Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 406 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monica Sari Dewi
"Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia dan di Indonesia yang diakibatkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan tuberkulosis merupakan pengobatan jangka panjang dengan memberikan obat dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat antibiotik. Salah satu obat yang paling umum digunakan adalah Isoniazid. Sediaan Isoniazid yang beredar secara komersial umumnya tersedia dalam bentuk tablet. Pasien pediatri umumnya mengalami masalah dari segi farmakoterapi obat yaitu kesulitan dalam menelan obat, terutama obat sediaan padat.
Peracikan obat dalam bentuk serbuk menjadi solusi utama dalam mengatasi hal tersebut, namun obat racikan serbuk menimbulkan permasalahan di praktik kefarmasian. Sediaan racikan extemporaneous dibuat untuk menggantikan obat racikan serbuk karena dinilai memiliki stabilitas yang lebih baik dan dapat menutupi rasa pahit dari obat dalam bentuk racikan serbuk sehingga cocok untuk pasien pediatri.
Dalam review artikel ini akan dibahas mengenai stabilitas isoniazid dalam sediaan oral cair extemporaneous untuk pasien pediatri, dan faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan extemporaneous.

Tuberculosis is one of the major causes of death in the world and in Indonesia that comes from an infection by Mycobacterium tuberculosis. The treatment for curing Tuberculosis is a long-term treatment by giving drugs in combination of several types of antibiotic. One of the most commonly Tuberculosis drugs is Isoniazid. Isoniazid commercially available in tablet form. Some patients, especially the pediatric have problems in swallowing drugs that were formulated in solid or tablet form.
Compounded drug in powder form becomes the main solution to resolve this problem, however the powder concoction drugs has some problems in pharmaceutical practice. Those problems made the pharmacists began to formulate extemporaneous preparation to replace the powder concoction because extemporaneous formulation considered to have better stability and could mask the bitter aftertaste of drugs in powder concoction, making its suitable for pediatric.
This article review highlights the stability of isoniazid in extemporaneous oral liquid preparations for pediatric, also the main factors of the stability in extemporaneous preparations.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savira Riantika
"Prevalensi gastroesophageal reflux disease GERD pada anak berkisar 7-20%. Omeprazol merupakan obat golongan proton pump inhibitor PPI yang digunakan untuk mengobati penyakit GERD, khususnya pada pasien anak. Kelompok pasien tersebut membutuhkan obat dalam bentuk cair, namun secara komersial omeprazol hanya tersedia dalam bentuk kapsul dan tablet, sehingga penggunaan omeprazol untuk anak membutuhkan peracikan. Omeprazol memiliki rasa yang pahit serta memiliki masalah terhadap stabilitasnya. Hal tersebut dapat diatasi dengan mensuspensikan omeprazol dalam larutan natrium bikarbonat 8,4% dengan penambahan agen pensuspensi dan eksipien lain yang dapat membantu meningkatkan stabilitas omeprazol dalam suspensi oral. Namun, di Indonesia peracikan omeprazol dalam suspensi belum banyak dilakukan. Berdasarkan basis data, tiga artikel yang menyajikan data stabilitas fisika, kimia, dan mikrobiologi omeprazol yang diracik dari bentuk kapsul dan serbuk dalam larutan natrium bikarbonat 8,4% dengan metode pelarutan yang berbeda diulas dalam artikel ini. Racikan suspensi oral omeprazol dari ketiga artikel yang diulas tersebut lebih stabil secara fisik, kimia, dan mikrobiologi hingga 30 hari dan 90 hari pada penyimpanan di suhu kulkas, namun tidak stabil pada suhu ruang. Faktor utama yang mempengaruhi stabilitas dari omeprazol dalam suspensi oral adalah pH dan kondisi penyimpanan.

