Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210904 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aurellia Syaharani
"Dalam menghadapi dinamika era BANI, perilaku kerja inovatif karyawan menjadi sangat penting untuk mempertahankan daya saing dan mencapai tujuan perusahaan. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa perilaku kerja inovatif berhubungan dengan kualitas tidur, mengingat tidur berperan dalam memulihkan sumber daya psikologis dan fisiologis yang individu butuhkan. Hubungan antara kualitas tidur dan perilaku kerja inovatif diduga dimediasi oleh occupational self-efficacy atau kepercayaan diri individu terhadap kompetensinya untuk menyelesaikan berbagai tugas dalam pekerjaan dengan sukses. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran occupational self-efficacy sebagai mediator dalam hubungan antara kualitas tidur dan perilaku kerja inovatif pada karyawan. Partisipan penelitian terdiri atas 100 karyawan Indonesia yang bekerja di Indonesia dan telah bekerja minimal 1 tahun di tempatnya bekerja saat ini (67% perempuan, M = 35,06, SD = 10,79). Kualitas tidur diukur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), perilaku kerja inovatif diukur dengan Skala Perilaku Kerja Inovatif, dan occupational self-efficacy diukur dengan Occupational Self-Efficacy Scale-Short Form (OSS-SF). Hasil analisis mediasi menemukan bahwa occupational self-efficacy memiliki peran mediasi yang signifikan dalam hubungan antara kualitas tidur dan perilaku kerja inovatif (ab = -0,2775, 95% CI [-0,6221,-0,0514]). Penemuan ini menunjukkan bahwa memperbaiki kualitas tidur akan meningkatkan occupational self-efficacy, yang pada akhirnya meningkatkan perilaku kerja inovatif.

In facing the dynamics of the BANI era, employees' innovative work behavior has become crucial for maintaining competitiveness and achieving company’s goals. Previous studies have found the association between innovative work behavior and sleep quality, as sleep restores psychological and physiological resources individuals need. The relationship between sleep quality and innovative work behavior is suspected to be mediated by occupational self-efficacy or an individual's belief about their competence to successfully accomplish job tasks. This study examines the role of occupational self-efficacy as a mediator in the relationship between sleep quality and innovative work behavior among employees. Participants were 100 Indonesian employees who work in Indonesia and had at least 1 year of tenure in their current company (67% female, M = 35,06, SD = 10,79). Sleep quality was measured using the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), innovative work behavior using the Skala Perilaku Kerja Inovatif, and occupational self-efficacy using the Occupational Self-Efficacy Scale-Short Form (OSS-SF). Mediation analysis showed that occupational self-efficacy significantly mediated the relationship between sleep quality and innovative work behavior (ab = ab = -0,2775, 95% CI [-0,6221,-0,0514]). This finding indicates that improving sleep quality can enhance occupational self-efficacy, which in turn increases innovative work behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Dwisthiyahapsari
"BUMN dan instansi pemerintahan di Indonesia mulai menyadari pentingnya keterikatan karyawan dalam menyukseskan organisasi. Salah satu indikator keterikatan karyawan yaitu komitmen afektif. Dengan menggunakan teori Conservation of Resources (COR), penelitian ini bertujuan untuk menguji peran occupational self-efficacy sebagai mediator dalam hubungan antara occupational future time perspective OFTP dan komitmen afektif. Peneliti berargumentasi bahwa individu dengan OFTP yang tinggi cenderung memandang masa depannya dipenuhi dengan banyaknya waktu dan kesempatan pekerjaan di organisasi sehingga individu berusaha mengoptimalkan kesempatan tersebut dengan menginvestasikan sumber daya personal dan organisasional dalam membangun kompetensinya. Hal ini mengarah pada peningkatan occupational self efficacy atau keyakinan karyawan pada kompetensinya dalam menangani pekerjaan dan kemudian meningkatkan keterikatan emosional terhadap organisasi yang menyediakan pekerjaan tersebut. Data diperoleh melalui survei secara luring dan daring pada beberapa BUMN dan instansi pemerintah N = 223. Data dianalisis dengan menggunakan Process Hayes macro versi 3.4 pada IBM SPSS versi 22. Hasil menunjukan adanya efek tidak langsung yang signifikan dari OFTP pada komitmen afektif melalui occupational self efficacy. Berdasarkan hasil tersebut, implikasi praktis penelitian ini yaitu organisasi dapat menerapkan program yang membantu meningkatkan OFTP dan occupational self efficacy untuk meningkatkan komitmen afektif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rosida Nurullah
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah occupational self-efficacy memediasi hubungan antara dukungan sosial dan career indecision. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan menggunakan metode korelasional dengan menggunakan sampel individu pada usia 25−44 tahun dan sedang bekerja selama minimal enam bulan N= 167). Ketiga variabel diukur menggunakan Career Decision Scale (CDS), Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), dan Occupational Self-Efficacy(OCCSEFF). Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa terdapat direct effect (= .09, .05) yang tidak signifikan dan indirect effect (r= -.52, p.05) yang signifikan, dan mengindikasikan bahwa occupational self-efficacy memediasi secara penuh hubungan antara dukungan sosial dan career indecision. Dengan kata lain, dukungan sosial harus melewati occupational self-efficacy terlebih dahulu untuk memengaruhi career indecision. 

