Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Weyandt, Lisa L.
New York: Springer, 2013
371.904 74 WEY c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Wiraswasti Ningsih
2010
S3695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Shaliha Nurisman
Abstrak :
Orang tua dengan anak ADHD merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami parenting stress sehingga dibutuhkan sebuah metode yang tepat untuk menurunkan keadaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dyadic coping dan parenting stress pada orang tua dengan anak ADHD. Partisipan terdiri dari 69 suami dan/atau istri yang mempunyai anak ADHD dibawah 18 tahun. Parenting stress diukur melalui PSI-SF oleh Abidin (1995), sedangkan dyadic coping diukur melalui DCI oleh Bodenmann (2008). Penelitian ini menggunakan analisis korelasi pearson dan spearman melalui SPSS ver 26. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dimensi negative dyadic coping yang berhubungan negatif signifikan dengan parenting stress, sedangkan dimensi common, delegated, dan supportive tidak berhubungan. Penelitian ini menyarankan untuk memperhatikan penggunaan negative dyadic coping pada orang tua dengan anak ADHD. ......Parents of children with ADHD are prone to parenting stress, indicating a method is needed to tackle this condition. This study aimed to examine the relationship between dyadic coping and parenting stress among parents of children with ADHD. The participants consisted of 69 husbands and/or wives with children diagnosed with ADHD under the age of 18. PSI-SF by Abidin (1995) was used to measure parenting stress, while the DCI by Bodenmann (2008) was used to measure dyadic coping. Pearson and Spearman correlation analyses were conducted using IBM SPSS Statistics 26. The results showed that (1) there was no association between positive dyadic coping, including common, supportive, and delegated dyadic coping, and parenting stress, and (2) there was a significant positive correlation between negative dyadic coping and parenting stress among parents of children with ADHD, with a medium effect size. This study suggests the need to pay attention to the use of negative dyadic coping among parents of children with ADHD.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam keluarga, ditemukan beberapa anak menunjukkan perilaku yang menyimpang. Perilaku-perilaku tersebut ada yang masih dapat dikendalikan, namun ada juga yang tidak dapat dikendalikan. Salah satu perilaku yang tidak dapat dikendalikan adalah Attention Dejici! Hiperaciivigv Disorder (ADHD). Anak ADHD menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak mampu memusatkan perhatian, serta tidak mampu menahan dorongan dari dalam dirinya (Taylor,dalam Mulyono, 2003).

Membesarkan anak-anak yang penuh vitalitas dan sarat energi seperti tersebut di atas, bagi kebanyakan orang tua bukanlah tugas yang mudah. Bagi orang tua yang anaknya mengalami ADHD, tugas tersebut bisa sangat melelahkan, menjengkelkan, bahkan sering kali menyebabkan keluarga terkucil dari pergaulan.

Walaupun tidak mudah untuk menangani anak ADHD, namun mengingat anak menghabiskan waktunya paling banyak bersama dengan orang tua, maka keberhasilan program penanganan anak ADHD tidak lepas dari keterlibatan orang tua.

Untuk itulah penulis mencoba untuk menyusun suatu program bagi orang tua dalam mengendalikan perilaku anak ADHD, baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Adapun teknik yang akan digunakan untuk mengendalikan perilaku anak ADHD dalam progam ini adalah dengan teknik modifikasi perilaku dan juga Discrete Trial Training dari Applied Behaviour Analysis (ABA).

Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan observasi, baik kepada subyek maupun orang tua. Setelah dilakukan analisa ringkah laku, maka penulis mulai menyusun suatu program untuk mengendalikan perilaku subyek pada saat menulis dan juga pada saat sedang ada tamu di rumah. Setelah program dilaksanakan, evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui manfaat dan efektivitas program yang telah disusun. Evaluasi terhadap program meliputi prosedur pelaksanaan dan konsistensi pelaksanaannya serta hasil yang telah dicapai.
[Depok;Depok, Depok]: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luisa Larasati Wirawan
Abstrak :
ABSTRAK
Anak dengan ADHD diketahui memiliki defisit dalam regulasi diri dan menampilkan perilaku impulsif. Adanya hambatan dalam meregulasi diri membuatnya kesulitan untuk secara sadar mengatur serta mengendalikan emosi, pikiran, dan tubuhnya untuk berperilaku sesuai dengan situasi yang dihadapi. Hal ini yang membuat anak dengan ADHD sulit diatur, cenderung menarik diri, menampilkan perilaku agresif, dan memiliki masalah sosial, baik dengan teman maupun keluarga. Orangtua dengan anak ADHD cenderung tidak merespon secara tepat kebutuhan anak, memiliki kontrol yang berlebihan, kurang memberikan pujian, dan kurang interaktif pada anaknya, sehingga terbentuklah insecure attachment pada anak dengan ADHD. Terbentuknya insecure attachment dapat memperparah masalah regulasi diri pada anak ADHD. Hal serupa terjadi pada N, anak ADHD berusia 6 tahun yang memiliki insecure attachment dengan orangtua. Salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah regulasi diri pada N adalah Theraplay. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Theraplay efektif dalam menangani masalah regulasi pada N dan merubah pola interaksi N dengan orangtua menjadi lebih positif
ABSTRACT
Children with ADHD are known to have deficits in self-regulation and shown impulsive behavior. Difficulties to do self-regulation makes it difficult to consciously manage and control emotion, mind, and body in order to behave accordingly to the situation. This things that makes children with ADHD tend to withdraw, displaying aggressive behavior, and have social problems, either with friends or family. Parents with ADHD children tend not to respond the needs of their children properly, have excessive control, failed to give appreciation, and less interactive with children, thus forming insecure attachment with ADHD children. Insecure attachment may worsening the self-regulation in children with ADHD. Something similar happened to N, 6 years old children with ADHD who have insecure attachment with the parents. One of the interventions that can be used to overcome the problem of self-regulation with N is Theraplay. The results of this study indicate that Theraplay is effective in dealing with regulatory issues at the N and also N change his patterns of interaction with his parents to become more positive.
2016
T46530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi
Abstrak :

