Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 321 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutaryana
Abstrak :
Campak adalah penyakit virus akut(paramyxavirus) sangat mudah menular melalui udara atau kontak langsung namun tergolong penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Di Indonesia penyakit campak telah masuk pada tahap reduksi dengan cakupan imunisasi (>90 %) namun Case fatality rate (CFR) eukup tinggi yaitu sekitar 1,7 - 2,4 oleh karena itu penelitian kearah mencari faktor penyebab penyakit campak pads balita dalam hal ini dibatasi pada faktor kesehatan lingkungan dan karakteristik anak balita yang berkaitan dengan kejadian penyakit campak pada balita menjadi sangat beralasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekwensi, hubungan dan mencari model faktor kesehatan lingkungan (16 variabel) dan karakteristik anak balita (5 variabel ) dengan kejadian penyakit campak pada balita. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Garut dengan metode kasus kontrol, jumlali sampel masing masing 150 kasus dan 150 kontrol total 300 sampel (1:1), rentang waktu antara Bolan Juli 2000 aid Bulan Desember 2001. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 21 Variabel yang dilakukan uji hubungan bevariat ada 15 variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan p 0.05 (hipotesis ditolak). Dan 5 variabel p > 0.05 (hipotesis gagal ditolak). Model akhir tanpa interaksi didapat lima variabel utama yang berhubungan dengan kejadian campak adalah Imunisasi nilai B (3.340), Jendela (1.468), Vit A ( 1.319), Kepadatan ( 0.885) dan Cahaya (0.846) dengan konstanta -5.218. Faktor paling dominan adalah imunisasi dengan OR 28.228 pada CI 95 % 11.789-67.588, sedangkan setelah melalui uji interaksi terdapat dua variabel tunggal dan 2 yang berinteraksi yaitu 1286 (Imunisasi), 1,393 (Cahaya by Jendela), 0.933 (Kepadatan), dan 0.947 (Cahaya by Vit A) dengan konstanta -3.951 faktor paling dominan yang dapat mempengaruhi kejadian campak adalah Imunisasi dengan nilai B = 3.951 dengan QR = 26.72 nilai C195 % = 11.301-63.201 Untuk aplikasi penanganan program ini tentu memerlukan strategi khusus, yang intinya perlu pelayanan kesehatan masyarakat yang komprehensif berupa pelayanan promosi dan pencegahan berupa pelayanan intensif pelaksanaan imunisasi dan pemberian vitamin A serta melaksanakan perbaikan kesehatan lingkungan fisik rumah terutama sistem pencahayaan, jendelanisasi, dan pengurangan kepadatan kamar. ...... Measles is an accute viruses deseases (paramyxovirus)_ It is very easy infected to other people direct contact, but can be prevented by immunization. In Indonesia measles deseases is in reduction phase with immunimtion trap >90 %, but the Case fatality rate (CFR) is high between 1.7 - 2.4. There efor the study to find the risk factor of measles on childhood in this case is limited on environtmenal health factor and the characteristic of childhood that is associated with measles incidence of childhood is very reasonable. The purpose of this study is to know the distribution anda freqkfency, the association and find the environment health factors model (16 variables) and characteristik of childhood (5 variable) with the measles incidence on Childhood at Garut District 2000-2001 year. This study was being done at Garut district using case control method_ The sample of this study is 300 ehilldhood (150 cases and 150 control) the study last from July 2000 --- Descember 2000. The result of this study showed that from 21 variable there is 16 variabels is significant because p < 0.05. The multivariate final model are : immunization B velue (3.340), Windows (1.468), Vit A ( 1.319), Crowding ( 0.885) and Lighting (0.846), constanta -5.218. The strenght of Factor is immunization with OR 28.228 at CI 95 % 11389-67.588. Interaksi test result is 3.286 (Imunisation), 1.393 (Light by windows), 0.933 (Croeding, and 0.947 (Lighting by Vit A), constanta -3.951 and strenght factor is Imunisation with B value = 3.951 , OR = 26.72 Cl 95 % = 11.301-63.201 Sugestion for program Aplication cocerning measles program in Garut District is a comprehensif action, covering Promotion, prevention, Curative dan Rehabilitation. The priority program are Immunization programe, Vitamin A, and Rehabilitation of Window, sistem of Lighting Room and reduction of Ovbercrowding.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 8197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyanto Suprawihadi
Abstrak :
Pengolahan limbah cair tapioka dengan sistem Kombinasi Biofilter Anaerob - Aerob aliran ke atas merupakan pengolahan biologis dengan biakan melekat (attached growth proccess), sebagai salah satu teknologi alternatif dalam pengolahan limbah cair. Tujuan penelitian adalah diperolehnya suatu unit pengolah limbah cair tapioka dengan teknologi yang sederhana dan mudah dalam pembuatan, operasional maupun perawatannya serta mempunyai kemampuan dalam memperbaiki kualitas limbah cair, sehingga kemungkinan timbulnya dampak kesehatan masarakat akibat pencemaran dapat dicegah, mengantisipasi mahalnya biaya pembuatan unit pengolah limbah cair serta menghindari ditutupnya beberapa industri. