Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinara Triaswara
"Swiss merupakan salah satu negara anggota Development Assistance Committee yang kerap melakukan bantuan luar negeri. Terkait pembangunan internasional berkelanjutan bidang manajemen air, Pemerintah Swiss juga telah melaksanakan berbagai program secara mandiri melalui badan-badan pemerintah yang mereka miliki seperti the Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC). Kehadiran aktor privat dalam hubungan internasional kemudian memicu dilaksanakannya public-private partnership (PPP) dalam program-program pembangunan internasional Pemerintah Swiss. Dalam bidang manajemen air itu sendiri, SDC melaksanakan PPP dengan Nestlé dalam program More Coffee Less Water di Vietnam dan program SuizAgua di Peru. Meskipun PPP dipercaya mampu meningkatkan efisiensi dan kualitas suatu program, keterlibatan Nestlé menimbulkan sebuah pertanyaan karena adanya orientasi kebijakan dalam hal manajemen air yang cenderung berbeda dengan Swiss. Oleh karena itu, penulis menggunakan teori Rational Choice untuk memahami alasan di balik dilibatkannya Nestlé dalam program More Coffee Less Water dan SuizAgua. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode survei literatur terhadap sumber-sumber sekunder, penulis menemukan bahwa SDC dan Nestlé sama-sama memiliki kepentingan yang pada akhirnya menjadikan pelaksanaan PPP dalam kedua program tersebut pilihan yang paling rasional bagi mereka.

Switzerland is one of the Development Assistance Committee’s member countries which often provides international aid. In regards to sustainable international development within the water management field, the Swiss government has executed several independent programs through its federal bodies such as the Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC). Furthermore, the presence of private actors in international relations has triggered the use of public-private partnerships (PPP) in said programs. Within the water management field itself, SDC has conducted two PPPs with Nestlé in the More Coffee Less Water program in Vietnam and the SuizAgua program in Peru. Although PPPs are thought to be able to increase the efficiency and quality of a program, Nestlé’s involvement raises a question because of its generally opposing water management policy orientation. Consequently, this paper utilizes the Rational Choice theory to understand the reason behind Nestlé’s involvement in More Coffee Less Water and SuizAgua. While applying a qualitative approach and utilizing a literature survey method towards secondary sources, this paper finds that both SDC and Nestlé have converging interests and therefore making PPP the most rational choice for both parties in said programs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ussisa Annisari
"Pelaksanaan dan penyusunan strategi dalam proyek KPBU tentu terdapat kendala sehingga badan usaha perlu mengetahui faktor kritis apa saja dalam proyek KPBU. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan faktor kritis pada proyek KPBU khususnya untuk mengetahui potensi Badan Usaha dalam proyek perkeretaapian serta proyek perkeretaapian baik dengan skema solicited maupun unsolicited sesuai dengan proyek yang diumumkan oleh Pemerintah untuk menggunakan skema KPBU. Penelitian ini menggunakan analisa literatur untuk mendapatkan variable yang berasal dari Undang-undang No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Peraturan Menteri PPN No 4 Tahun 2015 dan perubahannya tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, serta menyebarkan kuesioner untuk mendapatkan data primer. Hasil penelitian ini adalah tujuan pemerintah diharapkan 64% pembiayaan proyek pada tahun 2030 berasal dari pembiayaan alternatif salah satunya melalui skema KPBU solicited atau unsolicited. Badan Usaha berpeluang untuk menginisiasi proyek yang terdaftar daa rencana pemerintah sebagai salah satu syarat dari skema KPBU. Namun terdapat 10 faktor kritis yang signifikan berpengaruh pada proyek perkeretaapian dengan skema KPBU yaitu pengadaan tanah, dukungan pemerintah, jaminan pemerintah, pemabngunan prasarana, prasarana perkeretaapian – jalur kereta api, rencana induk jaringan dengan moda lainnya, prasarana perkeretaapian – fasilitas operasi kereta api, studi kelayakan, rencana induk perkeretaapian, serta PJPK. Selain itu, aspek hukum dan kelembagaan menjadi pengaruh pada skema proyek KPBU solicited.

