Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agustien Bayu Ristanti
Abstrak :
Latar Belakang: Halusinasi verbal auditori (HVA) adalah pengalaman mendengar suara tanpa stimulus eksternal dan sering dikaitkan dengan skizofrenia. HVA diperkirakan terjadi sebagai akibat dari ucapan internal yang disalahartikan sebagai bagian dari sumber eksternal karena gangguan pemantauan persepsi verbal pada orang dengan skizofrenia (ODS). Penelitian sebelumnya telah menyatakan bahwa ada aktivitas otot bicara ketika pasien skizofrenia berhalusinasi. Hingga saat ini, penelitian serupa belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara halusinasi auditorik verbal dengan kejadian bicara internal yang digambarkan oleh aktivitas elektromiografi otot perioral. Metode: Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang dan responden dengan HVA dipilih sebagai sampel dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah pasien skizofrenia dengan halusinasi auditorik verbal yang berobat di Poliklinik Jiwa dr. Cipto Mangunkusumo berusia antara 19 - 59 tahun. Dalam penelitian ini, responden yang sehat juga dimasukkan sebagai kelompok kontrol. Aktivitas otot perioral pada masing-masing responden akan direkam dengan elektromiografi selama fase istirahat dan HVA tanpa artikulasi. Pada responden sehat, aktivitas otot perioral dicatat dengan membaca tanpa artikulasi. Analisis data bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan nilai p < 0,05 menggunakan SPSS ver. 20. Hasil: Sebanyak 13 dari 21 responden dengan HVA sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (61,9%) dengan rentang usia 18-25 tahun (38,1%) dan memiliki skor 2 (57,1%) pada skala uji P3 PANSS Wilcoxon. menunjukkan perbedaan yang signifikan (perbedaan: 0,0550mV, p=0,009) antara hasil aktivitas otot perioral awal dan hasil aktivitas otot perioral selama HVA. Selain itu, hasil uji chi-square antara HVA dan internal speech menunjukkan hubungan yang signifikan dengan p=0,007. Kesimpulan: Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hasil aktivitas otot dasar perioral dengan hasil aktivitas otot perioral saat terjadi HVA. Hasil ini membuktikan bahwa pembicaraan internal terjadi selama halusinasi ......Background: Auditory verbal hallucinations (HVA) are experiences of hearing sounds without external stimuli and are often associated with schizophrenia. HVA is thought to occur as a result of internal speech being misinterpreted as part of an external source due to impaired monitoring of verbal perception in people with schizophrenia (ODS). Previous studies have suggested that there is speech muscle activity when schizophrenic patients hallucinate. Until now, similar research has never been conducted in Indonesia. Objective: To determine the relationship between verbal auditory hallucinations and internal speech events described by electromyographic activity of perioral muscles. Methods: This study used a cross-sectional technique and respondents with HVA were selected as samples using a consecutive sampling technique. Inclusion criteria were schizophrenic patients with verbal auditory hallucinations who were treated at the Mental Polyclinic of dr. Cipto Mangunkusumo is between 19 - 59 years old. In this study, healthy respondents were also included as a control group. Perioral muscle activity in each respondent will be recorded by electromyography during the resting phase and HVA without articulation. In healthy respondents, perioral muscle activity was recorded by reading without articulation. Bivariate data analysis was performed using the Wilcoxon test with a p value <0.05 using SPSS ver. 20. Results: A total of 13 of the 21 respondents with HVA were mostly male (61.9%) with an age range of 18-25 years (38.1%) and had a score of 2 (57.1%) on the P3 PANSS test scale. Wilcoxon. showed a significant difference (difference: 0.0550mV, p=0.009) between baseline perioral muscle activity results and perioral muscle activity results during HVA. In addition, the results of the chi-square test between HVA and internal speech showed a significant relationship with p=0.007. Conclusion: The results of the analysis showed that there was a significant relationship between the results of perioral muscle activity and the results of perioral muscle activity during HVA. These results prove that internal speech occurs during hallucinations
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Rosa Fariska Alexandra
Abstrak :
