Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febi Arya Hidayat
Abstrak :
Latar Belakang: Dalam dunia penerbangan, fatigue dapat menyebabkan inkapasitasi penerbang dan mengakibatkan kecelakaan pesawat. Jam terbang merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan risiko fatigue. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan jam terbang 7 hari dan beberapa faktor lain terhadap risiko fatigue pada penerbang sipil di Indonesia. Metode: Sebuah studi cross sectional dengan consecutive sampling dilakukan pada penerbang sipil yang sedang melakukan medical check-up di Balai Kesehatan Penerbangan di Jakarta pada Juni 2016. Karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan dan jam terbang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Data fatigue diperoleh melalui pemgisian self-questionnaire fatigue dan dihitung dengan Fatigue Severity Scale (FSS) yang telah dikalibrasi. Fatigue dikategorikan menjadi “Tidak Fatigue” (skor FSS <36) dan “Fatigue” (skor FSS ≥36). Analisis menggunakan risiko relatif dengan regresi Cox dan waktu yang konstan. Hasil: Penelitian ini mencakup 542 penerbang, 50,2% mengalami fatigue, dan 49,8% tidak fatigue. Subyek yang memiliki jam terbang lebih dari 30 jam dalam 7 hari dibandingkan dengan yang kurang sama dengan 30 jam dalam 7 hari, memiliki risiko fatigue 1,39 kali lebih tinggi [risiko relatif disesuaikan (RRA)= 1,39; CI=1,16-1,68; p = 0,001]. Subjek yang memiliki lisensi tipe ATPL dibandingkan dengan yang CPL memiliki risiko fatigue 1,31 kali lebih tinggi (RRa= 1,31; CI=1,11-1,54 p= 0,001). Selanjutnya subyek yang berolahraga secara appropriate memiliki risiko fatigue 32% lebih kecil (RRa=0.68; CI=0,43-1,06; p=0.094). Kesimpulan: Penerbang sipil di Indonesia yang memiliki jam terbang lebih dari 30 jam dalam 7 hari dan penerbang dengan lisensi tipe ATPL mengalami peningkatan risiko fatigue. Kebiasaan olahraga secara appropriate menurunkan risiko fatigue pada penerbang sipil di Indonesia. ...... Background: In aviation world, fatigue may cause the pilot incapacitation and can lead to the aircraft accidents. Flight hours is believed to be one of the factors related to the risk of fatigue. The purpose of this study is to identify relationship between flight hours in seven day and other factors to the risk of fatigue among civilian pilot in Indonesia. Methods: A cross sectional study with consecutive sampling was conducted among civilian pilots who attended medical check-up at Aviation Medical Center in Jakarta on June 2016. Demographic characteristics, employment related factors, habits and flight hours were obtained through questionnaire and interviews. Fatigue data were obtained through fatigue self-questionnaire form and measured with Fatigue Severity Scale which had been validated. Fatigue was categorized into non-fatigue (FSS score <36) and fatigue (FSS score ≥36). Risk relative was computed using Cox regression with a constant time. Results: This study included 542 pilots, 50,2% had fatigue and 49,8% were normal (non-fatigue). The subjects who have flight hours >30 hours/week compared to ≤30 hours/week, had 1.37-fold higher risk of fatigue [adjusted relative risk [RRa=1.37; CI=1,14-1,65; p=0.001]. The subject with ATPL license compared to CPL license, had 1.28-fold higher risk of fatigue [RRa=1.31; CI=1,11-1,54; p=0.001). Furthermore, subjects who have appropriate exercise, had 32% lower risk of fatigue (RRa=0.68; CI=0,43-1,06; p=0.094). Conclusions: Civilian pilots in Indonesia who had more than 30 hours flight time in 7 days and ATPL type pilots have an increased risk of fatigue. Appropriate exercise decreased the risk of fatigue on civilian pilots in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kholidah Hanum
