Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 237670 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Nurhikmah
"Dislipidemia merupakan suatu keadaan ketidakseimbangan profil lipid dalam tubuh dan menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit arterosklerotik. Pemberian statin sebagai pilihan utama dalam terapi dislipidemia, terbukti aman namun berpotensi menyebabkan masalah terkait obat yang mempengaruhi efektivitas dan keamanan pengobatan. Masalah terkait obat dapat dikurangi dan diselesaikan melalui kegiatan pemantauan terapi obat oleh apoteker dengan memberikan rekomendasi terhadap permasalahan yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik pasien dislipidemia rawat inap, mengidentifikasi masalah terkait obat pada pasien dislipidemia rawat inap dan menganalisis pengaruh pemberian informasi dan rekomendasi oleh apoteker terhadap perubahan jumlah masalah terkait obat statin pada pasien dislipidemia rawat inap. Penelitian dilakukan dengan desain pre eksperimental sebelum dan sesudah intervensi secara prospektif yang melibatkan 102 pasien rawat inap dislipidemia. Pemantauan terapi obat dilakukan selama pasien di rawat inap dan diidentifikasi masalah terkait obat menggunakan klasifikasi PCNE versi 9,00 Bahasa Indonesia, data yang diperoleh akan dianalisis secara statistik untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi dan rekomendasi oleh apoteker terhadap perubahan jumlah masalah terkait obat. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa masalah terkait obat yang terjadi pada 102 pasien dislipidemia rawat inap yang teridentifikasi dan dilakukan intervensi sebanyak 307 masalah, terdiri dari 83% masalah keamanan pengobatan dan 17% masalah efektivitas pengobatan, masalah keamanan pengobatan yang terjadi adalah interaksi obat potensial. Pemberian informasi dan rekomendasi oleh apoteker berpengaruh secara signifikan (p-value 0,000 < 0,05) dapat menurunkan jumlah masalah terkait obat sebesar 90%. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa informasi dan rekomendasi yang diberikan oleh apoteker dapat menurunkan jumlah masalah terkait obat pada pasien dislipidemia rawat inap.

Dyslipidemia is a condition of imbalance in the lipid profile in the body and is one of the risk factors for atherosclerotic disease. Giving statins as the main choice in dyslipidemia therapy has been proven safe but has the potential to cause drug-related problems that affect the effectiveness and safety of treatment. Drug-related problems can be reduced and resolved through drug therapy monitoring activities by pharmacists by providing recommendations for problems that occur. This study aims to describe the characteristics of inpatients with dyslipidemia, identify drug-related problems in inpatients with dyslipidemia and analyze the effect of providing information and recommendations by pharmacists on changes in the number of statin drug-related problems in inpatients with dyslipidemia. The study was conducted with a pre-experimental pre-post design prospectively involving 102 inpatients with dyslipidemia. Drug therapy monitoring was carried out while the patient was hospitalized and drug-related problems were identified using the PCNE classification version 9.00 Indonesian, the data obtained will be analyzed statistically to see the effect of providing information and recommendations by pharmacists on changes in the number of drug-related problems. The results of the study showed that drug-related problems that occurred in 102 hospitalized dyslipidemia patients who were identified and intervened were 307 problems, consisting of 83% medication safety problems and 17% medication effectiveness problems, the medication safety problems that occurred were potential drug interactions. The provision of information and recommendations by pharmacists had a significant effect (p-value 0.000 <0.05) and could reduce the number of drug-related problems by 90%. The conclusion of this study shows that information and recommendations provided by pharmacists can reduce the number of drug-related problems in hospitalized dyslipidemia patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Dwi Sukmawati
"Dislipidemia merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dengan statin sebagai lini pertama pengobatannya. Keadaan dislipidemia biasanya diikuti oleh penyakit lain sehingga untuk terapinya diperlukan kombinasi obat. Penggunaan kombinasi obat akan meningkatkan risiko dari interaksi obat. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis interaksi obat golongan statin pada resep pasien rawat inap di RSPAD Gatot Soebroto periode Februari-April 2017. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pengambilan data secara prospektif. Penapisan interaksi menggunakan Micromedex dan Medscape Drug Interaction Checker. Hasil analisis didapatkan 558 kasus interaksi dari 490 jumlah resep yang memenuhi kriteria inklusi. Interaksi obat terbanyak memiliki tingkat keparahan moderat 88 diikuti dengan tingkat keparahan mayor 11 , dan minor 1 . Kombinasi statin dan klopidogrel merupakan kombinasi obat yang paling banyak mengalami interaksi. Mekanisme interaksi yang paling banyak terjadi pada penelitian ini adalah interaksi farmakokinetik. Hasil analisis bivariat menggunakan SPSS dengan uji Chi square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah obat tiap resep dan interaksi p= 0,000.