Halusinasi merupakan pengalaman persepsi atau sensori yang salah terhadap sumber yang tidak nyata. Halusinasi bersifat menyulitkan dan melemahkan, sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidup dan kesejahteraan akibat gangguan pada aktivitas sehari-hari. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan asuhan keperawatan jiwa generalis dengan teknik distraksi aktivitas terjadwal menjahit pada klien dengan masalah keperawatan halusinasi. Klien Tn. T (32 tahun) dibawa ke RSMM dengan diagnosis medis skizofrenia paranoid dan masalah keperawatan halusinasi pendengaran. Implementasi diberikan selama 11 hari dengan memberikan asuhan keperawatan jiwa generalis yang dikombinasikan dengan kegiatan menjahit sebagai strategi koping yang pilih klien ke dalam jadwal kegiatan klien. Perkembangan kondisi klien dievaluasi menggunakan tiga instrumen; Auditory Vocal Hallucination Rating ScaleQuestionnaire, evaluasi tanda gejala, dan evaluasi kemampuan mengontrol halusinasi. Hasil studi menujukkan terdapat penurunan tingkat keparahan dan tanda gejala setelah intervensi diberikan. Rekomendasi bagi perawat untuk memberikan teknik distraksi berdasarkan kemampuan dan minat klien. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya membandingkan keefektifan hasil antara klien yang diberikan intervensi keperawatan jiwa generalis dengan teknik distraksi aktivitas terjadwal menjahit dengan klien yang hanya diberi intervensi keperawatan jiwa generalis. ......Hallucinations are perceptual or sensory experiences that are false to sources that are not real. Hallucinations are burdensome and debilitating, which can decrease quality of life and wellbeing due to disruption in daily activities. This case study aims to analyse the effectiveness of applying generalist psychiatric nursing care with distraction technique using sewing as scheduled activity on patients with hallucinations. Mr. T (32 years old) was admitted to RSMM with a medical diagnosis of schizophrenia paranoid and nursing diagnosis of auditory hallucination. Intervention was carried out for 11 days by providing generalist psychiatric nursing care combined with adding sewing as coping strategy chosen by the client into scheduled activity. The progress of client’s condition was evaluated using three instruments; Auditory Vocal Hallucination Rating Scale-Questionnaire (AVHRS-Q), evaluation of sign and symptoms, and evaluation of client’s ability to control hallucination. Result showed a decrease in the severity and sign of hallucination after intervention was given. Recommendations for nurses to provide distraction techniques based on client's abilities and preferences. Recommendations for future research is to compare the effectiveness of the results between clients who are given generalist psychiatric nursing interventions with sewing scheduled activity distraction techniques with clients who are only given generalist mental nursing interventions.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Ngadiran
Abstrak :
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua panca indera dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh atau baik, Halusinasi dapat berupa halusinasi dengar, lihat, cium, raba dan kecap. Keberadaan klien halusinasi dengan prilakunya yang cukup beragam di dalam keluarga menimbulkan stressor tersendiri bagi setiap anggota keluarganya karena keluarga merupakan suatu sistem dan akan menimbulkan masalah atau beban bagi keluarganya. Tujuan penelitian ini adalah menguraikan secara mendalam pengalaman keluarga tentang beban dan sumber dukungan keluarga serta makna dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami halusinasi. Desain penelitian metoda kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini di lakukan pada keluarga yang anggota keluarganya mengalami halusinasi yang pernah di rawat atau sedang di rawat di rumah sakit Jiwa Cimahi Propinsi Jawa Barat dengan tehnik pengambilan partisipan secara purposive sampling yaitu tujuh partisipan. Kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini adalah keluarga yang anggota keluarganya mengalami halusinasi dan sebagai care giver, mampu berkomunikasi dengan baik dengan baik, tinggal satu rumah dengan klien halusinasi. Pengumpulan data di lakukan dengan cara tehnik wawancara mendalam ( indept interview ) dan menggunakan catatan lapangan ( field note ). Hasil wawancara mendalam di dan catatan lapangan di analisis menggunakan metoda colaizzi dengan enam tahapan analisis. Dalam penelitian ini teridentifikasi delapan tema sebagai hasil penelitian yaitu beban psikologis, beban financial, masalah dalam fasilitas pelayanan kesehatan, dukungan social, dukungan keluarga, perhatian tanpa pamrih, kecewa terhadap pemberi dukungan, takdir. Rekomendasi penelitian untuk keperawatan jiwa yaitu perawat akan lebih meningkatkan kompetensi dalam melakukan pengkajian terhadap kebutuhan keluarga dalam merawat klien dengan halusinasi sehingga akan semakin tepat dalam memberikan intervensi kepada keluarga terutama untuk meningkatkan kemampuan dan meminimalkan beban yang di rasakan keluarga.