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Para penerbang helikopter yang terpajan terhadap bising intensitas tinggi dalam jangka tertentu dan beberapa faktor lainnya meningkatkan risiko tuli akibat bising (TAB). TAB dapat menyebabkan kecelakaan. Oleh karena itu perlu diteliti faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan TAB. METODE: Desain penelitian adalah nested case-control. Data diekstrak dari rekam medik penerbang helikopter TNI AU yang melaksanakan indoktrinasi latihan aerfisiologi (ILA) di Lakespra Saryanto Jakarta tahun 1980 sampai Maret 2004. Kasus ialah penerbang dengan gambaran audiogram terdapat takik pada intensitas 40 dB atau lebih pada frekuensi 4000 Hertz pada salah satu atau dua telinga. Seorang kasus dipadankan dengan dua orang kontrol (yang tidak menderita TAB sampai tahun 2004) menurut tahun kasus didiagnosis. HASIL: Rekam medik yang tersedia sebanyak 187. Kasus yang diperoleh sebanyak 32 orang, dan 64 orang kontrol. TAB berkaitan dengan total jam terbang, masa kerja, dan tekanan darah. Subjek dengan total jam terbang 500 jam atau lebih mempunyai risiko TAB hampir 2,5 kali lipat (95% interval kepercayaan (CI) = 0,66-9,29; p=0,180). Jika dilihat dui masa kerja, subjek dengan masa kerja 11-24 tahun mempunyai risiko TAB sebesar 2,7 !tali Iipat (rasio odds suaian = 2,71; 95% CI = 0,90-8,10; p=0,075). Sedangkan subjek dengan prahipertensi dan hipertensi stage 1 mempunyai kecenderungan kenaikan moderat risiko TAB. KESIMPULAN: TAB berkaitan dengan total jam terbang, masa kerja, dan tekanan darah.
Risk Factors Related To Noise Induced Hearing Loss Among Indonesian Air Force Helicopter PilotsBACKGROUND: Helicopter pilots exposed to high intensity noise for a given period and other risk factors had increased risk to be noise induced hearing loss (NIEL). Therefore, it is beneficial to study several risk factors related to NIHL. METHODS: This study was a nested case-control. Data was extracted from available medical records among helicopter pilots who performed aerophysiology training indoctrination (ILA) during 1980 through March 2004 at Lakespra Saryanto. Case was a subject who had audiogram with a notch at 40 dB or more and at 4000 Hertz on one site or bilateral ears. A case was matched by 2 controls free from NTHL up to 2004 by the year of respective case was diagnosed. RESULTS: There were 187 medical records available for this study. A number of 32 cases and 64 controls were identified. The final model reveals that NIHL was related to total duration of works, flight hours, and blood pressure. Those who had 500 hours or more than less 500 hours had moderate increased risk for 2.5 to be NIHL [95% confidence intervals (CI) 0.66-9.29; p=0.180]. Those who had total duration works 11-24 years had a moderate increased to be NIHL for 2.7 times (adjusted OR = 2.71; 95% CI=0.90-8.10; p=0.075). Furthermore, prehypertension and hypertension stage I subjects than normal blood pressure had moderate trend increased risk to be NIHL. CONCLUSION: Total flight hours for 500 hours or more, total duration works 11-24 years, or prehypertension and hypertension stage 1 increased risk for NIHL.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Ayu Puspitasari
Abstrak :
Latar belakang: Jam terbang total dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular antara lain terhadap tekanan darah diastolik (TDD) pada pilot. Tujuan penelitian ini ialah mengidentifikasi pengaruh jam terbang total dan faktor lainnya terhadap risiko TDD tinggi pada pilot sipil pesawat sayap tetap di Indonesia. Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang dengan sampel purposif pada pilot sipil di Balai Kesehatan Penerbangan tanggal 1-13 Mei 2013. Karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan dan fisik, diperoleh melalui wawancara dengan kuisioner untuk penelitian ini serta pemeriksaan fisik oleh peneliti. Data laboratorium diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium. Spigmomanometer digunakan untuk mengukur TDD. Kategori TDD dibagi dua yaitu tinggi (≥80 mmHg) dan normal (<80 mmHg). Analisis menggunakan risiko relatif yaitu regresi Cox dengan waktu konstan. Hasil: Di antara 512 pilot yang melakukan pemeriksaan medik, 236 subjek bersedia mengikuti penelitian. Subjek yang diikutsertakan dalam analisis sebanyak 225 orang, 61,4% memiliki TDD tinggi dan 38,6% memiliki TDD normal. Subjek dengan jam terbang total 4000-29831 dibandingkan dengan 4-3999 jam berisiko 34% lebih besar TDD tinggi [rasio relatif suaian (RRa) = 1,34; 95% interval kepercayaan (CI) = 1,03-1,73]. Subjek dengan denyut nadi istirahat 80-98 kali/menit dibandingkan dengan 60-79 kali/menit berisiko 29% lebih besar TDD tinggi (RRa = 1,29; 95% CI = 1,02-1,63). Selain itu subjek berusia 50-61 tahun dibandingkan dengan 18-39 tahun berisiko 26% lebih besar TDD tinggi (RRa = 1,26; 95% CI = 1,00-1,59; P = 0,048). Kesimpulan: Jam terbang total dan denyut nadi istirahat yang tinggi serta usia yang lebih tua meningkatkan risiko tekanan darah diastolik. ...... Background: Total flight hour may affect the cardiovascular system including diastolic blood pressure (DBP) in pilot. This study aimed to identify whether total flight hours and other factors increase the risk of high DBP of the fixed wing civilian pilots in Indonesia. Methods: A cross sectional study with purposive sampling was conducted in civilian pilots at Aviation Medical Center (Balai Kesehatan Penerbangan) in May 1-13, 2013. Demographic characteristics, employment, habit and physical was obtained through interviews and physical examination by researchers. While laboratory data was obtained from laboratory tests. Sphygmomanometer was used to measure DBP. Category of DBP was classified into high (≥80 mmHg) and normal (<80 mmHg). Analysis used risk relative by Cox regression with constant time. Results: Among the 512 pilots who conducted medical examinations, 236 subjects agreed to joint the study. This analysis included 225 subjects which 61.4% had high DBP and 38.6% normal DBP. The subjects with total flight hours of 4000-29831 compared to 4-3999, had 34% increased risk to have high DBP [adjusted relative risk (RRa) = 1.34; 95% confidence interval (CI) =1.03-1.73]. The subjects with resting pulse rate of 80-98/minute compared to 60-79/minute, had 29% increased risk to have high DBP (RRa = 1,29; 95% CI = 1,02-1,63). Furthermore, subjects aged 50-61years compared to 18-39 years, had 26% increased risk to have high DBP (RRa = 1,26; 95%CI=1,00-1,59; P = 0,048). Conclusion: High total flight hours, resting pulse rate and older age may increase the risk of high diastolic blood pressure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Sri Kristina
Abstrak :
Penyakit kardiovaskular merupakan penyumbang angka kesakitan dan inkapasitasi pada pilot. Risiko pajanan hipoksia intermiten dan radiasi kosmik dari lingkungan penerbangan tercermin dari jam terbang total dan jenis pesawat. Pajanan stresor kerja berupa jumlah sektor serta jenis penerbangan juga dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular. Disertai perubahan kebiasaan berupa berkurangnya durasi tidur dan aktivitas fisik akhirnya dapat menyebabkan tingginya risiko penyakit kardiovaskular. Upaya deteksi dini risiko penyakit kardiovaskular dapat dengan melakukan penghitungan estimasi risiko penyakit kardiovaskular. Studi ini menggunakan desain potong lintang. Data diambil menggunakan kuesioner dari pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada 12-27 Mei 2022 di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan dengan SPSS versi 22. Dari 121 subjek, 66 pilot (54,5%) memiliki risiko penyakit kardiovaskular tinggi. Jam terbang total dan aktivitas fisik secara signifikan memiliki asosiasi dengan risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi (p<0,001 dan p=0,003). Keduanya merupakan faktor dominan terhadap risiko penyakit kardiovaskular. Pilot dengan total jam terbang ≥10.850 jam memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi 4,64 kali lebih besar dibandingkan dengan jam terbang <10.850 jam (OR= 4.64, 95% CI 