Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Made Suparta
"Teks Bhasa Kakawin Hanan Nirartha (disebut KHN) merupakan sebuah sub-genre sastra kakawin yang berasal dari tradisi sastra Jawa Kuno di Bali. Teks bhasa KHN tersebut diperkirakan ditulis oleh rakawi yang bernama Mpu Nirartha yang relatif produktif berkarya pada zaman pemerintahan raja Dalem Waturengon di Gelgel (1460-1550). Dan ciri-ciri tekstual yang diperlihatkan, teks bhasa KHN ini dapat dikelompokan ke dalam jenis kakawin minor. Naskah-naskah teks Maya KHN yang dikenal hingga kini ada yang berupa naskah lontar dan naskah kertas.
Masalah pokok yang dikaji dalam penelitian ini meliputi kritik teks (textual criticism) dan analisis sastra (literary analysis). Kajian dari segi kritik teks atas teks bhasa KHN sangat penting dilakukan, karena dimaksudkan untuk: (a) mendapatkan teks yang paling baik dan paling lengkap isinya dari semua naskah yang digunakan, yang dipilih sebagai teks dasar untuk suntingan teks, dan (b) melakukan kerja kritik teks dan menyajikan hasilnya berupa edisi teks bhasa KHN sebagai bahan bacaan yang baik untuk kepentingan analisis selanjutnya. Pada tahap berikutnya, kajian dari segi kritik sastra bertujuan untuk mengungkapkan unsur-unsur puitik dan estetik yang membangun bentuk dan makna yang dikandungnya.
Telaah dan perbandingan atas empat (4) naskah lontar teks bhasa KHN yang digunakan berhasil mengungkapkan, bahwa naskah A (Kirtya No. IVb 284/4) ternyata memiliki bacaan yang paling baik dan lengkap dari segi isinya, serta kolofonnya cukup lengkap. Di samping itu tata penulisannya sangat khas, yang berupa teks interlinier ("semut sedulur'), karena disertai dengan grantang basa(teks terjemahan) dalam bahasa Bali. Oleh karena itu, teks bhasa KHN yang terdapat dalam naskah A sangat menarik dipilih sebagai teks landasan untuk suntingan teks dan hasilnya diterbitkan dalam penelitian ini. Berdasarkan edisi inilah kemudian dilakukan kajian sastra, terutama dari segi unsur-unsur puitik dan estetik yang membentuk struktur karya tersebut sebagai satu kesatuan makna.
Analisis struktur (formal) teks bhasa KHN dilakukan dan aspek sintaksis (mencakup: unsur bunyi/sabdalankara, diksi dan pengimajian, "spasial"/prosodi dan metrum), aspek semantik (mencakup: tema, ruang dan waktu), dan aspek semantik (mencakup: unsur pengujaran, gaya bahasa, dan interpretasi simbolik). Dari analisis tersebut dapat diratik suatu pemahaman dan pemaknaan, bahwa teks bhasa KHN pada dasarnya "menyimpang" dari tradisi kakawin yang dikenal secara umum. Teks bhasa KHN yang terdiri atas: (1) bhasa Nirartha Sanu Sekar, (2) Bhasa Hanan Nirartha, (3) lamban Puspasancaya, (4) bhasa Hanja Hanja Turida, dan (5) bhasa Hanja Hanja Sunsan telah membentuk karya tersebut sebagai sebuah sastra kakawin-lirik ("puisi lirik" Jawa Kuno), yang relatif berbeda dengan kanon sastra kakawin yang umumnya berupa kakawin-naratif karena berporos pada cerita epik (kepahlawanan) dari kavya Sanskerta.
