Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shinta Kamila
"Acute kidney injury (AKI) didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu 7 hari. AKI dapat disebabkan oleh obat-obatan nefrotoksik yang disebut dengan istilah Drug Induced Acute Kidney Injury (DI-AKI). Obat nefrotoksik merupakan penyebab paling umum ketiga dari penyakit ginjal dan bertambah buruk dalam beberapa dekade terakhir karena seringnya penggunaan obat nefrotoksik serta dikaitkan dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Studi retrospektif ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian DI-AKI, karakteristik pasien, jenis obat yang berpotensi menyebabkan AKI, beserta faktor yang dapat memengaruhi terjadinya DI-AKI pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) pada tahun 2021. Untuk menelusuri pasien yang mengalami AKI digunakan kode diagnosa ICD 10 dan analisis kausalitas obat menggunakan algoritma Naranjo. Total pasien rawat inap di RSUI tahun 2021 adalah 4.273 pasien dan terdapat 397 pasien (9,3%) yang memiliki diagnosis AKI saat masuk rawat inap dan selama perawatan. Dari 397 pasien, 38 pasien (9,5%) masuk ke dalam kriteria inklusi. Prevalensi DI-AKI pada pasien rawat inap di RSUI tahun 2021 adalah sebesar 8,31% (33 pasien) dari seluruh pasien yang memiliki diagnosis AKI saat masuk rawat inap dan selama perawatan, serta sebesar 0,77% dari seluruh pasien rawat inap di RSUI pada tahun 2021. Berdasarkan algoritma Naranjo, dari 33 pasien yang mengalami DI-AKI terdapat 3 pasien (7,89%) dengan derajat kausalitas dapat terjadi (probable) dan 30 pasien (78,95%) dengan derajat kausalitas belum pasti terjadi (possible). Obat yang berpotensi menyebabkan AKI terbanyak berasal dari golongan diuretik (29,76%), golongan antibiotik (21,43%), golongan ACEi/ARB (21,43%), golongan antiviral (9,52%) dan golongan NSAID (7,14%). Dalam penelitian ini, mayoritas pasien yang mengalami DI-AKI merupakan pasien laki-laki, berusia 18-59 tahun, menggunakan ≥15 obat lain, dan memiliki ≥4 masalah kesehatan. Sementara itu, tidak ditemukan hubungan yang signifikan pada faktor usia, jenis kelamin, jumlah obat, dan jumlah masalah kesehatan terhadap kejadian DI-AKI pada penelitian ini.

Acute kidney injury (AKI) is defined as a sudden decrease in kidney function within 7 days. AKI can be caused by nephrotoxic drugs and called as Drug-Induced Acute Kidney Injury (DI-AKI). Nephrotoxic drugs are the third most common cause of kidney disease and have worsened in recent decades due to the frequent use of nephrotoxic drugs and are associated with high mortality rates. This retrospective study aims to determine the prevalence of DI-AKI, patient characteristics, types of drugs that have the potential to cause AKI, along with factors that can influence the occurrence of DI-AKI in inpatients at University of Indonesia hospital in 2021. ICD 10 diagnostic code was used for detecting AKI and Naranjo algorithm was used for analyzing adverse effects. Total inpatients at the University of Indonesia hospital (RSUI) in 2021 were 4.273 patients and 397 patients (9,3%) diagnosed with AKI on admission and during treatment in hospital. Of the 397 patients, 38 (9,5%) were included in this study. The prevalence of DI-AKI in inpatients at RSUI in 2021 was 8,31% (33 patients) out of patients diagnosed with AKI on admission and during treatment in hospital, and 0,77% of all inpatients at RSUI in 2021. Naranjo algorithm showed 3 patients (7,89%) in the probable category and 30 patients (78,95%) in possible category. The most common drug groups causing AKI were diuretics (29,76%), antibiotics (21,43%), ACEi/ARBs (21,43%), antiviral (9,52%) and NSAIDs (7,14%%). In this study, DI-AKI mostly occurred in male patients, 18-59 years old, used ≥15 concomitant drugs, and had ≥4 medical problems. Meanwhile, there was no significant relationship between age, gender, number of drugs, and number of medical problems and the incidence of DI-AKI found in this study."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Kamila
"Produk rantai dingin atau Cold Chain Product (CCP) merupakan produk yang harus disimpan dalam kisaran suhu yang telah ditetapkan karena produk bersifat sensitif terhadap suhu. Dalam proses distribusi produk, tentu tidak hanya menjangkau jarak antar yang dekat saja namun, distribusi produk jarak jauh juga dilakukan. Selama proses distribusi baik pada jarak dekat maupun jarak jauh suhu produk harus berada pada rentang suhu stabilitasnya. Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk membuktikan konfigurasi 4 dan 5 pendingin (ice pack) mampu menjaga suhu dalam kemasan tetap pada rentang 2-8oC selama waktu tertentu dan menentukan konfigurasi ice pack terbaik untuk pengiriman produk rantai dingin di PT. Era Caring Indonesia. PT. Era Caring Indonesia merupakan salah satu pedagang besar farmasi di Indonesia. Validasi dilakukan pada produk dummy dengan menggunakan bahan pengemas berupa box styrofoam dan alat ukur berupa thermometer data logger. Pendingin (ice pack) disusun berdasarkan konfigurasi yang telah ditentukan dan dilakukan pengamatan suhu selama 8 jam. Dari hasil validasi ini dapat disimpulkan bahwa konfigurasi dengan menggunakan 4 ice pack dan 5 ice pack dapat menjaga suhu produk tetap berada pada rentang yang telah ditentukan yaitu, 2-8oC selama 8 jam dan konfigurasi dengan menggunakan 4 ice pack lebih memiliki kelebihan dibandingkan dengan 5 ice pack.

