Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wurjati Rida
Abstrak :
Puskesmas pada hakekatnya mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu, terjangkau oleh masyarakat dan sebagai motor pembangunan kesehatan di daerah kerjanya, sedangkan pelayanan yang dilakukan secara garis besar terdiri dari pelayanan medik dan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan penunjang untuk membantu mencapai penyediaan obat yang bermutu, tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah didapat dengan harga yang terjangkau. Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan, sehingga persepsi masyarakat tentang hasil dari pelayanan kesehatan adalah diterimanya obat setelah berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor individu, psikologis dan organisasi antara lain meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan persepsi , umur, jenis kelamin, ketrampilan, ketersediaan sumber daya. pedoman sarana dan prasarana, serta pengalaman kerja.. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin melihat gambaran kinerja petugas pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi Tahun 2004 dan hubungan antara variabel bebas (independent) meliputi jenis kelamin, umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan, pelatihan, motivasi, supervisi, imbalan, fasilitas dan beban kerja dengan variabel terikat (dependen) yaitu kinerja petugas pengelola obat puskesmas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung pendekatan kualitatif dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua petugas pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh petugas pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi yang merupakan total sample sebesar 31 orang. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan cara memperoleh data primer yaitu pengamatan menggunakan kuesioner. Data kualitatif dilakukan menggunakan wawancara. Pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data dan rekapitulasi hasil wawancara. Semua responden mempunyai kinerja yang berada pada kelompok sedang dan baik. Lebih dari dua pertiga responden mempunyai skor yang berada pada kelompok sedang, dengan nilai mean 28,52 dan median 29,00 dari skala 0 sampai dengan 38, maka dapat disimpulkan bahwa pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi mempunyai kinerja yang cuk-up baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor internal (pendidikan) dengan kinerja pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor eksternal (supervisi, imbalan, fasilitas dan beban kerja) dengan kinerja pengelola obat puskesmas di Kota Bekasi. Untuk meningkatkan kinerja petugas pengelola obat puskesmas disarankan agar pemerintah kota Bekasi mengalokasikan tenaga farmasis sebagai tenaga pengelola obat nimal 1(satu) orang asisten apoteker untuk satu puskesmas.
Truthfully, the health center has main task to provide a quality primary health care and to be a health development motor in its working area. The main service of health center consists of medical and pharmacy services. Pharmacy service is a supporting service to attempt a quality and adequate quantity of drugs supply, as well as affordable. Drugs are the essential component in health care. So, the perception of community about the output of health care is drugs received soon after visiting the health care facilities. There are three major factors affected the behavior: individual, psychological, and organizational factors that consist of knowledge, attitude, value, perception, age, sex, skill, resources availability, guidelines, facilities, and working experience. For that reason, the study was conducted to assess the working performance of pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi in 2004. It was also conducted to assess the relation between independent variables consisted of age, sex, period of working span, education, skill, training, motivation, supervision, compensation, facilities, and working load, and dependent variable that consisted of the working performance of pharmacy officers. This study used quantitative and qualitative approach with cross sectional design. The population of this study was all pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi. The sample of this study was total sampling that comprised of all pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi as many as 31 respondents. Quantitative collecting was conducted by obtaining primary data that is interviewing respondents using questionnaire. While qualitative data was obtained by conducting in-depth interview. In this study, data processing used a software and recapitulation of interview result. All respondents had the working performance that lain between a fair group and a good group. More than two third of respondents had score in a fair group with mean 28.52 and median 29 out of scale between 0 and 38. The result above showed that pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi had good working performance. Statistically, the result of this study showed that there was significant relation between internal factor (education) and working performance of pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi. Meanwhile, there was no relation between external factors (supervision, compensation, facilities, and working load) and the working performance of pharmacy officers at health centers in the City of Bekasi. In order to increase the working performance of pharmacy officers at health centers, it was recommended that the local government should allocate the pharmacist as pharmacy officer at least one pharmacy assistant in each health center.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Pratiwi Irmasika
