Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1810 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muttaqin
Abstrak :
Penelitian ini bertitik tolak dari semakin meningkatkan permasalahan kesejahteraan sosial termasuk permasalahan anak jalanan. Organisasi pelayanan manusia yang juga menangani permasalahan anak jalanan dihadapkan pada permasalahan manajerial yang belum siap menghadapi dinamika internal dan eksternal organisasi dan pimpinan juga kurang mampu memberikan motivasi pada seluruh pengurus organisasi. Sehingga pimpinan kurang mampu mengelola sumber dana dan sumber daya yang ada dalam organisasi. Kondisi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi proses dan hasil pelayanan yang akan diberikan. Kondisi tersebut menjadi tanggung jawab pimpinan untuk mengatasinya sebagai motor penggerak kemajuan organisasi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan mencoba mendeskripsikan pola-pola kepemimpinan yang diterapkan pimpinan organisasi dalam usaha pengembangan keterampilan pekerja sosial. Setelah memperoleh data-data deskripsi kemudian mencari perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan diantara dua unit analisis tersebut. Dengan upaya itu akan memberi gambaran mengenai manajemen organisasi dikedua organisasi pelayanan manusia bersangkutan, serta mencerminkan sejauh mana kesiapan organisasi pelayanan manusia bersangkutan memberikan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS). Dengan menggunakan pola kepemimpinan Hillel maka pendeskripsian pola kepemimpinan dimaksudkan untuk diarahkan kepada penerapan otoritas pimpinan dan orientasi kepemimpinan atas lingkungan organisasi. Disamping itu juga akan dicoba diungkapkan apakah pola kepemimpinan yang diterapkan memiliki keterkaitan dengan pengembangan keterampilan pekerja sosial organisasi bersangkutan. Dari hasil penelitian yang dilakukan terungkap bahwa pola kepemimpinan pada Rumah Singgah Setiakawan I bersifat desentralisasi internal, dengan adanya pelibatan pekerja sosial untuk mengambil keputusan terhadap bidang fungsionalnya juga adanya otonomi kepada pekerja sosial untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan gambaran pekerjaan. Kondisi tersebut dibarengi dengan strategi penempatan bawahan yang tepat dimana struktur diisi oleh orang-orang yang mampu bekerja dan terampil sehingga struktur yang ada cukup berfungsi dengan baik. Kondisi tersebut memudahkan pimpinan melakukan koordinasi terhadap tiap unit kerja. DiIihat dari otoritasnya yang desentralisasi maka keterampilan pekerja sosial relatif berkembang karena pekerja sosial dikondisikan dan diberi kesempatan untuk belajar mengembangkan ilmunya, sedangkan dilihat dari orientasi yang bersifat internal pimpinan mengabaikan faktor eksternal sehingga menjadikan organisasi kekurangan dana bagi peningkatan keterampilan pekerja sosial. Pada Rumah Singgah Bakti Sejahtera I pola kepemimpinan bersifat sentralisasi internal, dimana staf tidak dilibatkan dalam usaha pengambilan keputusan,. Tugas dan tanggung jawab dilaksanakan tidak sesuai dengan gambaran pekerjaan yang diembannya sehingga tidak ada otonomisasi. Hal lainnya struktur kurang diisi oleh tenaga ahlinya sehingga struktur formal kurang berfungsi. Pimpinan kurang mampu memobilisir lingkungan eksternal yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberlanjutan organisasi, padahal rumah singgah sedang mengalami kesulitan dana. Dilihat dari otoritasnya yang sentralisasi seperti yang dijelaskan diatas maka pengembangan keterampilan pekerja sosial di Rumah Singgah Bakti Sejahtera I kurang berkembang dengan baik dibanding pengembangan keterampilan yang ada di Rumah Singgah Setiakawan I. Dimana pekerja sosial tidak diberi otonomi untuk bekerja termasuk kebebasan untuk mengambil keputusan. Banyak tugas-tugas fungsional pekerjaan sosial di Rumah Singgah Bakti Sejahtera I tidak dilakukan. Seperti tidak membuat laporan kemajuan anak. Kondisi tersebut diperparah dengan tidak ada anggaran untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan atau pelatihan. Rumah singgah masih melakukan upaya penghematan anggaran untuk pelayanan anak-anak binaan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Evi Margareth
Abstrak :
Pada saat krisis ekonomi ini sangat dibutuhkan seorang pemimpin yang betul-betul aktif dan inovatif serta para bawahan yang kreatif untuk dapat tetap bertahan. Pemimpin yang mampu menaikkan semangat para bawahannya dalam bekerja dan mampu menciptakan suasana yang saling mendukung sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja. Peneliti melakukan penelitian di perusahaan DC yang bergerak di bidang jasa penyemprotan rayap (termite control) dan pembasmi nyamuk. Usaha ini tergolong kecil dan masih termasuk usaha keluarga. Pada masa orde baru atau sebelum krisis terjadi, usaha perusahaan tersebut maju dengan pesat karena banyak pembangunan perumahan dan apartemen. Tapi pada masa krisis, usaha ini dapat dikatakan masih mampu bertahan, tapi harus diadakan banyak perbaikan dan penghematan. Peneliti tertarik dengan perusahaan ini karena, usaha ini berjalan dari nol dan bisa maju dengan baik tanpa terlilit utang di bank. Banyak perusahaan besar yang mengalami kredit macet dan melakukan PHK kepada sebagian karyawannya. Pemerintah saat ini sangat mendorong usaha kecil