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan rancangan eksperimental ulang (Pretest posttest Control Group Design), dimana obyek dibagi dalam dua kelompok perlakuan yaitu kelompok perlakuan satu berdasarkan total waktu tinggal 6 jam dan kelompok perlakuan dua menggunakan total waktu tinggal 12 jam. Sedangkan aspek kesehatan masyarakat dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terhadap responden yang berdomisili di sekitar lokasi pabrik sebanyak 50 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan total waktu tinggal 6 jam, unit pengolah dapat menurunkan konsentrasi parameter limbah cair tapioka pH, BOD5, COD, TSS, NH3, H2S dan Sianida dengan efisiensi antara 70% - 86%. Hal ini dibuktikan dengan basil uji t (t-test) yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan secara berrnakna pada setiap tahapan pengolahan (p < 0,05) pada taraf 95%. Sedangkan berdasarkan waktu tinggal, ternyata tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu tinggal 6 jam dengan 12 jam (p > 0,05). Gangguan yang dirasakan oleh masyarakat berupa bau (100%), sedangkan keluhan dua minggu terakhir berupa gatalgatal (44,1%) serta kombinasi sakit perut, sakit kepala dan gatal-gatal (32,4%). Keluhan di alas kemungkinan berkaitan dengan adanya kontak melalui udara rnaupun air yang tercemar, karena 100% sumber air bersih masyarakat berasal dari air tanah. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa unit pengolah limbah cair tapioka ini terbukti dapat menurunkan konsentrasi parameter limbah cair tapioka dengan efisiensi antara 70% - 86% pada waktu tinggal 6 jam. Dengan waktu tinggal yang relatif pendek, maka lahan yang dibutuhkan relatif lebih sedikit. Demikian juga dengan turunnya parameter NH3, H2S dan Sianida, maka dampak kesehatan yang mungkin terjadi dapat dikurangi. Disarankan agar dilakukan proses pengendapan awal atau pre-tretment sebelum penggunaan unit pengolah ini, sehingga efisiensi pengolahan dapat lebih baik, serta perlu diteliti lebih lanjut pengaruh jumlah kolom dan lamanya alat beroperasi untuk mengetahur titik jenuh. Daftar Bacaan : 31 (1971 - 2000)
The Tapioca's Wastewater Treatment by Upstream Anaerob-Aerob Bioftlterittg Combination System And The Public Health Aspects (The study at Tapioca's Industry PT.LPF di Tanjung Bintang South Lampung) Tapioca's wastewater treatment by Upstream Anaerob Aerob Biofilter-in Combination System is the biological treatment that is the attached growth pr-rccess, where is the one of the alternative technology in wastewater treatment, Objectives of the study is to understand that the parameters of tapioca's wastewater will be decreased and to understand the difference of parameters decreased So the public health impact will be prevented: the high cost of establish wastewater treatment will be anticipated and the closed of the tapioca's industries will be avoided. The research is the experimental study with pr-elesr pasllesl control group design, where the subject is divided into two group intervention. The first group based on six hours in total retention time and the second group based on twelve hours in total retention time, The result of the study shown that in short retention time (six hours), the treatment unit could decreased of the concentration of parameters tapioca's wastewater involve pH: BOD5: COD_ TSS; NH:; H2S and Cyanide with range of efficiency about 70% - 86%. The statistical t-test known that is different in every treatment step for each parameter's (p < 0,05) at level 95%. For the variation of parameters concentration based on retention times have not different significantly (p > 0,05), exception for the TSS parameter have different at each point significantly (p < 0,05). By the parameters concentration especially to NTT?. H 2S and Cyanides have decreasing, so the public health impact may occur will be reduced. The conclusion of the study shown that the wastewater treatment unit could be decreased tapiocas 1.yastewater parameters concentration with efficiency range about 7t)°o - S6'?0 at SIX hours in total retention time. So wIdes of the land that needed small relati ely. The other hand, by the decreasing of NH;, I-1-:S and Cyanides. so the public health impact will prevented. The study have recommended to applicated this treatment unit for the industries that have low investation land and needed to follow up the study about the correlation of the reactor numbers. Bibliography : 31 (1971 _. 2000)
2001
T8216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasep Setiakarnawijaya
Abstrak :
Kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sangat tergantung sekali kepada sumber daya dan kondisi lingkungan yang mereka miliki. Air merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk berbagai keperluan sehari-hari, namun karena kurangnya air bersih didukung oleh kebiasaan dan lingkungan yang tidak sehat, tidak jarang masyarakat menggunakan air apa saja yang ada disekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan. Akibatnya tidak jarang masyarakat mengalami gangguan kesehatan seperti Hepatitis E Virus (HEV). HEV merupakan penyakit yang sering mewabah di daerah yang sulit sumber air bersih sehingga masyarakat menggunakan satu sumber air secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhannya. HEV menular melalui jalur penularan fecal-oral maka penggunaan air sungai yang dipakai bersama-sama untuk berbagai penggunaan akan memicu terjadinya penularan. Diperparah oleh lingkungan dan kebiasaan yang buruk sehingga tidak jarang mengakibatkan epidemic bahkan endemis. