Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sesanti Hayuning Tyas
Abstrak :
ABSTRAK Terapi oksigen hiperbarik (TOH) telah direkomendasikan sebagai terapi adjuvan dari terapi utama steroid pada tuli mendadak, dengan mekanisme peningkatan oksigenasi jaringan dan penekanan inflamasi dan edema akibat iskemia. Belum didapatkan penelitian tentang perbandingan ambang perfrekuensi dan signal to noise ratio (SNR) antara terapi steroid metil prednisolon (MP) dibanding kombinasi MP dan TOH pada tuli mendadak. Penelitian uji klinis acak tersamar tunggal ini dilakukan di Poliklinik Neurotologi Departemen THT-KL FKUI/RSCM dan Unit Hiperbarik RSAL Mintohardjo pada bulan Juni-Desember 2013, melibatkan 20 subjek tuli mendadak, dengan 10 subjek kelompok terapi MP dan 10 subjek kelompok terapi MP dan TOH. Analisis dilakukan pada pemeriksaan audiometri nada murni pada 9 frekuensi dan Distortion Product Otoacoustic Emission (DPOAE) pada 5 frekuensi, pada awal terapi dan hari ke-15. Penelitian ini tidak mendapatkan perbedaan perubahan ambang perfrekuensi dan SNR yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok, didapatkan kecenderungan perubahan ambang perfrekuensi yang lebih besar pada frekuensi 1000, 2000, 4000, 10000, 12000 dan 16000 Hz pada kelompok MP dan TOH, dan perubahan SNR yang lebih besar pada frekuensi 12000 Hz pada kelompok MP dan TOH. Tidak didapatkannya perbedaan perubahan ambang perfrekuensi dan SNR yang bermakna, dimungkinkan karena penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan. Penelitian juga membatasi analisis hingga terapi hari ke-15, sedangkan subjek tuli mendadak di Poli Neurotologi THT-KL RSCM sedianya dilanjutkan evaluasi hingga hari ke-90 (3 bulan). Penelitian lebih lanjut dengan besar subjek yang sesuai serta waktu evaluasi yang lebih lama, diharapkan dapat lebih menganalisis kecenderungan perubahan ambang perfrekuensi dan SNR yang lebih besar pada kelompok MP dan TOH.
ABSTRACT Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) has been recommended as an adjuvant therapy of primary steroid therapy in sudden deafness, the mechanism by increasing of tissue oxygenation and suppression of inflammation and edema due to ischemia. Differences in frequency threshold and signal to noise ratio changes between methyl prednisolone (MP) therapy with MP and HBOT on sudden deafness, has not been obtained. This single-blind randomized clinical trial study was conducted at the Neurotology clinic of CMH ENT Department and Hyperbaric Unit of Mintohardjo Navy Hospital in June-December, 2013, involving 20 sudden deafness subjects, with 10 subjects in MP therapy group and 10 subjects in MP and HBOT group. Analysis was performed on pure tone audiometric examination at 9 frequencies and Distortion Product Otoacoustic Emission (DPOAE) at 5 frequencies, at the start of therapy and day 15. This study does not get the statistically significant difference in frequency threshold and SNR changes between the two groups, it was found that the tendency of changes in frequency threshold was greater in frequencies 1000, 2000, 4000, 10000, 12000 and 16000 Hz in the MP and HBOT group, and the change in SNR was greater in frequency of 12000 Hz in the MP and HBOT group. The statistically significant difference in frequency threshold and SNR changes between the two groups does not obtained, possible because this study is preliminary research. The study also restrict the analysis to the 15th day of therapy, while the subject of sudden deafness in Neurotology Clinic of CMH ENT Department originally continued evaluation until the 90th day (3 months). Further studies with larger appropriate subject and a longer evaluation period, is expected to further analyze trends and greater changes in frequency threshold and SNR in the MP and HBOT gorup.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananto Prasetya Hadi