2.09-10.26, p<0,001). Sedangkan pilot yang tidak aktif memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi 2,63 kali lebih besar dibandingkan dengan pilot yang aktif (OR= 2.63 95% CI 1.18-5.86, p=0,019). ......Cardiovascular disease can cause incapacitation and long-term unfit period for pilots. Hypoxia and cosmic radiation exposure from flight environment reflected in total flight hours. Pilots are also at risk of being exposed to stress that can affect the cardiovascular system, reflected in the number of sectors and the types of flights it undertakes. Together with poor sleep duration and physical activity can finally lead to high cardiovascular disease risk. Early detection can be done by estimating the risk of cardiovascular disease. This was a cross-sectional study. Data were collected from pilots who had renewal medical examination on 12 to 27 May 2022 at the Aviation Medical Center using questionnaire. Bivariate and multivariate analyses were performed using SPSS version 22. Of 121 subjects, 54.5% (n=66) had a high cardiovascular disease risk. Total flight hours and physical activity were significantly associated with high cardiovascular disease risk (p<0.001 and p=0.003, respectively). Both are dominant factors for the cardiovascular disease risk. Pilots with total flight hours ≥10.850 hours had high cardiovascular disease risk 4.64 times greater than they with <10.850 hours (OR= 4.64, 95% CI 2.09-10.26, p<0.001). Inactive pilots had a high cardiovascular disease risk 2.63 times greater (OR= 2.63, 95% CI 1.18-5.86, p=0.019).
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wibawanti
Abstrak :
Latar belakang: Pilot dapat mengalami obes yang berkaitan dengan jam terbang total atau faktor risiko lainnya. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi kaitan jam terbang total dan faktor lainnya terhadap risiko obes pada pilot sipil di Indonesia. Metode: Studi ini memakai metode potong lintang dengan sampel purposif pada pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan tanggal 14-24 Mei 2013. Data yang dikumpulkan yaitu karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan makan dan olahraga, tinggi dan berat badan serta lingkar pinggang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan fisik. Analisis menggunakan regresi Cox dengan waktu yang konstan. Subjek dikategorikan menjadi obes (indeks massa tubuh (IMT) 25 atau lebih untuk ras Asia, dan 30 atau lebih untuk ras Kaukasia), dan normal (IMT 18.5-22.9) Hasil: Di antara 612 pilot yang berusia 18-61 tahun, diperoleh 133 subjek obes dan 41 subjek normal. Faktor-faktor dominan yang berkaitan dengan obes adalah jam terbang total dan lingkar pinggang. Faktor kebiasaan makan makanan berlemak dan cepat saji tidak terbukti mempertinggi risiko obes. Dibandingkan subjek dengan lingkar pinggang normal, subjek dengan lingkar pinggang besar memiliki kemungkinan 77% lebih tinggi untuk obes [risiko relatif suaian (RRa) = 1,77; 95% interval kepercayaan (CI) =1,41-2,14]. Dibandingkan subjek dengan jam terbang kurang dari sama dengan 1000 jam, subjek dengan jam terbang total lebih dari 1000 jam memiliki risiko obes 33% lebih tinggi (RRa = 1,77; 95% CI = 1,11-1,59) Kesimpulan: Jam terbang total 1001-29831 dan lingkar pinggang besar mempertinggi risiko obes di antara pilot sipil di Indonesia. ......Background: Pilot may obese which is related to total flight hours and other risk factors. This study aimed to identify the relationship between total flight hours and other factors related to obese in civil pilots in Indonesia. Methods: A cross-sectional study with purposive sampling among pilot undergoing periodic medical check up in 14-24 Mei at Aviation Medical Center (Balai Kesehatan Penerbangan). Data collected were demographic and work characteristics, eating habit, exercise habit, height, weight and waist circumference, high fat diet and fast food consumption were not found to increase the risk of obese. Subject were classified