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang mencoba mengetahui pengaruh penggunaan air sungai untuk keperluan sehari-hari terhadap kejadian HEV. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain Kasus-Kontrol yang dilakukan di daerah endemis HEV di Bondowoso pada tahun 2000-2001 yang melibatkan 398 responden. Kelompok kasus merupakan masyarakat yang pernah mengalami HEV pada satu tahun terakhir sementara kontrol adalah masyarakat setempat yang tidak pernah menderita HEV. Hasil penelitian menunjukan bahwa variable penggunaan sungai merupakan variable yang berpengaruh terhadap kejadian HEV (p value~,036 dan cOR=1,59). Selain penggunaan air sungai variable yang menunjukan kebermaknaan adalah variable kebersihan lingkungan (p-value=0,000 dan cOR 2,94) yang sekaligus merupakan variable perancu bagi variable penggunaan sungai. Hasil analisa multivariate menunjukan model matematis sebagai berikut : Kejadian HEV = -0.755 + 0.216 Penggunaan Air Sungai + 1.025 Kebersihan Lingkungan Rumah Peran faktor risiko lain diluar yang telah diteliti masih perlu untuk diteliti. Sedangkan untuk penanggulangan dan pencegahan usaha pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat mengenai PUBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) merupakan cara yang dapat dilakukan selain intervensi secara teknis. Daftar Bacaan : 28 (1985-1999)
Effect of River Water Usage toward Hepatitis E Virus Infection (Study at S Endemic Villages in Bondowodo District, East Java 2000-2001) To gain their need people has strong dependency to natural resources surround them. Fresh water is primary need that has to be fulfilling for their survival. But one or more reason caused lack of fresh water resource and induced by unhealthy attitude and environment, people used available water in their surrounding although worse in quality. The results of this condition are people frequently get health disorder such as Hepatitis E Virus. HEV is one of the most frequent endemic diseases in a lack of fresh water area. HEV spread trough fecal-oral transmission, so, daily usage of river water for whole community cause the spreading of disease. Induced by unhealthy attitude and environment the spreading becomes epidemic, event in most cases become endemic. To solve the-problem, a research which Their objectives are to find the effect of river usage toward HEV and others factor that may have association must be conduct. This research is a case-control design that implemented at endemic area in Bondowoso 2000-2001 which involve 398 people as samples. Case groups selected from community who get HEV during last year and the control groups are their neighbors who never shown have HEV symptoms. The results state that river usage has a significant effect toward HEV (p-value=0.036 and crude OR--l.59). Beside, unhealthy environment shown the same result in causing REV infection (p-value=0.000 and crude OR=2.94) respectively. Further more, the multivariate analysis detect that unhealthy environment is a confounding factor to river water usage in causing HEV_ Mathematical model of interaction between HEV Infection, River Water Usage and Unhealthy Environment are shown below, respectively: HEV Infection = -0.755 + 0.216 River Water Usage+ 1.025 Unhealthy Environment Other factor that their effect seem never been investigate toward HEV infection probably a subject for further research activities. Yet, the planning to control and prevent future infection by community empowerment trough health education and health promotion are applicable solution beside technical interventions. Reading: 28 (1985-1999)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 8367
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sejati
Abstrak :
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Persebaran penyakit DBD tergantung pada nyamuk Aedes aegypti yang penyebarannya terutama dipengaruhi faktor lingkungan fisik, yaitu variasi iklim yang terdiri dari curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan variasi iklim dengan kejadian penyakit DBD di Kota Padang selama periode tahun 1995-1999, dengan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang dari tahun 1995 -1999, sedangkan data variasi iklim diperoleh dari laporan hasil pengukuran Badan Meteorologi dan Geofisika Tabing Padang selama periode 1995-1999. Data diolah untuk mendapatkan informasi frekuensi kasus DBD, Angka Bebas Jentik, hubungan antara variasi iklim dengan Angka Bebas Jentik, dan hubungan antara variasi iklim dengan kejadian penyakit DBD. Hasil penelitian yang diperoleh di Kota Padang selama periode tahun 1995-1999 adalah jumlah kasus DBD yang tertinggi terjadi tahun 1995, tahun 1996, dan 1998, terdapat 9 kecamatan endemis dan 2 kecamatan sporadis. Rata-rata ABJ di Kota Padang selama periode 1995-1999 masih dibawa angka harapan nasional (berkisar 91-93%). Hasil Uji Statistik menunjukan tidak adanya hubungan antara curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara dengan kejadian penyakit DBD. Tidak ada hubungan antara variasi iklim (curah hujan, suhu udara, dan kelembaban) dengan ABJ, kecuali antara suhu dengan ABJ (p < 0,05; r = -0.310). Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan desain cross sectional study (potong lintang), untuk itu disarankan pada penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan data primer dan dengan desain yang lebih baik.
