tingkat kesesuaian inter observer penilaian Alberta Stroke Program Early CT score pada pasien stroke iskemi di RSUPN Citpto Mangunkusumo, Jakarta Metode : Penelitian ini merupakan studi analitik komparatif menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder dari PACS. Sampel penelitian berjumlah 47 pasien penderita stroke iskemik yang menjalani pemeriksaan CT scan kepala di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2012 hingga November 2018. Penelitian dilakukan sejak Februari hingga Maret 2019. Penilaian ASPECT score dilakukan pada 3 windowing WL 40 WW 7, WL 40 WW 40, WL 32 WW 8 oleh 3 observer yand dilakukan secara random. Hasil : Terdapat kesesuaian yang baik antara 3 observer pada wndowing WL 40 WW 70 dengan K > 0,9 (p < 0,001) dan WL 40 WW 40 dengan K 0,82 - 0,92 (p < 0,001). Sementara windowing dengan WL 32 WW 8 memiliki kesesuaian yang buruk antara 3 observer dengan K 0,02 (P = 0,849), K 0,22 (P < 0,01) dan K 0,23 (P = 0,01). Kesimpulan : Terdapat kesesuaian interobserver yang tinggi dengan windowing WL 40 WW 70 dan WL 40 WW 40 pada pasien stroke iskemi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Terdapat kesesuaian interobserver yang rendah pada penggunaan windowing WL 32 WW 8. ......Background : Ischemis stroke is third leading cause of death and disability in US and developed countries. CT scan is the first modality of choice that can be used to evaluate those ischemic changes. ASPECTS developed for increasing the benefit from CT scan examination by categorizing that can be repeated to evaluate early ischemic changes (< 3 hours of onset) in CT scan examination pre treatment of acute ischemic stroke from the anterior circulation. There have been no inter observer conformity for ASPECTS of ischemic stroke in Cipto Mangunkusumo Hospital. Purpose : To evaluate inter observer conformity of Alberta Stroke Program Early CT Score of ischemic stroke in Cipto Mangunkusumo Hospital. Method : This study used cross sectional design with secondary data from PACS. There are 47 samples of ischemic stroke patients that undergoes head CT scan in Radiology Department Cipto Mangunkusumo Hospital from periods of January 2012 to November 2018. This study conducted from February to March 2019. ASPECT score evaluated with 3 windowing WL 40 WW 7, WL 40 WW 40, WL 32 WW 8 by 3 observer at random. Result : There are good conformity between 3 observers in windowing WL 40 WW 70 with K > 0,9 (p < 0,001) and WL 40 WW 40 with K 0,82 -0,92 (p < 0,001). While windowing WL 32 WW 8 with poor conformity between 3 observers with K 0,02 (P = 0,849), K 0,22 (P < 0,01) and K 0,23 (P = 0,01). Conclusion : There are high inter observer conformity in windowing WL 40 WW 70 and WL 40 WW 40 on stroke ischemic patient in Cipto Mangunkusumo Hospital, while there are poor conformity in windowing WL 32 WW 8.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eha Julaeha
Abstrak :
Latar Belakang: Berdasarkan fitur radiologisnya seperti ukuran, lokasi, tepi nodul, serta adanya kavitas dan air bronchogram intratumoral, CT scan dapat membantu membedakan antara adenokarsinoma (AK) dan karsinoma sel skuamosa (KSS). CT scan merupakan modalitas non invasif. Tujuan: Mengetahui gambaran radiologi pada subtipe AK dan KSS paru menggunakan CT toraks sebagai alat bantu dalam mendiagnosis karsinoma paru. Metode: Dilakukan evaluasi CT scan berupa lokasi, kavitas dan airbronchogram intratumoral, tepi tumor dan densitas tumor pada 31 subjek AK dan 16 subjek KSS yang memenuhi kriteria penelitian. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi Square atau Fisher. Analisis multivariat dilakukan dengan analisis regresi logistik. Hasil: Proporsi tumor AK lebih banyak berlokasi di perifer, sedangkan KSS lebih banyak di sentral. Kavitas intratumoral lebih sering bermanifestasi pada KSS dibandingkan AK. Tepi berspikulasi lebih banyak terlihat pada AK dibandingkan KSS. Air bronchogram dan lesi subsolid lebih sering bermanifestasi pada AK. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan pada variabel densitas tumor di mana lesi subsolid lebih sering bermanifestasi pada AK dibandingkan KSS. ......Background: Based on its radiological features such as size, location, nodule margins, as well as the presence of intratumoral cavities and air bronchograms, CT scans can aid in distinguishing between adenocarcinoma (AK) and squamous cell carcinoma (KSS). CT scans are a non-invasive modality. Objective: To assess the radiological characteristics of lung cancer subtypes AK and KSS using thoracic CT scans as a diagnostic tool. Methods: CT scans were evaluated for location, intratumoral cavities, air bronchograms, tumor margins, and tumor density in 31 AK subjects and 16 KSS subjects who met the study's criteria. Bivariate analysis was conducted using the Chi-Square or Fisher's test. Multivariate analysis was performed using logistic regression. Results: The proportion of AK tumors is more often located in the periphery, whereas KSS tumors tend to be more central. Intratumoral cavities are more frequent in KSS than AK. Spiculated margins are more common in AK than KSS. Air bronchograms and subsolid lesions are more frequent in AK. Conclusion: There is a significant difference in tumor density, with subsolid lesions being more common in AK than in KSS.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denie Kartono
Abstrak :
Latar Belakang: CT scan orbita merupakan modalitas radiologi yang mudah dan efisien untuk menilai adanya penebalan otot ekstraokular pada penderita oftalmopati Graves. Penebalan otot ekstraokular memiliki korelasi dengan masing-masing derajat oftalmopati Graves. Di Indonesia, belum ada korelasi antara ketebalan otot ekstraokular dengan derajat oftalmopati Graves menurut klasifikasi NOSPECS. Tujuan: Mendapatkan nilai korelasi antara ketebalan otot ekstraokular pada CT scan orbita dengan derajat oftalmopati Graves. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan metode consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 89 orbita yang berasal dari 50 pasien penderita oftalmopati Graves yang telah menjalani pemeriksaan CT scan orbita di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2012 hingga Desember 2016. Penelitian dilakukan sejak Februari hingga Maret 2017. Pengukuran ketebalan otot ekstraokular pada CT scan orbita dilakukan setelah meninjau ulang derajat oftalmopati Graves melalui hasil pemeriksaan oftalmologi. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna di antara rerata ketebalan otot ekstraokular menurut derajat oftalmopati Graves (p<0,05). Uji korelasi Spearman didapatkan korelasi yang bermakna dan nilai r yang bervariasi di antara ketebalan otot ekstraokular dengan derajat oftalmopati Graves. Nilai r=0,43 untuk rektus medial, r=0,37 untuk rektus lateral, r=0,49 untuk rektus superior, r=0,45 untuk rektus inferior dan r=0,57 untuk ketebalan total ekstraokular. Kesimpulan: Terdapat korelasi positif sedang antara ketebalan otot ekstraokular pada CT scan orbita dengan derajat oftalmopati Graves.
