Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1674 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: IEEE Press, 1974
306.4 TEC
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Blois, Lukas de
New York: Routledge, 1997
930 Blo kt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bandung: Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Luar Negeri bekerjasama dengan Alumni, 1984
959.8 KAP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Menadue, Cynthia
Sydney : John Ferguson, 2000
952.047 MEN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Silverman, Max
London : Routledge, 1999
944.082 SIL f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Desvalini Anwar
"Penelitian ini mencoba menganalisis perubahan representasi Asia dalam enam buah wacana Anglo-Keltik semenjak tahun 70-an hingga tahun 2000 yakni; drama The Floating World karya John Romeril (1973), buku sejarah All For Australia karya Geoffrey Blainey (1984), pidato Paul Keating (1992), cerpen Beggars dalam antologi perjalanan Hotel Asia karya Bob Gerster (1995), pidato Pauline Hanson (1997) dan teks media stasiun televisi ABC dari kamp pengungsi Woomera (2003).
Sebelum tahun 70-an, khususnya semenjak masa emas (Gold Rush) hingga berakhirnya kebijakan Australia Putih, wacana-wacana dominan Anglo-Keltik dipenuhi oleh berbagai persepsi negatif tentang Asia. Asia digeneralisasi sebagai sumber ancaman yang harus diwaspadai Australia seperti; Asia sebagai ancaman terhadap kemurnian tradisi Anglo-Keltik, Asia sebagai ancaman yang dapat menurunkan taraf kehidupan masyarakat dominan Anglo-Keltik yang tinggi, dan bahkan Asia sebagai ancaman yang ingin menginvasi wilayah Australia. Namun memasuki periode 70-an, masyarakat dominan Anglo-Keltik mulai menunjukkan perubahan sikap terhadap Asia. Program migrasi besar-besaran Australia pasca perang dunia ke dua serta kelahiran kebijakan multikultural pada tahun 1973 telah mengubah populasi Australia yang monokultur menjadi multikultur. Wacana-wacana dominan Anglo-Keltik setelah tahun 70-an ke atas tidak lagi sepenuhnya merepresentasikan Asia secara homogen dengan kata lain, Asia tidak lagi dilihat sebagai yang mewakili satu entitas. Di luar representasi Asia sebagai ancaman atau problem, berkembang pula representasi-representasi yang positif tentang Asia, seperti; Asia sebagai wilayah yang aman, Asia sebagai bangsa maju dan bahkan Asia sebagai mitra Australia dalam menciptakan kemajuan ekonomi, khususnya di wilayah Asia Pasifik. Namun memasuki tahun 2000-an representasi yang cukup positif tentang Asia digantikan oleh representasi Asia sebagai ancaman teroris bagi Australia.
Terjadinya perubahan representasi Asia dari waktu ke waktu seperti tercermin lewat wacana-wacana dominan Anglo-Keltik di atas menunjukkan bahwa representasi Asia di mata bangsa Australia sangatlah kontektual ideologis. Walaupun terdapat representasi yang bervariasi positif dan negatif tentang Asia semenjak tahun 70-an hingga tahun 2000, namun secara umum representasi-representasi yang beredar tersebut tetap mengukuhkan representasi Asia sebagai Yang Lain atau yang inferior dan sebaliknya semakin rnengukuhkan representasi Australia sebagai bangsa yang superior.
This thesis tries to analyze the changing representation of Asia in various kinds of Anglo-Celtic discourses since the 70's until the 2000 's, namely; The Floating World, a drama by John Romeril (1973), All For Australia, a history hook by Geoffrey Blainey (1954), Paul Keating's Speech " Australia and Asia: Knowing no We Are" (1992), a short story " Beggars" in Hotel Asia, a travel anthology by Bob Gerster (1995), Pauline Hanson 's Speech at the launch of One Nation Party (1997) and a media text of ABC TV Station from Woomera Detention Center (2003).
Before the 70's, particularly since the Gold Rush until the end of Australia White Policy, Anglo-Celtic discourses were filled with negative perceptions of Asia. Asia was not seen as many diverse countries but as one and as a generalized source of threat for Australia, for example: Asia as a threat for the purity of Anglo-Celtic tradition, Asia as a threat that could lower the high living standard of the Anglo-Celtic society, and even Asia as a threat that was ambitious to take over or invade Australia However, entering the year 70's the Anglo-Celtic society started to show different attitudes towards Asia. The large scale of Australia's post war migration and the establishment of multicultural policy in 1973 have changed the Australia mono cultural population into a multicultural one. As the result, the Anglo-Celtic discourses after the 70's no longer see Asia as a representation of a single entity. Apart from the representation of Asia as a threat or problem for Australia, the Anglo-Celtic discourses also represent Asia more positively--Asia as a safe and developed nation and even Asia as the Australian's partner in creating prosperity, particularly in the Asia-Pacific region. However, entering the year 2000, Asia is also represented as a source of terrorism.