Hallucination is sensory perceptions disorder without external stimulus that could involves all five senses, in which occurs during the individual's full awareness. Hallucination appears in such types, depends on the sense attacked, heard, seen, smelled, touch, or taste. The presence of client with hallucinations by various behaviors in family raises its own stressor for each member of the family, because family is like a system and this situation will cause a problem or burden to the family. The purpose of this study is to get in-depth description of family experiences about their burden and family support resource, as well as the principle purpose of caring their family member with hallucination. The design used in the research is Qualitative method with phenomenology approach. The objects are seven families with its member who had experienced hallucinations treatment or being treated in Psychiatric Hospital in Cimahi, West Java Province; techniques of sampling using purposive sampling. The inclusion criteria of participants in this research are family member with hallucination, families experience as care giver, is able to communicate well, living under the same roof with client. The data collected by depth-interviewed technique and using field note. The result was analyzed in six steps analysis by Colaizzi method. In this research, eight themes identified as the result; these are psychological burden, financial burden, the burden of health services accessibility, social support, family support, require a sincere support, disappointed by care giver, and destiny. The recommendations of this research for Psychiatric Nursing is that nurses will be more in depth assessment based on family needs, in caring for clients with hallucinations, so the interventions planned for the family will be more precise, especially to minimize the burden felt by the family.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28413
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oxford: Oxford University Press, 2017
612.84 OXF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Cleodora
Abstrak :
Harga diri rendah merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia yang mempengaruhi pikiran dan perilaku klien. Laporan kasus ini bertujuan melihat manfaat terapi kognitif perilaku dan terapi psikoedukasi keluarga terhadap peningkatan kemampuan klien dan keluarga serta penurunan tanda dan gejala halusinasi dan harga diri rendah pada 4 klien laki-laki berusia dewasa melalui pendekatan case series. Hasil yang didapatkan menunjukkan seluruhnya mengalami peningkatan dalam mengendalikan halusinasi dan harga diri rendah hingga berdampak pada penurunan tanda dan gejala. Seluruh klien sudah tidak mendengar suara-suara lagi dan berpikir positif terhadap dirinya. Terapi kognitif perilaku yang diberikan juga menunjukkan hasil bahwa seluruh klien mampu mengendalikan pikiran negatif, 3 klien diantaranya berhasil menghilangkan pikiran negatif dan seluruhnya dapat mengubah perilaku negatif. Pada masing-masing keluarga klien mengalami peningkatan kemampuan setelah diberikan Psikoedukasi Keluarga. Kedua terapi ini direkomendasikan dilakukan bersamaan pada klien halusinasi dan harga diri rendah, karena dukungan caregiver memberikan kontribusi pada kemampuan klien mengatasi masalahnya. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk melihat efektivitas terapi kognitif perilaku dan terapi psikoedukasi keluarga pada halusinasi dan harga diri rendah dengan jumlah visit lebih lama dan menggunakan kelompok kontrol. ......Low self esteem was one of factors caused Schizophrenia that influence the mind and behavior of clients. This case reports looked at the benefits of cognitive behavior therapy and family psycho education therapy to improved client and family ability and decreased sign and symptoms of hallucinations and low self esteem in 4 adult male clients through a case series approach. The results showed that all of them have increased in controlling hallucinations and low self esteem to have a decrease in sign and symptoms. The whole client has not heard voices and think positively. The therapy also shows that all clients are able to control negative thoughts and 3 clients of them managed to eliminate negative thoughts and can completely change negative behavior. In each client's family had increased ability after given family psycho education therapy. Both of these therapies are recommended to perform simultaneously on the hallucination and low self esteem clients, as caregiver support contributes to the client's ability to resolve the problem. Further study is needed to see the effectiveness of cognitive behavior therapy and family psycho education therapy on hallucinations and low self esteem with longer visit and with control group.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kholifia Nabila