The prevalence of Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) is 7–20% of the pediatric population. Omeprazole is a proton pump inhibitor (PPI) used in the treatment of GERD, especially for pediatric patients. These patients require oral medication in liquid dosage form, but, omeprazole for oral use is available only as hard gelatin capsules and tablets, so that the uses of omeprazole for pediatric is needed to be extemporaneously compounded. To overcome this, Omeprazole is resuspended in an 8.4% sodium bicarbonate solution with the addition of other suspension and excipient agents to increase the stability of omeprazole as an oral suspension. However, the compounding of Omeprazole in suspension has not been done in Indonesia. From the database, three articles presenting the physical, chemistry, and microbiology stability of Omeprazole formulated from capsules and powders in an 8.4% sodium bicarbonate solution by different dissolving methods are reviewed in this article. The oral suspension of Omeprazole from all three articles was reviewed physically, chemically, and microbiology for up to 30 days and 90 days on storage at the refrigerator temperature, but unstable at room temperature. The main factors affecting the stability of omeprazol in the oral suspension are the pH and storage conditions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supaporn Sangouam
"Objective: To assess the oral health status and oral hygiene habits of the dependent elderly in Muang Phitsanulok,
Thailand. Methods: 70 dependent elderly with an activity of daily living score of 0 - 4 were selected for this study
using a convenience sampling technique. Both participants and their caregivers were interviewed and an oral
examination was carried out on all subjects. Information regarding demographics, oral health care habits, and oral
health status including dental caries, remaining dentition, and occluding pairs of teeth was collected. The data was
analysed using descriptive statistics. Results: Results showed that 82.1% of the participants had at least one carious
lesion. 62.9% of subjects possessed their natural dentition, however 52% of those did not have any occluding teeth.
The majority of the edentulous group were categorised as a low socioeconomic status. Interestingly, none of the
dentate group reported ever flossing their teeth, 31.9% brushed their teeth twice daily, and 14.3% reported that they
did not employ any oral hygiene methods. Additionally, it was found that the caregivers played a major role in the
oral health care of the dependent elderly. Conclusion: The oral health of the dependent elderly is generally poor,
especially amongst the low socioeconomic community. The subject’s declining dexterity and increase of general health risks limits their ability to maintain acceptable oral health."
Naresuan University, Faculty of Dentistry, Department of Preventive Dentistry, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mailani Wulandari
"Asuhan Keperawatan Kerusakan Gigi Melalui Tindakan Oral Hygiene Menggunakan Larutan Garam dan Sodium Bicarbonate Di Panti Sosial Tresna WerdhaPeningkatan jumlah penduduk di perkotaan memicu timbulnya masalah kesehatan terutama pada kelompok rentan yang salah satunya adalah populasi lansia. Masalah kesehatan yang sering terabaikan pada lansia adalah masalah kesehatan gigi dan mulut. Tujuan studi kasus ini adalah untuk menganalisis hasil praktik klinik pada lansia dengan masalah kerusakan gigi melalui intervensi oral hygiene menggunakan larutan air garam dan sodium bicarbonate. Praktik klinik dilakukan di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung selama tujuh minggu terhadap tiga orang lansia dengan melakukan intervensi oral hygiene dengan menggunakan sendok teh garam dan sendok teh sodium bicarbonate yang dilarutkan dalam 250 ml air hangat dan dilakukan minimal dua kali sehari. Hasil akhir pengukuran status oral health pada lansia menggunakan Oral Health Assessment Tool OHAT menunjukkan adanya peningkatan status kesehatan mulut, seperti tidak adanya sisa makanan, plak, mukosa lembab, lidah bersih dan berwarna merah muda serta nyeri yang berkurang. Selain itu, didapatkan peningkatan nafsu makan dan status mental terutama pada komponen mengingat. Diharapkan adanya peran serta dari perawat dan care giver untuk membantu lansia melakukan oral hygiene dan mencuci mulut dengan larutan garam dan sodium bicarbonate minimal dua kali sehari guna meningkatkan status kesehatan mulut dan kualitas hidup lansia.