Teks Bhasa KHN pada dasarnya merupakan ungkapan pengembaraan estetis religius dari sang rakawi yang tersublimasi melalui pengujaran "Si Aku Lirik" (Subyek Lirik) yang sedang menahan derita rindu-asmara akibat berpisah dengan Sang Kekasih (vipralambha-srengara). Bentuk-bentuk permainan bunyi (sabdalankara) dan permainan makna (arthalankara) berfungsi melahirkan ungkapan-ungkapan yang bersifat sangat liris-erotis sehingga mendukung tema utama tersebut. Akan tetapi, ungkapan erotisme dalam teks bhasa ini, baik berupa vipralambha-Srengara (`derita cinta-asmara dalam perpisahan') maupun sambhoga-Srengara (`nikmat cinta-asmara dalam penyatuan') pada prinsipnya tidak bersifat genital, melainkan suatu "cinta-asmara" simbolik. Ungkapan liris-erotisme tersebut pada hakikatnya dimaksudkan sebagai suatu cara pemujaan terhadap Dewa Kama sebagai Dewa Keindahan.
Dengan demikian, ajaran filsafat keagamaan yang melandasi dibalik ungkapan erotisme itu (in absentia) adalah pandangan Siwais-Tantris (S'iwa Siddhanta dan Tantra) yang menjadikan penciptaan kakawin sebagai media untuk mencapai penyatuan (silunlun) dengan istadewata. Melalui penikmatan keindahan cinta-asmara dan penikmatan keindahan alam (pasir-wukir) "Si Aku Lirik" melebur di dalamnya, sehingga kakawin itu berfungsi sebagai yantra (yoga estetis), yakni pemujaan kepada Kama (yang menurut Siwa Purana) adalah salah satu "nama" lain dari Dewa Siwa itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"Prasi merupakan suatu genre sastra dan seni yang dilahirkan dalam tradisi sastra masyarakat Bali. Gambar wayang klasik dalam lontar prasi itu dihasilkan dari teknik seni `menggores' sehingga disebut "scratched illustration". Dilihat dari korpus naratifnya terutama dari segi manner of representation-nya, maka prasi termasuk genre epik (itihasa). Karya-karya prasi Bali umumnya dipandang memiliki nilai estetik yang tinggi. Di samping itu, juga mengandung unsur-unsur komik, sehingga sering disebut "komik tradisional".
Penelitian ini bertujuan mengkaji dan mengungkapkan nilai estetik dan unsur komik naskah prasi Bhomakawya. Naskah ini memperliatkan kekhasan tersendiri dibanding dengan karya-karya prasi Bali umumnya, baik dari segi ungkapan intra-teks (bentuk ungkapan visual dan verbal) ataupun ekstra-teks (kultural). Masalah utama yang dikaji, yakni: (1) kaidah estetik apa yang mendasari dan bagaimana bentuk ungkapan estetik prasi Bomakawya, dan (2) bagaimana bentuk ungkapan kekomikan prasi dan apa fungsinya dalam struktur naratifnya.
Untuk menjawab masalah tersebut, maka dalam penelitian diterapkan teori rasa sebagai alat untuk menelaah unsur naratif sekaligus kaidah estetik yang "mengakari" dan teori bentuk estetik (aesthetic form) untuk melihat bentuk ungkapan estetiknya. Dalam kaitan itu, juga didukung dengan penerapan metode kualitatif untuk pengumpulan data. Berdasar metode kerjaa dan pengetrapan teori tersebut, maka dapat ditarik beberapa simpulan: pertama, secara sosiotekstologis, penciptaan prasi Bhamakawya menunjukkan kaitan erat baik dengan sastra kakawin Bhomakawya/Bhomintaka maupun pertunjukan wayang kulit. Dari struktur cerita terbukti muncul tokoh-tokoh punakawan di dalamnya; tokoh yang tidak dikenal dalam kakawin Bhomakawya.
Kedua, sebagai suatu genre, prasi Bhomakawya terikat oleh beberapa konvensi, yakni konvensi sastra, bahasa, dan budaya. Pada dasarnya struktur prasi Bhomakawya terikat oleh struktur naratif epik, yang "diakari" oleh kaidah estetik sastra kakawin (Jawa Kuno) dan estetik karya (India). Berdasarkan analisis teori rasa, maka bentuk ungkapan estetik yang menyolok dalam prasi Bhomakawya ini antara lain: (1) mantra (perundingan), (2) prayana (keberangkatan ke medan perang), (3) uji (pertempuran di medan perang), (4) udyanakrida (percengkramaan di taman), dan (5) nayaka (pujian bagi sang pahlawan).