Abstrak :
Halusinasi merupakan salah satu dari tanda dan gejala dari skizofrenia. Halusinasi masih menjadi gangguan mental yang berbahaya. Studi kasus ini bertujuan untuk mengurangi tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi dengan menerapkan aktivitas terjadwal: mendengarkan musik suara alam dan yoga pranayama. Sebuah studi case report dilakukan menggunakan instrumen AVHRS-Q dan instrumen tanda gejala serta kemampuan halusinasi residen FIK UI 2018. Intervensi keperawatan yang diberikan yaitu sesuai dengan standar asuhan keperawatan dan aktivitas terjadwal: mendengarkan musik suara alam dan yoga pranayama. Hasil dari pemberian intervensi keperawatan didapatkan adanya penurunan tanda dan gejala pada Ny. N yang ditandai dengan penurunan skor tanda dan gejala halusinasi pendengaran dari 10 menjadi 3, penurunan skor tanda gejala halusinasi dari 27 menjadi 2, dan peningkatan skor kemampuan halusinasi dari 6 menjadi 11. Studi ini menunjukkan bahwa adanya manfaat dan efektivitas dalam penerapan aktivitas mendengarkan musik dan yoga pranayama terhadap penurunan tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi. Studi kasus ini merekomendasikan agar perawat keperawatan jiwa mampu menerapkan aktivitas terjadwal: mendengarkan musik suara alam dan yoga pranayama sehingga, dapat mengurangi tanda dan gejala halusinasi. Studi kasus lebih lanjut yang menghubungkan faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi penurunan tanda dan gejala halusinasi serta menerapkan metode yoga lainnya seperti asanas atau postur. ......Hallucinations are one of the signs and symptoms of schizophrenia. Hallucinations are still a dangerous mental disorder. This study aims to reduce signs and symptoms in patients with hallucinations by implementing scheduled activities: listening to nature sounds and yoga pranayama. A case report study was conducted using the AVHRS-Q instrument and the instrument for signs and symptoms and hallucination abilities of FIK UI 2018 residents. The nursing interventions provided were in accordance with nursing care standards and scheduled activities: listening to music, natural sounds and yoga pranayama. The results of providing nursing interventions showed a decrease in signs and symptoms in Ny. N which was characterized by a decrease in the score of signs and symptoms of auditory hallucinations from 10 to 3, a decrease in the score of signs and symptoms of hallucinations from 27 to 2, and an increase in the score of hallucinatory ability from 6 to 11. This study shows that there are benefits and effectiveness in implementing music listening activities and yoga pranayama on the reduction of signs and symptoms in patients with hallucinations. This study recommends that psychiatric nurses be able to implement scheduled activities: listening to music, natural sounds and yoga pranayama so that they can reduce the signs and symptoms of hallucinations. Further research linking internal and external factors that can affect the reduction of signs and symptoms of hallucinations as well as applying other yoga methods such as asanas or postures.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Noviarmachda
Abstrak :
Skizofrenia adalah gangguan kesehatan mental kronis yang kompleks yang ditandai dengan serangkaian gejala, termasuk delusi, halusinasi, bicara atau perilaku yang tidak teratur, dan gangguan kemampuan kognitif. Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua kategori utama yaitu gejala positif atau gejala nyata dan gejala negatif atau gejala samar. Salah satu gejala positif pada skizofrenia ditandai dengan adanya halusinasi. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling umum terjadi pada pasien skizofrenia. Tujuan Karya Ilmiah ini adalah untuk memberikan analisis mengenai penerapan terapi seni menggambar dalam menurunkan tanda dan gelaja pada pasien halusinasi pendengaran. Penerapan terapi seni menggambar menunjukkan adanya pengaruh dalam menurunkan tanda dan gejala halusinasi. Rekomendasi dari laporan kasus ini adalah perawat perlu mengidentifikasi kemampuan dan motivasi pasien dalam menerapkan suatu intervensi sebagai salah satu faktor internal tercapainya penerapan intervensi ini secara efektif. Perawat juga perlu memfasilitasi faktor eksternal yang mendukung keberhasilan intervensi, yaitu dengan melibatkan keluarga sebagai support system, dan memastikan kepatuhan rejimen pengobatan. ......Schizophrenia is a complex, chronic mental health disorder characterized by a range of symptoms, including delusions, hallucinations, disorganized speech or behavior, and impaired cognitive abilities. Symptoms of schizophrenia are divided into two main categories, namely positive symptoms or real symptoms and negative symptoms or vague symptoms. One of the positive symptoms of schizophrenia is characterized by hallucinations. Auditory hallucinations are the most common type of hallucination in schizophrenic patients. The purpose of this scientific work is to provide an analysis of the application of drawing therapy in reducing signs and symptoms in patients with auditory hallucinations. The application of the art of drawing therapy shows an influence in reducing the signs and symptoms of hallucinations. The recommendation from this case report is that nurses need to identify the patient's ability and motivation in implementing an intervention as one of the internal factors for achieving effective implementation of this intervention. Nurses also need to facilitate external factors that support the success of the intervention, namely by involving the family as a support system, and ensuring adherence to treatment regimens.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhri Wibisono
Abstrak :
Dalam era digital, media sosial dan budaya populer memainkan peran signifikan dalam pembentukan persepsi realitas, sering kali menghasilkan hiperrealitas di mana informasi yang dimanipulasi menciptakan ilusi tentang dunia. Film Faust (2011) yang disutradarai oleh Alexander Sokurov mengilustrasikan konsep konstruksi ilusi dan hiperrealitas melalui karakter Mauricius (Mephistopheles) yang memanipulasi persepsi karakter Heinrich Faust mengenai realitas (Freedman, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana konstruksi ilusi yang ditunjukkan melalui karakter Mauricius dalam film Faust menggambarkan dan mengkritik fenomena hiperrealitas yang serupa dengan penyebaran berita hoaks di masyarakat modern, khususnya di Jerman. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan semiotika berdasarkan teori hiperrealitas Jean Baudrillard yang menyoroti teknik sinematografi seperti penggunaan lensa melengkung, pencahayaan unik, dan gambaran perspektif terdistorsi yang menciptakan suatu suasana yang mengaburkan batas antara realitas dan ilusi. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ilusi sihir yang digunakan oleh Mauricius mengarahkan Faust ke dalam dunia hiperrealitas, menggambarkan bagaimana manipulasi dapat memengaruhi moralitas dan persepsi realitas. Film ini juga memberikan kritik terhadap fenomena hiperrealitas dalam masyarakat modern, di mana informasi yang dimanipulasi dapat memengaruhi pandangan dan tindakan publik. ......In the digital age, social media and popular culture significantly shape perceptions of reality, often generating hyperreality where manipulated information creates illusions about the world. Alexander Sokurov's Faust (2011) vividly illustrates the concept of illusory construction and hyperrealism through the character of Mauricius (Mephistopheles), who manipulates Heinrich Faust's perception of reality (Freedman, 2013). This study aims to analyze how Mauricius' construction of illusion in the film critiques the phenomenon of hyperreality, akin to the spread of fake news in contemporary society, particularly in Germany. Employing a qualitative methodology with a semiotic approach grounded in Jean Baudrillard's theory of hyperrealism, the study focuses on cinematic techniques such as the use of curved lenses, unique lighting, and distorted perspective imagery to create a surreal atmosphere and blur the line between reality and illusion. The analysis reveals that the magical illusions employed by Mauricius lead Faust into a hyperreal world, demonstrating how manipulation can impact morality and perceptions of reality. The film also critiques the phenomenon of hyperreality in modern society, where manipulated information can influence public views and actions.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Nur Fadilla