Nursing care of Elderly with Impaired Dentition Through The Action of Oral Hygiene Using A Solution of Salt Water and Sodium Bicarbonate at Elderly Social InstitutionDensity of population in urban areas triggered the onset of health problems especially on vulnerable groups, one of which is the elderly population. Health problems that are often neglected in the elderly is the oral health problems. The purpose of this case study is to analyze the results of the clinical practices on the elderly with the problem of impaired dentition through the intervention of oral hygiene by using a solution of salt water and sodium bicarbonate. Clinical practice was performed at Elderly Social Institution Budi Mulia 1 Cipayung for seven weeks against three elderly people intervene with oral hygiene and wash the mouth using a teaspoon salt and teaspoon of sodium bicarbonate that dissolved in 250 ml of warm water and conducted a minimum of twice a day. The final results of the measurements of oral health status in the elderly using Oral Health Assessment Tool OHAT showed an increase in oral health status. In addition, there was an increase in appetite and mental status, especially in the recall component. It is expected that the participation of nurses and care giver to help elderly perform oral hygiene and washing the mouth with salt and sodium bicarbonate solution at three times a week to improve the oral health status and quality of life of the elderly."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Elteria
"Cryotherapy Oral telah terbukti secara ilmiah sebagai terapi non farmakologi untuk menurunkan angka kejadian mukositis oral. Dengan menurunnya angka kejadian mukositis oral, maka dapat dipastikan kenyamanan dan kualitas hidup pasien bertambah, lama dan biaya rawat menurun, sehingga kualitas hidup maksimal. Ketika pasien merasa nyaman, maka pasien akan kooperatif dalam menjalani tindakan kemoterapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah dengan pemberian ice cubes Normal Saline 0,9 % berpengaruh terhadap penurunan mukositis oral pada pasien KNF yang menjalani kemoterapi Fluorouracil (5FU). Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen. Sebanyak 94 pasien KNF yang dipilih menggunakan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan kelompok intervensi yang diberikan cryotherapy oral Normal Saline 0,9% mengalami grade mukositis lebih rendah (p=0,001). Faktor confounding yang meliputi usia, jenis kelamin, oral hygiene dan riwayat merokok tidak berhubungan dengan kejadian mukositis oral dengan nilai (p >0,05). Penelitian ini diharapkan dapat acuan dan meningkatkan pengetahuan perawat serta mendorong untuk meningkatkan tindakan keperawatan mandiri yang profesional.

Oral cryotherapy has been scientifically proven as a non-pharmacological therapy to reduce the incidence of oral mucositis. With the decline in the incidence of oral mucositis, patient’s comfort improved, the length of stay and cost of care decreases, and maximum quality of life is achieved. The aim of this study is to see whether the administration of ice cubes Normal Saline 0,9% affects the decrease in oral mucositis in Nasopharingeal Cancer (NPC) patients undergoing Fluorouracil (5FU) chemotherapy. This study used quasi experiment method. A total of 94 NPC patients were selected using a consecutive sampling technique. The result showed that the intervention group given oral cryotherapy Normal Saline 0,9% had a  lower mucositis grade (p=0,001). Confounding factors which included age, sex, oral hygiene and smoking history were not associated with the incidence of oral mucositis with a value (p>0,05). This research is expected to increase nurses’ knowledge and also encourage nurse to improve independent nursing professional care plan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T53145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patoni
"Latar belakang: Pendamping lanjut usia (lansia) di panti sosial dalam menjalankan perannya sebaiknya memiliki Oral Health Literacy (OHL) dan pengetahuan terkait kanker mulut yang baik, sehingga dapat memberikan pelayanan terkait kesehatan gigi dan mulut yang baik bagi lansia yang didampinginya. Saat ini belum ada penelitian mengenai OHL dan pengetahuan tentang kanker mulut pada pendamping lansia yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) DKI Jakarta. Tujuan: Menganalisis faktor sosiodemografi terkait OHL dan pengetahuan tentang kanker mulut pada pendamping lansia di PSTW binaan Dinas Sosial DKI Jakarta. Metode: Penelitian ini adalah studi observasional potong lintang pada pendamping lansia di PSTW binaan Dinas Sosial DKI Jakarta menggunakan kuesioner HeLD-ID dan kuesioner pengetahuan tentang kanker mulut yang sudah digunakan pada penelitian sebelumnya. Hasil: 129 dari 196 pendamping lansia dengan rerata usia 35,12±10,97 tahun di 6 PSTW binaan Dinas Sosial DKI Jakarta bersedia mengikuti penelitian (Respon rate 65,8%). Total skor OHL responden adalah 3,08±0,65. Domain Understanding mempunyai skor tertinggi dan domain dan Communication mempunyai skor terendah. Skor OHL tidak dibedakan oleh usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, kebiasaan merokok, minum alkohol, mengunyah tembakau dan menyirih (p>0,05). Skor OHL dibedakan oleh tingkat pendidikan dan pengalaman kunjungan ke dokter gigi (p<0,05). Tingkat pengetahuan tentang faktor risiko dan tanda awal kanker mulut pada responden penelitian masih rendah. Kesimpulan: Disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman kunjungan ke dokter gigi membedakan skor OHL pada pendamping lansia. Tidak ada faktor yang membedakan tingkat pengetahuan tentang faktor risiko dan tanda awal kanker mulut. Namun, perlu dilakukan upaya perbaikan tingkat pengetahuan terkait kanker mulut pada kelompok populasi ini.