Ketiga, ungkapan unsur kekomikan (hasya rasa) dalam prasi Bhomakawya ini merupakan bagian yang integral dari kaidah estetikanya. Kekomikan (hasya rasa) yang terjalin dalam kesatuan lingual dan tematik ini dinyatakan dalam bentuk visual dan verbal, dapat dikenali melalui ungkapan: (I) svagata/atmastha (laughing with), dan paragata/parastha (laughing at). Fungsi estetik ungkapan kekomikan (hasya rasa) itu, yakni: (1) sebagai media hiburan (pemenuhan hasrat keindahan), dan yang lebih penting (2) sebagai alat edukasi seni/sastra melalui suatu tindak apresiasi dan kreasi teks yang lebih menarik dan relevan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"ABSTRAK
Masyarakat Bali sebagaimana masyarakat dunia pada umumnya, adalah sebuah masyarakat yang dilatarbelakangi oleh budaya paternalistik, yang disebut "pancar-purusa" atau "purusa-istik". Tapi, ternyata kedudukan wanita Bali tidak rendah. Bahkan, dalam berbagai aktivitas sosio-kultural dan keagamaannya, mereka melakukan peran sentral dan mulia. Seperti menjadi seorang pedanda istri (pendeta perempuan), atau pemangku istri (wanita sebagai pemimpin upacara di pura).
Di samping itu, wanita Bali juga memiliki keterlibatan dan peran yang sangat penting dalam aktivitas hidup berkesenian, khususnya dalam kehidupan seni pertunjukan mereka. Hal ini merupakan suatu masalah baru, yakni sejak akhir abad ke-19-an atau awal abad ke-20-an. Karena, dahulu hanya gadis-gadis kecil yang menjadi penari atau performer yang menari sebagai bagian dari ritual keagamaannya. Tapi sekarang kebanyakan gadis-gadis Bali ambil bagian dalam berbagai pertunjukan seni.
Penelitian ini bermaksud mengungkapkan citra wanita Bali dalam seni pertunjukan tradisional. Masalah pokok yang dikaji, yaitu: (1) citra wanita di dalam seni pertunjukan--baik yang termasuk dalam tari wali, tari bebali, dan tari balih-balihan, dan (2) citra wanita sebagai seorang pragina atau performer dalam hidup berkesenian masyarakat Bali. Masalah ini cukup menarik berkenaan dengan konsep gender dalam sistem nilai masyarakat Bali. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif; dan untuk penganalisisan data diterapkan pendekatan hermeneutik.
Berdasar analisis yang dilakukan, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan: pertama, citra wanita dalam seni pertunjukan tradisional Bali, baik yang termasuk dalam tari wali, tari bebali, dan tari balih-balihan pada dasarnya mengacu pada sistem nilai budaya masyarakatnya, seperti konsep tentang taksu, ngayah, dan seka. Kedua, pemahaman terhadap citranya itu tidak dapat dipisahkan dari berbagai genre tari yang diperankan dalam hidupnya sebagai seorang pragina wanita Bali. Ketiga, secara umum citra wanita dalam pertunjukan seni untuk pariwisata masih rendah. Hal ini salah satunya disebabkan karena masih kurang pemahaman terhadap nilai-nilai kesenian tradisional itu sendiri oleh masyarakat luas.

ABSTRACT
Image of Women in Balinese Traditional Performing ArtThe Balinese society similar to any other sicieties in the world, is a community which is based on paternalism, which is called "pancar-purusa" ("male-oriented") or "purusaism". But, in reality the position of Balinese women is not inferior. Moreover, in the various kinds of socio-cultural activities and religious life, they play a central and noble role, such as pedanda istri (priestess), or pemangku istri (holy-women, head of the ritual offerings in the temple).
Besides, the Balinese women also have a great involvement and a very important role in aristic activities, particularly in performing arts. This fact has become a new problem, since the end of the 19th or the begining of the 20th century. Because, in the past only little girls could become dancers or performers who danced as a part of religious rituals. But today most of Balinese girls have taken part in the various art performance events.