Abstrak :
Rancangan Sistem Remunerasi Staf Medis di RSIA Buah Hati CiputatPada Era Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2017Perubahan kebijakan pemberian jasa medis RSIA Buah Hati Ciputat di era Jaminan KesehatanNasional menyebabkan keresahan di kalangan staf medis, oleh karena itu penelitian ini bertujuanmenyusun rancangan sistem remunerasi staf medis dengan menggunakan pedekatan kuantitatifdilanjutkan dengan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jasa medis di RSIABuah Hati Ciputat sudah memenuhi prinsip remunerasi seperti yang diungkapkan oleh 79 stafmedis dan telah meningkatkan kenyamanan kerja bagi staf medis. Besaran gaji pokok staf medismasih lebih rendah daripada ketentuan pemerintah. Tunjangan jabatan belum diberikan kepadasemua jabatan struktural yang melibatkan staf medis. Pay for performance diberikan kepadasemua staf medis dengan menggunakan sistem persentase, menyebabkan peningkatan jumlahkunjungan laboratorium. Pay for people diberikan hanya pada saat tertentu misal saat barumemulai pelayanan JKN dan cukup efektif untuk meningkatkan jumlah kunjungan pasien JKNrata-rata sebesar 50 . Nilai pekerjaan staf medis spesialis ditentukan berdasarkan standar yanglazim berlaku di rumah sakit yang memiliki level yang sama. Kesimpulannya adalah penerapansistem remunerasi di RSIA Buah Hati Ciputat sudah memenuhi prinsip-prinsip remunerasi namunpemberian komponen remunerasi belum sesuai dengan ketentuan pemerintah. Penelitimenyarankan agar RSIA Buah Hati Ciputat dapat melakukan perbaikan sistem remunerasi stafmedis yang sesuai dengan peraturan pemerintah, memperbaharui formula penghitungan insentif,menyusun formula baku penghitungan bonus, melakukan survey gaji secara rutin dan melakukanpenentuan nilai pekerjaan dengan mengkombinasikan hasil analisis dan evaluasi pekerjaan dengansurvey gaji.Kata kunci : prinsip remunerasi, komponen remunerasi, analisis dan evaluasi pekerjaan, surveygaji, penentuan nilai pekerjaan. ...... The Design of Remuneration System of Medical Staff at RSIA Buah HatiCiputat In The Age Of National Health Assurance At 2017Changes in the policy of providing medical services RSIA Buah Hati Ciputat in the era ofNational Health Insurance caused anxiety among the medical staff, therefore this research aims todesign the system of remuneration of medical staff by using quantitative approaches followed byqualitative. The results showed that the provision of medical services at RSIA Buah Hati Ciputathas fulfilled the principle of remuneration as revealed by 79 of medical staff and has improvedthe working comfort for medical staff. The amount of basic medical staff salaries is still lowerthan the government requirement. Job allowances have not been granted to all structural positionsinvolving medical staff. Pay for performance is given to all medical staff using a percentagesystem, leading to an increase in the number of laboratory visits. Pay for people is given only atcertain times for example when just starting JKN services and effective enough to increase thenumber of visits JKN patients on average by 50 . The value of the work of a specialist medicalstaff is determined by standards that are common in hospitals of the same level. The conclusion isthat the application of remuneration system at RSIA Buah Hati Ciputat has fulfilled the principlesof remuneration but the remuneration component has not been in accordance with governmentregulation. The researcher suggested that RSIA Buah Hati Ciputat can repair the remunerationsystem of medical staff in accordance with the government regulation, update incentivecalculation formula, prepare the formula of bonus calculation, conduct salary survey routinely anddo the job value determination by combining the result of analysis and job evaluation with surveysalary.Keywords remuneration principle, remuneration component, job analysis and evaluation, salarysurvey, job value determination
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Subiyanto
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Analisis Seleksi Terbuka dan Kompetitif serta Talent Pool). Permasalahan yang dikaji adalah bagaimana pengisian jabatan pimpinan tinggi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan bagaimana keunggulan serta kelemahan pengisian jabatan pimpinan tinggi melalui seleksi terbuka dan kompetitif serta talent pool. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian penelitian yang diperoleh adalah pertama, pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan melalui dua cara yaitu melalui seleksi terbuka dan kompetitif serta talent pool. Pengisian jabatan melalui seleksi terbuka dan kompetitif dari aspek pengaturan sudah memadai karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan pelaksanaannya sedangkan pengisian jabatan dari talent pool tidak disebutkan secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tetapi hanya menyebutkan bahwa pengisian jabatan secara terbuka dan kompetitif dapat dikecualikan terhadap instansi pemerintah yang telah menerapkan sistem merit dengan persetujuan Komisi Aparatur Sipil Negara. Salah satu persyaratan sistem merit adalah setiap instansi harus memiliki kelompok rencana suksesi yang dihasilkan oleh manajemen talenta. Kelompok rencana suksesi inilah yang disebut dengan talent pool. Kedua, Keunggulan seleksi terbuka dan kompetitif dilaksanakan melalui serangkaian tahapan seleksi sehingga hanya orang-orang terpilih yang sesuai dengan persyaratan jabatan saja yang dapat mengisi jabatan yang lowong. Kelemahannya adalah seleksi terbuka dan kompetitif memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, kredibilitas