untuk terus maju, sehingga peneliti ingin agar hasil tulisan ini nanti dapat berguna bagi kemajuan perusahaan kecil yang membutuhkan. Gaya kepemimpinan di DC yang dipakai adalah gaya otoriter dan arus komunikasi yang terjadi adalah satu arah. Sering dikatakan bahwa perusahaan keluarga tidak terlalu memperdulikan manajemen kantor dan hubungan antara atasan dan bawahan, sehingga hubungan fungsional dan hubungan keluarga menjadi kacau. Pemimpin yang juga pemilik perusahaan lebih mendahulukan kepentingan pribadinya. Para karyawan yang masih keluarga dari pimpinan, juga merasa bahwa mereka ikut sebagai pemilik, padahal mereka sama juga dengan yang lain yaitu sama-sama karyawan. Pemimpin yang terkadang bertindak tidak adil, yang selalu mendahulukan para kerabatnya membuat kecemburuan diantara pegawai sehingga menimbulkan iklim komunikasi yang tidak sehat. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin, seorang pemimpin harus juga melihat bagaimana situasinya. Untuk memotivasi orang-orang yang mempunyai semangat kerja rendah dan lambat berpikir memang dibutuhkan gaya kepemimpinan otoriter. Tapi, untuk masalah atau situasi yang lain harus dipakai gaya yang lain pula. Sehingga seorang pemimpin harus bijak dalam bertindak. Hubungan yang saling terbuka antara atasan dan bawahan dan sebaliknya sangat dibutuhkan untuk menimbulkan rasa saling percaya, persaman persepsi dan saling memahami kebutuhan masing-masing. Dalam memahami hubungan antara atasan dan bawahan pemimpin harus dapat lebih bertindak sebagai pendengar untuk menyimak keluhan, saran dan ide-ide baru dari bawahannya. Pimpinan sebaiknya mendiskusikan masalah-masalah yang terjadi dalam pertemuan, sehingga jangan bertindak marah-marah atau membentak karyawan dengan kasar layaknya seperti Bapak dan anaknya. Agar kepemimpinan lebih baik, sebaiknya pimpinan memberikan wewenang dan kesempatan kepada bawahannya untuk ikut dalam pengambilan keputusan, sehingga bawahan memperoleh kepuasan dan semangat untuk bekerja yang pada akhirnya meningkatkan kinerja. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, gaya kepemimpinan yang dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang terjadi, dan pimpinan bertindak secara profesional dan tegas tanpa membeda-bedakan perlakuan kepada karyawan yang kerabat dan bukan kerabat. Dan akhirnya, perkembangan kemajuan perusahaan sangat tergantung pada keinginan pemimpin untuk berubah agar lebih fleksibel dan lebih bijaksana lagi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulikah
Abstrak :
Rumah sakit adalah bagian penting dari sistem pelayanan kesehatan, merupakan transfer pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Efesiensi dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi tergantung kepada perilaku dan kemampuan manusia yang mengelola dalam organisasi tersebut. Kemampuan profesional yang dimiliki perawat dapat diperankan secara efektif baik sebagai pelaksana maupun pengelola. Seorang kepala ruangan adalah pengelola pada tingkat bawah yang menjadi penentu terhadap kuatitas pelayanan keperawatan di suatu rumah sakit. Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda, ketidaksamaan dalam fisik dan psikis menyebabkan pelaksana maupun pengelola organisasi berbeda satu sama lain, demikian pula terhadap gaya kepemimpinan kepala ruangan dalam memimpin bawahan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik individu perawat pelaksana dan situasi kepemimpinan dan persepsinya tentang gaya kepemimpinan kepala ruangan di RSPAD Gatot Soebroto. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan "cross sectional". Pada penelitian ini diambii sampel perawat pelaksana sebanyak 175 orang sebagai responden. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden. Analisis data dilakukan dengan uji statistik analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi, analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square untuk mencari hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi (ogistik untuk mengetahui variabel bebas yang paling berhubungan dengan variabel terikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala ruangan- di RSPAD Gatot Soebroto bervariasi tidak hanya satu gaya kepemimpinan saja melainkan kombinasi ke tiga gaya kepemimpinan tergantung situasi. Kepala ruangan lebih banyak menggunakan kepemimpinan suportif. Dari hasil analisis bivariat dengan a = 0,05 diketahui bahwa pendidikan tambahan atau pelatihan dengan p value = 0,015, hubungan pemimpin - anggota dengan p value = 0,002, struktur tugas dengan p value = 0,000 , kekuasaan dengan p value = 0,000 mempunyai hubungan yang bermakna dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa struktur tugas paling berhubungan dengan gaya kepemirnpinan kepala ruangan dengan p value = 0,000. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada pemimpin RSPAD Gatot Soebroto agar terns melanjutkan pengembangan kuatitas sumber daya manusia keperawatan melalui pendidikan berkelanjutan maupun mengupayakan program-program pelatihan bagi kepala ruangan untuk meningkatkan kinerjanya dalam mendukung tercapainya visi dan misi RSPAD Gatot Soebroto. Bagi kepala ruangan pertu menetapkan tujuan dan pedoman kerja untuk memudahkan pekerjaan bawahan dengan mempertahankan hubungan dan kerjasama yang balk dengan bawahan.