The changing representation of Asia in Anglo-Celtic discourses above shows us that the representation of Asia is very political. Although the representation of Asia in Anglo-Celtic discourses since the 70's until the 2000's vary from negative to positive ones, but as a whole, it still holds on the old representation of Asia as "the Other" or the inferior" which on the other hand, will strengthen the representation of Australia as "the superior one".
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dio Catur Prasetyohadi
"This article uses concepts of magical realism by Wendy B. Faris to analyze Shakespeare's A Midsummer Night's Dream. We analyze elements of magical realism of the work in mapping discourses between the text and the real life. The chosen material object that published earlier than the theory we chose make this work contributes to describe the trace of the civilization development; event of in-betweeness of human consciousness. However, we have found that A Midsummer Night’s Dream is only a magical realism-like mode, since realism is dominant in the text as the trace of modernity. Meanwhile, the characteristics of Magical Realism that is postulated by Faris is in-between realism and fantasy as a trace of transition era; modern to postmodern."
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
810 JEN 7:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hafida Riana
"Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dipandang sebagai pewarisan nilai-nilai budaya luhur kepada generasi banga Indonesia guna mempertahankan Negaxa Kesatuan Republik Indonesia dari gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar karena diyakini dengan Pancasila sebagaj falsafah dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dipertahankan.
Dalam dunia pendidikan, substansi yang terkandung pada pasal 30 ayat (1) UUD 1945 tersebut dibagi kepada jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dan setiap pembagian dalam jenjang tersebut masih dijabarkan lagi kepada beberapa segmen namun tetap berorientasi kepada tujuan yang same. yakni dalam pembelaan negara. Salah satu bentuk konkrlt dari keterlibatan masyarakat dalam pembelaan negara adalah terciptanya keamanan dan ketertiban di tengah-tengah masyarakat.
Sebab dengan adanya suasana yang kondusif tersebut memungkinkan pembangunan dapat dilaksanakan dengan baik disegala aspek kehidupan sehingga tercapai tujuan nasional yang berarti pula dapat tercipta Ketahanan Nasional. Namun kenyataan menunjukkan bahwa rnasih banyak tindakan masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Untuk itu penulis memilih judul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam rangka Penegakkan Hukum ( Studi kasus di SMUN 22 dan 30 Jakarta dalam Perspelctif Ketahanan Nasional ) Penulis ingin mengetahui sejauh mana pelajaran tersebut membentuk perilaku siswa, meskipun disadari bahwa perilaku siswa tidaklah berdiri sendiri melainkan sangat terpengaruh dengan suasana dan perilaku masyarakat disekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari aspek proses pembelajaran PPK11 kesan yang ditangkap dari para siswa lcurang menguntungkan, hal ini disebabkan beberapa faktor antara ]ain :
a. Materi pelajaran masih teljadi tumpang tindih antara satu jenjang dengan jenjang lairmya, padahal pesan yang diterima dari kedua jenjang tersebut tidak jauh berbeda.
b. Media pengajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran PPKn masih bersifat konvensional.
c. Siswa seringkali merasa bosan dengan pembelajaran PPKn.
Meskipun demildan tingkat pengetahuan mereka terhadap substansi PPKn sangat baik, hal ini dapat dilihat dari dua aspek :
a. Nilai atau hasil ujian mata pelajaran PPKn yang dituangkan dalam buku rapor rata-rata 7.
b. Pengetahuan terhadap politik dan ketatanegaraan cukup baik.

The studies of Pancasila and Civilization is to be viewed as inheritance values of culture the New Age of Indonesian generation, in preserving the Unity of Indonesia Republic against internal and external intimidation, since it is believed that Pancasila as the basic foundation and ideology to keep the national unity.
In an education system, the substantial line which lies in the Chapter 30 Verse (1) UUD 1945, dividing the level from the Elementary to Further Education, and the each section of the group will be then separated into several segments, nevertheless the orientation of the overall goal is resting in the favor of national interest. A concrete model of community involvements in building national awareness is the establishment of moderate social security. The creation of encouraging situation would enhance a better future development in all aspects of life achieving national aims and promptly create National Safety.
However, the reality shows that there are many community actions which against national legitimate regulation. Therefore, the writer chooses a title of ?The Study of Pancasila and Civilization for Law Enforcement" (case study at the SMUN 22 and 30 Jakarta, National Safety Perspective). The starting point is writer wishes to obtain such idea to what extent it reflects student behavior, as though they were aware of their conducts is not merely depends on their own, instead it develops through social interaction with the community.
The standing point of learning process of PPKn implicitly drives a negative output, which due to several factors as follows:
a. Study material considered irrelevant with other related subjects, although the main concern of such studies are not so far in different.
b. Teaching media used as guidelines in the learning process of PPKn is exceedingly conventional.
c. Most of the times students are reluctant in learning PPKn.
However, the level of student knowledge towards the substantial of PPKn is consider advanced, and can be viewed within two measure aspects such as;
a. Result of evaluation each subject of PPKn in Student Report Book shows score at point 7 (seven)-
b. Political and States knowledge proves to an optimal level."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T6114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>