Abstrak :
Halusinasi adalah salah satu gejala positif yang dapat muncul pada klien dengan skizofrenia. Nn. K (30 tahun) dengan masalah keperawatan halusinasi dan diagnosis medis skizofrenia mendapatkan intervensi keperawatan generalis berupa menghardik, mengabaikan halusinasi, melakukan distraksi dengan bercakap-cakap dan berkegiatan, serta patuh minum obat dengan prinsip 5 benar obat. Selain intervensi generalis, klien juga diberikan intervensi inovasi berupa expressive writing sebagai bentuk distraksi dari halusinasi. Penilaian tanda dan gejala dilakukan dengan menggunakan 3 instrumen yaitu instrumen tanda dan gejala halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, dan PSYRATS. Expressive writing telah terbukti dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi setelah dilakukan dalam 4 sesi. Diharapkan expressive writing dapat menjadi salah satu alternatif kegiatan distraksi. ...... Hallucination is one of the symptoms that may arise from schizophrenia. Ms. K (30 years) with hallucinations and a medical diagnosis of schizophrenia received general intervention for hallucination by shouting, ignoring hallucinations, providing distraction with conversations and activities, and complying with taking medication according to the principles of the 5 correct medications. Apart from generalist intervention, clients are also given innovative interventions with expressive writing as a form of distraction from hallucinations. Evaluating signs and symptoms of hallucinations using 3 instruments, they are instrument for signs and symptoms of hallucinations, the instrument for the ability to control hallucinations, and PSYRATS. Expressive writing has been proven to reduce signs and symptoms of hallucinations after 4 sessions. It is hoped that expressive writing can be an alternative distraction activity.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khamelia
Abstrak :
Latar belakang: Halusinasi auditorik verbal (HAV) dialami 70% dari 23 juta penderita gangguan skizofrenia di seluruh dunia. Data pasien skizofrenia di rawat jalan Departemen Psikiatri RSCM/FKUI periode tahun 2016-2017 kasus HAV resisten pengobatan berkisar 25-30%. Tujuan penelitian ini mengetahui abnormalitas spasiotemporal aktivitas neural otak kondisi istirahat yang berhubungan dengan HAV pada orang dengan skizofrenia (ODS) dan peran rTMS dalam memodulasi abnormalitas tersebut. Metode: Penelitian ini dilakukan di Departemen Psikiatri dan Departemen Neurologi FKUI/RSCM selama Maret 2017 sampai Maret 2019 dengan desain uji klinis acak plasebo tersamar ganda. Studi  mengikutsertakan 120 orang yaitu 40 ODS dengan halusinasi, 40 ODS tanpa halusinasi, 20 subjek saudara kandung dan 20 subjek sehat. Kriteria kelompok intervensi rTMS pasien skizofrenia HAV resisten pengobatan usia dewasa 18-59 tahun. Pemeriksaan dimensi temporal dan spasial aktivitas otak keadaan istirahat menggunakan perekaman elektroensefelografi (EEG). Pemeriksaan simtom halusinasi menggunakan instrumen PSYRATS dan uji kemampuan pemantauan-sumber. Dilakukan rTMS 1 Hz 90% AM 1000 pulse di titik T3P3 selama 10 hari berturut-turut. Data klinis pasien diperoleh dari wawancara atau catatan medis. Informed consentdiperoleh dari pasien dan orang tua atau pasangan pasien.  Hasil: Ditemukan perbedaan kekuatan amplitudo gelombang theta di prefrontal kiri dan kanan (skizofrenia = 15.19±4.54 mV, sehat= 7.37±2.49 mV, p 0.004), frontal kiri dan kanan (skizofrenia=18.62±17.55 mV, sehat = 9.90±3.77 mV p 0.007), temporal kiri dan kanan (skizofrenia= 6.97±7.26 mV, sehat= 3.59±1.34 mV , p 0.010). Kelompok skizofrenia ditemukan penurunan gandeng-fase amplitudo theta/gamma di frontal-parietal kiri F3-P3 (sehat=28.06, skizofrenia=24.06), frontal-temporal kiri F3-T3 (sehat=30.89, skizofrenia=22.47) dan frontal sentral kanan FP2-C4 (sehat=25.78, skizofrenia=25.00). Didapatkan peningkatan konektivitas fungsional di jejaring mode-standar yang berkaitan dengan kemampuan ODS memantau sumber stimulus. Antara jejaring mode-standar dengan sentral-eksekutif