Background: CT scan is an easy and efficient radiological modality to measure extraocular enlargement in the patient with Graves' ophthalmopathy disease. Extraocular muscles enlargements were had correlated with each grade of Graves' ophthalmopathy. In Indonesia, there is not yet a study about correlation between extraocular muscles diameter in orbital CT scan with Graves' ophthalmopathy severity based on NOCPECS classification. Purpose: To obtain the correlation values between extraocular muscles diameter in orbital CT scan with Graves' ophthalmopathy severity. Method: This study used a cross sectional design. Eighty nine samples from fifty patients with Graves' opthalmopathy were chosen using consecutive sampling from patients that underwent orbital CT scan at the Radiology Departement of the Indonesia University's Faculty of Medicine' Cipto Mangunkusumo Hospital from time periode January 2012 until December 2016. This study was done from February until March 2017. The measurement of extraocular muscles diameter in orbital CT scan was performed after had reviewed Graves' ophthalmopathy severity from ophthalmology examination on medical record. Results: There are significantly differences between extraocular muscles diameter mean with Graves' ophthalmopathy severity (p<0,05). Spearman correlation test between extraocular muscles diameter with Graves' ophthalmopathy grading shows significant correlation with varied r values, r=0,43 for rectus medial, r=0,37 for rectus lateral, r=0,49 for rektus superior, r=0,45 for rectus inferior and r=0,57 for total diameters of extraocular muscles. Conclusion: There is a moderate positive correlation between extraocular muscles diameter in orbital CT scan with Graves' ophthalmopathy severity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nane Siti Nurhasanah
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang dan tujuan: Karsinoma pankreas merupakan keganasan gastrointestinal kedua terbanyak dan merupakan salah satu tumor dengan angka kematian tinggi. Operasi reseksi merupakan satu-satunya terapi kuratif. Kegagalan dalam evaluasi preoperatif dari menyebabkan resiko operasi, terlambatnya pasien mendapat terapi paliatif serta meningkatkan biaya pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penilaian resektabilitas karsinoma pankreas pada CT-scan abdomen dibandingkan penemuan operasi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Dilakukan pembacaan ulang CT scan pasien karsinoma pankreas pada sistem PACS Departemen Radiologi RSCM dan dibandingkan dengan laporan operasi pada rekam medis. Hasil: Uji statistik McNemar dari hubungan CT-scan dan operasi n=21 menunjukan p > 0,99, dengan nilai R = 0,52 p = 0,017 . Uji McNemar dari hubungan kesesuaian gambaran CT-scan abdomen dan penemuan operasi dengan teknik pemeriksaan CT-scan p > 0,05.Uji McNemar hubungan kesesuaian gambaran CT-scan abdomen dan penemuan operasi dengan interval CT-scan dan operasi p > 0,99. Uji McNemar hubungan kesesuaian gambaran CT-scan abdomen dan penemuan operasi dengan lama sakit p > 0,05. Kesimpulan: Terdapat kesesuaian antara gambaran CT-scan abdomen dengan penemuan saat operasi terhadap keterlibatan vaskuler pada karsinoma pankreas. Lama sakit, interval CT-scan dan operasi serta teknik pemeriksaan CT-scan memperlihatkan kecenderungan tidak berhubungan.Kata Kunci: CT-scan abdomen; karsinoma pankreas; laparatomi; resektabilitas ABSTRACT
Background and Objective : Pancreatic carcinoma is malignancy in gastrointestinal with high mortality. Surgery is the only curative therapy. Failure evaluation prior to surgery leads to the risk of non-curative surgery, delayed palliative and increased treatment costs. This study aims to evaluate the resectability assessment of pancreatic carcinoma in preoperatif CT-scan compared to surgical findings and the factors that influence it. Methods : Patients with pancreatic carcinoma whose CT scans were in the PACS system of the Radiology Department RSCM reevaluated and compared with surgical reports. Results : McNemar 39;s analysis of the preoperative CT-scan and surgical findings n=21 p>0.99, with R=0.52 p=0.017 . The McNemar analysis conformity relationship between preoperative abdominal CT scan and surgical findings with CT-scan technique p>0.05. McNemar analysis conformity relationship between preoperative abdominal CT-scan and surgical findings with CT-scan interval and surgery p> ?? ??0.99. McNemar analysis conformity relationship between preoperative abdominal CT-scan and surgical findings with prolonged illness p> ?? ??0.05. Conclusion : There is a suitability between preoperative abdominal CT-scan and the surgical findings of vascular involvement in pancreatic carcinoma. Length of prolonged illness, interval between CT-scan and surgery as well as CT-scan technique showed a tendency not to correlate.
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>