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Ananto Prasetya HadiProgram Studi : Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJudul : Efek Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Penurunan KadarHbCO pada Penyelam Tradisional Dengan Teknik Penyelaman Kompresor Konvensional Di Pesisir Utara Lombok.Latar belakangMelihat masih banyaknya penyelam tradisional yang masih menggunakan kompresor konvensional sebagai media utama dalam penyelaman dan minimnya informasi dan data kasus-kasus keracunan CO akibat penggunaan kompresor konvensional, maka diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi kondisi tersebut, terutama keracunan CO kronik yang terjadi pada penyelam tradisional dengan teknik penyelaman kompresor konvensional di sepanjang pesisir utara Pulau Lombok. MetodePenelitian ini merupakan penelitian eksperimental pre dan post design dengan membandingkan hasil terapi berupa rerata penurunan kadar HbCO pada penyelam tradisional dengan teknik penyelaman kompresor konvensional, sebelum dan sesudah dilakukan terapi oksigen hiperbarik, dengan tekanan 2,4 ATA selama 3x30 menit. HasilDidapatkan nilai median kadar HbCO sebelum dilakukan intervensi adalah 19,45 ; min 16,02 ; maks 30,20 ; sementara nilai median HbCO setelah dilakukan intervensi adalah 6,63 ; min 4,90 ; maks 11,39 . Ada hubungan positif yang kuat antara keduanya dengan nilai koefisien Spearman rsquo;s rho rs = 0,666 dan hubungan tersebut signifikan secara statistik p = 0,001 .Penurunan HbCO dapat dipengaruhi oleh kadar Hb dalam darah ? = -0,473 dan kadar hematokrit ? = -0,587 . Korelasi risiko pajanan kumulatif CO selama menjadi nelayan dengan DCS digambarkan dengan nilai koefisien Spearman rsquo;s ? = 0,029 untuk nyeri sendi dan ? = 0,085 untuk sering kram. Kesimpulan dan saranTerapi OHB dapat menurunkan kadar HbCO pada penyelam tradisional dengan teknik kompresor konvensional. Perlu penelitian lanjutan tentang risiko DCS pada penyelam tradisional dengan teknik penyelaman kompresor konvensional. Kata kunci: penyelam tradisional, kompresor konvensional, HbCO, Terapi OHB
ABSTRACT
Name Ananto Prasetya HadiStudy Program Occupational Health Magister, Faculty of Medicine, Universitas IndonesiaTitle Effect of Hyperbaric Oxygen Therapy against HbCO Level Decrease on Traditional Diver with Conventional Compressor Technique On North Coast of Lombok. BackgroundThere are many traditional divers with conventional compressor as the main gear for diving and the lack of information and case reports on CO poisoning, urgent measures are needed to address the situation, especially on chronic CO poisoning among traditional divers with conventional compressor in northern coast of Lombok Island. MethodsThe study design is experimental pre and post design by comparing the results of therapy in the form of a mean decrease of HbCO levels on traditional divers with conventional compressor technique, before and after hyperbaric oxygen therapy at 2.4 ATA pressure for 3x30 minutes. ResultsHbCO levels median value before intervention is 19,45 minimum value 16,02 maximum value 30,2 and after Hyperbaric Oxygen intervention the median value is 6,63 minimum value 4,9 maximum value 11,39 . There is strong positive correlation between them with Spearman rsquo s correlation coeficient rho rs 0,666 and statistically significant p 0,001 .Decrease in HbCO levels is influenced by Hb level 0,473 and hematocrit level 0,587 . Correlation between cummulative CO exposure risk during the time working as divers and DCS is shown by Spearman 39 s coefficient 0,029 for joint pain and 0,085 for cramps. ConclusionsHyperbaric Oxygen therapy can reduce HbCO levels in traditional divers with conventional compressors. Further study is needed to address the problem between DCS risk and traditional divers with conventional compressors technique. Keyword traditional divers, conventional compressor, HbCO, Hyperbaric Oxygen therapy
2017
T55724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toreh, Christof
Abstrak :