This research is intended to reveal the images of women in Balinese traditional performing arts. The main problems which would be investigated, are : (i) images of women in the performing arts -- that include the Wali ("sacred dances"), the Bebali ("ceremonial dances"), and the Balih-Balihan ("secular dances"), and (2) the image of women as a pragina (dancer, actress, performer} in the artistic sphere of Balinese society. The method that is used in this research is qualitative method; and for data analysis hermeneutic approach is applied.
From the analysis, we can eventually formulate several conclusions: first, images of women in Balinese traditional performing arts, including the wall, bebali, and balih-balihan, bacically refer to the cultural value system of the society, such as the concepts of taksu ("religious-charisma"), ngayah ("devotional-service"), and seka ("artist-group"). Second, the understanding of the image could not be separated from the various genres of dance that are performed in their life as well as from their role as Balinese pragina. Third, generally, images of women in the performing arts intended for tuorism tend to be inferior. One reason of this is the fact that there is little understanding of the traditional artistic values on the part of the society at large."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"ABSTRAK
Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengungkapkan bentuk-bentuk adegan erotis yang terdapat di dalam karya seni prasi ali. Seni prasi yang dimaksudkan disini adalah gambar yang dibuat di atas daun lontar, Selanjutnya, bentuk-bentuk adegan erotis tersebut dijadikan bahan untuk melakukan kritik seni yaitu untuk menemukan kaidah estetik yang melatarbelakangi karya seni prasi tersebut.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah melakukan penilaian secara obyektif atas realitas adegan erotis yang ditemukan dalam seni prasi Bali. Sehingga di dalam memandang adegan-adegan erotis yang terdapat dalam seni prasi tersebut menjadi proporsional, dan dapat megungkapkan kaidah-kaidah estetik yang mempengaruhi sampai terlahirnya sebagai sebuah genre seni yang memiliki motif dan karakteristik tersendiri.
Analisis dan kritik estetik [aesthetic criticism] yang dulakukan atas unsur adegan erotis tersebut adalah dengan berpegang pada teori bentuk estetik [aesthetic form] yang dirumuskan oleh The Liang Gie dalam bukunya Garis besar Estetik [Filsafat Keindahan]. Dalam penerapan teori tersebut, penetuan gambar-gambar yang berupa adegan erotis di dalam seni prasi Bali dilakukan dengan menerapkan metode kualitatif, serta dibantu dengan teknik foto yang disebut micro-piece.
Namun, dalam penelitian ini pengambilan contoh belum secara komprehensif, tetapi masih terbatas pada beberapa naskah prasi. Sekalipun demikian, suatu kesimpulan yang dapat dicapai dalam penelitian ini, bahwa seni prasi sebagai genre seni [rupa] yang memiliki motif dan karakterisitik tersendiri, yang menunjukkan adanya pengambilan pada sumber karya sastra tertentu dan menampilkan pengaruh dari "dunia pewayangan". Nilai-nilai estetik banyak dipengaruhi oleh poetika Sansekerta, yakni yang disebut srengara rasa, yang mencangkup vipralambha-srengara dan sambhoga-srengara, sebagai unsur yang esensial di samping sembilan rasa [nawa rasa] lainnya.**"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"ABSTRAK
Permasa1ahan pokok yang di bahas da1am penelitian ini adalah masalah penokohan Kebo Iwa (Kebo Taruna) dalam KKTN, dan terkait dengan itu dimaksudkan juga untuk mengungkapkan citra tokoh termasuk dalam beberapa karya sastra dan cerita rakyat Bali khususnya. Pentingnya permasalahan di atas dikaji, terutama didasarkan pada alasan, karena Kebo Iwa sebagai protagonis dalam karya sastra tersebut. Di samping itu, ia juga tokoh sejarah, sekaligus tokoh yang banyak mendapat perhatian dalam legenda atau cerita rakyat setem­pat, misalnya berkaitan dengan pendirian bendungan irigasi, atau pura-pura kuno atau peninggalan purbakala lainnya.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengungkapkan penokohan Kebo Iwa sebagai protagonis dalam KKTN, baik dari aspek fisiologis, psikologis, dan secara sosiologis. Di sampng KKTN, sumber data pendukung juga dambil dari kakawin Gajah Mada(KGM) dan cerita rakyat yang meceritakan tokoh termaksud.