into obese (Body Mass Index = BMI) was 25 or more for Asians and 30 or more for Caucasian) and normal (BMI 18.5-22.9). Results: A number of 612 pilots, aged 18-61 years old, 133 available for this study which consisted of 133 obese pilots and 41 normal body weight. Subjects with large waist circumference than normal waist circumference had 77% increased risk of obese [relative risk adjusted (RRa) = 1.77; 95% confidence interval (CI) = 1.41-2.14]. Total flight hours 1001 or more, than less 1000 hours had 33% increased risk to be obese (RRa = 1.33; 95% CI =1.11-1.59). Conclusions: Total flight hours of 1001-29831 hours and large waist circumference increased the risk of obese in civil pilots in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luis Anthony Jayanata
Abstrak :
Latar Belakang Sindrom metabolik sangat serius karena diperkirakan 20 – 25% populasi orang dewasa di dunia menderita dengan kondisi tersebut. Orang dengan sindrom metabolik dua kali lipat lebih rentan meninggal karena serangan jantung dan tiga kali lebih mungkin meninggal karena stroke. Sindrom metabolik menjadi semakin umum terjadi pada pilot maskapai penerbangan komersial, dengan perkiraan prevalensi sebesar 18,28% pada pilot maskapai penerbangan komersial jarak pendek di Indonesia. Implikasi sindrom metabolik pada pilot maskapai penerbangan sangat signifikan dan dapat berdampak pada keselamatan awak pesawat dan penumpang jika tidak ditangani. Pandemi COVID-19 berdampak besar pada pengurangan lalu lintas udara, dan hal ini dapat berdampak pada paparan pilot terhadap hipoksia hipobarik di kabin dan mempengaruhi berbagai faktor gaya hidup. Studi kohort retrospektif ini menilai proporsi pilot maskapai penerbangan Indonesia yang menderita sindrom metabolik sebelum dan selama pandemi COVID-19. Metode Rekam medis pilot maskapai penerbangan yang telah melakukan pemeriksaan kesehatan di Aviation Medical Center diambil untuk penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini dari rekam medis meliputi nomor identifikasi individu pilot, usia, tekanan darah, apakah mereka sedang mengonsumsi obat tekanan darah, hasil tes darah (trigliserida, kolesterol, konsentrasi glukosa), dan jam terbang yang terakumulasi dalam waktu sekitar 6-bulan antara pemeriksaan kesehatan. Data diimpor ke SPSS 20.0 dan analisis univariat dan bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi proporsi pilot dengan sindrom metabolik, dan hubungannya dengan faktor-faktor seperti jam terbang dan usia. Hasil Peserta yang termasuk pada studi ini adalah 76 pilot maskapai penerbangan dengan data rekam medis mulai awal tahun 2019-pertengahan tahun 2021. Proporsi pilot yang menderita sindrom metabolik mencapai puncaknya sebesar 31,58% pada pertengahan tahun 2021, jauh lebih tinggi dibandingkan data prevalensi 18,28% yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan sebelumnya dan melebihi kisaran perkiraan prevalensi pada orang dewasa di seluruh dunia. Data menunjukkan tren bahwa semakin banyak pilot yang lanjut menderita sindrom metabolik seiring berjalannya waktu, terlepas dari jam terbang. Glukosa plasma puasa (proporsi puncak pada pertengahan tahun 2021 sebesar 30,3%). ......Background Metabolic syndrome is very serious as an estimated 20-25% of the world’s adult population suffer from it. People with metabolic syndrome are twice as likely to die from heart attack & three times as likely to die from stroke. Metabolic syndrome is becoming increasingly common in commercial airline pilots, with an estimated prevalence of 18.28% among short-haul commercial airline pilots in Indonesia. The implication of metabolic syndrome in airline pilots are significant and can have repercussions on aircrew and passenger safety if left unmanaged. The COVID-19 Pandemic has had a large impact on the reduction of air traffic, and this may impact exposure of pilots to hypobaric hypoxia in cabin and influence various lifestyle factors. This retrospective