Background: It is important for the elderly caregivers who work in the nursing homes to have good Oral Health Literacy (OHL) and oral cancer awareness to give optimal service to related oral health to the elderly whom they are working with. Until now, study related to OHL and oral cancer awareness among elderly caregiver is lacking. Objective: To analyze sociodemographic factors related to OHL and oral cancer awareness in the elderly caregiver of nursing homes in DKI Jakarta. Methods: This is a observative cross-sectional study on the elderly caregivers of nursing homes in DKI Jakarta, using previously validated questionarre of HeLD-ID and oral cancer awareness. Results: 129 out of 196 elderly caregivers (mean age 35.12±10.97 score) participated in the study. The OHL total score was 3.08±0.65 with Understanding domain had the highest and Communication domain had the lowest score. The score of OHL was not significantly differed by age, gender, occupation, smoking habit, alcohol habit, betel and tobacco chewing (p> 0.05). The score of OHL was significantly differed by level of education and experience of dental visit (p<0.05). There were 116 (89.9%) participant who had heard about oral cancer, however the level of knowledge on oral cancer risk factors and early sign of the caregiver was still low. None of the sociodemographic factors, habits or dental visits significantly differed the level of both a aspects of oral cancer (p>0.05). Conclusion: This study showed that OHL of elderly caregiver was significantly differed by level of education and experiences of dental visits. No factors influence the level of oral cancer knowledge on risk factors and early signs. However, there is to improve the knowledge of oral cancer in this population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iin
"Bayi prematur sulit untuk mencapai kemampuan minum akibat imaturitas sistem pencernaannya. Kondisi ini menyebabkan perawatan yang lebih lama di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas gabungan stimulasi oromotor dan pemberian nonnutritive sucking terhadap kecepatan minum bayi mencapai fullfeed, peningkatan volume minum, peningkatan berat badan, dan kesiapan minum bayi prematur. Rancangan penelitian ini adalah randomized control trial dengan desain paralel yang melibatkan jumlah sampel sebanyak 52 bayi prematur. Responden yang mendapatkan stimulasi oromotor dan pemberian nonnutritive sucking sebanyak 26 bayi prematur (kelompok intevensi) dan yang mendapatkan perawatan rutin RS sebanyak 26 bayi prematur (kelompok kontrol). Hasil penelitian mengidentifikasi rerata kecepatan minum bayi mencapai fullfeed pada kelompok intervensi dan kontrol (10,04, 9,73, p<0,001), Peningkatan berat badan yang signifikan pada kelompok intervensi dan kontrol (2,392,2,204,p< 0,001), dan terdapat rerata peningkatan volume minum pada kelompok intervensi dan kontrol (33,65, 29,9, p<0,001). Intervensi stimulasi oromotor dan pemberian nonnutritive sucking dapat menjadi alterrnatif tindakan perawat untuk mengatasi masalah kesulitan minum pada bayi prematur.