ESWL telah berkembang menjadi pilihan pertama untuk terapi batu pielum ginjal dan kaliks superior atau media dengan ukuran le; 20 mm, dan pada batu ureter proksimal dengan ukuran < 10 mm. Meskipun begitu, terdapat banyak faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dari pengguanaan ESWL, dimana salah satu parameter pentingnya adalah frekuensi gelombang kejut permenit. Peneilitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan pendekatan metoda cross-sectional. Sampel untuk diambil dengan total sampling, yaitu seluruh pasien yang dilakukan tindakan ESWL pada 1 Januari 2012- 31 Desember 2014 yang tidak memiliki batu multiple, tidak ada batu radiolsen, tidak ada kelainan anatomi traktus urinarius, dan usia diatas 17 tahun. Pasien dilakukan tindakan ESWL dengan menggunakan kombinasi gelombang kejut 60 gk.menit dan 120 gk/menit. Dari total 60 pasien, rata-rata usia adalah 45.61 14.54 tahun. Sebanyak 30 pasien 50 menderita batu ginjal non-kalik inferior, 26 pasien 43.4 menderita batu kalik inferior, dan 4 pasien 6.7 menderita batu ureter. Dari 60 pasien, 52 pasien 86.7 menderita batu dengan ukuran 10 ndash; 20 mm, empat pasien 6.7 dengan ukuran < 10 mm, dan empat pasien 6.7 dengan ukuran > 20 mm. Kejadian bebas batu 2 minggu post ESWL terjadi pada 46 pasien 76.7 , lalu 15 orang 25 mengeluhkan nyeri intensitas ringan VAS 1-3 , 5 orang 8.3 intensitas sedang 8.3 , dan 40 orang bebas nyeri 66.7 . Penggunaan DJ stent terjadi pada 7 pasien 11.7 dan hematuria terjadi pada 1 pasien 1.7 . Penelitian ini menunjukkan bahwa tata laksana batu saluran kemih menggunakan ESWL dengan kombinasi 60 gelombang kejut/menit dan 120 gelombang kejut/menit memiliki tingkat kejadian bebas batu yang lebih tinggi dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan penelitian-penelitian serupa dengan menggunakan satu frekuensi gelombang kejut saja. ......ESWL has emerged as the main treatment option for kidney stone located in pyelum and superior calyces or middle calyses with size of le 20 mm, and in proximal ureter stone with size of 17 years old. Pasien underwent ESWL procedure with combination of 60 shockwave minutes and 120 shockwave minute. From total 60 patients, the mean age was 45.61 14.54 years old. 30 patients 50 diagnosed with non inferior calyces stone, 26 patients 43.4 with inferior calyses stone, and 4 patients 6.7 have ureteral stones. From 60 patients, 52 86.7 patients had stone with size of 10 20 mm, 4 6.7 patients had stone sized 10 mm. Stone free after 2 weeks happened in 46 patients 76.7 . 15 patients complained low intensity pain, 5 patients 8.3 complained mid intensity pain, and 40 patients 66.7 were pain free. The use of DJ stent happened in 7 patients 11.7 . This study showed that ESWL procedure with combination of 60 shockwave minutes and 120 shockwave minutes have a higher stone free rate and lower complication compared with single shockwave prcedure
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Natanael Nelwan
Abstrak :
Introduksi: Pemakaian Oksigen Hiperbarik (OHB) sebagai terapi tambahan makin banyak digunakan. Pengaruh OHB terhadap penyembuhan tendon pasca repair dan terhadap komplikasi perlekatan merupakan tujuan penelitian ini. Penilaian makroskopis dan mikroskopis akan dibandingkan antara kelompok yang menggunakan OHB dengan kelompok yang tidak menggunakan OHB. Metode: Penelitian eksperimen ini menggunakan binatang coba kelinci jantan jenis New zealand white sebanyak 16, dengan rancangan penelitian Post Test Only Control Group Design. Kelompok perlakuan berjumlah 8 ekor, diberikan terapi oksigen hiperbarik tekanan 2,4 AT A (Atmosphere Absolute), 3x30 menit per hari selama 7 hari. Setelah 7 hari pasca operasi, kedua kelompok di nilai secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil: Perlekatan secara makroskopis terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p< 0,05). Perlekatan secara mikroskopis, terdapat perbedaan tidak bermakna (p > 0,05) tetapi penggunaan OHB memiliki kecenderungan lebih baik sebesar 62,5%. Demikian pula dengan penyembuhan tendon, secara makroskopis terdapat perbedaan yang tidak bermakna (p >0,05), namun penggunaan terapi OHB cenderung menghasilkan penyembuhan tendon sebanyak 62,5%. Penyembuhan tendon secara mikroskopis terlihat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p < 0,05). Simpulan: Oksigen hiperbarik dapat meningkatkan produksi kolagen parta tendon pasca repair sehingga kualitas penyembuhan tendon menjadi lebih baik. Oksigen hiperbarik dapat pula menurunkan perlekatan pada tendon pasca repair.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T59027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmitha Sari
Abstrak :