Correlation between Variaed Climate with Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) Incident in Padang 1995-1999Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) disease is one of communicable disease that is caused by dengue virus and transmitted by Aedes aegypti mosquito. The spreading of DHF depends on Aedes aegypti mosquito dealing with environment factors physically, such as variaed climate, categorized as like rainfall amount, temperature, and humidity. This study proposed to find out the correlation between the variaed climate and DHF incidence in Padang City 1996-1999, with cross sectional study design. This study employed secondary data from Dinas Kesehatan Padang City since 1995 - 1999, and variaed climate data is taken from the result of, National Meteorology and Geophysic measurement at Tabing, Padang, 1995-1999. The data had been analyzed to get the information of DHF case frequency, larva free rate (ABT), correlation between the varied climate, and larva free rate, and correlation between variaed climate factors and DHF case. The result approachment in Padang City 1995-1999 are the total of the DHF case the highest happened in 1995, 1996, and 1998; 9 endemic subdistrict, and 2 sporadic subdistrict, the average of ABJ in Padang City in 1995-1999 periode remain under National expectation rate (91%, 93%). The result of Statistical test showed that there is no correlation between rainfall amount, air temperature and humidity, and DHF case. There is no correlation between varied climate (rainfall amount, temperature, and humidity) and larva free rate, except temperature and larva free rate (p< 0,05; r -0,310). This study employed secondary data with cross sectional design. There for, it is suggested for the further study to employ primary data with a better design.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermawaty Rahmah
Abstrak :
Pencemaran udara ambien dari tahun ke tahun cenderung meningkat, terutama di Propinsi DKI Jakarta yang merupakan daerah industri dan wilayah dengan lalu lintas terpadat di Indonesia Karakteristik dari wilayah tersebut, memungkinkan konsentrasi SO2 dan PM10 udara ambien cenderung meningkat. Dampak dari konsentrasi S02 dan PM10 udara ambien yang tinggi merupakan salah satu dari meningkatnya penyakit saluran pemafasan atas atau disebut juga ISPA. Infeksi saluran pernafasan atas rnerupakan penyakit tertinggi dari sepuluh penyakit di kecamatan Cakung Jakarta Timur. Wilayah kecamatan Cakung adalah wilayah yang sebagian besamya merupakan kegiatan industri. Dengan banyaknya jumlah industri dan padatnya aktivitas transportasi, diduga meningkatkan zat-zat pencemar, terutama debu atau PM10. Adapun tujuan skripsi ini adalah untuk mengetahui hubungan konsentrasi S02 dan PM10 udara ambien dengan kasus ISPA di kelurahan-kelurahan yang ada di kecamatan Cakung. Populasi penelitian adalah kualitas udara di sekitar stasiun pemantau kualitas udara Kecamatan Cakung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metoda cross sectional yaitu dengan melihat rata-rata harian konsentrasi SO2 dan PM10 udara ambien dengan kasus ISPA pada bulan Januari 2001 sampai dengan bulan Juli 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi S02 pada bulan Januari 2001 sampai dengan bulan Juli 2002 bila dibandingkan terhadap baku mutu udara ambien di wilayah Propinsi DKI Jakarta (Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta N0.55/ tahun 2001) masih berada di bawah baku mutu demikian pula dengan PMI0 bila dibandingkan terhadap baku mutu masih berada di bawah baku mutu. Kasus ISPA tertinggi terjadi di kelurahan Penggilingan sebesar 1.159 kasus, sedangkan kasus terendah di kelurahan Rawa Terate sebesar 251 kasus. Berdasarkan hasil uji bivariat, hubungan konsentrasi PM1o udara ambien dengan kasus ISPA pada kelurahan-kelurahan yang ada di kecamatan Cakung tidak ada hubungannya secara statistik dengan α = 95%, kecuali pada kelurahan Palo Gebang terdapat hubungan yang kuat (r=0,585) antara konsentrasi PMI0 udara ambien dengan kasus ISPA. Sedangkan hubungan konsentrasi SO2 udara ambien dengan kasus ISPA pada kelurahan-kelurahan yang ada di keeamatan Cakung tidak ada hubungannya, kecuali pada kelurahan Cakung Barat terdapat hubungan yang kuat (r=0,473) antara konsentrasi S02 udara ambien dengan kasus ISPA.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aus Al Anhar
Abstrak :
ABSTRAK
APK TS Banjarmasin adalah salah satu institusi pendidikan tenaga kesehatan lingkungan didirikan tahun 1983 dan sampai akhir tahun 1988 sudah menghasilkan lulusan sebanyak 151 orang. Pendirian institusi ini terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan lingkungan setingkat S0/D III pada propinsi-propinsi di Kalimantan; dan diharapkan dapat menunjang pelaksanaan upaya peningkatan kesehatan masyarakat umumnya dan bidang kesehatan lingkungan khususnya.
Program pelayanan kesehatan sejak awal 1980-an mencanangkan kesehatan untuk semua orang pada tahun 2000 melalui upaya kesehatan primer ( Primary Health Care), dengan salah satu bentuk kegiatan adalah upaya penggalian potensi dan partisipasi masyarakat. Di Indonesia hal tersebut di operasionalkan dengan kegiatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) dan kemudian lebih disederhanakan dalam bentuk kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Melihat adanya kebutuhan upaya penggalian potensi dan partisipasi masyarakat, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah tenaga kesehatan lulusan suatu institusi pendidikan tenaga kesehatan (dalam hal ini APK TS) mempunyai kemampuan untuk melakukannya pada bidang keahliannya, sesuai (relevan) dengan kemampuan pelaksanaan yang diharapkan.
Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui kesesuaian (relevansi) antara nilai hasil belajar dengan kemampuan untuk melaksanakan fungsi dimaksud, sebagai upaya evaluasi terhadap proses pembentukan kemampuan (selama proses pendidikan) dengan memperhatikan mata-mata kuliah yang dianggap mempunyai kontribusi untuk itu.
Penelitian ini bersifat deskriftif dengan rancangan cross sectional . Dilihat dari segi program pendidikan, penelitian ini bersifat evaluatif prediktif . Dilakukan terhadap lulusan APK TS Banjarmasin yang bekerja di Puskesmas di seluruh Propinsi Kalimantan Selatan. Analisis dilakukan secara kualitatif dan uji statistik Chi kuadrat (dan derivatnya).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai UKP responden cenderung rendah, kemampuan untuk melaksanaan fungsi UKP relatif belum sesuai, kecuali untuk fungsi 1 dan 3, sedang pada bidang kemampuan tersebut relatif tinggi pada bidang FAB dan PTA.