Premature babies find it difficult to achieve the ability to drink due to the immaturity of their digestive system. This condition leads to a longer stay in the hospital. This study aims to determine the combined effectiveness of oromotor stimulation and non-nutritive sucking on the speed of feeding babies to reach full feed, increasing drinking volume, increasing body weight and readiness to drink premature babies. The design of this study was a randomized control trial with a parallel design involving a sample of 52 premature infants. Respondents who received oromotor stimulation and nonnutritive sucking were 26 premature babies (intervention group) and 26 premature babies who received routine hospital care (control group). The results of the study identified that there was an increase in the speed of infant feeding reaching full feed in the intervention and control groups (10.04, 9.73, p<0.001), weight gain in the intervention and control groups (2,392.2,204, p<0.001), there was an increase in volume drinking in the intervention and control groups (33.65, 29.9, p<0.001). and an increase in drinking readiness after the intervention in the intervention and control groups showed an increase (10.04% ,9.73%). Oromotor stimulation and the provision of nonnutritive sucking can be an alternative action for nurses to overcome the problem of drinking difficulties in premature infants."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risqa Rina Darwita
"The dynamic of Zinc (Zn) concentration was determined in saliva and blood serum related to periodontal treatment need of student Faculty of Dentistry. The Zn concentration was determined by using atomic absorption spectrometer, and questionnaire was used to measure stress condition and CPITN index was examined by using the standard hand instruments and WHO probe. Almost of concentration of Zn in saliva and blood serum were decrease significantly (p<0,001 & p<0.0S)) in stress condition. While CPITN index was increase significantly in stress condition (p<0.000I). These results suggest that Zn is linked to oral saliva ecosystem under physiological stimuli, and than Zn accumulates in the salivary gland during saliva enzyme activities. This condition supported the occur of periodontal disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Harum Sasanti
"Telah diteliti secara klinis dan laboratoris terhadap 22 orang pasien penderita SAR dengan tujuan untuk mengetahui riwayat klinisnya dan kadar zinc dalam darah pasien pasien tersebut.
Hasilnya:
Dari 22 orang yang diteliti, terdapat 16 orang laki laki usia antara 16 - 77 tahun dan 6 orang wanita antara usia 19-34 tahun. Yang termasuk SAR minor 18 orang, SAR mayor 3 orang, dan SAR tipe herpes 1 orang. Berdasarkan jumlah lesi yang timbul pada satu saat serangan, 59,90% dengan lesi kurang dari 5, dan 40,10% dengan lesi lebih dari 5. Frekwensi kekembuhan dalam 1 bulan sekali 4 orang, sebulan 2 kali, 10 orang, sebulan 3 kali 2 orang, dan lebih dari 3 kali sebulan ada 6 orang.
Lamanya kesembuhan lesi berkisar dari 3 hari sampai lebih dari 14 hari. Tetapi yang terbanyak, lebih dari 7 hari.Yang kemungkinan ada hubungannya dengan faktor keturunan ada 7 orang, berdasarkan anamnesa adanya anggota keluarga lainnya yang juga sering mengalami SAR.Lamanya SAR berlangsung berkisar antara 3 hari sampai lebih dari 2 minggu.Pada umumnya antara 7-10 hari. Hasil pemeriksaan kadar Zinc dalam darah, yang terendah adalah 0,karena terlalu rendah sehingga tidak terdeteksi oleh cara AAS.Yang tertinggi adalah 9,4000 ppm. Terdapat 18 orang (82 %) yang kadar zinc dalam darahnya dibawah normal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hartaniah Sadikin
" LATAR BELAKANG
Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab utama angka kesakitan dan angka kematian pada balita. Telah dilakukan usaha terus-menerus untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas diare, namun masih ada dugaan bahwa belum seluruh masyarakat terutama ibu dan petugas kesehatan melakukan tatalaksana diare secara besar.