Pneumonia dan penyakit infeksi pernapasan merupakan penyebab terbesar gangguan oksigenasi pada anak bahkan pada kasus berat memerlukan bantuan alat napas seperti ventilator. Penggunaan ventilator meningkatkan risiko infeksi VAP (Ventilator Associated Pneumonia) yang mengakibatkan masa rawatan dua kali lebih lama, meningkatkan morbiditas serta mortalitas. Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan oksigenasi dengan pendekatan Teori Comfort Kolcaba sekaligus mengembangkan protokol bundle VAP. Terdapat lima kasus anak yang mengalami gangguan oksigenasi dan diberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan teori kenyamanan Kolcaba yang berfokus pada pencegahan VAP.  Aplikasi teori Kolcaba terbukti efektif memberikan kenyamanan anak sekaligus mengurangi risiko kejadian VAP. ......Pneumonia and respiratory infections are the biggest causes of oxygenation caused in children, even in severe cases requiring the help of breathing devices such as ventilators. The use of a ventilator increases the risk of VAP (Ventilator Associated Pneumonia) infection which results in a longer treatment period, increasing morbidity and mortality. The purpose of writing this scientific paper is to provide an overview of nursing care for children with oxygenation disorders using the Kolcaba Comfort Theory approach while developing the VAP bundle protocol. There were five cases of children who experienced oxygenation disorders and were given nursing care through the Kolcaba comfort theory approach that focused on preventing VAP. The application of Kolcaba theory has proven to be effective in providing child comfort while reducing the risk of VAP events.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universiats Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cokroningrum Dewi Windarsih
Abstrak :
Latar Belakang : Kelelahan merupakan suatu permasalahan umum di segala bidang pekerjaan. Didalam proses kelelahan ini tidak lepas dari adanya peran suatu sistem dalam eliminasi Reactive Oxygen Species (ROS) yang juga melibatkan peran antioksidan endogen baik antioksidan enzimatik maupun antioksidan non enzimatik seperti Glutathione (GSH). Dalam proses patofisiologinya terdapat titik dimana pemberian oksigen hiperbarik dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kelelahan tersebut; sehingga menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui efek pemberian oksigen hiperbarik terhadap kadar glutathione pada perawat dengan kelelahan.  Metode : Penelitian ini merupakan bagian dari suatu penelitian payung dengan desain randomized control trial. Penelitian ini dilaksanakan pada 30 orang perawat yang sebelumnya telah terdiagnosis dengan kelelahan secara subjektif dan terbagi dalam kelompok intervensi dan kontrol, dengan pada masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan kadar glutathione (GSH) sebelum dan setelah perlakuan.  Hasil : Terdapat kenaikan tidak bermakna kadar GSH sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dengan p=0,074, dan terdapat penurunan kadar GSH sebelum dan sesudah perlakuan yang bermakna pada kelompok intervensi dengan p=0,012. Selisih GSH sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi secara berurutan adalah sebesar 0,68±1,353 µg/ml dan -1,46±1,526 µg/ml dengan nilai uji perbandingan rerata keduanya meunjukkan hasil signifikan (P<0,05) yaitu dengan nilai sebesar p=0,001.  Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna pada selisih kadar GSH Kelompok Intervensi setelah perlakuan pemberian oksigen hiperbarik dibandingkan dengan kelompok Kontrol. ......Background: Fatigue is a common problem in all fields of work. In fatigue process, it is inseparable from the role of a series elimination process of Reactive Oxygen Species (ROS) which also involves the endogenous antioxidants both enzymatic and non-enzymatic antioxidants such as Glutathione (GSH). In the pathophysiological process there is a point where hyperbaric oxygen administration can be utilized to overcome fatigue; thus, making researchers interested in knowing the effect of hyperbaric oxygen administration on glutathione levels in nurses with fatigue. Methods: This study is part of joint research with double blinded-randomized control trial design. This study was conducted on 30 nurses having fatigue condition defined by the Japan Industrial