Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fijri Auliyanti
Abstrak :
Latar belakang. Gangguan tidur pada remaja memiliki prevalens yang tinggi dan dapat memengaruhi prestasi akademik di sekolah. Namun, sejauh ini di Indonesia, belum terdapat studi yang meneliti prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur serta faktor yang berhubungan. Tujuan. Penelitian ini untuk mengetahui: (1) prevalens dan pola gangguan tidur berdasarkan SDSC, (2) proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata, (3) hubungan antara: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur dan bangun, dan prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur. Metode. Penelitian potong lintang analitik di lima SMP di Jakarta pada bulan Januari hingga Maret 2013. Skrining gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children dilakukan terhadap 491 orang murid SMP di Jakarta. Murid yang memenuhi kriteria gangguan tidur diminta mengisi kuesioner motivasi dan strategi pembelajaran. Peneliti meminta nilai IQ subjek penelitian. Hasil. Terdapat 129 subjek yang memenuhi kriteria gangguan tidur. Empat orang subjek di drop-out karena tidak memiliki nilai IQ. Prevalens gangguan tidur sebesar 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (70,2%). Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Sebagian besar subjek perempuan (71%), termasuk sosial ekonomi menengah ke bawah (58,9%), memiliki motivasi dan strategi belajar yang cukup (72,6%), dan mengikuti pendidikan di luar sekolah (87,9%). Tiga belas subjek yang memiliki nilai IQ di bawah rata-rata tidak diikutsertakan dalam analisis bivariat dan multivariat. Berdasarkan uji regresi logistik, faktor yang paling berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata secara berurutan, yaitu pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki. Simpulan. Prevalens gangguan tidur pada murid SMP di Jakarta adalah 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Faktor yang terbukti berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata adalah pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki. ...... Background. Sleep disorders are prevalent in adolescents and may influence their academic achievement at school. However, in Indonesia, no research has ever been done to study academic achievement in students with sleep disorders and related factors. Objectives. This study aimed to define: (1) the prevalence of sleep disorders and their patterns based on the SDSC questionnaire, (2) the proportion of junior high school students having low average academic achievement, (3) the relationship between factors; i.e gender, motivation and learning strategies, IQ level, mothers' educational level, socioeconomic level, family structure, non-formal education, TV/computer set inside the bedroom, sleep duration during schooldays, bedtimewakeup time difference; and the academic achievement in junior high school students with sleep disorders. Method. This was an analytical cross-sectional study, performed at five junior high schools in Jakarta between January to March 2013. Screening for sleep disorders, based on the Sleep Disturbance Scale for Children questionnaires, was done in 491 junior high school students. Students who fulfilled the criteria of sleep disorders, were asked to fill in the Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). The IQ level of each subjects was also measured. Results. There were 129 subjects who fulfilled the sleep disorders criteria. Four subjects were dropped out due to they didn?t have IQ level. The prevalence of sleep disorder in this study was 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep (70.2%). There were 47.6% subjects had low average academic achievement. As many as 13 subjects had low average IQ level and were not included in bivariate and multivariate analysis. Subjects mostly female (71%), with middle-low income (58.9%), had moderate motivation and learning strategies (72.6%), and attended non-formal education (87.9%). Based on the logistic regression analysis, the most influencing factors to the low average academic achievement are consecutively: the non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex. Conclusion. The prevalence of sleep disorders in junior high school students in Jakarta are 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep. There were 47.6% subjects had low average grade. Factors related to the low average academic achievement are non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eny Erlinda Widyaastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Stroke dapat menyebabkan perubahan atau kerusakan neurologis berupa gangguan tidur insomnia. Gangguan tidur insomnia pada pasien pasca stroke akan mempengaruhi rehabilitasi dan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya intervensi keperawatan yang dapat meningkatkan relaksasi pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aromatherapi: Kenanga (Cananga odorata) terhadap gangguan tidur insomnia pada pasien stroke di RSUD Pangkalpinang dan Sungailiat. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan pre dan postest design dan melibatkan 38 orang responden yang dikelompokkan menjadi intervensi dan kontrol. Pemilihan responden penelitian dengan teknik consequtive sampling. Hasil Penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan rerata derajat insomnia setelah pemberian aromaterapi Kenanga antara kelompok intervensi dan kontrol (p=0,000). Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan aromaterapi Kenanga sebagai salah satu alternatif intervensi keperawatan untuk masalah insomnia pada pasien stroke
ABSTRACT
Stroke may lead to altered or impaired neurological function which include insomnia. Insomnia in post-stroke patients affects the patients? rehabilitation process and quality of life. Therefore, it is of high importance to develop and examine the nursing intervention aiming at improving sleep pattern in this group of patients. The study aimed to assess the influence of Cananga (Cananga Odorata) aromatherapy to insomnia sleep disorder in patients with stroke at Pangkalpinang and Sungailiat Hospitals. This quasi-experiment with pre-posttest design was carried out in 38 respondents, consecutively sampled and assigned into the intervention and control groups. The results showed that there was a statistically significant difference between the mean of insomnia degree in the intervention and control group, after the Cananga aromatherapy treatment (p=0.000). It could be concluded that Cananga aromatherapy is likely to lower insomnia in patients with stroke in this study. Nurses may use this intervention to help addressing insomnia problem among patients with stroke
2016
T46349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destiana Puspasari
Abstrak :
Kualitas tidur yang buruk pada remaja dapat menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental remaja. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi gambaran kualitas tidur remaja di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 98 Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif sederhana dengan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan yaitu remaja (12 sampai 14 tahun) sebanyak 201 siswa yang dipilih dengan teknik proportionate stratified random sampling. Kualitas tidur remaja diukur dengan menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki kualitas tidur yang buruk. Penelitian ini merekomendasikan perlunya peningkatan kualitas tidur remaja. ......Poor adolescent sleep quality can cause bad impact on adolescent physical and mental health. The aim of this study was to identify the description of adolescent sleep quality in State Junior High School 98 Jakarta. This study used a simple descriptive design with cross-sectional approach. Sample of 201 adolescents (12 to 14 year) was selected by proportionate stratified random sampling method. Adolescent sleep quality was measured by using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire. The results showed that most of students have poor sleep quality. Based on this study, it is recommended to improve adolescent sleep quality.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakwinul Ammar
Abstrak :
Tingkat aktivitas fisik merupakan salah satu indikator kesehatan yang penting. Berdasarkan Riskesdas 2018, Provinsi DKI Jakarta menempati posisi pertama pada proporsi tingkat aktivitas fisik kurang pada anak usia lebih dari 10 tahun. Gangguan tidur memiliki korelasi dengan penurunan performa akademik siswa pada sekolah dasar, peningkatan risiko depresi, dan juga ketidakseimbangan emosional. Berdasarakan penelitian oleh Hermoniati et al., Prevalensi gangguan tidur pada anak usia sekolah di Kota Jakarta Pusat sebesar 25,1%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan tingkat aktivitas fisik dan gangguan tidur pada anak usia sekolah di Provinsi DKI Jakarta. Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang dengan menggunakan sub data sekunder dari penelitian SEANUTS 2.0 dengan jumlah sub-sampel sebesar 104 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat aktivitas fisik paling dominan secara berurutan adalah tingkat aktivitas fisik rendah (50%), tingkat aktivitas fisik sedang (42,30%), dan tingkat aktivitas fisik tinggi (7,6%). Gangguan tidur terjadi pada 55,77% dari total sampel. Secara bivariat terdapat korelasi lemah antara tingkat aktivitas fisik dan gangguan tidur pada anak usia sekolah di Provinsi DKI Jakarta dengan nilai r = -0,05 dan tidak signifikan dengan nilai p = 0,617. Selain itu, dilakukan juga uji korelasi terhadap aktivitas fisik dan sub-gangguan tidur dengan hasil gangguan memulai dan mempertahankan tidur (r = -0,068), gangguan pernapasan saat tidur (r = 0,017), gangguan kesadaran (r = -0,023), gangguan transisi tidur-bangun (r = 0,061), gangguan somnolen berlebihan (r = -0,83), dan gangguan saat tidur (r = -0,176). Oleh karena itu, intervensi terhadap aktivitas fisik demi mencegah kejadian gangguan tidur perlu dilakukan. Tenaga kesehatan dan tenaga pendidik pada sekolah dasar diharapkan mengetahui dan memahami pentingkat tingkat aktivitas fisik terhadap pencegahan gangguan tidur pada anak usia sekolah. ......The level of physical activity is an important indicator of health. Based on Riskesdas 2018, DKI Jakarta Province occupies the first position in the proportion of the level of physical activity that is lacking in children aged more than 10 years. Sleep disturbances have been correlated with decreased academic performance in elementary school students, increased risk of depression, as well as emotional imbalance. Based on research by Hermoniati et al., the prevalence of sleep disorders in school-age children in Central Jakarta is 25.1%. This study aims to see the relationship between the level of physical activity and sleep disturbances in school-age children in DKI Jakarta Province. The research design used was a cross-sectional study using secondary data from the SEANUTS 2.0 study with a sub-sample of 104 children. The results showed that the most dominant levels of physical activity, respectively, were low levels of physical activity (50%), moderate levels of physical activity (42.30%), and high levels of physical activity (7.6%). Sleep disturbances occurred in 55.77% of the total sample. Bivariately there is a weak correlation between the level of physical activity and sleep disturbances in schoolage children in DKI Jakarta Province with a value of r = -0.05 and not significant with a value of p = 0.617. In addition, correlation tests were also conducted on physical activity and sleep sub-disorders with the results of disturbances in initiating and maintaining sleep (r = -0.068), sleep disturbances (r = 0.017), impaired consciousness (r = -0.023), transitional disorders sleep-wake (r = 0.061), excessive somnolence (r = -0.83), and sleep disturbances (r = -0.176). Therefore, intervention on physical activity to prevent sleep disturbances needs to be done. Health workers and educators in elementary schools are expected to know and understand the level of physical activity on the prevention of sleep disorders at school-age.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Emirzaqi
Abstrak :
Latar Belakang: Gangguan tidur dan masalah psikososial sampai saat ini masih cukup tinggi pada anak. Namun, penelitian mengenai hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak thalassemia belum banyak di publikasi di Indonesia. Penelitian sebelumnya menelaah hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak sehat. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak thalassemia dengan perbedaan pada dua buah aspek, yaitu aspek penegakan diagnosis masalah psikososial dan kelompok sampel yang dipilih. Tujuan: Mengetahui hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak thalassemia. Metode: Penelitian observasional potong-lintang dengan sampel anak yang mengalami thalassemia major yang berobat ke Poliklinik Thalassemia/Ruang Transfusi RSCM pada Oktober 2022. Hasil: Dari 141 subjek, terdapat 87 subjek (61,7%) yang mengalami gangguan tidur dan 22 subjek (15,6%) yang mengalami masalah emosi perilaku. Hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak thalassemia usia 6-15 tahun menunjukkan memiliki hubungan yang bermakna ( P<0.05). Kesimpulan: Anak thalassemia usia 6-15 tahun dengan gangguan tidur memiliki risiko 3,261 kali mengalami masalah psikososial (emosi dan perilaku). ......Background: Sleep disorders and psychosocial problems are still quite high in children. However, research on the relationship