didapatkan korelasi positif di BA 8L-39L (r = 0.792, p = 0.000), BA 29L-40L (r = 0.522, p = 0.032) dan BA8R-39R (r = 0.480, p = 0.004). Korelasi positif abnormal antara jejaring mode-standar dan eksekutif-pusat berhubungan dengan kesulitan ODS membedakan sumber stimulus. Pemberian rTMS 1 Hz menurunkan konektivitas jejaring mode-standar dan menurunkan gandeng theta-gamma yang menghasilkan perbaikan gejala HAV dan kemampuan pemantauan sumber. Simpulan: Pada ODS keseimbangan aktivitas otak istirahat bergeser ke kekuatan frekuensi rendah, demikian juga peningkatan koherensi kortikal. Didapatkan hiperkonektivitas jejaring mode standar, korelasi abnormal antara DMN dan CEN, serta gandeng theta-beta DMN yang berhubungan dengan halusinasi auditorik verbal. Pemberian rTMS bisa memodulasi abnormalitas spasiotemporal tersebut mendekati kondisi normal dan berakibat perbaikan gejala halusinasi. EEG concordance alfa prefrontal frontal otak berpotensi menjadi kandidat penanda biologi respon terhadap terapi rTMS. 
Background: Auditory Verbal Hallucinations (AVH) occur in 70% of 23 million people with schizophrenia worldwide. According to the 2016-2017 data on schizophrenia patients in the Outpatient Clinic of the Department of Psychiatry RSCM / FKUI, AVH treatment-resistant cases reach about 25-30%. The aim of this study was to determine the spatiotemporal properties of resting brain neural activities that cause changes in perceptions and abnormal space-time experience in people with schizophrenia, which then manifest as auditory verbal hallucinations, and also to determine the role of transcranial magnetic repetitive stimulation (rTMS) on modulating spatiotemporal abnormalities.  Method: This study was a double-blind placebo-controlled clinical trial conducted in the Department of Psychiatry and the Department of Neurology of FMUI/RSCM  from March 2017 to March 2019. The study included 120 subjects consisting of 40 schizophrenia patients with hallucinations, 40 schizophrenia patients without hallucinations, 20 siblings of the patients, and 20 healthy subjects. The criteria for the rTMS intervention group were treatment-resistant schizophrenia with AVH of 18-59 years of age. Electroencephalography (EEG) was used to examine temporal and spatial dimensions of resting brain activities. The PSYRATS instrument and source-monitoring ability test were used to assess symptoms of hallucinations. Patients clinical data were collected from interviews or medical records. Informed consents were obtained from patients and their parents or spouses. Results: Differences in amplitude strength of theta fequency were found at the left and right prefrontal cortices (schizophrenia = 15.19±4.54 mV, healthy = 7.37±2.49 mV, p 0.004), left and right frontal cortices (schizophrenia=18.62±17.55 mV, healthy = 9.90±3.77 mV p 0.007), left and right temporal cortices (schizophrenia= 6.97±7.26 mV, healthy = 3.59±1.34 mV , p 0.010). Temporal cortical activities were shifted to low frequency fluctuations, and there were also decreasing relationships between various brain frequencies. The increase of functional connectivity in default-mode networks was found, which relates to schizophrenics ability to monitor sources of stimuli. This abnormal positive correlation between the default mode and the central executives network might disturb schizophrenics ability to distinguish internal stimuli from external stimuli. The administration of 1Hz of rTMS decreases connectivity in default-mode networks and theta-gamma coupling resulting in improved symptoms of HAV and source monitoring capabilities. Conclusion: In people with schizophrenia, the balance of resting activity shift to low frequency power, as well as increase in its cortical coherence. It also found functional hyperconnectivity in default mode network among schizophrenia patients with HAV and abnormal positive correlation between DMN-CEN. The resting state theta-gamma coupling was increased in patient with schizophrenia that might underlie HAV. The administration of rTMS modulate spatiotemporal abnormalities to near-normal conditions, resulting in the improvement in hallucinatory symptoms. The alpha EEG cordances of prefrontal and frontal cortices has the potential to become a biological marker of response to rTMS therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>