Relevansi antara nilai UKP dengan kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi UKP secara kualitatif hanya terdapat pada beberapa fungsi, yaitu fungsi 1 dan 2 bidang PTA, PS, STTU dan HSM; pada fungsi 3 bidang PAB, PTA, STTU, HSM dan KL; fungsi 4 dan total pada bidang STTU. Walaupun secara statistik diperoleh hasil perhitungan, bahwa nilai UKP masing-masing bidang tidak mempunyai relevansi dengan kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi UKP pada bidang yang bersangkutan.
Di lihat dari segi karakteristik responden, beberapa karakteristik mempunyai hubungan secara kualitatif dengan kemampuan pelaksanaan fungsi UKP yaitu angkatan pendidikan, masa kerja total dan masa kerja di Puskesmas, pengalaman kerja, penataran/latihan yang pernah diikuti, strata puskesmas, masa kerja atasan dan lokasi puskesmas. Secara statistik hubungan tersebut bermakna pada masa kerja responden dan masa kerja atasan untuk bidang PAB dan PTA.
Saran yang dikemukakan oleh penulis antara lain bahwa nilai hasil belajar tidak dapat dipergunakan sebagai satu-satunya indikator kemampuan, supaya disusun suatu acuan minimal penguasaan kemampuan dari suatu proses pendidikan (critical competency), pemikiran perbaikan ataupun peningkatan pola pemberian materi belajar serta penelitian dengan skala yang lebih luas dan dalam terutama untuk tujuan penetapan standar dan kriteria pemanfaatan tenaga menurut jenisnya.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Kusuma
Abstrak :
Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) adalah penyakit yang menyerang organ reproduksi, dapat disebabkan oleh pertumbuhan tidak normal organisme seperti Hemophylus vaginalis dan Candidia albicans. Dapat juga ditularkan melalui hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi seperti gonore, sifilis dan lain-lain. Bisa juga disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme lainnya yang masuk ke dalam saluran reproduksi melalui prosedur medis yang kurang/tidak steril. Pada beberapa penelitian terlihat bahwa faktor lingkungan perumahan berpengaruh terhadap kejadian suatu penyakit. Kondisi kebersihan perseorangan dan Individu dengan perilaku seksual berisiko berpotensi untuk menderita ISR. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai kejadian ISR pada istri supir truk di PT. Tegas dan PT. Tjadik Gazali dan sanitasi lingkungan rumah serta kebersihan perseorangan yang berhubungan dengan kejadian ISR tersebut. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan sampel adalah seluruh istri supir truk tangki PT. Tegas dan PT. Tjadik Gazali. Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa dari 112 responden, yang menderita ISR adalah sebesar (78,6%) dan yang menderita ISR selain gonore sebesar (64,3%). 53 suami responden (47,7) mengaku pernah menderita ISR dalam enam bulan terakhir. Faktor lingkungan perumahan yang berhubungan secara bermakna terhadap ISR adalah Sarana Air Bersih (SAB) (OR=69,0) dan rumah (OR=28,9) Faktor karakteristik responden yang berhubungan bermakna adalah pendidikan istri (OR=5,9). Faktor perilaku dengan hubungan yang bermakna adalah variabel pengetahuan tentang kebersihan perseorangan (020,1), sikap istri terhadap kebersihan perseorangan (OR=36,5), perilaku kebersihan perseorangan secara umum (OR=36,5), perilaku kebersihan perseorangan saat menstruasi (OR=12,5), perilaku seksual berisiko istri dengan (OR=13,8) dan perilaku seksual berisiko suami diluar rumah (OR=85,0). Faktor yang secara bermakna paling berhubungan dengan kejadian ISR adalah SAB (OR=43,7), Rumah (OR=41,1) dan Sikap terhadap kebersihan perseorangan (OR=41,8). Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang berinteraksi adalah SAB dengan sikap terhadap kebersihan perseorangan (OR=2,9E+08). Sedangkan untuk ISR selain gonore, faktor lingkungan perumahan yang memiliki hubungan bermakna adalah variabel sarana air bersih (SAB) (OR= 7,0), jamban (OR= 2,9) dan rumah (OR=11,0). Faktor perilaku dengan hubungan yang bermakna adalah variabel pengetahuan tentang kebersihan perseorangan (OR=1,1), perilaku kebersihan perseorangan secara umum (OR=2,7), perilaku seksual berisiko suami diluar rumah (OR=18,8) Faktor yang secara bermakna paling berhubungan dengan kejadian ISR selain gonore adalah jamban (OR=3,3), rumah (OR=7,2) dan perilaku seksual berisiko suami (OR=10,2). Dari ketiga faktor tersebut, yang berinteraksi adalah jamban dengan rumah (OR=1,5) dan rumah dengan perilaku seksual berisiko suami (OR=1123,6). Disarankan untuk mengobati dan mengurangi penularan ISR pada responden dengan pemberian konseling dan penyuluhan oleh klinik serta upaya penyehatan lingkungan perumahan responden. Diharapkan klinik bisa berkoordinasi dengan instansi terkait dalam menangani ISR. Responden diharapkan mau merubah kondisi lingkungan perumahan yang kurang baik dan merubah perilaku berisiko untuk mengurangi kejadian ISR. ...... Reproductive Tract Infections (RTIs) is a disease that attacks reproductive organs, caused by overgrowth of organism that supposed to grow normally in the genital tract of healthy women, such as Hemophylus vaginalis and Candidia albicans. Sexually Transmitted Diseases (STD's) such as viral infections, bacterial infection or parasites microorganism infections that mostly transmitted by sexual intercourse with infected partners. And not so sterile medical care also have changes to cause RTIs. Climate, wearing tight clothes and bad air circulation are also other risky factors that may cause RTIs such as candidia. In several survey, the environment of house are also related to some severe. Personal hygiene also related to RTIs. The most vulnerable to become the victims of RTIs are the ones with the risky sexual behavior and bad personal hygiene. The objective of this research is to get some information of RTIs case by driver wifes at PT. Tegas and Tjadik Gazali and the housing sanitation and also personal hygiene of that related to RTIs. The research was based on cross sectional design method of all drivers? wives at PT. Tegas and Tjadik Gazali. In this study was found that from 112 drivers wives, there are about (78,6%) respondents with RTIs and (64,3%) respondents with RTIs without gonorrhea. 