Latar belakang: Proses belajar penting bagi seorang anak dalam perkembangannya. Anak dapat belajar dengan baik bila didukung kondisi yang baik pula. Salah satu faktor pendukung tersebut adalah fungsi memori kerja. Penelitian menunjukkan memori kerja merupakan prediktor kapasitas belajar yang lebih bermakna daripada intelligence quotient (IQ). Bila fungsi ini terganggu, anak dapat mengalami kesulitan belajar. Studi melaporkan gangguan memori kerja banyak ditemukan pada gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH). Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mendapatkan data proporsi gangguan memori kerja pada anak GPPH dan perbandingan dengan anak tanpa GPPH. Data ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi pengembangan intervensi selanjutnya.

 

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang pada bulan Mei 2017 hingga Mei 2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode randomized sampling menggunakan program SPSS. Instrumen Mini International Neuropsychiatry Interview KID (M.I.N.I. KID) digunakan untuk membantu menegakkan 24 diagnosis gangguan jiwa anak dan remaja yang terdapat di DSM-IV dan ICD-10 secara komprehensif dan Working Memory Rating Scale (WMRS) dgunakan untuk menentukan ada tidaknya defisit memori kerja pada anak berusia 5-11 tahun dan telah divalidasi dalam Bahasa Indonesia oleh Wiguna, dkk. (2012).

 

Hasil: Proporsi gangguan memori kerja pada kelompok anak dengan GPPH berbeda bermakna dibandingkan kelompok anak tanpa GPPH (44% vs 0%, p<0,05). Pada uji analisis, didapatkan prevalence ratio (PR) sebesar 40,4 (95%CI 2,22 - 738,01), artinya anak dengan GPPH berisiko mengalami gangguan memori kerja 40,4 kali lebih besar dibandingkan anak tanpa GPPH. Rerata WMRS juga menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok subjek dengan GPPH dan kelompok subjek tanpa GPPH [50,48 (SB=11,08) vs 30,60 (SB=8,04), p<0,05] namun tidak berbeda bermakna antara kelompok subjek dengan GPPH yang mengkonsumsi metilfenidat hidroklorida  dan yang tidak mengkonsumsi metilfenidat hidroklorida [50,93 (SB=10,25) vs 50,09 (SB=11,26), p=0,85].

 

Simpulan: Gangguan memori kerja lebih banyak ditemukan pada anak dengan GPPH. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian lainnya. Oleh karena itu, pemeriksaan memori kerja pada anak dengan GPPH sebaiknya dilakukan untuk mengantisipasi kesulitan belajar yang mungkin timbul di kemudian. Intervensi tambahan, seperti game therapy dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki gangguan memori kerja yang ditemukan pada anak-anak dengan GPPH.


Background: Learning process is important in child’s development. Children may learn well if supported by good conditions. One of the supporting factors is working memory. Research shows working memory is more meaningful learning capacity’s predictor than intelligence quotient (IQ). If this function is interrupted, children can experience learning difficulties. Studies reporting working memory impairment often found in attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Therefore, this study tried to obtain data on the proportion of working memory impairment in ADHD children and its comparison with healthy children. Results is expected to be the basic data for the development of further interventions.