between sleep disorders and psychosocial problems in thalassemia children has not been widely published in Indonesia. Previous research has examined the relationship between sleep disorders and psychosocial problems in healthy children. Based on this, the researchers wanted to find out whether there is a relationship between sleep disorders and psychosocial problems in thalassemia children with differences in two aspects, namely the aspect of establishing a diagnosis of psychosocial problems and the selected sample group. Purpose: To determine the relationship between sleep disorders and psychosocial problems in thalassemia children Methods: This is an observational cross-sectional study on children with thalassemia major who went to the Thalassemia Polyclinic/Transfusion Room RSCM in October 2022. Result: Of 141 subjects, there were 87 subjects (61.7%) had sleep disorders and 22 subjects (15.6%) had psychosocial problems. The association between sleep disorders and psychosocial problems in thalassemic children aged 6-15 years showed a significant association (P<0.05). Conclusion: Thalassemia children aged 6-15 years with sleep disorders have a 3.261 times the risk of experiencing psychosocial problems.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Indahwati
Abstrak :
Indonesia, prevalensi gangguan tidur pada anak tergolong cukup tinggi namun kesadaran orang tua masih rendah. Gangguan tidur pada anak dapat berdampak pada prestasi belajar anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur dan faktor sosiodemografi dengan prestasi belajar anak usia sekolah. Desain penelitian potong lintang dilakukan selama bulan Oktober 2015- September 2016 terhadap anak berusia 7-12 tahun di SDN 03 Pondok Cina, Depok. Orang tua anak mengisi kuesioner sosiodemografi dan kuesioner gangguan tidur Sleep Disturbance Scale for Children. Sejumlah 154 subjek melengkapi kuesioner dan didapatkan prevalensi gangguan tidur sebesar 44,8%, dengan gangguan tidur terbanyak berupa gangguan transisi tidur-bangun (50,6%). Gangguan tidur memiliki hubungan dengan prestasi belajar yang rendah pada pelajaran Matematika (p=0,006) dan nilai rata-rata Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA (p=0,025). Faktor sosiodemografi yaitu usia anak, jenis kelamin anak, usia ibu, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, pendapatan ayah, pendapatan ibu, dan bentuk keluarga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Sebagai kesimpulan, gangguan tidur dan beberapa faktor sosiodemografi berhubungan dengan prestasi belajar anak usia sekolah.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salendu, Praevilia Margareth
Abstrak :
Latar belakang : Tidur berguna untuk kesehatan mental, emosi, fisik, dan sistem imunitas tubuh. Gangguan tidur pada anak semakin menjadi masalah karena akan berdampak pada mood, perilaku dan intelektual anak. Dilaporkan, insidensi gangguan tidur pada anak lebih tinggi pada kasus epilepsi. Tujuan : Mengetahui prevalensi gangguan tidur pada anak dengan epilepsi, serta menilai hubungan antara faktor-faktor risiko yang memengaruhinya kejadian gangguan tidur pada anak dengan epilepsi. Metode : Studi potong lintang yang dilakukan di Poliklinik Anak Kiara RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan populasi anak epilepsi usia 4-18 tahun. Penilain variabel gangguan tidur menggunakan kuesioner sleep disturbance scale for children (SDSC) terdiri dari 26 pertanyaan yang telah tervalidasi sebelumnya. Kuesioner akan diisi oleh orang tua mengenai pola tidur anak dalam 6 bulan terakhir. Pasien yang sebelumnya memiliki gangguan tidur primer seperti obstructive sleep apnea (OSA), sindrom epilepsi, disabilitas intelektual, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) akan dieksklusi. Hasil : Didapatkan 99 subyek dengan karakteristik 22,2% menderita epilepsi intraktabel, 28,2% serebral palsi dan 64,6% tipe kejang umum. Dari hasil kuisioner SDSC didapatkan 71,7% anak dengan epilepsi mengalami gangguan tidur, jenis terbanyak 62% gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Faktor risiko yang terbukti memengaruhi secara independen kejadian gangguan tidur pada pasien epilepsi adalah tipe kejang umum, serebral palsi, epilepsi intraktabel, elektroensefalografi (EEG) abnormal, dan obat antiepilepsi (OAE) jenis nonbenzodiazepin. Kesimpulan : Tipe kejang umum, serebral palsi, epilepsi intraktabel, abnormalitas EEG, dan OAE jenis non-benzodiazepin bermakna secara statistik independen memengaruhi kejadian gangguan tidur pada epilepsi.