Untuk kepentingan pene1itian tersebut, maka metode pendekatan yang di terapkan berkaitan dengan permasa1ahan di atas adalah pendekatan struktural sastra, yang dalam hal ini dipusatkan pada salah satu unsurnya yaitu aspek tokoh. Namun secara tidak 1angsung juga tetap menyinggung unsur yang lainnya, misalnya alur, dan tema, ataupun latar. Berdasarkan analisis yang dilakukan, hasil penelitian menunjukkan wujud verbal dari teknik penokohan Kebo Iwo sebagai Protagonis, bahwa ia adalah tokoh bulat (round character).
Citra dirinya sebagai tokoh dalam karya sastra dan cerita rakyat setempat menunjukkan adanya variasi sudut pandang. Hal ini bisa saja terjadi karena ia adalah tokoh dalam masyarakat kolektif. Sebagai Protagonis dalam KKTN, ia dicitrakan sebagai tokoh yang jujur, sakti/kuat dan ikhlas berkorban demi cita-cita persatuan Nusantara. Sementara dalam cerita rakyat ia dikatakan tokoh raksasa, tetapi sifat kemanusiannya sangat tinggi, sehingga ia lebih sebagai tokoh legendaris yang dihubungkan dengan asal-usul pendirian bendungan irigasi, permandian, atau pura-pura kuno yang ada di Bali."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"ABSTRAK
Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah masalah aspek kodikologi naskah [H]an, kepengarangannya serta pendekatan terhadap bentuk, bahasa dan strukturnya. Pentingnya permasalahan ini dikaji, pertama dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan memperkenalkan jenis-jenis naskah Bali umunya dan [H]an khususnya yang tersimpan dalam koleksi FSUI serta menginformasikannya kepada masyarakat pernaskahan yang lebih luas, disamping itu, juga dimaksudkan untuk mengungkapkan secara global aspek [H]an abik yang berkaitan dengan pengarang dan kepengarannya ataupun berkaitan bentuk, bahasadan strukturnya sebagai sebuah karya sastra Kakawin liris."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"ABSTRAK
Masalah pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang pencitraan wanita sebagaimana diungkapkan di dalam satua-satua Bali. Penelaahan terhadap masalah tersebut pada dasarnya dilakukan karena ungkapan yang berkenaan dengan kewanitaan terlihat sangat jamak di dalam satua-satua Bali itu. Kajian terhadap masalah ini dimaksudkan untuk: (1) mengungkapkan citra wanitanya, terutama yang menyangkut nilai-nilai kewanitaan yang terkandung di dalamnya, dan berkaitan dengan itu (2) melalui kajian atas ungkapan-ungkapan tersebut untuk mengetahui pola pemikiran dan latar belakang sosial-budaya yang bertautan dengan peranan wanita di dalam tradisi lisan (orality) terutama dalam tradisi nyatua dalam masyarakat Bali serta dalam konteksnya dengan dominasi budaya purusaisme ataupun androginus pada umumnya.
Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini pada prinsipnya adalah analisis isi (content analysis). Nnmun sejauh itu juga disadari, bahwa dalam penelahaan terhadap nilai-nilai kewanitaan yung merupakan unsur isi dari satua-satua Bali itu tidak secara kese1uruhan terintegrasikan ke dalam pendekatan struktur yang lengkap. Melainkan hanya sepanjang berkaitan dengan kepentingan di atas baru disinggung --terutama masa1ah tokoh secara singkat. Dalam hal itu juga didukung oleh adanya konsep gander dan teori nilai berkenaan dengan kritik sastra feminis. Untuk itu pengambilan data dari sumber data sekunder ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun satua-satua Bali yang dijadikan sumber datanya telah dikelompokan atas jenis satua-satua Bali yang sangat banyak menggunakan judul dengan tokoh wanita dan jenis satua yang tidak menggunakan tokoh wanita, ataupun fable.
