Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sulistyanto
Abstrak :
Warisan budaya sebagai media yang dianggap memiliki fungsi dalam menjaga proses pertumbuhan kbudayaan bangsa, ternyata makna yang terkandung di dalamnya dapat diwariskan secara berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sistem pengetahuan srakeholders (pemangku kepentingan) dalam memaknai warisan budaya Situs Sangiran dan cara-caranya bertindak menggunakan sistem pengetahuan yang mereka miliki. Penelitian mengenai sistem pengetahuan tersebut, dinilai sangat penting, guna memahami perasaan dan pikiran mereka dalam merepresentasikan kebudayaannya terhadap Iingkungan sosial, budaya maupun lingkungan alam Situs Sangiran. Pemaknaan pemerintah (pusat) terhadap warisan budaya Sangiran sangat berbeda dengan pemaknaan yang diberikan oleh penduduk, bahkan orbeda pula dengan pemaknaan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Otonom. Dalam konteks demikian inilah, ketiga sistem pengetahuan budaya yang berbeda itu diperbandingkan guna menjelaskan beberapa faktor penyebab terjadinya konflik pemanfaatan warisan budaya Situs Sangiran. Konsekuensi atas kajian di atas, menuntut penelitian ini menemukan model pengelolaan Situs Sangiran beserta pengembangannya ke depan, karena model pengelolaan yang diterapkan sudah tidak sesuai lagi dengan perubahahan sistem kepemerintahan pada masa sekarang. Hasil penelitian ini memperlihatkan, bahwa model pengelolaan yang masih terpengaruh oleh kerangka pikir masa Kolonial dengan ciri kebijakan bersifat satu arah (top down), eksklusif dan legislator, hanya akan meneiptakan konflik kepentingan yang berkepanjangan. Dalam era otonomi Daerah seperti sekarang ini, model pengelolaan yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Situs Sangiran, adalah model pengelolaan berdasarkan sistem yang mengutamakan konsep- milik bersama atau arkeologi untuk masyarakat. Memperhatikan berbagai konflik yang leljadi di Situs Sangiran selama ini, paling tidak ada lima konsep dasar yang harus dipenuhi oleh lembaga arkeologi dalam menata Situs berskala dunia ini. Pertama, lembaga arkeologi harus bersifat reaktih yailu peka dalam menangkap berbagai permasalahan yang terjadi di dalam masyaralcat dengan memberikan pandangan-pandangan yang biiak dan jalan keluar terbaik (win-win solution). Kedua, akomodatif artinya lembaga pengelola Sangiran harus mampu menampung berbagai kepentingan yang masing-masing kepentingan memiliki perbedaan sasaran dan tujuan. Ketiga, partisipatif dalam arti semua kegiatan pengelolaan warisan budaya harus melibatkan berbagai stakeholders. Keempat, Iernbaga arkeologi pengelola Situs Sangiran harus bersifat transparan, dalam arti semua kebijakan perlu diktahui dan dibiearakan dengan publik. Kelima, integralif, lembaga arkeologi pengelola Situs Sangiran harus mampu mengintegrasikan seluruh kemampuan stakeholders dalam kesatuan visi yang terkoordinasi. Untuk menciptakan model pengelolaan yang reaktif; akomodatif, partisipatif dan transparan, serta integratif; dipandang penting pemerintah (pusat) segera menerapkan Situs Sangiran sebagai kawasan stratogis nasional sekaligus membentuk lembaga independen, yaitu Badan Otorita Kawasan Sangiran yang mampu menyatukan berbagai perbedaan persepsi dan berupaya mengakomodir beragam kepentingan, agar polensi Situs dapat dimanfaatkan secara maksimal, balk untuk kepentingan mayarakat lokal, regional, nasional, maupun global. Cultural heritage, a medium considered to act as maintenance-key of the cultural growing process of nation, apparently bears significant meaning which can be inherited in various ways. Accordingly, this present research is aimed to disclose the stakeholders? knowledge system in denoting the cultural heritage of Sangiran as well as its application. The essence of the study on such knowledge system is to understand the stakeholders? perceptions and ideas in representing their culture upon the social, cultural and natural environment of Sangiran. The study' detected the denotation of the national govemment on the cultural heritage of Sangiran completely differs from that of the community of