Fatigue Research Committee (JIFRC) and Maslach Burnout inventory (MBI) then divided them into intervention and control groups, with plasma glutathione (GSH) levels retrieved before and after treatment. Results: There was no significant increase in GSH levels before and after treatment in the control group with p=0.074, and there was a significant decrease in GSH levels before and after treatment in the intervention group with p=0.012. The difference in GSH before and after treatment in the control group and intervention group respectively was 0.68±1.353 µg/ml and -1.46±1.526 µg/ml with the value of the comparison test of the two means showing significant results (P <0.05), namely with a value of p=0.001. Conclusion: There is a significant difference of Plasma GSH levels in the Intervention Group after hyperbaric oxygen treatment compared to the Control group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Hermawan
Abstrak :
Latar Belakang: Penelitian ini bertujuan menentukan efek dari pemberian Oksigen Hiperbarik (OHB) sesi tunggal, terhadap kadar plasma Malondialdehyde (MDA) pada perawat yang mengalami kelelahan di RS. X. Metode: Penelitian ini adalah randomized double-blinded controlled trial pada 30 orang perawat RS X yang terdefinisi mengalami kelelahan berdasarkan kuesioner JIFRC (Japan Industrial Fatigue Research Committee). Subyek dirandomisasi, dibagi menjadi 15 orang di kelompok kontrol (menghirup udara biasa pada tekanan 1 ATA) dan 15 orang di kelompok intervensi (menghirup oksigen hiperbarik, pada tekanan 2,4 ATA, menghirup O2 100% selama 3 x 30 menit, dengan interval udara biasa selama 5 menit). Sampel darah untuk menentukan kadar plasma MDA, diambil sebelum dan 1 jam setelah perlakuan, dengan metode TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Substances). Hasil: Nilai rerata kadar MDA sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan, 3,42 ± 1,05 nmol/mL dan 3,63 ± 1,34 nmol/mL (p=0,623), sedangkan pada kelompok intervensi, berturut-turut, 3,50 ± 1,12 nmol/mL dan 3,50 ± 1,24 nmol/mL (p=0,990). Nilai rerata Δ MDA (selisih individual nilai MDA sebelum dan sesudah perlakuan), antara kelompok kontrol dan intervensi, berturut-turut, 0,08 ± 1,05 nmol/mL dan - 0,13 ± 1,77 nmol/mL (p=0,692). Kesimpulan: Walaupun tidak terdapat hasil bermakna pada penelitian ini, namun dapat kami temui adanya kecenderungan penurunan kadar MDA pada kelompok intervensi yang dibandingkan dengan kecenderungan kenaikan kadar MDA pada kelompok kontrol. ......Background: This study aimed to determine the effect of HBO single session on Malondialdehyde (MDA) plasma level for nurses with fatigue at Hospital X. Methods: This study is a randomized double-blinded controlled trial, on 30 fatigue nurses from Hospital X in Jakarta, defined by JIFRC (Japan Industrial Fatigue Research Committee) Questionnaire. Subjects randomized into 15 nurses in each group (control vs intervention). Control group was given atmospheric air (21% O2) under 1 ATA pressure, while intervention group was given 100% oxygen, for 3 x 30 minutes, under 2.4 ATA pressure, with 5 minutes interval-break inhaling compressed air (21% O2) in between. Blood sample for determining MDA plasma level, were sampled before- and 1 hour aftertreatment, using TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Substances) method. Results: MDA plasma levels before- and after-treatment in control’s group, were consecutively, 3.42 ± 1.05 nmol/mL and 3.63 ± 1.34 nmol/mL (p=0,623), while in the intervention’s group, respectively, were 3.50 ± 1.12 nmol/mL and 3.50 ± 1.24 nmol/mL (p=0,990). Δ MDA (individual MDA value differences between after and before treatment) means, in control’s and intervention’s group was compared, subsequently they were 0,08 ± 1,05 nmol/mL and - 0,13 ± 1,77 nmol/mL (p=0,692). Conclusions: Even though, there is no significant differences, between the two groups in MDA plasma level, there is propensity of MDA plasma level decrease in intervention group, compared with raising MDA plasma level in the control group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sholihatul Amaliya
Abstrak :