A cold chain product (CCP) is a product that must be stored within a certain temperature range as the product is temperature sensitive. During the distribution process, it does not only reach close distances but also long-distance product distribution. Both at short and long distances distribution, the product temperature must be within its stability temperature range. Validation of the delivery process is required to ensure the delivery temperature does not deviate from the specified range. The purpose of this study is to prove the configuration of 4 and 5 coolers (ice packs) can maintain the temperature in the range of 2-8oC during a certain time and determine the best ice pack configuration for cold chain product delivery at PT. Era Caring Indonesia. PT Era Caring Indonesia is one of the pharmaceutical wholesalers in Indonesia. Validation was conducted on a dummy product using styrofoam box as the packaging material and thermometer data logger to observe the temperature. The ice pack was arranged based on a specified configuration and the temperature was observed for 8 hours. From the validation results, it can be concluded that the configuration using 4 ice packs and 5 ice packs can maintain the product temperature within the range of 2-8oC for 8 hours and the configuration using 4 ice packs has more advantages compared to 5 ice packs.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Kamila
"Obat dan bahan obat yang dibuat atau diedarkan oleh suatu industri obat wajib memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu. Berdasarkan Peraturan BPOM nomor 23 Tahun 2022 tentang Standar dan/atau Persyaratan Mutu Obat dan Bahan Obat, obat dan bahan obat wajib memenuhi standar atau persyaratan mutu sebagaimana diatur dalam Farmakope Indonesia. Pada pasal 4 ayat 2 Peraturan BPOM nomor 23 Tahun 2022 dikatakan bahwa jika terdapat lebih dari satu standar atau persyaratan mutu yang diterapkan di negara lain atau pedoman yang berlaku secara internasional maka, industri obat harus memilih standar atau persyaratan mutu yang memiliki parameter uji yang lebih lengkap dan menggunakan metode yang lebih unggul dalam ketepatan, kepekaan, presisi, selektivitas/sensitivitas, dan otomatisasi. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari obat dan bahan obat yang tidak memenuhi aspek keamanan, khasiat, dan mutu serta informasi produk. Tujuan dari penyusunan tugas khusus ini adalah menentukan metode analisa bahan baku natrium benzoate, butil hidroksitoluen, dan magnesium stearat yang lebih unggul dalam kepekaan, akurasi, presisi, dan selektivitas dari pedoman Farmakope Indonesia VI dan United States Pharmacopeia (USP). Metode yang lebih unggul dalam spesifisitas, akurasi, dan presisi untuk menetapkan kadar natrium benzoat adalah dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) seperti yang tercantum dalam USP NF 2022, metode yang lebih unggul untuk mengidentifikasi butil hidroksitoluen adalah dengan menggunakan spektrofotometri inframerah dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) seperti yang tercantum dalam USP NF 2022, dan metode yang lebih unggul untuk mengidentifikasi magnesium stearat adalah dengan mengacu pada USP NF 2022 yaitu dengan metode kromatografi gas.