Sangiran; moreover, it further differs from that of the autonomy district govemment. Consequently, the three dissimilar system of cultural knowledge are compared to explain several factors causing the conflict of benefiting from cultural heritage of Sangiran. The overall product of this research is to build a more relevant management model of Sangiran including its prospective development; since the present model is no longer appropriate with the converted govemmental system. This research discovered that the present management model is still affected by the colonialism viewpoint which is characterized by the top-down policy, exclusivism and legislativism; these characteristics have created a prolonged conflict of interests. Therefore, during the present autonomy district governance, the management model which considered will properly function in Sangiran will have to be based on a system that accommodate public concept which is archaeology for the people. In regard to a number of conflicts that have occurred in Sangiran up until now, there are at least five basic concepts which have to be considered by the archaeological institutions in Indonesia to organize this world-scale site. First, the archaeological institution of Sangiran has to be reactive, which is having the sense in capturing problems occurred in the society and providing wise opinions and win-win solutions. Second, accommodative in terms of capable of accommodating varieties of interests which each of them contains different aim and purpose. Third, participative, meaning stakeholders must be involved in every cultural heritage management. Fourth, the archaeological institution of Sangiran must employ a ?transpr-arent? management to enable the public to know and openly discuss the institution?s policy. Fifth, integrative, the archaeological institution of Sangiran must be capable to integrate the entire capability of stakeholders in one coordinated vision. In order to build a reactive, accommodative, participative, transparent and integrative management model, it is crucial for the national govcmment to soon determine Sangiran as a national strategic zone and establish an independent institution i.e. Sangiran Zone Authority Foundation (Baden Otorita Kawasan Sangiran). This foundation is hoped to be able to integrate various differences of perception and attempt to accommodate a range of interests to enable the maximum benefiting from the potency of Sangiran for local, regional, national and global interests.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D889
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Richard Bonardo
Abstrak :
Untuk dapat terus berkembang sebuah organisasi memerlukan cara untuk mengelola asset pengetahuannya atau yang biasa di kenal sebagai Knowledge management (KM). KM didefinsikan sebagai upaya untuk menangkap, mengolah dan membagikan asset pengetahuan dalam perusahaan. Ada beberapa langkah penting saat sebuah organisasi membangun Knowledge Management system nya. Dimulai dengan Knowledge acquisition, Knowledge Creation, Knowledge Storage dan di akhiri dengan Knowledge application. Roda ini harus terus berputar agar perbaikan terus berkelanjutan. Riset ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang seberapa efektif upaya pengelolaan aset pengetahuan dan apa saja yang dapat di usulkan untuk membuka peluang perbaikan. Dua kelompok informan di kumpulan sebagai nara sumber untuk mewakili pandangan dari sisi Senior Management dan di sisi lain kelompok pekerja yang merupakan community of practice di perusahaan. Model Baku yang digunakan dalam riset ini adalah Model Sukses Knowledge Management yang diusulkan oleh Jennex & Olfman dan di gabungkan dengan model SECI dari Nonaka & Takeuchi. Riset ini adalah sebuah study case tentang performa sebuah KMS di industry Hulu Minyak dan Gas yang seringkali di persepsi kan sebagai ilmu yang sudah konvensional dan using. Dari hasil penelitian ditemukan ada beberapa aspek yang perlu ditingkatkan dari system KM yang ada saat ini yaitu, membangun trust dan appreciation dan perbaikan service quality dari perangkat lunak yang ada saat ini.