53 drivers (47,7%) said that they had been suffering from RTIs in the last six months. The housing environment factors that have significant related to RTIs are the clean water (OR=69,0) and the house (OR=28,9). For respondent characteristic factor that also have significant related to RTIs is wife's education (OR=5,9). Behavior factors that also have significant related to RTIs are personal hygiene knowledge (OR=20,1), personal hygiene attitude (OR=36,5), general personal hygiene behavior (OR=36,5), personal hygiene menstruation (OR=12,5), wife's risky sexual behavior (OR=13,8) and husband's risky sexual behavior (OR = 85,0). The most significant relation with RTIs are the clean water (OR=43,7), the house (OR=41,1) and personal hygiene attitude (OR=41,8). The interaction of that three factors is clean water with personal hygiene attitude (OR=2,9E+08). The housing environment factors that have significant related to RTIs without gonorrhea are the clean water (OR=7,0), the toilet (OR=2,9), and the house (OR=11,0). Behavior factors are also have significant related such as knowledge about personal hygiene (OR=1,1), personal hygiene behavior (OR=2,7), husband's risky sexual behavior (OR 18,8). The most significant relation with RTIs are toilet (OR=3,3), house (OR=7,2) and husband's risky sexual behavior (OR-10,2). The interaction of that three factors are toilet with house (OR=1,5) and house with husband's risky sexual behavior (OR=1123,6) In conclusion, it is recommended to do therapy and minimize the transmission of RTIs by giving counseling in the clinic, and healthy housing program. Respondent have to make healthier housing environment and driver have to change their risky sexual behavior to prevent RTIs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005
T15282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Elyanna M.P.
Abstrak :
Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi ketiga sebagai negara terbanyak pengidap kusta. Di Propinsi Jawa Timur penyakit kusta tersebar di 14 Kabupaten/Kota , diantaranya Kabupaten Gresik. Jumlah kasus kusta di Kabupaten Gresik terdiri dad 174 kasus tahun 2004 menjadi 166 kasus tahun 2005. Dilihat dari tipe kusta yang ada di Kabupaten Gresik lebih dominan tipe kusta multibasiler (MB) yang merupakan tipe menular yaitu 84,7% pada tahun 2004 dan 81 % pada tahun 2005, selain itu penderita baru yang ditemukan 12,3% pada tahun 2004 dan 14% pada tahun 2005 sudah mengalami kecacatan tingkat dua. Pendekatan spasial di sektor kesehatan merupakan pendekatan baru yang berarti pembangunan kesehatan berorientasi problem dan prioritas masalah kesehatan (lingkungan) secara spasial. Mengacu pada terminology spasial bahwa penyakit tidak mengenal batas administrasi namon lebih mengenal ekosistem maka dilakukan penelitian spasial kejadian kusta di Kabupaten Gresik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran penyakit kusta di wilayah Kabupaten Gresik tahun 2004-2005 dan mengetahui bagaimana hubungan faktor risiko dengan penyebaran penyakit kusta di wilayah Kabupaten Gresik. Desain penelitian ini merupakan studi korelasi ekologi dengan pendekatan spasial dengan variabeI penelitian berdasarkan kondisi demografi (kepadatan penduduk), kondisi sosial ekonomi (keluarga miskin), kondisi hunian (lantai tanah), kasus kontak intensif, dan kerapatan jaringan jalan di Kabupaten Gresik tahun 2004-2005. Populasi penelitian adalah seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Gresik kecuali dua kecamatan di kepulauan terpencil, sehingga tidak dilakukan pemilihan sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahun 2004-2005 semua wilayah endemis penyakit kusta. Iklim di Kabupaten Gresik merupakan iklim tropis basah dengan suhu rata -rata 28,51 °C ( 2004) dan 28,63 °C ( 2005) dengan kelembaban 74,17% ( 2004) dan 74,8 % (2005). Pola spasial demografi, penyebaran penyakit kusta banyak terdapat di daerah dengan kepadatan penduduk > 3000 jiwalkm2. Pola spasial kondisi rumah human, kusta banyak terdapat di rumah yang berlantai tanah > 2000 rumah di daerah utara dan selatan Gresik. Pola spasial sosial ekonomi, penyebaran kusta banyak terdapat di kecamatan yang memiliki banyak keluarga miskin > 3000 KK yaitu di utara, tengah dan selatan Gresik. Pola spasial kusta kontak intensif dengan penyebaran kusta banyak terdapat di Kecamatan Panceng, Cerme (2004) dan Kecamatan Panceng dan Wringin Anom (2005). Pola spasial kerapatan jaringan jalan, kasus kusta banyak terdapat di kerapataiA jaringan jalan sedang. Pola spasial potensi penyebaran kusta, seluruh wilayah berpotensi sedang kecuali Kecamatan Menganti, Gresik dan Kebomas berpotensi tinggi.