Dari analisis yang dilakukan dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu: (1) secara umum pencitraan wanita di dalam satua-satua Bali tidak dapat dilepaskan dari sistem nilai sosio-kultural dan sosio-historis yang melatarbelakangi kehidupan masyarakat Bali itu sendiri, (2) pencitraan wanita di dalam satua-satua dengan jelas diungkapkan terutama dalam kaitan dengan perannya: sebagai ibu dan Dewi Kesuburan, wanita ideal atau sebaliknya, yakni wanita (ibu tiri) yang serakah, wanita (putri perawan atau perempuan tua/monopause) sebagai perawat atau penyupat laki-laki atau makhluk lainnya yang terkena kutukan ataupun sihir jahat untuk kembali menjadi manusia atau pulang ke Hyang Mahasumber-Nya, 3) pencitraan wanita yang terungkap ituterbukti menunjukkan adanya sesuatu "warna" yang merupakan telah masuknya perbagai pengaruh dari budaya lainnya terhadap budaya Bali sejak waktu yang berabad-abad lamanya."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"ABSTRAK
Naskah Panugrahan [NP] No. 42 LKB 6b ini merupakan salah
satu jenis naskah Bali pada koleksi PNR1, Jakarta yang berisi
berbagai informasi dan keterangan tentang berbagai peristiwa
hukum, sangat penting untuk ditelusuri baik dari segi bentuk
maupun isi yang dikandungnya. Namun, baik para filolog, ahli
bahasa, atau pun hukum belum banyak menjadikan jenis NP ini
sebagai objek penelitiannya. Uleh karena itu dalam penelitian
singkat ini dipjlih Salah satu [secara acak] dari 10 peti NP
yang ditemukan. Pemilihan atas NP sebagai obyek dalam peneli-
tian ini secara khusus dimaksudkan mengidentifikasi dan
memperkenalkan NP kepada masyarakat dunia pernaskahan serta
untuk mengungkapkan keragaman isi yang dikandungnya.
Pokok permasalahan yang ditelnah berkenaan dengan teks
NP ini titekankan pada aspek isinya yang antara lain menyang-
kut masalah: gadai sawah/tanah dan kebun kopj. penJam-memin-
jam uang dengan jaminan [kantuh] berupa sawah/tannh atau
kepun kopi, jual-beli sawah/tanah atau kebun kopi dan aphinm,
dan masalah yang berkaitan dengan batas areal persubakan.
Tetapi berkenaan dengan penelaah pokok permasahan tersebut,
dalam penelitian ini juga diawali dengan melakukan deskripsi
tcrhadap NP itu sendiri serLn penelusuran terhndnp bontuknyn.
Sebelum menelaah isi teks, dalam tahap awnl diternpnkan
mctode kerja filologi yang dimaksudkan untuk mengidentifikn-
si, mengklasifiknsi dan mendeskripsiknn, mvngungkupkan ]nLnr
bolakang nasknh --Serta mengarjakan trans]iLernsinyn. Selan-
jutnya dilnkukan annlisis data yang berpedomnn pada teks NP
dongnn menggunakan metode content analysis yang dimaksudknn
untuk mengungkapkan berbagai aspek isi yung terkandung di
rlnflmn tnks NI? ini. linri nn.-\]isis ini yung rlilnlaulum ¢ln|>.~|I.