 

Method: This study was conducted in a cross-sectional design in May 2017 to May 2019. Sampling was done by randomized sampling method using the SPSS program. The Mini International Neuropsychiatry KID Interview Instrument (MINI KID) was used to establish 24 diagnoses of child and adolescent mental disorders comprehensively as in the DSM-IV and ICD-10, and the Working Memory Rating Scale (WMRS) was used to determine the presence or absence of working memory deficits in children aged 5-11 years and have been validated in Indonesian by Wiguna et al. (2012).

 

Results: Proportion of working memory impairments in ADHD group was significantly different compared to group without ADHD (44% vs 0%, p <0.05). Analysis test shows children with ADHD were at risk of experiencing working memory impairment 40.4 times greater than children without ADHD (prevalence ratio 40.4, 95% CI 2.22 - 738.01). The average WMRS scores also showed significant difference between group with ADHD and without ADHD [50.48 (SD = 11.08) vs 30.60 (SD = 8.04), p <0.05]

but not significantly different between who consumed and those who did not consume methylphenidate hydrochloride [50.93 (SD = 10.25) vs 50.09 (SD = 11.26), p = 0.85].

 

Conclusions: Working memory disorders are more common in children with ADHD. This finding is in accordance with the results of other studies. Therefore, examination of working memory in children with ADHD should be done to anticipate learning difficulties that may arise later. Additional interventions, such as game therapy, can be considered to improve working memory impairment found in children with ADHD.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Indra Susilo
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai resiliensi orangtua yang memiliki anak ADHD dan Autisme. Reivich & Satte (2002), resiliensi adalah sebagai kemampuan untuk tetap gigih dan menyesuaikan diri ketika keadaan tidak berjalan dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara orangtua dengan anak ADHD dengan orangtua dengan anak autis. Metode yang digunakan yaitu kuantatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner resiliensi Reivich & Shatte (2002). Diperoleh hasil tidak ada perbedaan signifikan antara orang tua ADHD dan Autisme pada 60 partisipan. ......This research focuses on understanding the resilience of parents of children with ADHD and Autism. Reivich & Shatte (2002), resilience is the ability to persevere and adapt when things are not going well. The purpose of this study was to determine whether there are differences between parents with ADHD children with a parent with an autistic child. The method used is quantitative descriptive. This study used a questionnaire measure of resilience Reivich & Shatte (2002). The results obtained indicate no significant differences between parents of ADHD and Autism at 60 participants.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Ayu Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Dokter anak merupakan lini pertama penanganan masalah kesehatan pada anakanak. Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH) adalah gangguan perkembangan mental dan perilaku yang sering terjadi pada anak-anak usia sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara pengalaman praktek dengan tingkat pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH diantara dokter anak di Indonesia. Rancangan studi potong lintang dan metode uji acak sederhana digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini. Data yang didapat adalah hasil dari kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya menggunakan formula Pearson Alpha dan Cronbach’s Alpha. Hasil dianalisis dengan uji korelasi spearman menggunakan program SPSS versi 20. Dari total 109 responden, penelitian ini mengambil 96 responden melalui randomizer sesuai formula sampel. Hasil dari 96 responden menunjukan bahwa tingkat pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH berada pada tingkat yang sangat rendah dan rendah (65.6%, 57.3%, dan 76%). Hasil analisis statistik menunjukan bahwa hanya terdapat perbedaan bermakna antara persepsi dengan pengalaman praktek (p<0.05), sehingga terdapat korelasi antara pengalaman praktek dengan persepsi terhadap GPPH. Kesimpulannya, tingkat pengetahuan/pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH adalah sangat rendah dan rendah dikalangan dokter anak, sehingga memerlukan edukasi lebih lanjut terhadap ADHD kepada dokter anak tanpa melihat pengalaman praktek yang dimiliki.
ABSTRACT