The Relationship between the Characteristic of Nursing Staff, the Leadership Situation, and Their Perception on the Leadership Style in the Army Gatot Subroto Hospital, Jakarta A hospital is an important part of health service system, and as an institution to transfer knowledge and technology. To achieve the objectives of the organization efficiency and effectively should based on the behavior and the ability of the manager in organizing all component involved. The professional capability of the nurses can be function effectively either as a nurse staff or a head nurse. A head nurse is a lower manager or a leader for nurse staff who function as a determinant in maintaining the quality of the nursing service in a hospital. Every nurse has different characteristic and different shape of physical and psychological situation. These can cause differences in nurse staff or leader behaviors in the organization and the leadership style. Based on the above, the research has been conducted to identify the relationship between the characteristic of the nurse staff, the leadership situation and the precision of the leader ship style in Gatot Soebroto Hospital. The design of the research was descriptive correlational. One hundred and seventy nurses were participated as respondents. Two questionnaires were administered to respondents, and univariate and bivariate analysis were employed to identify the distributions of the characteristic and the relationship between the independent and dependent variables. In addition, a multivariate analysis with logistic regression test is utilized to identify the relationship between the component of the independent variable and the dependent variable. The result showed that head nurses in Gatot Soebroto Hospital used more than one type of leadership style. They used the style according to the situation. Anyhow, they use supportive leadership more often. The result of bivariat analysis is p value = 0,015, cc = 0,005, for additional education or training, p value 0,002 for leader - member relationship, also p value = 0,0000 for task structure, p value = 0,0000 for authority. Those have significant relationship with head nurse leadership style. The result of multivariate analysis with logistic regression showed that the structure of the task has significant correlation with p value = 0,0000. Based on the above result, it was recommended to the director of Gatot Soebroto Hospital that it is important to continue the improvement of the qualities including human resources in nursing. It can be done through a continuing education ; and yet, a training program for each head nurse to improve their performance to support the mission and vision of the Gatot Subroto Hospital. In addition, recommendation also extended a head of nurse, that they need to determine goals and a standardized protocols for nurse staff in a simpler way to maintain a good relationship with the staff.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
T8236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hanif Zuhri
Abstrak :
Pemimpin memegang peran yang sangat penting di dalam suatu organisasi. Berhasil atau gagalnya suatu organisasi banyak tergantung pada kemampuan pemimpin dalam memimpin organisasi tersebut. Ada banyak macam organisasi dengan karakteristik masing-masing. Setiap organisasi memerlukan pemimpin. Seorang pemimpin harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk memimpin anak buahnya. Kemampuan yang diperlukan, tergan-tung pada macam atau jenis dari organisasi yang bersangkutan, yang satu sama lain tidak sama. Namun, disamping ketidaksamaan tersebut, ditemui ciri-ciri yang konsisten dan unik yang akan berlaku secara universal pada semua pemimpin yang efektif, tidak peduli dimanapun dia berperan. Dengan melakukan studi literatur, me-nelaah beberapa studi kasus dan penelitian beberapa pakar, kemudian membandingkannya dengan pengalaman pribadi, dapat disimpulkan/dirumuskan ciri-ciri yang universal tersebut diatas. Dengan menelaah beberapa studi kasus yang lain serta observasi yang dilakukan oleh para pakar, dirumuskan ciri-ciri yang lebih khas lagi yang ada pada diri para pemimpin kharismatik. Hasil rumusan terakhir ini kemudian diramu dengan ajaran-ajaran moral dan budaya Nasional yang sudah cukup dikenal di negara kita ini, dan dilengkapi lagi dengan ajaran-ajaran keteladan-an dari Nabi Besar Muhammad saw, maka dapat dirumuskan cirri-ciri dan sikap perilaku yang perlu dimiliki oleh para pemimpin masa depan Indonesia. Yang harus diberikan oieh seorang pemimpin kepada anak buahnya bukanlah sekedar perlakuan yang manusiawi, atau hubungan hirarkhis antara atasan dan bawahan saja, melainkan lebih sebagai perlakuan seorang bapak kepada anak-anak yang dicintainya. Itulah yang sangat potensial untuk membangun motivasi dikalangan ang-gota organisasi atau pegawai perusahaan, dan merupakan langkah pemberdayaan yang dapat meningkatkan produktivitas anggota atau pegawai yang bersangkutan.