Angka kesakitan diare di Indonesia dewasa ini diperkirakan antara 120-300 kejadian per 1000 penduduk per tahun, 60-80% di antaranya terdapat pada balita. Dari sejumlah ini diperkirakan sebanyak 1% akan menderita diare dehidrasi berat dengan angka kematian sekitar 175.000 per tahun, di antaranya terdapat 135.000 bayi dan anak balita (Ditjen PPM & PLP Depkes, 1990). Di negara sedang berkembang, 45 % populasi adalah anak berumur kurang dari 15 tahun, dengan jumlah balita sebanyak 20% (BPS, 1979). Di Indonesia, pada tahun 1987 terdapat 39,4 % anak berumur kurang dari. 15 tahun, dari sejumlah ini terdapat balita sebanyak 12,6 % (Grant, 1989).
Selain itu diare jugs merupakan penyebab utama gizi kurang, yang akhirnya dapat menimbulkan kematian karena penyebab lain, misalnya infeksi saluran nafas. Sebagian besar angka kematian diare ini diduga karena kurangnya pengetahuan masyarakat terutama ibu, mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan diare dehidrasi (Munir, 1982).
Tinggi rendahnya angka kejadian diare ini dalam masyarakat ditentukan antara lain oleh : 1). Faktor lingkungan dan 2).Faktor perilaku masyarakat. Kedua faktor ini memegang peranan yang penting dalam mencegah dan menanggulangi diare, sehingga untuk dapat menunjang program pembangunan nasional di bidang kesehatan yang bertujuan mencapai " Sehat untuk semua pada tahun 2000 ". harus mendapat perhatian yang besar ( Sunoto, 1986).
Sernboyan atau motto yang berbunyi " Pengobatan diare mulai di rumah dan penderita diare sebenarnya tidak perlu meninggal " telah dicanangkan sejak 15 tahun yang lalu. Sejak itu telah dipromosikan Oralit dan URO (Upaya Rehidrasi Oral), namun usaha tersebut belum mencapai sasaran pada seluruh lapisan masyarakat dan bahkan para petugas kesehatan pun masih banyak yang belum menggunakannya (Ismail, 1990).Hingga kini, masih saja ada masyarakat yang beranggapan bahwa (1). Diare merupakan gejala anak mau bertambah pintar, ngenteng-ngentengi "indah", dan sebagainya ;(2). Perlu menghentikan makanan dan minuman sehari-hari. tarmasuk ASI, selama diare; 3). Perlu memberikan obat. baik obat tradisional (jamu). daun jambu, popok daun-daunan. kerikan, maupun obat modern, baik yang harus dibeli dengan resep dokter, maupun yang dapat dibeli bebas di apotik atau di toko obat . Keadaan di atas kiranya sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat terhadap penyakit diare dan perilaku masyarakat ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan. lingkungan, keadaan social ekonomi, peranan tenaga penyuluh kesehatan, dan sebagainya (Ismail. dkk., 1986)
Dalam upaya mencapai "Sehat Untuk Semua" masih dirasakan kurangnya sumber daya yaitu tenaga, dana dan sarana-prasarana.
Untuk ini perlu peran serta masyarakat, khususnya ibu, yang mempunyai perilaku yang menunjang, yang selanjutnya juga berperan sebagai 'dokter' terdekat bagi keluarga. terutama bagi anaknya. Khusus pada diare. peran ibu ini sangat penting dalam usaha pencegahan dan penanganannya.
Peran ibu ini menjadi sangat penting karena di dalam merawat anaknya, ibu seringkali berperan sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan anak, yaitu dalam hal memberi makan, memberi perawatan kesehatan dan penyakit, memberi stimulasi mental (Titi Sularyo dkk., 1984). Dengan demikian bila ibu barperilaku baik mengenai diare, ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare dengan baik.
Akhirnya penelitian mengenai seberapa jauh peran serta masyarakat terutama ibu. khususnya perilaku ibu mengenai diare pada balita dan penanganannya, perlu dilakukan, yang setahu peneliti, penelitian seperti ini belum pernah dilakukan di Bagian Anak FKUI/RSCM Jakarta
"
1991
T 6593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>