cohort study assesses the proportion of Indonesian airline pilots with metabolic syndrome before and during the COVID-19 pandemic. Methods The medical records of airline pilots who have conducted medical check-ups in the Aviation Medical Centre were taken for this study. Data used in this study from the medical records include the individual pilot’s identification number, age, blood pressure, whether they are taking blood pressure medication, blood test results (triglycerides, cholesterol, glucose concentrations), and flight hours accumulated in the roughly 6-month period between medical check-ups. Data was imported into SPSS 20.0 and both univariate and bivariate analysis was done to identify the proportion of pilots with metabolic syndrome, and its association with factors such as flight hours and age. Results Participants included 76 airline pilots with medical record data spanning from early 2019 – mid-2021. The proportion of pilots with metabolic syndrome reached a peak of 31.58% in mid-2021, much higher than the 18.28% prevalence derived from a previously conducted study and exceeds the range of estimated prevalence in adults worldwide. The data suggests a trend that more pilots continued to develop metabolic syndrome over time, independent of fligh hours. Fasting plasma glucose (peak proportion in mid-2021 of 30.3%). Conclusion The proportion of pilots with MetS had an eightfold increase by the end of the study. The Proportion of pilots with hypertension had 3.21 times increase during the COVID-19 pandemic compared to before. The proportion of pilots with FPG>100 mg/dL increased 2.89 times across the study period. Flight hours and MetS did not have a significant correlation, but the average median 6-month flight hours of pilots with MetS prior to the COVID-19 pandemic is greater than pilots during the COVID-19 pandemic by an average of 163 hours.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pilot helikopter terpajan bising tinggi dan beberapa faktor lainnya yang mempertinggi resiko tuli akibat bising (TAB)oleh karena itu perlu diteliti beberapa faktor yang berkaitan dengan TAB.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sesmaro Max Yuda
Abstrak :
Dalam sistem penjadwalan terdapat beberapa klasifikasi yang membedakan sistem penjadwalan yang satu dengan lainnya. Fungsi sasaran sistem penjadwalan dalam penelitian ini adalah ETwr (early-tardy dengan pembobotan) seperti yang sudah diterima pada studi atau penelitian untuk sistem penjadwalan mesin tunggal dengan fungsi sasaran yang bersifat non regular. Sebelum menentukan due date yang merupakan jumlah waktu/lamanya pesawat mencapai standar jumlah jam terbang pemakaian pesawat untuk tiap interval perawatan dalam penelitian ini, terlebih dahulu ditentukan jumiah pemakaian pesawat persatuan waktu (hari). Sehingga dengan demikian dapat dilakukan perhitungan standar perawatan dalam satuan jam terbang kedalam bentuk satuan hari. Berdasarkan perhitungan pemakaian pesawat untuk tiap jenis yang berbeda diperoleh jumlah pemakaian yang berbeda, maka untuk due date yang berdekatan atau bersamaan dilakukan aturan prioritas linear heuristic untuk menentukan sequence perawatannya. Dengan aturan prioritas linear heuristic pada penelitian ini didapatkan perawatan yang early serta yang rardy lebih mendekati nilai standar yang ada dibanding dengan sitem penjadwalan perawatan yang dipakai perusahaan, serta diperoleh nilai utilitas pesawat untuk tiap interval perawatan dan pemakaian fasilitas perawatan lebih optimum dengan menggunakan linear heuristic dibanding dengan sistem yang berlaku. ...... Scheduling system has some classification which differ one scheduling system from the others. In this research the objective function of the scheduling systems is the ETwr (weighted early-tardy objective) that has received by far the most study for single machine scheduling system with non regular objective function. Before determine the