panitia seleksi masih diragukan dan seleksi terbuka hanya dianggap sebagai formalitas karena masih adanya intervensi dari pejabat pembinaan kepegawaian yang masih ingin mempertahankan spoil system. Keunggulan seleksi melalui talent pool adalah talent pool dilakukan melalui sistem manajemen talenta dengan mencari pegawai-pegawai yang memiliki kompetensi dan potensi yang terbaik sehingga hanya pegawai-pegawai yang memiliki kompetensi dan potensi tertinggi yang dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi termasuk juga jabatan administrasi dan jabatan fungsional. Kelemahannya yaitu talent pool dilaksanakan di lingkungan internal organisasi sehingga masih rentan terhadap intervensi kepentingan terutama oleh pejabat pembina kepegawaian yang berasal dari proses politik. ......This thesis addresses the Filling of Senior Executive Services Position in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus (Analysis of Open and Competitive Selection and Talent Pool). The subject assessed is the method in filling Senior Executive Services position in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus and the advantages and disadvantages of filling Senior Executive Services positions through open and competitive selection and talent pool. This study uses normative juridical study method with statutory approach. The results of the study obtained are as follows: first, the filling of Senior Executive Services position is carried out by two methods, i.e. through open and competitive selection as well as through talent pool. The filling of positions through open and competitive selection is satisfactory from a regulatory aspect as it is governed in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus along with its implementing regulations, whereas the filling of positions by talent pool is not specifically provided in Law Number 5 of 2014 regarding Civil State Apparatus, it merely states that the filling of positions in an open and competitive manner may be excluded from government agencies that have implemented a merit system with the approval of the State Civil Apparatus Commission. One of the criteria of the merit system is that each agency shall have a succession plan group produced by talent management. This succession plan group is what meant as talent pool. Secondly, the advantage of open and competitive selection is that it is carried out through a series of selection stages hence only selected people qualifying for the requirements of the position may fill vacant positions. The disadvantage is that open and competitive selection is great in cost and also time consuming, the credibility of the selection committee is still doubtful and open selection is considered merely formality as intervention still takes place by staff development officials favoring spoil system. The advantage of selection through talent pool is that it is carried out through talent management system by seeking employees with best competence and potential hence only employees having the highest competence and potential may fill Senior Executive Services positions including administrative and functional positions. The disadvantage is that talent pool is carried out internally within the organization therefore it is exposed to intervention of interests, particularly by staff development officials originating from political process.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tutik Hartini
Abstrak :
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan rumah sakit adalah pelayanan pemeriksaan laboran yang diberikan oleh pegawai laboratorium. Kinerja pegawai laboratorium yang baik dalam pelayanan pemeriksaan laboran akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Makin baik mutu pelayanan kesehatan makin tinggi minat masyarakat menggunakan jasa rumah sakit. Penelitian ini adalah penelitian dengan desain deskriptif kuantitatif, untuk mengetahui gambaran kinerja pegawai Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSAL Dr. Mintohardjo dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lebih dari 50% pegawai mendapat pelatihan, kepemimpinan, supervisi yang baik dan memiliki motivasi yang tinggi serta imbalan yang cukup dan didukung oleh sumber daya yang memadai. Kinerja pegawai Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSAL Dr. Mintohardjo sebagian besar sudah baik (68,6%). Jika dilihat dari masing-masing komponen, maka persentase tertinggi untuk kinerja yang baik adalah untuk komponen kualitas kerja dan tanggung jawab (77,1%), sedangkan persentase terendah adalah untuk komponen kerjasama (62,9 %).
One of the factors influencing the quality of hospital service is laboratory test service provided by laboratory officer. Laboratory officer that gives good service in holding laboratory service may increase the quality of health service. It can impact on public's interest to have hospital service. This study is using quantitative descriptive design, which aims to find performance description of Clinical Pathology Laboratory Installation Officer in RSAL Dr. Mintoharjo and any factors which are influencing. This study shows that more than 50% officers has got proper training, leadership, supervision, and has big motivation and also get reasonable repayment. In addition, they are supported by adequate resources. Officers' performance of Clinical Pathology Laboratory Installation Officer in RSAL Dr. Mintoharjo is good (68.6%). If we see each component, we find that the highest percentage for good performance is for work quality and responsibility components (77.1%), whereas the lowest percentage is for cooperation component (62.9%).