Construction and strategic planning in Public Private Partnership (PPP) projects have a certain obstacle and company need to know the critical factors in the PPP project. Therefore, this study aims to determine the company potention for railway project and to determine and obtain a critical factor in PPP projects especially for railway projects both solocited and unsolicited in accordance with the published project by government which use PPP scheme. This study uses literature analysis to obtain variables from Undang Undang No 23 Tahun 2007 regarding Railway, Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015 regarding PPP and Peraturan Menteri PPN No 4 Tahun 2015 and it amandments regarding PPP implementation, as well as distributing questionnaires to collecting the primary data. Moreover, the results of the research is government is expected that 64% of project financing in 2030 from alternative financing, one of which is solicited or unsolicited PPP scheme. Companies have the opportunity to initiate the project that are listed in the government plan which is one of the requirements of unsolicited PPP scheme. However, there are 10 critical factors that significantly affect to the railway project with PPP scheme. The critical factors are land acquisition, government support, government guarantees, infrastructure construction, railway infrastructure, master plan for network transportation with other modes, railway operationg facilities, feasibility study, railway master plan, and government contract agency. In addition, legal and institutional aspects affect the solicitited PPP project scheme."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasendrya Hafiz
"Indonesia adalah negara dengan potensi bencana yang tinggi terutama karena letaknya yang berada di jalur pertemuan 3 (tiga) lempeng dunia atau yang disebut dengan jalur ring of fire, sehingga menyebabkan adanya 129 (seratus dua puluh sembilan) gunung berapi yang dapat meletus setiap saat yang dapat mengakibatkan gempa bumi disertai gelombang tsunami. Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia juga memakan banyak korban jiwa dan berdampak buruk pada perekonomian Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Akan tetapi, meskipun memiliki risiko bencana yang tinggi, dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia masih ditemukan beberapa kekurangan dan permasalahan yang muncul. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kerangka hukum penyelengggaraan penanggulangan bencana di Indonesia, penggunaan Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha (“KPBU”) dalam penanggulangan bencana di yurisdiksi Jepang dan Selandia Baru, serta potensi penggunaan KPBU dalam penanggulangan bencana di Indonesia, yang kemudian akan dianalisis berdasarkan keberhasilan praktik penggunaan KPBU dalam penanggulangan bencana berdasarkan yurisdiksi Jepang dan Selandian Baru. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipologi deksriptif-analitis. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kekurangan dan permasalahan dalam penanggulangan bencana di Indonesia adalah dengan meningkatkan keterlibatan pihak swasta dalam penanggulangan bencana melalui skema KPBU. Akan tetapi, Indonesia belum memiliki kerangka pengaturan yang mengatur mengenai penggunaan KPBU dalam penanggulangan bencana. Oleh karena itu, untuk mengimplementasikan penggunaan KPBU dalam penanggulangan bencana, pihak pemerintah perlu membentuk kerangka pengaturan penggunaan KPBU dalam penanggulangan bencana dengan berkaca pada keberhasilan praktik di yurisdiksi Jepang dan Selandia Baru.