Drugs and raw materials manufactured or distributed by a pharmaceutical industry must meet safety, efficacy, and quality standards and requirements. Based on BPOM Regulation No. 23 2022 concerning Quality Standards and/or Requirements for Drugs and Raw Materials, drugs and raw materials must comply with quality standards or requirements as specified in the Indonesian Pharmacopoeia. Article 4 paragraph 2 of BPOM Regulation number 23 of 2022 states that if there is more than one standard or quality requirement applied in other countries or internationally applicable guidelines, the pharmaceutical industry must choose the standard or quality requirement that has more complete test parameters and uses methods that are more advanced in accuracy, sensitivity, precision, selectivity/sensitivity, and automation. This aims to protect the public from drugs and raw materials that do not comply with the aspects of safety, efficacy, and quality as well as product information. The purpose of this report is to determine the analyzing method of sodium benzoate, butyl hydroxytoluene, and magnesium stearate raw materials that are more advanced in sensitivity, accuracy, precision, and selectivity from the Indonesian Pharmacopeia VI and United States Pharmacopeia (USP) guidelines. The result indicates that the most excellent method in terms of specificity, accuracy, and precision for determining sodium benzoate levels is by using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) as specified in USP NF 2022, the most excellent method for identifying butyl hydroxytoluene is by using infrared spectrophotometry and High Performance Liquid Chromatography (HPLC) as specified in USP NF 2022, and the most excellent method for identifying magnesium stearate is by referring to USP NF 2022 by gas chromatography method."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Kamila
"Penyakit pernapasan kronis seperti asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan salah satu dari empat jenis PTM (Penyakit Tidak Menular) terbesar di dunia. Penyakit pernapasan seperti asma dan PPOK membutuhkan pengobatan jangka panjang dan rutin. Sebagian besar pengobatannya adalah dengan rute pemberian obat secara inhalasi. Terapi inhalasi merupakan suatu terapi yang dapat menghantarkan obat langsung ke saluran pernapasan. Terapi ini dapat memberikan onset yang lebih cepat dan menyebabkan efek samping yang cenderung lebih kecil dibandingkan rute lainnya. Dalam pengunaannya tidak semua orang dapat menggunakan sediaan inhalasi dengan tepat dimana hal ini dapat menyebabkan terapi tidak bekerja secara optimal. Cara penggunaan sediaan inhalasi yang tidak tepat dapat mengurangi jumlah pemberian obat pada saluran udara sehingga menurunkan efektivitas dari obat. Maka dari itu, materi edukasi mengenai cara penggunaan sediaan inhalasi yang tepat melalui media leaflet ini disiapkan sebagai sarana edukasi kepada pasien atau masyarakat sehingga terapi inhalasi dapat berjalan dengan optimal.

Chronic respiratory diseases such as asthma and COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) are one of the four largest noncommunicable diseases in the world. Respiratory diseases such as asthma and COPD require long-term and regular treatment. Most of the treatment is by the inhalation route. Inhalation therapy is a therapy that can deliver drugs directly to the respiratory tract. It can provide a faster onset and causes fewer side effects than other routes. Not everyone can use inhalation preparations properly, which can cause the therapy doesn't optimally work. Improper use of inhalation preparations can reduce the amount of drug delivery to the airways, thus reducing the effectiveness of the drug. Therefore, educational material about how to use inhalation preparations through leaflet media is prepared as a means of education to patients or the public so that inhalation therapy can be optimized."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Kamila
"Perencanaan pengadaan obat yang baik memiliki peran yang sangat penting untuk menentukan stok obat yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dengan mutu terjamin serta dapat diperoleh pada saat diperlukan. Apabila perencanaan pengadaan obat dikelola dengan sistem yang kurang baik, akan meyebabkan terjadinya penumpukan obat dan atau kekosongan obat. Untuk menjaga kelangsungan ketersediaan obat yang cukup dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, maka perlu dilakukan evaluasi dan pengendalian ketersediaan obat yang cermat dan tepat. Pengendalian ketersediaan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah atau mengatasi kekosongan atau kekurangan obat di rumah sakit. Salah satu cara untuk mengendalikan ketersediaan obat adalah dengan mengidentifikasi obat yang tergolong fast moving atau slow moving. Identifikasi obat yang termasuk ke dalam kategori fast moving dan slow moving perlu dilakukan khususnya di depo Farmasi ICU dimana, pasien membutuhkan perawatan yang intensif dan obat-obat yang digunakan mayoritas merupakan obat vital yang ketersediaannya harus selalu ada.Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui obat-obatan yang termasuk ke dalam kategori fast moving dan slow moving di depo Farmasi ICU Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) berdasarkan data penggunaan obat periode Januari – Desember 2022. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa Terdapat 57 obat (9,73%) yang termasuk obat fast moving, dan 441 obat (75,26%) yang slow moving. Obat yang pergerakannya tergolong fast moving antara lain, N-asetil sistein 200 mg kapsul, norepinefrin 4mg/ml injeksi, parasetamol 500 mg tablet, WFI 25 ml, dan VIP Albumin kapsul sementara obat yang tergolong slow moving antara lain Cal 95 tablet, glucophage XR 500 mg tabet, Nexium 40 mg tablet, prontosan gel 30 ml, dan scabimite cream 30 gr.