Leprosy is the important public health problem because Indonesia is a country which has the third position of the most country that has many lepers. Leprosy disease is spread over at 14 sub-provinces in province of East Java, one of them is sub-province of Gresik. Leprosy cases number in sub-province of Gresik are 174 cases in 2004 and became 166 cases in 2005. Seen from leprosy type that exists in sub-province of Gresik, multibasiler (MB) is more dominant. It is an infectious disease that is 84,7 % in 2004 and 81 % in 2005, besides found a new patient as the second handicap that is 2,3 % in 2004 and 14 % in 2005. Spatial method in health sector is a new method which means a health development is a problem oriented and a problem priority of health (environment) spatially. According to terminology spatial that disease does not recognize an administration limit but it is more recognize an ecosystem, therefore it is conducted a spatial research of leprosy occurrence in sub-province of Gresik. This research purposes to find a spreading of leprosy disease in sub-province of Gresik, 2004-2005 and a relationship between risk factor and spreading of leprosy disease in sub-province of Gresik. This research used an ecology correlation study design by a spatial method with research variable based on condition of demography (massive population), economic social (poor family), dwelling (ground floor), intensive contact case, and closeness of road network in sub-province of Gresik, 2004-2005. Research population is all of districts in sub-province of Gresik except two districts in outlying archipelago, so it is not conducted a sample election. Research result indicated that all of endemic areas were leprosy diseases in 2004-2005. Sub-province of Gresik is a wet tropical climate with mean temperature is 28,51 °C (2004) and 28,63°C (2005), damp is 74,17 % (2004) and 74,8 % (2005). Spatial design of demography, spreading of leprosy disease found at area with a massive population are more than 3000 peoplelkm2. Spatial design of dwelling house condition, leprosy found at house with ground floor are more than 2000 houses in the north and south of Gresik. Spatial design of economic social, spreading of leprosy found at district owning many poor families are more than 3000 KK that is in the north, and south of Gresik. Spatial design of intensive contact leprosy, spreading of leprosy found at district of Panceng, Cerme (2004) and district of Panceng and Wringin Anom (2005). Spatial design of closeness of road network, leprosy cases found at closeness of road network of Spatial potency spreading of leprosy, all regions have potency except district of Menganti, Gresik and Kebornas have high potency.
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Purnomo
Abstrak :
Pulau Pasaran merupakan salah satu pulau yang berada tepat ditepi Teluk Lampung Kota Bandar Lampung, yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan rata-rata 3 kali sehari. Dalam sehari harinya masyarakat Pulau Pasaran terpajan oleh logam cadmium melahii ikan (risk agent) yang dikonsumsi., Pajanan cadmium terns menerus dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan, untuk itu dilakukan analisis risiko dampak cadmium (Cd) dalam ikan terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian ini merupakan studi analisis risiko kesehatan lingkungan, khususnya tentang pengamanan pangan akibat mengkonsumsi ikan yang mengandung logam cadmium yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi crossectiunal dengan menggunakan analisis deskriptif-analitik untuk mengetahui angka-angka yang mencerminkan kontribusi faktor risiko yang dapat mernberikan prediksi besarnya risiko kesehatan manusia akibat logam cadmium dalam ikan. Hasil penelitian didapatkan masyarakat pulau Pasaran Kota Karang-Bandar Lampung berisiko mengalamai gangguan kesehatan dengan rata-rata besarnya. risiko adalah 0,574. Adapun faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan besar risiko adalah konsentrasi cadmium dalam ikan, laju asupan, durasi pajanan dan berat badan. Sedangkan faktor yang paling dominan menentukan besar risiko adalah konsentrasi cadmium dalam ikan dan durasi pajama, dengan model prediksi besarnya risiko gangguan kesehatan masyarakat Pulau Pasaran adalah : Besar Risiko = - 0,212 - 0,492 * C - 0,00084 * R - 0,0012 * Dt + 0,0139 * Wb + 0,0128 (C * R) + 0,1250 (C * Dt) - 0,0404 (C * Wb) + 0,000095 (R * Dt) - 0,000025 (R * Wb) - 0,00039 (Dt * Wb)
Pasaran Island is one of the island residing in precisely by the side of Teluk Lampung, Bandar Lampung which its society have a habit to consume fish 3 times a day Society of Pasaran Island exposures by cadmium metal through fish (risk agent) which is consumed, Cadmium exposure continuously can generate health trouble risk, so analyse risk affect cadmium (Cd) in fish to public health. This research is risk analysis study of environment health, especially concerning food security effect of consuming fish which consist metal cadmium by using approach of crossectionai study with analytic descriptive analysis to know numbers expressing risk factor contribution which able to give level prediction of human being health risk effect of metal cadmium in fish. Research result from society of Pasaran Island, Kota Karang, Bandar Lampung risk of health trouble with level mean is 0.574_ Factors that related significantly with risk level are cadmium concentration in fish, intake, exposure duration, and body weight While most dominant factor determine of risk level is cadmium concentration in fish and exposure duration, with level prediction model of health trouble risk of Pasaran Island society is : Risk Level = - 0,212 - 0,492 * C - 0,00084 * R - 0,0012 * Dt + 0,0139 * Wb + 0,0128(C*R) + 0,1250(C*Dt) - 0,0404(C*Wb) + 0,000095 (R * Dt) - 0,000025 (R * Wb) - 0,00039 (Dt Wb).