dilsnrik kvsinupmslnn, unl.n|~u lnin: [1] Lc-ks NI? mlnluh raulnh
Janis nnskah yang berlsi bcrhagni kasns Lentnng huknm LovuLn-
ma yang berkenaan dongan masalah portnnnhan; [2] teks NP yang
ditulis di atas rontal ljdi ntnu embet-embetan bennuknya
adalah berupa prosa yang sering disebut pucn-pu1erjng/parir-
ing menggunaknn hahasa Bali dalam ragnm Bnsa Bali Alas Mider;
[3] aspek isi yang terkandung di dalam Lcks NP baik yung
berkenaan dengan gadai sawah/tunnh, pinjam~meminjnm uang,
jun]-heli sawnh/banah, dan persubakan pndn dasarnya terhnit
dengan pernturan dan Lata hukum adat [awig-uwig] masyaraknt
setempnt --dan sejauh itu, teks NP membukLiknn adanya pengu-
ruh birokrnsi dan tata hukum pemerintah Hindia-Belnnda; [4]
sampai saat ini teks NP masih tetap panting fungsinya bagi
lnnsynrnknt, Bali baik berkaitan dengan sixhvnr adat~istiadat
dan keagamaannya serta sosio-ekonomi masyarakatnya nLnupun
duniu ilmu pongetahuan pada umumnya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"Disertasi ini mengkaji teks Putru Kalpasan PK MM yang merupakan salah satu genre sastra-tutur, khususnya tutur-eskatologis. PK MM merupakan teks sakral yang digunakan sebagai tuntunan praktis dalam tata upacara penyucian dan pemujaan roh leluhur yang disebut ritual ddha pada masa Jawa Kuno. Di antara keenam teks Jawa Kuno yang digunakan, empat naskah berupa lontar Borassus flabellifer , yang ditulis dengan aksara Buda, dan dua naskah kertas beraksara Jawa Baru. Kajian kritik teks textual criticism dengan metode stemma dari Karl Lachmann 1850 . Metode edisi teks yang ditempuh adalah edisi diplomatik secara paralel paralel diplomatic edition and edisi kritik.Kajian eskatologi, khususnya dari sudut personal eschatology eskatologi-kal pasan mengasilkan temuan cukup signifikan. Pertama, teks PK MM ini merupakan teks pertama dalam khazanah naskah Jawa yang menerangkan tata upacra sesaji ddha dari masa Jawa Kuno. Kedua, konsep kal pasan absorption yang dipahami sebagai ldquo;pembebasan rdquo; roh dari noda daamala pada ritual hambukur menjadi conditio sine quanon dalam pembayatan pitara menjadi Dewa Pitara ldquo;jiwa menjadi dewa rdquo; . Ketiga, penggubah teks PK Merapi-Merbabu menampilkan pemikiran eskalotogis dengan berpusat pada kosmologi Jawa, yakni mendudukkan Bhara Guru sebagai dewa tertinggi di Winduppt, kahyangan tertinggi dari 29 swarga. Hal ini menggambarkan adanya kesinambungan pemikiran keagamaan dari masa Jawa Kuno abad ke-9 mdash;15 M yang diwariskan sebagai teks kosmo-eskatologis dalam tradisi Sastra-Ajar di gunung Merapi-Merbabu pada abad ke-16 Masehi. Kata Kunci: Putru Kal pasan, eskatologi Jawa Kuno, sajirddha, Dewa Pitara, Sastra-Ajar, skriptorium Merapi-Merbabu.

ABSTRACT
This dissertation examined the text Putru Kal pasan PK which is one of tutur literary genres, especially an eschatological-tutur. PK Merapi-Merbabu is a sacred text that is used as a practical guidance for rites of purification and worship ancestral spirits called Shr ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ddha. Among the six of Old Javanese texts used, there are four palm-leaf manuscripts Borassus flabellifer written in the so-called Buda, and two paper manuscripts in the Javanese alphabets. The study of textual criticism with stemma method of Karl Lachmann 1850 . Text edition method applied are a parallel diplomatic edition and critical edition. To understand the meaning of the lsquo;content rsquo;, this edtion is completed by translation into Indonesian. Eschatological studies, particularly from the point of personal eschatology kal ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?pasan results in several significant findings. First, the text PK Merapi-Merbabu is the first text found in the treasures of the Java script in detail explaining the rites of offerings from the Old Javanese for Shr ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ddha ritual purposes. Second, the concept kal ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?pasan absorption understood as liberation of the soul of da ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?amala stains in the hambukur has become conditio sine quanon in purification pitara to become Dewa Pitara ancestral spirits who become a god . Third, the author of text PK featuring eskalotogical thought with a focus on Javanese cosmology puts Bh ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ara Guru as the supreme god in Windup ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?p ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?t, the highest celestial of 29 heavens. It is illustrates the continuity of religious thought from the Old Javanese era in the 9th mdash;15th century that inherited as a cosmo-eschatological text into the Sastra-Ajar tradition in the Merapi-Merbabu volcano in the 16th century. Keywords: Putru Kal ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?pasan, Old Javanese eschatology, Bh ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ara Guru, Shr ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ddha offerings, Dewa Pitara, Sastra-Ajar, scriptorium of Merapi-Merbabu volcano."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2471
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library