Indonesia is a country with a high disaster potential, especially because of its location which is in the meeting point of three (3) world plates or what is known as the ring of fire, causing one hundred and twenty nine (129) volcanoes to erupt at any time resulting in an earthquake accompanied by a tsunami wave. Various disasters that have occurred
in Indonesia have also claimed many lives and have had a negative impact on the Indonesia economy both in the short term and long term. However, despite having high risk of disaster, in the implementation of disaster management there are still some shortcomings and problems that arise. The main issues that will be discussed in this study are regarding the legal framework for disaster management in Indonesia, the use of public private partnership (“PPP”) in disaster management in the jurisdictions of Japan and New Zealand, as well as the potential use of PPP in disaster management in Indonesia, which will be analysed based on the successful practice of using PPP in disaster management based on the jurisdictions of Japan and New Zealand. This research is conducted using a
normative-juridical research method with a descriptive-analytical typology. The conclusion obtained from this study, the way that can be done to overcome various shortcomings and problems in disaster management in Indonesia is to increase the
involvement of private sector in disaster management through the PPP scheme. However, Indonesia does not yet have a regulatory framework governing the use of PPPs in disaster management. Therefore, to implement the use of PPP in disaster management, the government needs to establish a regulatory framework for the use of PPP in disaster management by reflecting on the success of practices in the jurisdictions of Japan and New Zealand.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rifki Maulana
"Setiap perjanjian yang telah mengikat selayaknya dihormati oleh para pihak dengan cara beritikad baik dalam melaksanakan serta mengupayakan pemenuhan prestasinya. Hal tersebut merupakan implementasi dari asas pacta sunt servanda yang diatur dalam Pasal 1338 KHU Perdata. Skema KPBU yang berlandaskan perjanjian keperdataan antara pemerintah selaku pemilik proyek dan badan usaha sebagai pelaksana menjadi salah satu alternatif dalam pemberian layanan dengan penyediaan infrastruktur ditengah sulitnya pembiayaan akibat terbatasnya sumber daya. Pandemi Covid-19 yang melanda sering dijadikan alasan berhentinya pelaksanaan perjanjian akibat dihubungkannya kejadian tersebut dengan keadaan kahar (force majeure). Hal tersebut menjadi masalah, sebab para pihak dapat dirugikan mengingat penyiapan proyek KPBU memakan tenaga, waktu, dan biaya yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, perlu diaturnya klausul keadaan kahar dengan baik dan memberikan alternatif pengaturan dalam menyikapi keadaan tertentu. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris preskriptif. Analisis penelitian menggunakan teori keadaan memaksa (force majeure/overmacht) dari waktu ke waktu dan prinsip keadaan sulit (hardship). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan suatu keadaan kahar digantungkan pada pengaturan perjanjian dan produk hukum tertentu yang dikeluarkan pemerintah. Agar tidak mudahnya suatu perjanjian diakhiri, negosiasi ulang perjanjian dapat menjadi salah satu alternatif dengan memasukkan prinsip keadaan sulit (hardship) yang penerapannya sesuai (match) dengan karakteristik KPBU. Pemerintah perlu segera mensosialisasikan penggunaan prinsip hardship serta memerhatikan produk hukum yang dikeluarkan terkait keadaan yang berhubungan dengan keadaan kahar.

Every agreement that has been made should be respected by the parties who bind themselves by means of good faith in executing and the fulfilment of the performance. This is an implementation of the pacta sunt servanda principle which is regulated in Article 1338 of the Civil Code. The PPP scheme, which is based on an agreement between the government as the project owner and the business entity as the executor, is an alternative in providing services by building infrastructure in the midst of financing problems due to limited resources. The Covid-19 pandemic is often used as the reason for termination of contract due to the correlation of the situation with force majeure. This is a problem because the parties risk suffering loss considering that the preparation of a PPP project takes a lot of energy, time, and cost. Therefore, it is necessary to regulate the force majeure clause properly and provide alternative arrangements in responding to certain circumstances. The research method used in this thesis is a normative juridical research with a prescriptive explanatory typology. The research analysis uses the theory of force majeure/overmacht from different periods and the principle of hardship. The result of the study shows that the fulfilment of a force majeure depends on the arrangement of certain contracts and legal products issued by the government. In order to prevent a contract from being terminated easily, renegotiation of the agreement may become an alternative by incorporating the principle of hardship whose application matches the characteristics of PPP projects. The government needs to immediately socialize the use of the hardship principle and pay attention to legal products issued in relation to circumstances of potential force majeure."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Tri Ambarsari
"Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) telah dikenal secara luas sebagai bentuk kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur publik, termasuk sistem angkutan umum masal berbasis rel baik, di negara berkembang maupun di negara maju. Berbeda dengan penerapannya di negara maju, implementasi KPBU menghadapi berbagai tantangan di negara berkembang. Suatu usulan proyek KPBU atas prakarsa badan usaha yang diserahkan oleh pihak badan usaha cenderung sulit dinilai oleh Pemerintah, akibat dari kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam mendefinisikan bentuk struktur KPBU yang sesuai dengan lingkup proyek KPBU. Tesis ini bertujuan untuk memilih bentuk struktur KPBU yang realistis pada sektor angkutan umum berbasis rel perkotaan dengan mengembangkan model pengambilan keputusan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Penentuan variabel penelitan dilakukan melalui studi literatur dan penyebaran kuesioner kepada perwakilan dari pemangku kepentingan. Uji validitas melalui koefisien korelasi Pearson Product Moment dan uji reliabilitas melalui Alpha Cronbach dilakukan terhadap variabel penelitian. Dari hasil model tersebut didapatkan hasil bahwa struktur proyek KPBU yang saat ini dapat diimplementasikan adalah dengan skema pembiayaan infrastruktur tetap dilakukan oleh pemerintah, sedangkan pembangunan, pembiayaan, operasional dan pemeliharaan infrastruktur tetap dan bergerak dilakukan oleh badan usaha. Struktur ini dipilih dengan mempertimbangkan besarnya biaya investasi infrastruktur, risiko dan rendahnya cost-recovery proyek yang berasal dari demand penumpang. Selanjutnya, dalam kaitannya dengan proyek-proyek penyediaan sistem angkutan umum masal berbasis rel perkotaan yang dilakukan dengan skema KPBU, dukungan dan jaminan pemerintah akan tetap diperlukan, terlepas dari apapun bentuk struktur proyek KPBU pada saat ini maupun di masa mendatang.

Public-Private Partnership (PPP) has been widely recognized as a form of cooperation between the government and business entities in the provision of public infrastructure, including rail-based mass public transportation systems, both in developing and developed countries. Unlike its implementation in developed countries, PPP implementation has faced various challenges in developing countries. An unsolicited PPP project proposal submitted by a business entity tends to be challenging to assess by the government due to lack of knowledge and experience in defining the form of PPP structure following the scope of the PPP project. This thesis aims to select a realistic PPP structure in the urban rail-based public transport sector by developing a decision-making model using the Analytical Hierarchy Process (AHP) approach. Determination of research variables is conducted through literature study and questionnaire distribution to representatives of stakeholders. The validity test through the Pearson Product Moment correlation coefficient and the reliability test through Cronbach's Alpha were carried out on the research variables. The model results show that the PPP structure for recent project proposals is feasible when a fixed infrastructure is financed by the government, while the construction, financing, operation, and maintenance of fixed infrastructure and rolling stock is carried out by business entities. This structure is selected due to the high cost of infrastructure investment, risks, and the low cost-recovery of the project that relies on passenger demand. Furthermore, concerning urban rail transit projects with the PPP scheme, government support and guarantees are significantly necessary, regardless of the PPP project structure at present or in the future. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zafya Nadhira Affiandi
"ABSTRACT
onsep bandara aerotropolis diharapkan bisa membuat bentuk bandara yang terintegrasi, efektif dan efisien sehingga bisa menghilangkan permasalahan seperti fasilitas dan infrastruktur pada bandara yang belum memadai dikarenakan belum tertatanya perkembangan bandara. Sebelum merealisasikan proyek pengembangan kawasan bandara Radin Inten II Lampung, dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan investasi dari proyek tersebut, sehingga pihak investor akan tertarik dan dapat bergabung dalam pengembangan infrastruktur ini. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis kelayakan finansial dan kelembagaan berbasis Kerjasama Pemerintah Badan Usaha KPBU dengan menggunakan metode Life Cycle Cost LCC yang perhitungannya akan melibatkan komponen biaya investasi, operasional, perawatan, dan pendapatan yang akan diperoleh dari tahun 2022-2056. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa kelayakan investasi dari proyek pengembangan kawasan bandara Radin Inten II Lampung menghasilkan nilai IRR sebesar 8,80 yang masih berada dibawah nilai WACC. Dengan menggunakan sistem finansial dan kelembagaan berbasis Kerjasama Pemerintah Badan Usaha KPBU , didapatkan nilai IRR akhir sebesar 15,81 dengan pembagian biaya antara pihak pemerintah dan swasta dari komponen biaya investasi, operasional, perawatan, dan pendapatan.