The leader has a very important role in an organization. The success or failure of an organization is much dependent upon the capability of the leader to lead the organization. There are many types of organization with their own characteristics, and each of the organization need a leader. A leader should have a will and competency to lead his subordinates. The needed competency depends on the type of the organization, that is different between one and another. However, apart from the differences, there are consistent and unique traits that could universally be found in all effective leaders, no matter wherever they have their roles. These are things we would like to focus our attention, and they would be studied here. By conducting literature studies, analyzing several case studies and researches of several experts, and then comparing them with personal experiences, those universal traits could be concluded or formulated. Through an examination of further case studies and an observation carried out by the experts, more specific characteristics of charismatic leaders could be formulated. The result of the last formulation, to be combined with moral principles of Al-Qur'an, and the Prophet Mohammad's teaching and examples, and to be provided further with national culture which are well known in our country, then characteristics and behaviors required by future leaders of Indonesian could be formulated. Now the leader should have to do towards his subordinates, it's not just a treatment as humane, or hierarchical communication between a leader and his subordinates, but that's more the treatment of a father to his beloved children. That is the very potential thing to build motivation among members of the organization or employees of the companies, and it constitutes the steps of empowerment that could increase productivity of the members or employees.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T10457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Haeriyanto
Abstrak :
Untuk mengetahui hubungan antara kemampuan kepemimpinan efektif kepala ruangan dan karakteristik individu perawat pelaksana dengan pelaksanaan MPKP, dilakukan penelitian terhadap 75 orang perawat pelaksana di ruangan MPKP RSPAD Gatot Soebroto dari tanggal 4 sampai 6 Agustus 2003. Penelitian mempergunakan desain cross sectional terhadap total populasi (75 orang), dan mempergunakan tiga jenis instrumen yang terdiri atas Karakteristik Individu, Komponen Kepemimpinan Efektif, dan Komponen MPKP. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepemimpinan efektif kepala ruangan berbeda secara bermakna diantara perawat yang pernah mengikuti pelatihan asuhan keperawatan dan yang belum pemah mengikuti pelatihan (p < 0,05). Sedangkan terhadap MPKP, karakteriatik individu terbukti tidak ada hubungan secara statistik. Hal tersebut sesuai dengan perannya sebagai variabel confounding. Sementara itu semua komponen kepemimpinan efektif (pengetahuan, tilikan diri, komunikasi, tujuan, energi, dan tindakan)secara statistik berkorelasi positif terhadap MPKP. Model regresi linear ganda diperoleh persamaan regresi yang disimpulkan bahwa setiap peningkatan satu skor pengetahuan akan meningkatkan skor MPKP sebesar 0,213 dengan mengendalikan variabel tindakan diri menjadi konstan, demikian juga peningkatan satu skor Kemampuan Pemimpin dalam tindakan diri akan meningkatkan skor MPKP sebesar 0,190 dengan mengendalikan variabel pengetahuan menjadi konstan. Model persamaan tersebut hanya 26.3 % dapat menjelaskan pelaksanaan MPKP. Daftar pustaka 60 (1987 - 2003)
Analysis of Relationship between Effective Leadership Ability of Ward Manager and Individual Characteristic of Nurses and Professional Nursing Practice Model in Central Army Hospital Gatot Subroto Jakarta, 2003In order to gain information about the relationship of individual characteristic of nurses and the effective leadership ability of ward manager with nursing proffesional practice model (MPKP), the study has been done in the 4t-6t of August 2003, in the Central Army Hospital Gatot Soebroto Jakarta. Research design used cross sectional study with population of 75 nurses and used 3 types of instruments for collecting the data. These instruments are Individual characteristic, Effective Leadership Component, and Nursing Professional Practice Model (MPKP) instrument. The result revealed that there is a significant differences among nurses who have nursing care training and those who do not have the training. (p<0.05). There is no significant relationship between individual characteristic and Professional Nursing Practice Model (MPKP). While all the effective leadership components (knowledge, self awareness, communication, goal, energy and creative action) have positive correlation with Professional Nursing Practice Model. Model of multiple linear regression show every one unit increase of knowledge variable rise will rise 0.213 score of MPKP by controlling the self awareness variable as a constant. Every one score of leadership ability of self awareness will increase 0.190 score of MPKP by controlling knowledge variable as a constant. These model is only could explain 26.3% the implementation of MPKP. References: 60 (1984-2003)
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
T 10874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saenab Dasong
Abstrak :