A well planned drug procurement has a very important role to determine the stock of drugs that is in line with the needs with guaranteed quality and can be obtained when needed. If drug procurement planning is managed with a poor system, it will lead to drug accumulation and or drug vacancies. To maintain the availability of adequate drugs in providing pharmaceutical services, it is necessary to evaluate and control the availability of drugs appropriately. Availability control is made to prevent or overcome drug vacancies or shortages in hospitals. One way to control the availability of drugs is to identify drugs that are classified as fast moving or slow moving. Identification of drugs in the fast moving and slow moving categories needs to be done, especially in the ICU Pharmacy depot where patients need intensive care and the drugs used are mostly vital drugs whose availability must always be available.This report aims to identify drugs that are classified as fast moving and slow moving in the ICU Pharmacy depot of the University of Indonesia Hospital (RSUI) based on drug usage data for the period January - December 2022. Based on this data, it can be concluded that there are 57 drugs (9.73%) which are fast moving drugs, and 441 drugs (75.26%) which are slow moving. Fast moving drugs include N-acetyl cysteine 200 mg capsules, norepinephrine 4mg/ml injection, paracetamol 500 mg tablets, WFI 25 ml, and VIP Albumin capsules while slow moving drugs include Cal 95 tablets, glucophage XR 500 mg tablets, Nexium 40 mg tablets, prontosan gel 30 ml, and scabimite cream 30 gr"
Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Kamila
"Di setiap rumah tangga umum ditemukan obat yang disimpan sebagai persediaan untuk digunakan saat gawat darurat. Tidak jarang juga ditemukan obat yang disimpan di rumah merupakan sisa dari penggunaan obat sebelumnya karena jumlah obat yang tersisa masih banyak ketika gejala penyakit sudah membaik atau penyakitnya sendiri terlah sembuh. Obat harus disimpan dengan cara yang benar. Apabila penyimpanan obat tidak tepat maka, dapat mempengaruhi kualitas dan kestabilan obat yang digunakan. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan obat adalah beyond use date (BUD). BUD merupakan batas waktu penggunaan obat setelah dibuka dari kemasan primer, dilarutkan, atau diracik. BUD ditetapkan berdasarkan waktu penyiapan obat, stabilitas zat aktif, sifat dan mekanasime degradasi zat aktif beserta bahan tambahannya, potensi kontaminasi mikroba, tipe wadah, kondisi penyimpanan, dan durasi terapi. BUD merupakan salah satu parameter penting dalam menjamin efikasi dan keamanan obat. Tingkat pengetahuan masyarakat berkaitan dengan beyond use date di Indonesia masih terbilang rendah. Edukasi mengenai BUD penting untuk dilakukan untuk mencapai terapi obat yang aman dan efektif. Dalam hal ini diperlukan peran tenaga kesehatan khususnya apoteker untuk dapat memberikan informasi kepada pasien mengenai beyond use date. Edukasi mengenai BUD dapat dilakukan melalui media leaflet, poster dan penyuluhan secara langsung.

In every household, it is common to find medicines stored as supplies to be used during emergencies. It's also common to find left over from previous drug use stored at home because there is still a large amount of medicine left over when the symptoms of the disease have improved or the disease itself has been cured. Medicines must be stored properly. If drug storage is not appropriate, it can affect the quality and stability of the drugs used. One factor that needs to be considered in drug storage is beyond use date (BUD). BUD is the time limit for using the drug after it has been opened from the primary packaging, reconstituted, or compounded. BUD is determined based on drug preparation time, stability of the active substance, characteristics and degradation mechanism of the active substance and its additives, potential microbial contamination, type of container, storage conditions, and duration of therapy. BUD is one of the important parameters in ensuring drug efficacy and safety. The level of public knowledge related to beyond use date in Indonesia is still relatively low. Education about BUD is important to achieve safe and effective drug therapy. In this case, the role of healthcare professional, especially pharmacists, is needed to deliver information to patients about beyond use date. Education about BUD can be done through leaflets, posters and direct counseling."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library