due date that indicate the time or duration of the aircraft to get the standard of the flight hours for every interval maintenance, first have to determine the sum of flight per day. So that can be done converse of maintenance standard unit from flight hours to time (day) unit. On the basis of calculation in using aircraft for every different type found the different sum of using aircraft, so the due date that closed can be done linear heuristic priority in examination its maintenance sequence. With linear heuristic priority procedure in this research can be found the early and the tardy jobs more closed with the standard value instead of the scheduling system that used by the company, also can be gotten the utility of the aircraft for every interval maintenance and using of the maintenance facilities more optimum then what company used.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T10371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fazlin Khuzaima
Abstrak :
Latar Belakang: Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah masalah global yang umum. Beberapa kelompok pekerja lebih berisiko mengalami NPB salah satunya profesi pilot helikopter. Penyebab NPB pada pilot helikopter umumnya diakibatkan oleh paparan faktor risiko di lingkungan pekerjaan dan faktor individu pilot tersebut. Beberapa penelitian sebelumnya mencatat angka kejadian NPB pada pilot helikopter militer berkisar antara 40-80%, namun belum ada data penelitian NPB pada pilot helikopter militer di negara Indonesia. Peneliti ingin mengetahui kejadian NPB pada pilot helikopter militer di Indonesia serta menganalisis lebih lanjut hubungan antara jam terbang dan faktor-faktor individu (usia, tinggi badan, IMT, kebiasaan olahraga dan kebiasaan merokok) terhadap NPB pada pilot helikopter militer di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Dilakukan total sampling pada 124 pilot helikopter militer TNI AD dan TNI AU yang memenuhi kriteria inklusi pada bulan Juli-Agustus 2022. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengisian data diri, anamnesa, pengisian Numeric Rating Scale (NRS), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis. Data diolah menggunakan SPSS 26. Hasil: Penelitian melibatkan 124 orang, terdiri dari 37,9% pilot dan 62,1% kopilot dengan jam terbang total rata-rata 450 jam, usia 30 tahun, tinggi 172,66 cm, kebiasaan olahraga intensitas rendah 61,3% dan perokok sebanyak 45,2%. Sejumlah 57 orang (46%) pilot helikopter militer mengalami NPB. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jam terbang total memiliki hubungan terhadap NPB (p = 0,035) dimana setiap peningkatan 1 unit jam terbang total memiliki peluang 1,02 kali lebih besar mengalami NPB pada pada pilot helikopter militer. Sementara faktor individu lain tidak memiliki hubungan secara signifikan, seperti usia (p = 0,466), tinggi badan (p = 0,104), IMT (p = 0,96), kebiasaan olahraga (p = 1,03) dan kebiasaan merokok (p =1,3). Kesimpulan: Kejadian NPB pada pilot helikopter militer di Indonesia sebesar 46%, jam terbang total diketahui memiliki hubungan terhadap kejadian NPB, namun faktor-faktor individu lain tidak berhubungan signifikan terhadap NPB pada pilot helikopter militer. ......Background: Low back pain (LBP), is a common global problem. Some groups of workers are at high risk of experiencing LBP, one of them is helicopter pilots. The causes of LPB in helicopter pilots are generally caused by exposure to risk factors in the work environment and individual factors of the pilot. Several previous studies recorded the incidence of NPB in military helicopter pilots ranging from 40-80%, but there is no research data on NPB in military helicopter pilots in Indonesia. Researchers want to know the incidence of LBP in military helicopter pilots in Indonesia and further, analyze the relationship between total flight hours and individual factors (age, height, BMI, exercise habits, and smoking habits) on LBP in