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S5594
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Itun Wardatul Hamro
Abstrak :
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada pasal 8 disebutkan bahwa petugas Pemasyarakatan merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan dan pembimbingan Narapidana. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan petugas Pemasyarakatan yang profesional, berdaya guna, mempunyai kemampua dan kecakapan serta integritas moral yang tinggi. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh petugas Pemasyarakatan adalah kemampuam mentranformasikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada Narapidana, mengubah perilaku mereka dari tidak atau kurang tahu dan terampil menjadi tahu dan terampil. Agar proses transformasi ini dapat berlangsung secara efektif maka petugas Pemasyarakatan harus memiliki kompetensi yang merefleksikan kualifikasi kemampuannya. Dalam konteks tersebut permasalahan yang muncul adalah sejauh mana tingkat kompetensi petugas Pemasyarakatan yang ada pada saat ini yang dapat menunjang kebijakan dimaksud. Selanjutnya seberapa jauh petugas Pemasyarakatan itu memahami akan tugas dan tanggung jawab yang harus diembannya, kemudian pendidikan serta pelatihan seperti apa yang seharusnya diberikan untuk dapat meningkatkan kompetensi petugas dimaksud sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan yang dapat memperbaiki hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana seperti yang menjadi tujuan dari Pemasyarakatan itu sendiri. Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran dan kondisi yang sebenarnya ada pada saat ini di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Pemuda Tangerang. Keadaan ini diketahui dengan menyebarkan kuisioner kepada sebagian petugas yang dilakukan dengan acak terhadap 76 responden dari jumlah keseluruhan petugas yang ada. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ternyata ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan kompetensi petugas Pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang sebesar 0,408 atau 40,8 % , pelatihan sebesar 0,292 atau 29,2 % serta pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 0,237 atau 23,7 % terhadap kompetensi petugas Pemasyarakatan. Sisanya sebesar 76,3% adalah faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada penulisan tesis ini. Ini artinya bahwa kompetensi petugas pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan daripada pelatihan, hal ini disebabkan karena jenis pelatihan yang didapat oleh petugas relatif lebih sedikit terutama untuk pelatihan strukturalnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Muhammad
Abstrak :
ABSTRAK
Petugas pengamanan LAPAS Kls. I Sukamiskin Bandung sebagai pelaksana teknis lapangan mempunyai tugas mencegah terjadinya pelarian, gangguan kamtib seperti perkelahian,kericuhan, pemberontakan warga binaan. Selain itu juga bertanggung jawab atas terwujudnya tertib kehidupan penghuni LAPAS dan keamanan gedung serta seisinya terutama setelah kantor di tutup. Petugas pengamanan pads umumnya masih memiliki motivasi kerja yang rendah dalam melaksanakan tugas dan fimgsinya. Hal ini antara lain karena banyak petugas yang tidak memahami TUPOKSI pengamanan.

Program intervensi bagi Petugas pengamanan dilakukan melalui Program Pelatihan Peningkatan Motivasi Kerja yaitu program yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan petugas pengamanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sebagai upaya meningkatkan motivasi dan sikap kerja petugas pengamanan terhadap tugas dan fungsinya. Pelatihan dirancang mulai dari tahap persiapan,pelaksanaan dan evaluasi. Materi dan metode pelatihan menggunakan konsep metode belajar untuk orang dewasa dan mempergunakan teori motivasi dua faktor dari Frederick Herzberg. Melalui pelatihan peningkatan motivasi kerja diharapkan petugas regu pengamanan dapat meningkat motivasi kerjanya dan semakin menguasai TUPOKSI-nya. Agar pelatihan dan hasilnya lebih efektif maka perlu dibuat tata tertib untuk WBP dan petugas, mengadakan pembinaan dan bimbingan, penempatan petugas sesuai dengan kemampuan serta lcoordinasi pasca pelatihan.