Kepala ruangan pada unit rawat inap RS merupakan penanggung jawab ruangan dan menjadi manajer di garis depan yang harus mampu menjadi urat nadi dari segala proses pendayagunaan sumber-sumber keperawatan di ruangan sehingga dapat menciptakan iklim kerja kondusif yang mampu memberi kesempatan dan kemudahan kepada staf keperawatan yang manjadi tanggung jawabnya untuk tumbuh, berkembang dan berprestasi dalam suasana iklim organisasi yang dinamis. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, sebagai RS tipe A dan pusat rujukan kawasan timur Indonesia memiliki 15 ruang rawat inap dengan jenis pelayanan kesehatan yang kompleks, namun demikian tenaga perawat pelaksana yang bertugas di ruang rawat inap mayoritas tenaga non profesional (69,%) sehingga diharapkan para kepala ruangannya mampu menjadi seorang pemimpin yang efektif yang dapat menciptakan iklim organisasi ruang rawat inap yang kondusif. Berdasarkan hal tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara kepemimpinan efektif kepala ruangan dengan iklim organisasi di ruang rawat inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan asumsi ada hubungan kepemimpinan efektif kepala ruangan dengan iklim organisasi yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana, dimana persepsi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa karakteristik demografisnya seperti usia, jenis kelamin, pendidikan dan lama kerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain deskriptif korelasi yang bersifat "Cross Sectional" dengan tujuan untuk melihat hubungan antar variabel yakni kepemimpinan efektif, iklim organisasi dan karakteristik demografis perawat pelaksana. Berdasarkan analisis data univariat, bivariat dan multivariate hasil penelitian menggambarkan ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan efektif kepala ruangan dengan iklim organisasi_ Dari enam komponen kepemimpinan efektif maka empat diantaranya yakni komunikasi, energi, tujuan dan tindakan masing-masing berhubungan secara signifikan dengan iklim organisasi, sedangkan karakteristik responden, tidak ada satupun yang berhubungan secara signifikan dengan kepemimpinan efektif. Tetapi antara karakteristik responden dengan iklim organisasi mama umur dan lama kerja berhubungan secara signifikan. Dari model regresi ganda maka komponen komunikasi energi dan tindakan masing-masing memberikan kontribusi pengaruhnya terhadap iklim organisasi, diantara ketiganya komponen energi memberikan kontribusi terbesar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ada beberapa saran yang dapat disampaikan yakni : bahwa dalam proses rekruitmen, promosi jabatan kepala ruangan para pengambil kebijakan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sangat penting mempertimbangkan aspek kemampuan energi, kemampuan komunikasi dan kemampuan bertindak yang dapat terjaring melalui wawancara dan observasi. Perawat yang berusia muda dan perawat yang mempunyai lama kerja kurang dari 10 tahun dapat didistribusikan merata pada 15 ruang rawat inap. Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan maka kepala ruangan dapat melakukan learning by doing atau on the job training. Demikian juga agar senantiasa meningkatkan energi yang dimiliki, kemampuan berkomunikasi dan dapat bertindak sesuai batas kewenangan dengan mengaplikasikan komponen kepemimpinan efektif didalam kepemimpinannya. Daftar Pustaka 51 (1968 - 2000)
The relation between the effective leadership of the charge nurse and the organisational climate at the Central Public Hospital Dr. Wahidin Sudirohusodo in Makassar, 2001 The charge nurse of a hospital long ward stay department is a person in responsibility to a ward and a manager in front line, who must have capability to become a nerve root of all process in making efficient use of nursing sources in the ward. The charge nurse can create a conducive working climate, allowing nursing staffs as her subordinate to have an opportunity and ease to develop and gain their achievement on the dynamic organisational climate. The Central Public Hospital Dr. Wahidin Sudirohusodo in Makassar is a type A hospital having a role as a central reference in eastern Indonesia - posses 15 long ward stay departments with variety of complex health services. Nevertheless, the nurse staff in duty at long ward stay department is non-professional in majority or almost 69 %. Thus, the charge nurse is expected to have an effective leadership who is able to create a conducive long ward stay department. Based on those reasons above, the problem formulation at this research poses how the relationship between an effective leadership and the organisational climate at long ward stay department at Central Public Hospital Dr. Wahidin Sudirohusodo in Makassar, with the assumption that there is an effective leadership of the charge nurse with the organisational climate perceived by the nurse in duty, which this perception can be affected by some demographic character such as age, sex, education, and duration of working. This research is a quantitative study with correlation of descriptive design "Cross Sectional" in nature. This research aims at finding out the relation intervariable of effective leadership organisational climate and demographic character of nurses in duty. Based on the analytical data of univariate, bivariate, and multivariate, the research outcome shows that there is a significant relation between effective leadership of the charge nurse and organisational climate. Of these six components of effective leadership, four of them are communication, energy, purpose and action of each have interrelationship