Background : Sleep is affecting mental health, emotional, physical, and immune system. Sleep disorder in children was increased and became a burden because it will affect the mood, behaviour and intellectual. Reportedly, the incidence of sleep disorder is higher in children with epilepsy. Objective : Knowing the prevalence of sleep disorder in children with epilepsy, and to assess the risk factors which affecting it. Methods : A cross-sectional study was conducted at children polyclinic Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta with populations of epilepsy children aged 4- 18 years old. The assessment of sleep disorder using the sleep disturbance scale for children (SDSC), which consist of 26 questions that had been previously validated. The questionnaire will be filled out by parents regarding the childs sleep pattern in the past 6 months. Patients who had primary sleep disorders such as obstructive sleep apnea (OSA), epilepsy syndrome, intellectual disabilities, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) will be excluded. Results : There were 99 subjects, with characteristics are 22.2% had intractable epilepsy, 28.2% had cerebral palsy and 64.6% generalized seizures. The prevalence of sleep disorder in child with epilepsy in this study was 71.7%, the most frequent type was disorder of starting and maintaining sleep. Risk factors that have been shown to independently affecting the incidence of sleep disorder in epilepsy patients are generalized seizures, cerebral palsy, intractable epilepsy, electroencephalography (EEG) abnormality, and non-benzodiazepine type antiepileptic drugs (AED). Conclusion : Generalized seizure, cerebral palsy, intractable epilepsy, EEG abnormality, and non-benzodiazepine type of AED are statistically significant affecting the incidence of sleep disturbance in epilepsy independently.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Nuraini
Abstrak :
Pada pasien pasca operasi, masalah sulit tidur merupakan masalah yang sering terjadi. Umumnya hal ini disebabkan karena nyeri (Kozier et all, 1995). Di Indonesia data tentang gangguan tidur pasca operasi belum ada, sehingga gambaran pasti tentang hal tersebut tidak diketahui. Hal ini mungkin disebabkan gangguan tidur tidak menjadi perhatian utama, sedangkan fungsi dari tidur adalah untuk sintesis pemulihan dan perilaku, waktu perbaikan tubuh dan otak (Kozier, et all, 1995). Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan gangguan pola tidur pada pasien 2-11 hari pasca operasi dan tindakan yang sudah dilakukan pasien agar dapat memenuhi kebutuhan tidur. Penelitian ini menggunakan desain eksploratif yang dilakukan pada 50 orang pasien 2-11 hari pasca operasi di Instalasi Rawat Inap lantai 3,4,5 dan ruang rawat E-RIA RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Selain itu, penelitian ini mengacu pada "The SMH Sleep Questionnaire" dengan skala 1-5, 1 untuk nilai terburuk dan 5 untuk nilai terbaik. Dari penelitian ini didapatkan hasil pada pasien dewasa awal (18-30 tahun): kesulitan untuk memulai tidur ("initial insomnia") dengan nilai 3,6, standar deviasi 1,4 dan untuk memulai tidur pasien perlu waktu rata-rata 1 jam 36 menit. Pada saat tidur pasien terbangun sekitar 2,7 kali; pasien yang terbangun dan sulit tidur kembali sebanyak 44 %; kualitas tidur rata-rata 3,35, standar deviasi 0,82. Jumlah jam tidur pads malam hari 6 jam 9 menit dan siang hari 1 jam 21 menit. Penyebab gangguan tidur umumnya berasal dari nyeri 34,5%, takut penyakit berulang 17,24%, cemas tidak kembali normal 10,34%, tindakan perawat 10,34%, demam 2% dan lain-lain (batuk, cemas pada keluarga di rumah, hujan, sulit ubah posisi dan sulit buang air) 27,58%. Sedangkan pada pasien dewasa menengah (31-60 tahun) didapatkan hasil: kesulitan untuk memulai tidur ("initial insomnia") dengan nilai 3,41, standar deviasi 1,2 dan untuk memulai tidur pasien perlu waktu rata-rata 1 jam 7 menit. Pada saat tidur pasien terbangun sekitar 2,5 kali; pasien yang terbangun dan sulit tidur kembali sebanyak 40.62 %; kualitas tidur rata-rata 3, standar deviasi 0,92. Jumlah jam tidur pada malam hari 5 jam dan siang hari 50 menit. Penyebab gangguan tidur umumnya berasal dari nyeri 32,8%, takut penyakit berulang 15,52%, cemas tidak kembali normal 15,5%, tindakan perawat 3,5%, pusing 5,2%, demam 5,2%, dan lain-lain (sesak nafa.s, berkeringat, buang air kecil, perut kembung, pasien lain teriak/ngamuk, gatal di vagina, batuk, udara panas dan dingin, magh, tidak nyaman) 22,36%. Manajernen pola tidur yang mereka lakukan antara lain: membentuk lingkungan yang nyaman 34,4%; medikasi 13,2%; melakukan kebiasaan sebelum tidur 11,8%; melakukan latihan 2 jam sebelum tidur 10,6%; makan tinggi protein dan menghindari kopi 7,2%; Massase atau pijat 5,2%; membersihkan dan mengeringkan kulit 9,9%; tidak melakukan apa-apa 4,6%; dikompres dan dikipas-kipas 2,6%; terapi sentuhan 2%; komunikasi yang baik 2%. Setelah dianalisa, ternyata manajemen pola tidur yang mereka lakukan masih kurang baik. Tentunya akan lebih baik bila perawat membantu pasien memenuhi kebutuhan tidurnya, seperti mengajarkan teknik relaksasi, guided imagery, batuk efektif, pengaturan jadwal tindakan perawat, dan lain-lain.