ABSTRACT
The purpose of this study is to determine whether occupational self-efficacy mediates the relationship between social support and career indecision. This research is a quantitative study and uses a correlational method using a sample of individuals at the age range of 25−44 years and were working for at least six months (N = 167). The three variables are measured by The Career Decision Scale (CDS), Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), and Occupational Self-Efficacy (OCCSEFF). The result of mediation analysis has shown the direct effect (r= .09, p> .05) that is not significant and a significant indirect effect (r= -.52, p< .05), which indicated that occupational self-efficacy fully mediates the relationship between social support and career indecision. In other words, social support must pass through occupational self-efficacy first to influence career indecision."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Rizky Ardini
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran efikasi-diri inovasi sebagai variabel mediator dalam hubungan antara aktivitas belajar formal maupun informal terhadap perilaku kerja inovatif karyawan. Studi kuantitatif ini dilakukan terhadap 165 responden menggunakan metode accidental sampling dengan menyebarkan kuesioner daring. Adapun karakteristik sample adalah karyawan/karyawati yang bekerja di area Jabodetabek dengan rentang usia 24 – 44 tahun, masa kerja minimal 1 tahun di tempat kerja saat ini dan pendidikan terakhir minimal S1. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alat Ukur Aktivitas Belajar Formal, Alat Ukur Aktivitas Belajar Informal, Skala Efikasi-Diri Inovasi dan Alat Ukur Perilaku Kerja Inovatif. Metode penelitian ini menggunakan metode survei. Untuk pengolahan data menggunakan analisa regresi mediasi dengan aplikasi statistik SPSS 25. Hasil analisis data menunjukkan bahwa efikasi diri inovasi memediasi sebagian hubungan antara aktivitas belajar formal dan informal dengan perilaku kerja inovatif. Hasil penelitian ini mengindikasikan adanya manfaat positif dari efikasi-diri inovasi dalam hubungan antara aktivitas belajar formal dan informal terhadap perilaku kerja inovatif.

This study aims to examine the role of innovation self-efficacy as a mediator in the relationship between formal and informal learning activities on employees' innovative work behavior. This quantitative study was conducted on 165 respondents using the accidental sampling method by distributing online questionnaires. The characteristics of respondents are employees who work in the Jabodetabek area with an age range of 24-44 years, a minimum 1 year of working experience in current company and has at least Strata-1 educational background. The measuring instruments used in this research are the Formal Learning Activity Scale, the Informal Learning Activity Scale, the Innovation Self-Efficacy Scale and the Innovative Work Behavior Scale. This research uses a survey method. For data processing using mediation regression analysis with the application of SPSS 25 statistics. The results of data analysis show that innovative self-efficacy partially mediates the relationship between formal and informal learning activities with innovative work behavior. The result of this study implies the benefits of innovative self-efficacy in the relationship between formal and informal learning activities on innovative work behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendy Christantia
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku inovatif di tempat kerja dengan self-efficacy pada karyawan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan pertambangan yang menekankan inovasi pada proses operasionalisasinya. Penelitian ini diikuti oleh responden yang berjumlah 129 orang yang merupakan karyawan tetap perusahaan dengan minimal satu tahun pengalaman kerja.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan meminta kesediaan responden untuk mengisi kuesioner perilaku inovatif di tempat kerja dan self-efficacy. Penelitian ini difasilitasi skala pengukuran perilaku inovatif di tempat kerja dari Janssen (2000) dan psychological capital pada dimensi self-efficacy yang dikembangkan oleh Luthans, et al. (2007).
Hasil penelitian diperoleh hasil adanya hubungan positif signifikan antara kedua variable yaitu sebesar r = .540, dengan p < .01 (1-tailed) yang artinya bahwa semakin tinggi skor total dari self-efficacy karyawan maka semakin tinggi pula perilaku inovatif di tempat kerja. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan nilai dimana 29,16% self-efficacy memengaruhi perilaku inovatif di tempat kerja dan 70,84% disumbangkan faktor-faktor lain yang turut berpartisipasi dalam memunculkan perilaku inovatif di tempat kerja.