with organisational climate, while at the respondent characteristic, none of them has significantly relationship to effective leadership. However, the age and duration of working have a significant relationship between respondent characteristic and organisational climate. From multiple-regression linear model, the energy communication component and action on each give its influential contribution against organisational climate, energy component gives the greatest contribution in comparison with those three components. Lining with the outcome research, there are some suggestion being able to be conveyed That ; the decision maker of the Central Public Hospital Dr. Wahidin Sudirohusodo must consider the energy, communication, behaviour capacity in recruiting, promoting the post of the charge nurse that can be select through observation and interview. The young nurse and nurses who have duration of working less than 10 years can be distrubuted in flat into 15 long ward stay department. To improve the leadership capacity, the charge nurse is able to carry out "learning by doing or job training". So then to improve their owned energy, the ability to communicate, and act on in accordance with their own authority border by applying an effective leadership components in their leadership are very necessary. Bibliography = 51 (1968 - 2000)
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
T1576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Arfan Akilie
Abstrak :
Latar Belakang Penelitian adalah globalisasi dunia dan era reformasi, Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan barometer pembangunan Indonesia, pegawai sebagai abdi Negara sebagai penggerak pembangunan, dan bergesernya paradigma pemerintahan dari penguasa tunggal menjadi pelayan masyarakat, sehingga tesis ini berjudul: Hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Budaya Organisasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat. Pokok Permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut: Seberapa besar hubungan Kepemimpinan dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat, dan seberapa besar hubungan Motivasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat, serta seberapa besar hubungan Budaya Organisasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat, Kemudian seberapa besar hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Budaya Organisasi secara bersama-sama dengan Kualitas Pelayanan Administrasi pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat ? Kerangka Teori yang menjadi inti atau ukuran dalam penelitian yaitu: Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan kesesuaian faham dan kesepakatan agar supaya mereka mau diarahkan pada tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu. Motivasi adalah sesuatu kekuatan yang dapat menimbulkan dorongan yang berada dalam diri seseorang karyawan guna melaksanakan tugas secara efektif dan efisien. Budaya Organisasi adalah suatu persepsi tentang nilai-nilai bersama yang dipercaya oleh para pegawai yang berada didalam organisasi Hipotesis penelitian, adalah: Terdapat hubungan Kepemimpinan dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat, dan terdapat hubungan Motivasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat, serta terdapat hubungan Budaya Organisasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat, Kemudian terdapat hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Budaya Organisasi secara bersama-sama dengan Kualitas Pelayanan Administrasi pangkal di Sekretariat Kotamadya Jakarta Barat. Untuk membuktikan hipotesis digunakan desain deskriptif dengan menggunakan analisa kuantitatif korelatif dan analisa skor untuk menguji dan membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan. Dari hasil analisa statistik korelasi product moment, terdapat hubungan yang signifikan pada a = 5% antara variabel Kepemimpinan dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal, dan variabel Motivasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal, serta variabel Budaya Organisasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal. Analisa korelasi parsial menyatakan terdapat hubungan signifikan antara variabel Kepemimpinan dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal walaupun dikontrol variabel Motivasi dan Budaya Organisasi, dan antara variabel Motivasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal walaupun dikontrol variabel Kepemimpinan dan Budaya Organisasi, kemudian antara variabel Budaya Organisasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal walaupun dikontrol variabel Kepemimpinan dan Motivasi. Analisa Korelasi Majemuk (R) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Kepemimpinan, Motivasi dan Budaya Organisasi yang dilakukan secara bersama-sama terhadap variabel Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal. Ketepatan prediksi terbukti tepat dan cermat karena SDy > Seccst artinya Terdapat Hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Budaya Organisasi dengan Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal di Sekretariat Kotamdya Jakarta Barat. Dari Hasil analisa skor variabel Kepemimpinan (X1) yang di ukur dari setiap dimensi dan indikator variabel penelitian berada pada kategori sedang dengan rerata 2,82. Adapun hal yang harus mendapat perhatian khusus, yaitu membangun hubungan yang berada pada kategori jawaban sedang dengan rerata sebesar 2,84, dan variabel Motivasi (X2) yang diukur dari setiap dimensi dan