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Rahayu Setyaningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Kelompok agregat remaja adalah penduduk yang berada dalam rentang usia 10-18 tahun. Pada remaja terjadi perubahan pola tidur-bangun yang meliputi durasi tidur berkurang, waktu untuk tidur tertunda serta perbedaan antara pola tidur pada hari kerja dengan hari akhir pekan. Hal tersebut menyebabkan kualitas tidur pada remaja menjadi berkurang. Salah satu faktor yang menyebabkan remaja mengalami gangguan pola tidur adalah pola aktivitas fisik pada remaja. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan dengan fokus pengaturan jadwal aktivitas fisik pada remaja dengan masalah gangguan pola tidur. Intervensi keperawatan unggulan yang diberikan adalah pengaturan jadwal aktivitas fisik yang dilakukan oleh remaja selama dua minggu. Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah remaja menunjukkan adanya peningkatan waktu untuk tidur. Dalam penyelesaian masalah kesehatan pada remaja ini membutuhkan adanya dukungan kuat dari keluarga. Oleh karena itu, keluarga dapat membantu remaja dalam proses pengambilan keputusan sehingga remaja mampu dalam mengatasi masalah gangguan pola tidur. Kata Kunci : Aktivitas fisik, pola tidur, kualitas tidur, remaja, keperawatan
ABSTRACT
The aggregate group of adolescents is a population that is in the age range 10 18 years. In adolescents there are changes in sleep wake patterns that include reduced sleep duration, delayed sleep time and the difference between sleep patterns on weekdays and weekends. This causes sleep quality in adolescents to be reduced. One factor that causes adolescents to disturbed sleep pattern is the pattern of physical activity in adolescents. This Final Scientific Nurse Paper purpose is to describe nursing care with a focus on arrangement schedule activity of physical in adolescents with disturbed sleep patterns. The main nursing intervention is arrangement schedule of physical activity by adolescents for two weeks. The results of the evaluation after nursing intervention is adolescent showed an increase in time to sleep. Solving healthy problem needs support from family. Therefore, the family can help adolescent in the decision making process so that adolescents are able to overcome the problem of disturbed sleep patterns.Keywords Physical activity, sleep patterns, quality of sleep, adolescent, nursing
2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shiromani, Priyattam J., editor
Abstrak :
Sleep loss and obesity : intersecting epidemics represents a major contribution to the field of sleep medicine. It is a comprehensive review of the neurobiology of sleep, circadian timing and obesity, the deleterious effects of sleep loss and obesity on health, and the worrisome associated social and medical costs in a range of patient populations and overall to society. The number of individuals who are obese has reached alarming levels. As a result, the incidence of Type 2 diabetes, cardiovascular disorders, heart disease, and kidney failure have also increased. The surgeon general estimates that the total annual cost of obesity in the US is about $117 billion. This cost is expected to escalate significantly because the number of overweight and obese children is increasing rapidly. Indeed, the new generation is expected to have a shorter life-span then their parents. In addition, sleep loss is emerging as an important contributing factor to obesity. People who sleep less or are sleep deprived tend to eat more, especially carbohydrates, and have a higher body mass index. Increased weight restricts the upper airway, causing obstructive sleep apnea and further sleep loss. In the end there is a vicious cycle of weight gain and sleep loss. In the past few years there has been a tremendous growth in our understanding of brain mechanisms controlling energy metabolism. Interestingly the neurons regulating waking also regulate feeding. There is also a mechanism that regulates the timing of feeding and sleep. In shift-workers this system is likely to be disturbed, and this has an adverse impact on both feeding and sleep. Sleep loss and obesity : intersecting epidemics is the first title to clearly examine how obesity and sleep loss are interacting epidemics. This fascinating title makes the link between energy metabolism, sleep and circadian timing, identifies poor sleep as a risk-factor for obesity in children and adults and offers treatment strategies for obstructive sleep apnea and obesity.
New York: Springer, 2012
e20426001
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>