To be able to continue to grow an organization needs a way to manage its knowledge assets or commonly known as Knowledge management (KM). KM is defined as an effort to capture, process and share knowledge assets within the company. There are several important steps when an organization builds its Knowledge Management system. It starts with Knowledge acquisition, Knowledge Creation, Knowledge Storage and ends with Knowledge application. This wheel must continue to rotate so that repairs will continue. This research aims to provide an overview of how effective the management of knowledge assets and what can be proposed to open opportunities for improvement. Two groups of informants were gathered as resource persons to represent the views from the Senior Management side and on the other hand the workers group was the community of practice in the company. The standard model used in this research is the Knowledge Management Success Model proposed by Jennex & Olfman and combined with the SECI model from Nonaka & Takeuchi. This research is a study case about the performance of a KMS in the Upstream Oil and Gas industry which is often perceived as a conventional and using science. From the results of the study it was found that there are several aspects that need to be improved from the current KM system, namely building trust and appreciation and improving service quality from existing software.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Hidayat Zain
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini, manajemen pengetahuan atau Knowledge Management (KM) dianggap sebagai alat kompetitif yang tepat untuk sukses dalam ekonomi berbasis pengetahuan, sehingga banyak organisasi telah mengerahkan dan menerapkan KM untuk miningkatkan kinerja seperti perusahaan jasa konstruksi. Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan pedoman dan gambaran bagi organisasi untuk mengevaluasi tingkat kematangan KM pada perusahaan jasa konstruksi swasta nasional di Indonesia dan cara untuk menaikkannya agar kinerja organisasi meningkat. Langkah pertama dalam mencapai tujuan KM adalah pengakuan status saat ini dari kemampuan KM itu sendiri pada perusahaan yang didapat melalui model kematangan knowledge management. Selanjutnya, bagaimana meningkatkannya agar kinerja perusahaan lebih baik dengan peninjauan keselarasan dengan identifikasi faktor kunci keberhasilan atau critical success factor (CSF). Tujuh kriteria organisasi atau fungsional digunakan sebagai elemen kunci menuju pendekatan KM yang efektif, yaitu kebijakan strategi, perencanaan dan proses SDM, pelatihan dan peningkatan kinerja manusia, metode prosedur & proses dokumentasi, solusi teknis (TI), pendekatan menangkap mengginakan pengetahuan tacid, dan budaya KM. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan tingkat kematangan KM berada pasa lever dua, yaitu tahap pengembangan. Kebijakan strategi adalah katagori yang paling utama untuk ditingkatkan.
ABSTRACT
At present, knowledge management (KM) is considered an appropriate competitive tool for success in a knowledge-based economy, so many organizations have deployed and implemented KM to improve performance such as construction service companies. The purpose of this paper is to provide guidelines and picture for organizations to evaluate the level of KM maturity of national private construction service companies in Indonesia and ways to improve them so that organizational performance improves. The first step in achieving the KM goal is the recognition of the current status of the KM capability itself in the company gained through the knowledge management maturity model. Next, how to improve it so that the companys performance is better by reviewing alignment with identifying critical success factors (CSF). Seven organizational or functional criteria are used as key elements towards an effective KM approach, namely policies strategies, HR planning and processes, training and improvement of human performance, procedure methods & documentation processes, technical solutions (IT), approaches to capture use tacid knowledge, and KM culture. Based on the results of the study, it was concluded that the level of KM maturity was in the second level, namely the development stage. Policies strategies are the main categories to be improved.
2019
T55204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maureen Theodora
Abstrak :
ABSTRAK Peran aktif Indonesia dalam persaingan global, khususnya pada sektor konstruksi tidak dapat dihindari lagi. Salah satu faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tersebut adalah inovasi. Sayangnya, performa inovasi di Indonesia, termasuk di dalamnya sektor konstruksi, masih dinilai rendah. Dipercaya, dua penyebab utama dari rendahnya inovasi adalah ketidaktersediaan ilmu dan manajemen mutu perusahaan yang buruk. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini menguji pengaruh Total Quality Management (TQM) terhadap Knowledge Management (KM), serta pengaruh Knowledge Management (KM) terhadap inovasi. Diawali dengan analisa hubungan antar variabel dengan pendekatan PLS-SEM, penelitian dilanjutkan dengan analisa hubungan antar tingkat kepentingan dan performa dari KM dan TQM pada perusahaan pengembang konstruksi, sebagai pihak yang dipercaya memiliki pengaruh besar dalam meningkatkan inovasi pada sektor konstruksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik TQM memberikan pengaruh yang signifikan bagi proses KM, yaitu melalui praktik fokus pelanggan, manajemen karyawan, dan manajemen proses dan proses KM berpengaruh terhadap inovasi melalui proses pembagian ilmu dan aplikasi ilmu. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan juga bahwa penerapan KM pada perusahaan pengembang konstruksi di Indonesia memiliki tingkat kesesuaian sangat baik, dan untuk penerapan TQM memiliki tingkat kesesuaian baik, dengan catatan ada indikator-indikator yang memerlukan perbaikan dan perlu untuk dipertahankan performanya. Berangkat dari dua hasil analisa tersebut, disusunlah sebuah strategi pengembangan KM dan TQM yang dapat meningkatkan inovasi pada sektor konstruksi di Indonesia.