This study aimed to examine the correlation between self-efficacy with innovative work behavior on employees. This research was conducted at the mining company that emphasizes innovation in operationalization. This study was followed by respondents, amounting to 129 people who are regular employees of companies with at least one year of work experience.
This study was conducted with a quantitative approach is to ask respondents to fill out a questionnaire willingness innovative behavior in the workplace and selfefficacy. This study facilitated the measurement scale innovative behavior in the workplace from Janssen (2000) and psychological capital in the dimensions of self-efficacy developed by Luthans, et al. (2007).
Research results significant positive correlation between the two variables is equal to r = .540, p < .01 (1-tailed), which means that the higher the total score of self-efficacy, the higher the employee innovative behavior in the workplace. Furthermore, the results showed 29.16% where the value of self-efficacy influence innovative behavior in the workplace and contributed 70.84% to other factors that participate in generating innovative behavior in the workplace.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eureka Arifiani
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah pemikiran berulang terkait pekerjaan
memediasi hubungan antara stres kerja dan kualitas tidur pada sampel karyawan startup.
Penelitian sebelumnya menemukan pemikiran berulang signifikan memediasi hubungan
antara kelelahan bekerja dan kualitas tidur hanya pada dimensi affective rumination saja.
Responden penelitian ini berjumlah 150 orang karyawan perusahaan startup dengan
lokasi kantor yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Sebagai perusahaan baru, jumlah
karyawan startup masih tergolong sedikit dengan beban kerja yang cukup tinggi karena
harus selalu mengikuti perkembangan pasar dan teknologi. Kualitas tidur diukur dengan
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), stres kerja diukur melalui Job Stress Survey
(JSS), dan pemikiran berulang diukur dengan Work-Related Rumination Questionnaire
(WRRQ). Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa terdapat indirect effect (ab =
0,036, p < 0,05) dan direct effect (c’ = 0,114, p < 0,05) hanya pada dimensi affective
rumination saja.

This study aims to see whether work-related rumination mediate the relationship
between work stress and sleep quality in a sample of startup employees. Previous
research has found that work-related rumination significantly mediates the relationship
between work fatigue and sleep quality only in the affective rumination dimension. The
respondents of this study were 150 startup company employees with offices located in
the Greater Jakarta area. As a new company, the number of startup employees is still
relatively small with a fairly high workload because they because they have to follow
the development of markets and technology. Sleep quality is measured by the Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI), work stress is measured through the Job Stress Survey
(JSS), and work-related rumination is measured by Work-Related Rumination
Questionnaire (WRRQ). The results of the mediation analysis showed that there were
indirect effects (ab = 0.036, p <0.05) and direct effects (c' = 0.114, p <0.05) only in the
affective rumination dimension.
"
Depok: 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Fadhilah
"Penelitian terkait thriving at work (kondisi berkembang optimal di tempat kerja) pada karyawan sales masih terbatas, terutama terkait peran sumber daya personal seperti efikasi diri sebagai mekanisme psikologis yang menjembatani hubungan antara otonomi kerja dan kondisi berkembang optimal di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan teori Conservation of Resources untuk menguji peran mediasi efikasi diri dalam hubungan antara otonomi kerja dan berkembang optimal di tempat kerja. Desain penelitian ini adalah korelasional mengunakan survei daring pada 211 karyawan sales di Indonesia. Data dianalisis menggunakan teknik mediasi sederhana lewat Macro PROCESS versi 4.2. dari Hayes Model 4 pada program SPSS versi 25. Hasil menunjukkan bahwa otonomi kerja memprediksi kondisi berkembang optimal di tempat kerja secara positif dan signifikan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa efikasi diri memediasi hubungan antara otonomi kerja dan kondisi berkembang optimal di tempat kerja. Temuan ini menegaskan pentingnya sumber daya eksternal bagi individu untuk menambahkan sumber daya internal untuk mendukung mereka berkembang optimal di tempat kerja.