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Ruhendi
Abstrak :
Dalam meningkatkan upaya pencegahan keracunan pada petani penyemprot hama tanaman holtikultura di Kabupaten Majalengka, perlu diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas kholinesterase darah. Salah satu indikator keracunan pestisida adalah dengan mengukur aktivitas kholinesterase darah. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas kholioesrerase darah pada petani penyemprot hama tanaman holtikultura. Penditian ini menggunakan desain potong Jintang, dengan memanfaatkan pemeriksaan aktivitas kholinesterase darah pada petani bersama dinas kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2007. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa dari 208 responden yang diteliti sebanyak 26,9% kategori keracunan, karakteristik individu perempuan 6,3%, umur tua (> mean) 47,6%, status gizi kurus 12,5%,pendidikan rendah 76,9%, pernah mengikuti pelatihan/penyuluhan 43,3%, dapat penyuluhan petugas kesehatan 8,2%, perilaku membeli pestisida sendiri 94,2%, membeli dengan kemasan eceran 27,4%,perokok 76,4%,lama menyemprot > 3jam 56,7"/o, frek:uensi menyemprot > 2 kali seminggu 12,5%, Menyemprot siang & sore hari 4,3%,posisi menyemprot menghadap datangnya angin 43,2%,Tidak cuci tanga11 4,4%, merokok saat menyemprot 14,4o/v, Tidak cuci badan pada air mengalir 5,3%, terakhir menyemprot 10 hari 70,2%. Perilaku memakai APD, tidak memakai topi 9,6%, tidak memakai kaos/sarung tangan 84,1%, tidak memakai pelindung mata, 97,6%, tidak memakai masker 79,3%, tidak berlengan panjang 7,7%, tidak bercelana panjang 11,1% dan tidak memakai sepatu boot 54,8%. Variabel dominant yang berhubungan dengim aktivitas kholinesterase menggunakan multivariat adalah Terakhir menyemprot (OR=9,613,95% CI=2,906-31,799), memakai APD baju lengan panjang (OR=8,872, 95% CI=2,006- 39,232), Mandi secara baik (OR=5,446, 95% CI=l,266-23,417), Merokok waktu menyemprot (OR=4,641, 95% CI=l,717-12,546), pemah pelatihan/penyuluhan (OR=3,217, 95% CI=1,466-7,059), posisi menyemprot terhadap arab datangnya angin (OR=2,550, 95% CI=1,169-5,564) dan umur responden ( OR=0,416, 95% CI=O,l90-0,911). Dengan basil penelitian diatas, penulis menyarankan agar setiap petani melakukan penyemprotan hanya tiga minggu sekali. Meningkatkan frekucnsi pelatihanlpenyuluiian bagi para petani secara terpadu di wiiayah kerja puskesmas, dengan materi pokok peningkatan hidup bersih dan sehat, cara ekposur pestisida kedalam tubuh manusia, cara penanganan pestisida menggunakan Alat Pelindung Diri dan upaya pencegahan dan penanggulangan keracunan oleh pestisida. ......It is important to find out which factors which related to cholinesterase activities m plasma in order to prevent contamination among farmers who spraying the horticulture crops in District of Majalengka. One of the indicators of pesticide poisoning is by measuring cholinesterase's activities in plasma. This research studying factors which influencing cholinesterase's activities in filnner's bloodstream, who spraying the horticulture crops. This study use cross sectional design, by utilize the data of plasma cholinesterase activities examination among farmers with Health Office of District of Majalengka year of 2007. The results of univariate analysis shows that of 208 respondents, 26,9% categorized poisoned Individual characteristics: 6,3% female, 47,6% elderly (>mean), nutrition status is lean i2,5%, iow education 76,9%, never attended training 43,3%, has information from health officers 8,2%, self purchasing pesticides behaviour 94,2%, retail purchasing 27,4%, smoker 76,4%, spraying more than 3 hours 56,7%, spraying frequency more than twice a week 12,5%, spraying in the morning and afternoon 4,3%, spraying position facing the wind direction 43, 2 %, not to washing hands 4,4%, smoking while spraying 14,4%, do not taking bath in running water 5,3%, last time spraying :S 10 days 70,2%. Using the personal protective equipment (PPE) behaviour not wearing hat 9,6%, not wearing gloves &4,1%, not wearing eye protection 97,6%, not wearing masker 79,3%, not wearing shirt 7,7%, not wearing trouser:> 11,1% and not wearing boots 54,8%. In multivariate analysis the dominant factors which related to cholinesterase area last time spraying (OR=9,613, 95%CI=2,906-31,799), wearing PPE shirt (OR8,872,95%CI=2,006-39,232), right bath (OR=5,446,95%Cll,266-23,417), smoking while spraying (OR=4,641,95%CI=1,717-l2,546, has attended training (OR=3,217,95%CI1,466-7,059), spraying position facing wind direction (OR=2,550,95%CI=l,I69-5,564) and respondent's age (OR=0,416,95o/oCI=O,I90-0,911). Based on the result of this study, we recommend farmers to conduct spraying only three times a week. Also to increase integrated training and information frequency for farmers in working area of health centres, with main issues are to improve clean and healthy living, how pesticides exposed into human body, how to use protective equipment (PPE) for controlling pesticides and efforts to prevent and to control poisoning by pesticides.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>