ABSTRACT Indonesias active role in global competitiveness, especially in construction field cant be denied. One of the main factor that promote national economic growth is innovation. Unfortunately, innovation performance in Indonesia, including construction sector, is regarded as low. It is believed that the two main causes of low innovation are lack of knowledge and poor company quality management. In light of that issue, this study examined the influence of Total Quality Management (TQM) on Knowledge Management (KM), and the influence of Knowledge Management (KM) on innovation. Begin with an analysis of the relationship between variables with the PLS-SEM approach, the relationship between importance and performance level of KM and TQM in developers companies, who are believed to be the most influential in increasing innovation in the construction sector, then will be evaluated. The obtained results showed that TQM practices give significant influence on KM processes, through customer focus, people management and process management. KM processes also give significant influence on innovation through the process of knowledge sharing and knowledge application. Based on the results of the study, it was also concluded that the performance of KM in developers companies is at a very good state, while the performance of TQM is at a good state, with a note that there are some indicators that need to be improved and mantained. Depart from the results of the study, a development strategy of KM and TQM which can increase innovation in the construction sector in Indonesia has been developed.

2018
T52075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melly Kartika Adelia
Abstrak :
Manajemen pengetahuan merupakan, hal yang penting bagi perkembangan dan keefektifan sebuah organisasi. Seiring berkembangnya teknologi, manajemen pengetahuan mulai meninggalkan cara konvensional dan beralih ke manajemen pengetahuan berbasis teknologi salah satunya menggunakan media sosial. Penelitian ini berusaha menggambarkan proses tindakan staf ahli suatu Lembaga Negara dalam memenuhi tugas dan fungsinya yakni membantu anggota Lembaga Negara dalam mengekspresikan dirinya secara personal maupun institusi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam manajemen pengetahuan melalui media sosial memiliki 5 tahapan penerapan di antaranya internediasi yakni pengumpulan informasi lebih kepada upaya pencocokan antara agenda komunikasi dengan tren subjek, eksternalisasi merupakan upaya mentransfer pengetahuan sesuai dengan momentum yang disesuaikan dengan minat dan emosi masyarakat, internalisasi adalah membentuk atau mengambil informasi sesuai dengan pemikiran subjek, kognitif merupakan respon dari informasi yang telah disebarkan oleh staf ahli kepada masyarakat dan evaluasi yakni mengevaluasi, menilai, memetakan informasi yang telah disebarkan kepada masyarakat agar membantu dalam menyiapkan program selanjutnya dimana kelima tahapan tersebut saling berkesinambungan. Selain itu juga ternyata ada aspek yang mempengaruhi peranan manajemen pengetahuan di antaranya yakni aspek orang, aspek teknologi dan aspek proses. ......Knowledge management is essential for the development and effectiveness of an organization. As the development of technology, knowledge management began to leave the conventional way and turning to technology based knowledge management one using social media. This study sought to describe the act of a State Institution expert staff to fulfill its tasks and functions that help members of the State Agency in expressing himself both personally and institutionally. In this study, the author use the case study method with qualitative approach. Results from this study showed that in knowledge management through social media has 5 stages of the implementation of which internediasi is gathering more information on the efforts of matching between the agenda of communication with the trend of the subject, externalization is an attempt to transfer the knowledge in accordance with the momentum that is tailored to the interests and emotions of the public, internalizing is formed or retrieve information in accordance with the thinking subject, the cognitive is a response from the information that has been disseminated by the expert staff to the community and the evaluation is the evaluating, assessing, mapping information that has been disseminated to the public in order to assist in preparing the next program where five stages are mutually sustainable. It also turns out there are aspects that affect the role of knowledge management among the people aspects, technological aspects and aspects of the process.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T49694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Dunamis Intra Sarana, 2013
658.403 SUC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library