Research on thriving at work among sales employees remains limited, particularly regarding the role of personal resources such as self-efficacy as a psychological mechanism that mediates the association between job autonomy and thriving at work. This study used the Conservation of Resources (COR) theory to examine the mediating role of self-efficacy in the association between job autonomy and thriving at work. The research design was correlational, utilizing an online survey involving 211 sales employees in Indonesia. Data were analyzed using simple mediation analysis through Hayes PROCESS Macro version 4.2 Model 4 in SPSS version 25. The results showed that job autonomy positively and significantly predicted thriving at work. The findings also indicate that self-efficacy mediated the association between job autonomy and thriving at work. These results highlight the importance of external resources in helping individuals gain internal resources to support thriving at work."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Oktarini Hizelia
"Di tengah intensnya tekanan dalam mempertahankan daya saing, kemampuan perusahaan untuk berinovasi sangat bergantung pada keterlibatan aktif seluruh tenaga kerjanya, termasuk Generasi Z. Namun, potensi inovatif generasi ini kerap terhambat oleh rasa cemas dan tidak aman di tempat kerja akibat paparan sosial digital yang intens sejak dini. Dalam kondisi tersebut, keamanan psikologis menjadi faktor yang memungkinkan mereka merasa aman untuk menyampaikan ide dan mengambil risiko dalam proses inovasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran mediasi keamanan psikologis dalam hubungan antara kepemimpinan inklusif dan perilaku kerja inovatif, guna memahami mekanisme yang mendorong kontribusi inovatif karyawan muda. Menggunakan desain survei kuantitatif cross-sectional, data dikumpulkan melalui kuesioner terstandar yang diadministrasikan secara daring, mencakup alat ukur Inclusive Leadership Scale, Psychological Safety Scale, dan Innovative Work Behavior Scale. Sebanyak 220 karyawan Generasi Z dari berbagai sektor di Indonesia menjadi partisipan dengan menilai perilaku atasan langsung serta melaporkan persepsi keamanan psikologis dan perilaku kerja inovatif mereka. Hasil analisis mediasi menggunakan PROCESS Macro versi 4.2 menunjukkan bahwa keamanan psikologis memediasi secara parsial hubungan antara kepemimpinan inklusif dan perilaku kerja inovatif. Temuan ini menegaskan bahwa penciptaan keamanan psikologis dan pengembangan kepemimpinan inklusif merupakan strategi kunci dalam memobilisasi perilaku kerja inovatif karyawan muda di tengah dinamika transformasi organisasi.