Pediatricians are the first primary care to seek for children’s health problem. Attention – Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) is a common mental and behavioral developmental disorder in children. In Indonesia, pediatricians usually do not realize ADHD and effect to its inappropriate management thus leads to high prevalence of ADHD. The aim of this research is to identify the correlation between practice experience and level of knowledge / understanding, perception, and attitude towards ADHD among pediatricians in Indonesia. For the sample selections, a cross-sectional study design with simple random sampling method was used in this research. The data that has been acquired from questionnaire is analyzed with spearman correlation test method using SPSS program 20th version. The result from 96 respondents showed the level of knowledge / understanding, perception, and attitude towards ADHD were in very poor and poor levels (65.6%, 57.3%, and 76% respectively). Statistical analysis showed that there were no significant differences in between knowledge / understanding and attitude with practice experience (p>0.05) that imply there are no correlation between practice experience and level of knowledge / understanding and attitude towards ADHD. On the other hand, there was a significant difference in between perception with practice experience (p<0.05) that implies there is a correlation between practice experience and level of perception towards ADHD. In conclusion, the levels of knowledge / understanding, perception, and attitude towards ADHD were very poor and poor on knowledge / understanding, perception, and attitude among pediatricians in Indonesia, so that a follow-up about ADHD is necessary among pediatricians without considering their practice experience.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Chrisnatalia
Abstrak :
ADHD adalah suatu gangguan perkembangan, dalam bentuk gangguan pemusatan perhatian. Gangguan tersebut memiliki 3 gejala utama, yaitu inattention (ketidakmampuan memperhatikan), impulsivitas, dan hiperaktivitas (Wenar, 2000). Akibat adanya gejala-gejala tersebut, anak ADHD sering mengalami masalah akademis atau kesulitan untuk berprestasi optimal di sekolah, dimana 75 % dari para penyandang ADHD mengalami kesulitan belajar (Mash & Wolfe, 1999). Prestasi akademis mereka cenderung rendah tetapi hal tersebut bukan disebabkan oleh kemampuan intelegensi mereka, melainkan oleh kesulitan dalam menerapkan kemampuan intelektual tersebut dalam situasi yang mereka hadapi sehari-hari. Beberapa literatur mengutarakan bahwa kondisi ADHD berkaitan erat dengan kurang atau lemahnya kemampuan pengendalian diri. Menurut Sarafino (1996), kemampuan pengendalian diri berfungsi menahan atau menunda pemuasan dorongan-dorongan atau hasrat yang ada di dalam diri seseorang. Kurangnya kemampuan pengendalian diri pada anak ADHD dapat terlihat dalam gejala impulsivitas dan hiperaktif (Flick, 1998). Gejala impulsif menunjukkan bahwa anak ADHD tidak mampu menahan diri untuk menunggu dalam waktu te1tentu sebelum bertindak atau berbicara. Sama seperti gejala impulsif, gejala hiperaktif juga menunjukkan ketidakmampuan anak untuk menahan dorongan dari dalam diri untuk melakukan gerakan-gerakan secara berlebihan. Masalah dalam penguasaan diri dan aktualisasi kemampuan akademis perlu diatasi. Jika dibiarkan terus menerus tanpa ada intervensi, maka anak dapat semakin terpuruk dalam bidang akademis. Mengingat dampak gejala impulsivitas dan hiperaktifitas terhadap perkembangan keterampilan akademis dan kepribadian anak secara umum, maka peneliti tertarik untuk melakukan intervensi kepada anak ADHD dalam bentuk pelatihan kendali diri. Salah satu bentuk pelatihan kendali diri adalah pelatihan kendali diri dengan menggunakan teknik progressive delayed reinforcement dan kegiatan pengalih (Dixon, Binder & Ghezi, 2000). Pelatihan dengan teknik ini berangkat dari definisi kendali diri menurut pendekatan behavioral yaitu sebagai kemampuan untuk menunda pemuasan kebutuhan secara (immediate gratification ) atau kemampuan untuk memilih penguat yang lebih besar yang diberikan setelah penundaan (penguat-besar­ tertunda/larger delayed reinforcement ) daripada memilih penguat yang lebih kecil, namun diberikan segera (penguat-kecil-segera/sma/ler immediate reinforcement ) (Ainslie, Rachlin, & Green, dalam Dixon, dkk, 1998). Berdasarkan definisi tersebut, pelatihan dengan teknik tersebut, melatih kemampuan kendali diri dengan cara menghadapkan individu kepada dua pilihan penguat, yaitu penguat-kecil-segera dan penguat-besar­ tertunda. Adanya kebiasaan anak untuk belajar menunda pemuasan kebutuhan, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak dalam menunda pemuasan kebutuhan segera yang pada gilirannya akan menguatkan kemampuan pengendalian dirinya. Jangka waktu penundaan penguat-besar-tertunda ditingkatkan secara bertahap untuk meningkatkan kendali diri anak. Pelatihan kendali diri dalam penelitian ini selain menggunakan teknik progressive delayed reinforcement dan kegiatan pengalih juga menggunakan teknik modelling. Kegiatan pengalih yang digunakan adalah perilaku defisit pada anak yaitu duduk dan menge1jakan tugas. Selain itu kegiatan pengalih yang digunakan adalah self statement rule yang berfungsi sebagai instruksi diii bagi anak untuk mengerjakan tugasnya. Modelling dilakukan untuk mempengaruhi anak untuk tetap menampilkan kendali diri ketika diberikan pilihan penguat. Hasil pelatihan menunjukkan peningkataan kendali diri, yang dilihat dari dua indikator. Pertama, adanya peningkatan kecenderungan anak untuk memilih penguat-besar-te 1iunda. Kedua, adanya peningkatan jangka waktu perilaku duduk dan mengerjakan tugas pada anak ADHD. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan kendali diri terjadi jika penguat-kecil­ segera diberikan jangka waktu penundaan juga.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>