indikator variabel penelitian berada pada kategori sedang dengan rerata sebesar 2,85. Adapun hal yang harus mendapat perhatian khusus, yaitu pemberian insentif kepada pegawai yang berada pada kategori jawaban sedang dengan rerata sebesar 2,82. Serta variabel Budaya organisasi (X3) yang di ukur dari setiap dimensi dan indikator variabel penelitian berada pada kategori jawaban sedang dengan rerata sebesar 2,78, Dimana hal-hal yang harus mendapat perhatian khusus, yaitu sistem imbalan yang mempunyai nilai kategori jawaban rendah dengan rerata sebesar 2,67. Kemudian variabel Kualitas Pelayanan Satuan Administrasi Pangkal (Y) yang di ukur dari setiap dimensi dan indikator variabel penelitian berada pada kategori jawaban sedang dengan rerata sebesar 2,97. Dimana hal-hal yang harus mendapat perhatian khusus, yaitu keyakinan pelanggan kepada petugas yang mempunyai nilai kategori jawaban sedang dengan rerata sebesar 2,95.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Riva`i
Abstrak :
Jawara dan kejawaraan merupakan salah satu bentuk dan sumber kekuaaaan dalam tradisi masyarakat X. Jawara dan kejawaraan merupakan budaya lokal sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam tatanan masyarakat X. Dalam implementasinya, budaya Jawara dan Kejawaraan nampak secara nyata dan intensif menyumbangkan dasar-dasar moralitas bagi masyarakat X. Begitu pula pada proses pembuatan keputusan pemerintah di wilayah X memperlihatkan adanya pengaruh budaya politik lokal jawara dan kejawaraan tersebut. Hal ini berkaitan bahwa nilai-nilai politik lokal yang pada hakikatnya merupakan tuntunan dari persepsi, kepercayaan dan sikap-sikap masyarakat yang masih memegang teguh tradisi kepemimpinan lokal. Namun demikian persepsi masyarakat secara umum tengah mengalami pergeseran, sebab masalah jawara atau kejawaraan semakin kerap mernberi kesan budaya kekerasan. Sehubungan dengan peran jawara dalam proses pembentukan kebijakan pemerintah di wilayah X, bersama-sama dengan pemimpin formal dan informal lainnya, peran jawara terlihat dalam pelbagai bentuk, khususnya partisipasi untuk menentukan figur-figur pemimpin formal dalam struktur pemerintahan di wilayah X. Pemimpin-pemimpin formal pada umumnya memperoleh restu dari para jawara sebelum mereka diangkat menduduki jabatan formal. Dengan adanya mekanisme budaya restu tadi terjadilah saling memanfaatkan Walaupun demikian, pejabat-pejabat pemerintah nampaknya memanfaatkan peran jawara untuk kepentingan melindungi kepentingan-kepentingan umum dalam mengatasi atau menekan gejolak-gejolak yang bernuansa kekerasan. Peran jawara telah menjadi suatu fenomena yang unik. Peran para jawara dalam perumusan kebijakan dan implementasinya tidak lepas dari konflik-konflik kepentingan yang dalam dari para oknum jawara. Hal-hal ini telah menimbulkan munculnya opini yang mengatakan bahwa nilai-nilai luhur kejawaraan tengah mengalami pergeseran. Artinya perilaku para jawara yang telah memasuki arena politik tidak seluruhnya mencerminkan kredibilitas seorang jawara sebagaimana dimaksudkan oleh istilah jawara itu sendiri, yang berarti ksatria, berani dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran dalam mengemban tugas menegakkan keadilan. Kepatuhan kepada kalangan jawara ini terutama "dipakai" untuk mengurangi dampak buruk seperti untuk mengatasi adanya penolakan masyarakat atas kebijakan pemerintah, khususnya yang menyangkut langkah-langkah pemerintah dalam meningkatkan ketertiban sosial. Sebaliknya sejumlah oknum jawara memanfaatkan hubungan ini untuk memperoleh manfaat-manfaat atau imbalan berupa fasilitas dan kemudahan. Guna memahami fenomena kepemimpinan jawara, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai pengaruh budaya lokal kejawaraan dalam proses pembuatan kebijakan pemerintah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ihyak
Abstrak :
Karisma yang menyertai kepemimpinan Gus Dur merupakan fenomena yang menarik dan penting untuk diamati. Gus Dur dalam konteks ke-Indonesiaan adalah tokoh yang memiliki karisma memadai. Dia memiliki berkesempatan menjadi pemimpin di berbagai situasi. Kepemimpinan Gus Dur di dunia Pesantren, LSM, juga NU telah meyakinkan dirinya sebagai sosok tokoh yang sangat disegani baik di kalangan komunitasnya sendiri maupun lintas komunitas. Ketika Indonesia dilanda berbagai krisis, maka Gus Dur tampil sebagai tokoh politik. Terjunnya Gus Dur ke wilayah politik praktis inilah yang mengantarkan dirinya sebagai Presiden RI ke-4. Tapi yang terjadi bagi diri Gus Dur sejak tampil sebagai tokoh politik dan pemimpin publik, hanyalah penurunan secara drastis terhadap karisma yang selama ini dimilikinya. Tesis ini memfokuskan perhatian pada proses terjadinya dekarismatisasi pada diri Gus Dur dalam kepemimpinannya di wilayah politik praktis, mencari faktor-faktor yang menyertai terjadinya dekarismatisasi serta menelaah beberapa indikator yang menunjukkan terjadinya dekarismatisasi tersebut. Fokus penelitian dalam kerangka penulisan tesis ini, digunakanlah teori mengenal karisma dikaitkan dengan kepemimpinan. Dalam hal ini, yang digunakan adalah teori karisma yang dikonstruk oleh Max Weber, kemudian diperjelas oleh beberapa pakar sosiologi yang muncul kemudian, sehingga konsep karisma dalam konteks Indonesia dapat ditemukan. Dari mereka didapat sebuah terminologi karisma yaitu, suatu kualitas seseorang yang memiliki daya tarik tertentu sehingga dapat menjamin stabilitas dimana sang tokoh karismatik ini berada atau berperan. Dalam teori ini kahadiran seorang tokoh karismatik sangat dibutuhkan, terutama jika terjadi krisis multidimensional. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini lebih bersifat kualitatif, yaitu sebuah pendekatan, dimana pandangan subyektif peneliti diletakkan terhadap yang diteliti, dengan mencoba memahami dan menelaah pandangan, tanggapan dan respon dari para informan, serta dari telaah berbagai sumber berkenaan dengan tema tesis ini. Untuk kebutuhan ini, peneliti mengumpulkan data-data melalui tiga cara; wawancara mendalam, studi literatur dan dokumentasi, serta observasi. sebagai bahan pertimbangan telaah pada tesis ini, penulis mengawali dengan mempelajari potret terbentuk dan tumbuhnya karisma Gus Dur. Dari sinilah penulis menemukan cikal bakal karisma Gus Dur yang tergambar dari dua perspektif. Pertama, karisma Gus Dur muncul dalam perspektif tradisional, yaitu sebagai darah biru kepesantrenan dan penganut ajaran sufisme. Kedua, karisma Gus Dur muncul dalam perspektif kekinian. Pada perspektif ini penulis menemukan bahwa Gus Dur berkarisma karena ditopang oleh kualitas dirinya sebagai ilmuan dan intelektual yang disegani, sebagai aktor demokrasi, juga sebagai pemimpin NU dan tokoh bangsa. Kernudian penulis mempelajari kepemimpinannya dalam politik politik praktis. Penelusuran ini dimulai sejak pilihan Gus Dur merubah strategi perjuangannya dariyang bersifat kultural menjadi politik kepartaian, naik hingga dilengserkannya sebagai Presiden, sampai dengan tesis ini ditulis. Dari sini ditemukan data-data yang memberikan inspirasi terhadap memudarnya karisma Gus Dur. Berdasarkan data-data yang tersedia, maka tergambar proses terjadinya dekarismatisasi Gus Dur, yang terbagi menjadi lima fase; pertama, terhitung sejak berubahnya strategi perjuangan dan pengabdian Gus Dur dari yang bersifat kultural kepada politik praktis. Kedua, internalisasi nilai-nilai politik menjadi tujuan kekuasaan. Ketiga, mengerasnya respon dan kritik masyarakat terhadap pemerintahan pimpinan Gus Dur. Keempat, mengkristalnya perlawanan berbagai komponen masyarakat terhadap kekuasaan Gus Dur. Kelima, Langgengnya Gus Dur di dunia politik praktis. Bersamaan dengan ini pula telah ditemukan beberapa faktor yang menyertai serta indikator yang menunjukkan terjadinya dekarismatisasi Gus Dur, Pada bagian ini, penulis juga menemukan pertautan antara nilai-nilai karisma dengan politik praktis. Sehingga guna menemukan kerangka ini, penulis merujuk pada konsep Max Weber yang menjelaskan bahwa karisma merupakan fenomena khusus yang dimiliki seseorang yang memungkinkan pada situasi tertentu akan memudar. Dari telaah dan analisa diatas ditemukan bahwa esensi dekarismatisasi Gus Dur terdapat pada empat hal, yaitu nilai sufismenya, sebagai ilmuan dan intelektuai, aktor demokrasi, dan pemimpin NU serta tokoh bangsa. Sedangkan pada nilai darah biru-nya tidak ditemukan adanya penurunan karisma. Kesimpulan dari tesis ini, pertama, bahwa konsep Max Weber yang berkenaan dengan memudarnya karisma, pada satu sisi relevan untuk menjelaskan teijadinya dekarismatisasi pada diri Gus Dur, walaupun yang terjadi pada diri Gus Dur tidak seekstrem sebagaimana yang dicontohkan Max Weber. Kedua, oleh karena contoh yang diibaratkan Weber terkesan terlalu ekstrem, maka masih perlu adanya penelitianpenelitian serupa guna ditemukannya sebuah data untuk kesempurnaan konsep tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunuhardo Ekopria Prihantoro
Abstrak :
Puskesmas adalah institusi kesehatan yang membina kesehatan masyarakat di Indonesia. Ada 18 program pokok Puskesmas. Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas harus mengelola berbagai sumber daya yang ada di masyarakat. Hal ini diperlukan kepemimpinan yang efektif. Gaya kepemimpinan adalah cara yang dilakukan pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi melalui orang lain. Rancangan penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan kros seksional. Data yang dipakai adalah data primer. Respondennya 40 Kepala Puskesmas di Kabupaten Karawang. Instumen yang dipergunakan adalah tes standar yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard yang disebut Leader behavior Analysis II. Dari penelitian ini didapatkan, bahwa Kepala Puskesmas menggunakan ketiga gaya sekaligus, yaitu G-1, G-2, dan G-3 sebagai gaya utama, hampir tidak ada yang menggunakan gaya G-4.
The main health infrastructure entrusted to carry out the public health services in Indonesia is the Community Health Center. There are 18 basic health services performed through Community Health Center. To achieve these objectives must manage various public resources. To support activities of the Community Health Center need effective leadership. Leadership style is a form of procedure used by a leader to achieve the objectives of organization and the individuals within that organization. The design of the study descriptive analytic with cross sectional. Data were generated from primary data. The respondent are 40 Head of Community Health Center on Karawang district. For the data gathering instrument, the research employs the standard test developed by Paul Hersey and Kenneth H. Blanchard, namely the Leader Behavior Analysis II. The research showed that Head of Community Health Center implementing the three various of the leadership style, there are G-1, G-2 and G-3 is a favorite style, almost not implementing G-4.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T5645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>