Amid intensifying pressure to stay competitive, organizations’ ability to innovate increasingly depends on the active engagement of their entire workforce, including Generation Z. However, the innovative potential of this generation is often hindered by anxiety and insecurity at work, stemming from early exposure to digital social environments. In this context, psychological safety becomes a key factor that enables them to express ideas and take risks in the innovation process. This study aims to examine the mediating role of psychological safety in the relationship between inclusive leadership and innovative work behavior, in order to understand the mechanisms that drive young employees' innovative contributions. Employing a cross-sectional quantitative survey design, data were collected through an online questionnaire using the Inclusive Leadership Scale, Psychological Safety Scale, and Innovative Work Behavior Scale. A total of 220 Generation Z employees from various sectors in Indonesia participated by assessing their supervisors' leadership behaviors, their own perceptions of psychological safety, and their innovative work behaviors. Mediation analysis using PROCESS Macro version 4.2 revealed that psychological safety partially mediates the relationship between inclusive leadership and innovative work behavior. These findings highlight the importance of fostering psychological safety through inclusive leadership to support innovation among young employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Cania Putri Rira
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti peran mediasi creative self-efficacy dan moderasi openness to experience pada hubungan antara empowering leadership dan kreativitas karyawan. Mengacu pada saran-saran penelitian sebelumnya, hubungan antara empowering leadership dengan kreativitas karyawan perlu diteliti kembali pada negara-negara dengan budaya kolektivis. Data diambil menggunakan survei daring dari tiga BUMN di Jakarta (N = 161) menggunakan teknik convenience sampling. Data dianalisis menggunakan model 7 (moderated mediation) pada Macro PROCESS dari Hayes pada software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan tidak langsung antara empowering leadership dengan kreativitas karyawan melalui creative self-efficacy. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa openness to experience secara signifikan memoderasi hubungan antara empowering leadership dan creative self-efficacy. Akhirnya, openness to experience secara signifikan memoderasi hubungan tidak langsung antara empowering leadership dan kreativitas karyawan melalui creative self-efficacy. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah para manajer di organisasi menampilkan gaya empowering leadership untuk meningkatkan kreativitas karyawan, jika karyawan tidak memiliki tingkat openness to experiene yang tinggi.

This study aims to investigate the mediating role of creative self-efficacy and moderating role of openness to experience in the relationship between empowering leadership and employee creativity. Referring to prior research suggestions, the relationship between empowering leadership and employee creativity needs to be re-investigated in collectivist culture countries. Data were collected using online survey from 3 state-owned enterprises (BUMN organizations) in Jakarta (N = 161), by employing convenience sampling technique. Data were analyzed using moderated mediation (model 7) on Hayes’ PROCESS macro on SPSS software. Results showed that there was an indirect relationship between empowering leadership and employee creativity via creative self-efficacy. Results also showerd that openness to experience significantly moderated the relationship between empowering leadership and creative self-efficacy. Finally, openness to experience significantly moderated the indirect relationship between empowering leadership and employee creativity via creative self-efficacy. As a practical implication, this study suggests organizations to consider applying empowering leadership style to increase employee creativity by increasing creative self-efficacy on employees with lower openness to experience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Cania Putri Rira
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti peran mediasi creative self-efficacy dan moderasi openness to experience pada hubungan antara empowering leadership dan kreativitas karyawan. Mengacu pada saran-saran penelitian sebelumnya, hubungan antara empowering leadership dengan kreativitas karyawan perlu diteliti kembali pada negara-negara dengan budaya kolektivis. Data diambil menggunakan survei daring dari tiga BUMN di Jakarta (N = 161) menggunakan teknik convenience sampling. Data dianalisis menggunakan model 7 (moderated mediation) pada Macro PROCESS dari Hayes pada software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan tidak langsung antara empowering leadership dengan kreativitas karyawan melalui creative self-efficacy. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa openness to experience secara signifikan memoderasi hubungan antara empowering leadership dan creative self-efficacy. Akhirnya, openness to experience secara signifikan memoderasi hubungan tidak langsung antara empowering leadership dan kreativitas karyawan melalui creative self-efficacy. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah para manajer di organisasi menampilkan gaya empowering leadership untuk meningkatkan kreativitas karyawan, jika karyawan tidak memiliki tingkat openness to experiene yang tinggi.

This study aims to investigate the mediating role of creative self-efficacy and moderating role of openness to experience in the relationship between empowering leadership and employee creativity. Referring to prior research suggestions, the relationship between empowering leadership and employee creativity needs to be re-investigated in collectivist culture countries. Data were collected using online survey from 3 state-owned enterprises (BUMN organizations) in Jakarta (N = 161), by employing convenience sampling technique. Data were analyzed using moderated mediation (model 7) on Hayes’ PROCESS macro on SPSS software. Results showed that there was an indirect relationship between empowering leadership and employee creativity via creative self-efficacy. Results also showerd that openness to experience significantly moderated the relationship between empowering leadership and creative self-efficacy. Finally, openness to experience significantly moderated the indirect relationship between empowering leadership and employee creativity via creative self-efficacy. As a practical implication, this study suggests organizations to consider applying empowering leadership style to increase employee creativity by increasing creative self-efficacy on employees with lower openness to experience"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>