ABSTRACT
The concept of aerotropolis airport is expected to create an integrated, effective and efficient airport form so that it can eliminate problems such as facilities and infrastructure at airports that have not been adequate due to the unfocused development of the airport. Before realizing the development project of Radin Inten II Airport in Lampung, a financial feasibility analysis is conducted to determine the investment feasibility of the project, so that the investor will be interested and can join in the development of this infrastructure. The purpose of this research is to analyze financial and institutional feasibility based on Public Private Partnership PPP using Life Cycle Cost LCC method which the calculation will involve a component of investment cost, operational, maintenance and income that will be obtained from year 2022 2056. From the research, it is found that the investment feasibility of airport development project of Radin Inten II Lampung Airport resulted IRR value of 8,80 which is still below WACC value. Using the financial and institutional system based on the Public Private Partnership PPP , a final IRR of 15,81 was obtained with cost sharing between the government and private sectors of the investment, operational, maintenance and revenue. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradhana Listio Wicaksono
"ABSTRAK
Pembangunan moda transportasi umum LRT berbasis Transit Oriented Development (TOD) muncul sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan pengembangan kota. Selain itu, konsep TOD ini diterapkan untuk mengatasi permasalahan finansial dalam pembangunan kereta. Adanya pembangunan LRT berbasis TOD diharapkan dapat meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk menggunakan kereta, mengurangi volume kendaraan bermotor, mengurangi polusi udara, mencegah terjadinya urban sprawl, dan mendukung finansial berkelanjutan. Namun, pengembangan LRT berbasis TOD membutuhkan biaya yang sangat besar. Dengan menghitung komponen Life Cycle Cost, berupa biaya pembangunan, biaya oeprasional dan pemerliharaan, serta pendapatan, hasil penelitian menunjukkan nilai IRR sebesar 9,75. Nilai yang berada dibawah WACC sebesar 11,01 menunjukkan bahwa proyek tidak layak secara finansial. Dilakukan kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU), berupa pembagian pembiayaan komponen Life Cycle Cost antara kedua pihak, untuk meningkatkan nilai IRR. Dari seluruh opsi pembiayaan yang ada, didapatkan nilai IRR optimal sebesar 14,91 yang menunjukkan bahwa proyek layak secara finansial. Dengan mengacu pada IRR tersebut, maka sharing biaya pembangunan, operasional dan pemeliharaan, dan pendapatan yang dilakukan oleh swasta berturut-turut sebesar 39,86, 66,02, dan 72,02. Sedangkan, sisanya menjadi tanggungjawab pemerintah.

ABSTRACT
The development of public transportation LRT based on Transit Oriented Developemt (TOD) emerged to solve urban development problems. Moreover, this TOD concept is applied to overcome financial problems in the construction of trains. The development of LRT based on TOD is expected to increase public interest in using trains, reducing the volume of vehicles, reducing air pollution, preventing urban sprawl, and supporting sustainable finance. However, this development requires a very large investment cost for financing. By calculating a Life Cycle Cost components, consist of initial costs, operation maintenance costs, and revenue, the results of the study showed an IRR of 9,75. The values of below WACC, 11,01, indicate that the project is non financially feasible. With Public Private Partnership (PPP), in the form of sharing the Life Cycle Cost components, it increase the IRR value. From all available financing options, author gets the optimal IRR value of 14,91 which indicates that the project is financially feasible. By referring to this IRR, the sharing of initial costs, operation maintenance costs, and revenue made by the private sector are 39,86, 66,02, and 72,02. Meanwhile, the rest is the responsibility of the government."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library