Neonatus merupakan periode yang sangat rentan untuk mengalami masalah kesehatan, salah satunya yaitu gangguan sistem pernapasan. Gangguan sistem pernapasan pada neonatus dapat mengakibatkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen hingga dibutuhkan pemasangan alat bantu napas invasif dan pemasangan pipa endotrakel. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk menganalisis optimalisai pemenuhan oksigenasi pada neonatus melalui tindakan penghisapan lendir dengan hiperoksigenasi dengan pendekatan teori Konservasi Levine. Lima kasus terpilih mengalami gangguan pemenuhan oksigenasi akibat penumpukan lendir pada saluran napas. Pendekatan Teori Konservasi Levine dilakukan dengan menggunakan prinsip konservasi energi, konservasi integritas struktural, konservasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial. Tindakan keperawatan berbasis pembuktian yang dilakukan melalui penghisapan lendir dengan hiperoksigenasi terbukti efektif dalam mencegah hipoksemia selama prosedur penghisapan lendir pada neonatus sehingga pemenuhan kebutuhan oksigen dapat optimal. Prosedur penghisapan lendir dengan hiperoksigenasi dengan menggunakan pendekatan teori Konservasi Levine dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas pada neonatus dengan gangguan pemenuhan oksigenasi.
Neonates are a very vulnerable period to experience health problems, one of which is respiratory system disorders that may result in impairment in the fulfillment of oxygen. Assisted mechanical ventilation is the mainstay of management of a variety of respiratory condition in neonates through an inserted endotracheal tube ETT connecting the individual to the ventilator. The purpose of this case study was to analyze the optimization of oxygen fulfillment in neonates through suctioning with hyperoxygenation with the Levine Conservation theory approach. The five selected cases suffered from oxygen fulfillment impairment induced obstruction due to mucus accumulation in the airways. Levine's conservation model of nursing provides an ideal conceptual framework for this condition that Evidence-based nursing intervention by suctioning with hyperoxygenation has been shown to be effective in preventing hypoxemia during suctioning in neonates. The suctioning with hyperoxygenation by using the Levine Conservation theory approach can be applied in the provision of quality nursing care in neonates with oxygenation fulfillment impairment.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Susanti
Abstrak :
Latar Belakang: Kelelahan merupakan  hal yang biasa dialami pekerja. Kelelahan apabila tidak diatasi akan menyebabkan penurunan performa dan berdampak pada keselamatan pasien. Superoxide Dismutase (SOD) adalah salah satu biomarker kelelahan yang merupakan antioksidan endogen sebagai reaksi alami tubuh terhadap peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) yang timbul karena aktifitas fisik. Penelitin terkait upaya mengatasi kelelahan terkait enzim antioksidan SOD masih terbatas. Pemberian Oksigen Hiperbarik (OHB)  diharapkan mampu meningkatkan produksi SOD dan menurunkan kelelahan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh OHB pada aktivitas SOD dengan tabel klinis tunggal. Metode : Penelitian ini menggunakan desain true experimental dengan double-blind control trial.  Sebanyak 30 orang perawat dengan kelelahan yang dibagi kelompok Normobarik Normosik (NN) sebagai kontrol dan Hiperbarik Hiperoksik (HH) sebagai  perlakuan dengan randomisasi blok, Aktivitas SOD diukur sebelum dan 1 jam sesudah perlakuan menggunakan metode kolorimetri. Hasil : Tidak terdapat perubahan aktivitas SOD pada kelompok intervensi (p=0,649) dibandingkan kelompok kontrol yang cenderung menurun (p=0,087) Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) setelah perlakuan pada aktivitas SOD antara 2 kelompok. Kesimpulan : Pemberian oksigen hiperbarik tidak memberikan perubahan bermakna pada aktivitas SOD, namun dapat mempertahankan nilai SOD dibandingkan dengan kontrol yang menurun. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar subjek hanya memiliki tingkat kelelahan ringan (80%). ......Background: Fatigue is a common experience for workers. Fatigue, if not addressed, will cause a decrease in performance and impact on patient safety. Superoxide Dismutase (SOD) is one of the biomarkers of fatigue which is an endogenous antioxidant as the body's natural reaction to increased Reactive Oxygen Species (ROS) arising from physical activity. There is limited research on overcoming fatigue related to the antioxidant enzyme SOD. Hyperbaric Oxygen Treatment (OHB) is expected to increase SOD production and reduce fatigue. This study is intended to determine the effect of OHB on SOD activity with a single clinical table. Methods: This study used a true experimental design with a double-blind control trial. A total of 30 nurses with fatigue were divided into Normobaric Normoxia (NN) groups as control and Hyperbaric Hyperoxia (HH) as treatment with block randomization, SOD activity was measured before and 1 hour after treatment using the colorimetric method. Results: There was no change in SOD activity in the intervention group (p=0.649) compared to the control group which tended to decrease (p=0.087) There was no significant difference (p>0.05) after treatment on SOD activity between the 2 groups. Conclusion: Hyperbaric oxygen administration does not provide significant changes in SOD activity, but can maintain SOD values compared to controls which decrease. This is possible because most subjects only had mild fatigue levels (80%).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Eviriyanti
Abstrak :
Latar Belakang : Perawat yang bekerja di Rumah Sakit memiliki tuntutan pekerjaan tinggi yang berdampak terjadinya kelelahan, sehingga menurunkan produktivitas kerja dan resiko terjadinya accident ditempat kerja. Biomarker untuk mengukur kelelahan yaitu asam laktat, meningkat pada kondisi kelelahan. Oksigen Hiperbarik diharapkan menurunkan kadar asam laktat dalam darah. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Oksigen Hiperbarik pada kadar asam laktat dengan tabel klinis tunggal. Metode : Subjek penelitian ini adalah perawat dengan metode true experimental dan double-blind pada 30 perawat dengan kelelahan yang dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi blok, kelompok Normobarik Normosik sebagai kontrol dan Hiperbarik Hiperoksik sebagai perlakuan. Kedua kelompok melakukan terapi dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi. Kadar asam laktat diukur menggunakan teknik kolorimetri sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil : Perubahan kadar rerata kadar asam laktat sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda signifikan dengan nilai p value untuk kelompok normobarik normosik adalah 0,12 dan nilai p value kelompok hiperbarik hiperoksik adalah 0,51. Demikian dengan rerata delta Asam Laktat pada kelompok kontrol dan perlakuan tidak berbeda signifikan dengan nilai p > 0,15. Kesimpulan : Tidak terdapat perbeaan bermakna rerata kadar asam laktat pada kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan ......Background : Nurses who work in hospitals have high job demands which can result in fatigue, thereby reducing work productivity and the risk of accidents at work. The biomarker for measuring fatigue is lactate acid, which can increase in conditions of fatigue Hyperbaric Oxygen is expected to be able to reduce lactate levels in the blood. This study aims to determine the effect of Hyperbaric Oxygen (HBO) on lactate levels with a single clinical table. Method : The subject of the research is a nurse with true experimental and a double-blind design on 30 nurses with fatigue who were divided into two groups with block randomization, where the Normobaric Normoxic (NN) group was used as a control and Hyperbaric Hyperoxic (HH) group was used as treatment. Both groups underwent therapy in Chamber. Lactate levels were measured using colorimetric techniques before and after treatment. Results : The average change in lactate levels before and after treatment in both groups did not differ significantly with a p-value for the control group: of 0.12 and a p-value for the intervention group of 0.516. Likewise, the average delta Lactate Acid in the control group and treatment did not differ significantly with a p-value = 0.15 Conclusion : There was no significant difference in the average lactate levels in both groups before and after treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library