military helicopter pilots in Indonesia. Methods: This study used a cross sectional method. Total sampling was carried out on 124 military helicopter pilots of the Indonesian Army and Indonesian Air Force who met the inclusion criteria in July-August 2022. Data collection was carried out by filling in personal data, history taking, filling in the Numeric Rating Scale (NRS), physical examination, and neurological examination. The data were processed using SPSS 26. Results: The study involved 124 people, consisting of 37.9% pilot and 62.1% copilot with an average total flight hour of 450 hours, age 30 years, height 172.66 cm, low intensity exercise habits 61.3% and smokers. as much as 45.2%. A total of 57 people (46%) of military hhelicopterpilots experienced LBP. The results of statistical analysis showed that total flight hours had a relationship with LBP (p = 0.035) where every 1 unit increase in total flight hours had a 1.02 times greater chance of experiencing LBP in military helicopter pilots. While other individual factors did not have a significant relationship, such as age (p = 0.466), height (p = 0.104), BMI (p = 0.96), exercise habits (p = 1.03), and smoking habits (p = 0.96). 1,3). Conclusion: The incidence of LBP in military helicopter pilots in Indonesia is 46%, total flight hours are known to have a relationship with the incidence of LBP, but other individual factors are not significantly related to LPB in military helicopter pilots.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Sebastian Pamudji
Abstrak :
Latar belakang: Peningkatan Indeks Massa Tubuh IMT merupakan indikator obesitas, yang merupakan masalah kesehatan pada penerbang sipil di Indonesia dan dapat menyebabkan inkapasitasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui trend perubahan IMT serta faktor risiko lain yang berhubungan pada penerbang komersial Indonesia. Metode: Desain penelitian berupa serial cross sectional yang didapat dari rekam medis penerbang komersial yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI pada tahun 2012 ndash; 2016. IMT didapatkan dari berat badan kg penerbang dibagi dengan kuadrat tinggi badan m2 . Data yang didapat berupa: tinggi badan, berat badan, umur, jam terbang 1 tahun, dan kebiasaan merokok. Analisis yang digunakan adalah ancova untuk melihat trend dan umur dan spearman atau pearson untuk data lainnya. Hasil: Di antara 123 subyek, obesitas terlihat pada 64,2 - 74,8 subyek. Terlihat adanya perbedaan IMT yang bermakna antara tahun 2012 dan 2016 p = 0,032 . Tidak terdapat perbedaan bermakna antara jam terbang, umur, dan kebiasaan merokok terhadap perubahan IMT. Simpulan: Terjadi peningkatan IMT yang bermakna secara statistik setelah 5 tahun, namun peningkatan ini tidak terlalu bermakna secara klinis dan sebagian besar subyek obesitas. ...... Background Increase in body mass index BMI is obesity indicator, which is problem at civilian aviation in Indonesia and can cause incapacitation. The purpose of this study was to investigate trend of changes in BMI and related risk factors on commercial pilots in Indonesia. Methods Serial cross sectional study were obtained from commercial pilots medical record who were taking medical examination at the Civil Aviation Medical Center, Jakarta at 2012 ndash 2016. BMI were obtained from weight kg divided by quadrate of height m2. The data were height, weight, age, 1 year flight hours, and smoking habit. Ancova was used to investigate trend and age and spearman and pearson were used for other data. Results From 123 subjects, obesity were seen in 64,2 74,8 subjects. There were differences in BMI between 2012 and 2016 p 0,032. No differences between flight hours, age, and smoking habit to BMI changes.Conclusions There were statistical increases of BMI after 5 years, however these increases have little clinical significance and most of the subjects were obesity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library