2007
T17793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sumardiono
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Gaya Kepemimpinan (X1) dan Budaya Organisasi (X2) terhadap Kinerja Petugas (Y) di lembaga pemasyarakatan kelas I Cipinang, Jakarta Timur. Penelitian ini menguji tiga hipotesis. Pertama, tidak terdapat hubungan yang positif antara Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Petugas. Kedua, tidak terdapat hubungan yang positif antara Budaya Organisasi terhadap Kinerja Petugas. Ketiga, tidak terdapat pengaruh yang positif antara Gaya kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Petugas. Populasi adalah seluruh petugas lembaga pemasyarakatan Cipinang yang berjumlah 450 orang, dan sample yang ditarik adalah sebanyak 113 orang dengan teknik Stratified Random Sampling. Instrumen penelitian disusun dalarn bentuk angket dengan menggunakan skala Likerts. Hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa Gaya kepemimpinan dan budaya organisasi Lapas Cipinang tidak memiliki hubungan dengan kinerja Petugas. Hal ini disebabkan oleh kondisi penghuni lapas yang sudah over kapasitas sehingga mengakibatkan tidak dapat menghasilkan kinerja petugas yang optimal di Lapas Cipinang.
The objectives of this research were to examine the contribution of leadership Style (X1) Organizational Culture (X2) and the Officer's performance of the Cipinang Correctional Institution, East of Jakarta. This research has examined three hypotheses proposed. First, there wasn't a positive correlation between Leadership Style and Officer's Performance. Second, there wasn't a positive correlation between Organizational Culture and Officer's Performance. Third, there weren't any significant correlation between both Leadership Style and Organizational Culture as well to the Officer's Performance. The total population of such research was 450, while its sample was taken 113 by using stratified random sampling technique. The instrument of the research was arranged in the form of Likert scale. This research implied that there weren't any significant correlation between both the Leadership Style and Organizational Culture to the Officer's Performance due to the current problem of the over-capacities of the inmates, in which influencing the improvement of the Officer's Performance.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Waliyadin
Abstrak :
ABSTRAK
Keberadaan unit bimbingan kerja dalam struktur lembaga pemasyarakatan memegang peranan yang cukup signifikan dalam membina narapidana menjadi manusia seutuhnya yang sadar dan ingin hidup secara berdampingan dalam tatanan hidup masyarakat yang beradab.

Peningkatan kreativitas petugas bimbingan kerja lembaga pemasyarakatan merupakan wahana yang cukup menjanjikan dalam meningkatkan produktivitas dan budaya kerja serta pembinaan narapidana secara berdaya guna dan berhasil guna ditengah keterbatasan institusi memenuhi tuntutan anggaran operasional dan tingkat kesejahteraan yang memadai. Kreativitas merupakan kemampuan mengidentifikasi banyak kemungkinan solusi pada persoalan tertentu. Kreativitas bukanlah ciri kepribadian tetapi keterampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif. Setiap orang memiliki potensi kreatif dan dapat dipelajari serta dikembangkan melalui suatu pelatihan yang bersifat apitude dan nonapitude.

Penulis mengajukan program ini sebagai altematif penyelesaian masalah dalam mengembangkan kemampuan menciptakan program pembinaan narapidana yang berkualitas dan efektif melalui pelatihan peningkatan kreativitas petugas bimbingan kerja lembaga pemasyarakatan.
2007
T17803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieka Evy Mulyanti
Abstrak :
Studi ini dilakukan untuk menentukan manfaat keterlibatan Indonesia dalam jaringan industri alas kaki global yang dapat diubah menjadi pekerjaan yang layak. Salah satu indikator pekerjaan yang layak adalah perlakuan ketenagakerjaan yang adil untuk mengukur kesetaraan kesempatan dalam pekerjaan. Indikator perlakuan yang adil yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemisahan pekerjaan menurut jenis kelamin dan pembagian kerja perempuan dalam pekerjaan manajerial dan administratif. Penelitian ini menggunakan data panel perusahaan dari industri alas kaki Indonesia selama 2001-2015. Hasilnya menunjukkan bahwa spesialisasi vertikal sebagai proxy untuk jaringan produksi global merupakan faktor penting yang mengarah pada peningkatan perlakuan pekerjaan yang adil, terutama pekerja perempuan di industri alas kaki. ......This study was conducted to determine the benefits of Indonesia's involvement in a global footwear industry network that can be transformed into decent work. One of the indicators of decent work is fair employment treatment to measure equality of opportunity in employment. The fair treatment indicator used in this study is the segregation of occupations by sex and women's share of employment in managerial and administrative work. This study uses firms panel data from Indonesian footwear industry during 2001-2015. The results show that vertical specialization as a proxy for global production network is an important factor leading to improved fair employment treatment, especially women workers in the footwear industry.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>