Dyslipidemia is a risk factor for cardiovascular disease with statins as the first line treatment. Dyslipidemia is usually followed by other diseases that lead to the need of drugs combination therapy. Drugs combination will increase the risk of drug interactions. The purpose of this study was to analyze statin drug interactions in prescription of hospitalized patients at Gatot Soebroto Army Center Hospital in period of February April 2017. This study was analytical descriptive with prospective data collection. Drug interaction screening used Micromedex and Medscape Drug Interaction Checker. The analysis results obtained 558 cases of interactions of 490 prescriptions that complied the inclusion criteria. The most common drug interaction contained moderate severity of 88 followed by major severity of 11 , and minor 1 . Statin and clopidogrel were the most frequent combination that lead to interactions. The most frequent interaction mechanism in this study was pharmacokinetic interactions. The result of bivariate analysis which used SPSS with Chi square test showed that there was a significant correlation between the number of drug each prescription and the interaction p 0,000."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vika
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan uji validitas dan reliabilitas kuesioner Morisky Medication Adherence Scale 8 (MMAS-8) versi bahasa Indonesia untuk mengukur kepatuhan konsumsi statin pada 40 penerbang militer di Skadron Udara Halim Perdanakusuma pada tanggal 6 April-15 Mei 2016. Hiperkolesterolemia merupakan penyebab penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan inkapasitasi dalam penerbangan. Salah satu cara untuk mengontrol hiperkolesterolemia adalah dengan minum obat antikolesterol golongan statin, namun belum ada instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan minum obat statin di kalangan penerbang militer di Indonesia. Validitas diuji dengan validitas kriteria. Reliabilitas diuji dengan konsistensi internal dan uji ulang (test-retest). Didapatkan korelasi negatif lemah dan tidak ditemukan hubungan bermakna antara antara kadar kolesterol dan tingkat kepatuhan minum statin (koefisien Spearman -0,199; p=0,218). Konsistensi internal moderat (Cronbach?s α=0,759) dengan reliabilitas tes ulang yang baik (koefisien Spearman=0,860). Hasil uji validitas dan reliabilitas MMAS 8 versi bahasa Indonesia pada penerbang militer belum dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan minum statin pada penerbang militer di Indonesia.

ABSTRACT
This study analyzed the validity and reliability of Morisky Medication Adherence Scale 8 (MMAS-8) Bahasa version to measure statin adherence among 40 military pilots in Halim Perdanakusuma Air Force Base on April 06th-May 15th 2016. Hypercholesterolemia is the cause of cardiovascular disease which lead to inflight incapacitation. One of the way to control hypercholesterolemia is using statin medication, however there has not been an instrument to measure statin adherence in military pilots in Indonesia. Validity was confirmed using crirerion-related validity. Reliability was tested for internal consistency and test-retest reliability. Negative weak correlation and no significant association between cholesterol and statin adherence level (Spearman coefficient -.199, p=0.218) was found. Moderate internal consistency and excellent test-retest reliability were found (Cronbach?s α=0.759; Spearman correlation=0.860). Validity and reliability of MMAS 8 Bahasa version has not been able to be used to measure statin adherence among military pilots in Indonesia."
2016
T46639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradina Astari Munandar
"Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular dengan prevalensi tertinggi di Indonesia yaitu 34,1% kasus. Sebagai faktor risiko penyakit lain, pasien hipertensi biasanya mengalami komplikasi dan membutuhkan terapi tambahan yang dapat menyebabkan polifarmasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis masalah terkait obat pada pasien rawat inap dengan hipertensi di Rumah Sakit Distrik Koja dari Februari-April 2019 berdasarkan PCNE V6.2. Penelitian ini adalah studi cross-sectional berdasarkan resep lengkap, rekam medis, dan kartu indeks yang dapat dibaca dari pasien yang menggunakan obat antihipertensi dan dirawat di rumah sakit di Rumah Sakit Distrik Koja dari Februari - April 2019. Analisis ini dilakukan untuk 90 pasien yang memenuhi kriteria. Dari penelitian ini, ada 148 masalah terkait obat yang diidentifikasi, terdiri dari masalah dengan efektivitas pengobatan (66,21%) dan reaksi obat yang merugikan (33,78%) dengan reaksi obat yang tidak alergi sebagai subdomain dengan prevalensi tertinggi (31), 75%) dan penyebab masalah terkait narkoba yang sebagian besar terjadi adalah kombinasi obat yang tidak tepat, atau obat-obatan dan makanan (48,51%). Dari penelitian ini, diketahui bahwa masalah dengan efektivitas pengobatan adalah masalah terkait obat yang paling banyak terjadi.

Hypertension is one of the non-communicable diseases with the highest prevalence in Indonesia, which is 34.1% of cases. As a risk factor for other diseases, hypertensive patients usually experience complications and require additional therapy that can cause polypharmacy. The purpose of this study was to analyze drug-related problems in hospitalized patients with hypertension at the Koja District Hospital from February to April 2019 based on PCNE V6.2. This study is a cross-sectional study based on complete prescriptions, medical records, and index cards that can be read from patients who use antihypertensive drugs and are hospitalized in the Koja District Hospital from February to April 2019. This analysis was carried out for 90 patients who met criteria. From this study, there were 148 drug-related problems identified, consisting of problems with treatment effectiveness (66.21%) and adverse drug reactions (33.78%) with non-allergic drug reactions as subdomains with the highest prevalence (31), 75%) and the most common cause of drug related problems is an improper combination of drugs, or drugs and food (48.51%). From this research, it is known that the problem with the effectiveness of treatment is the most drug-related problems."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dya Iqtha Poetri
"Apoteker memiliki berbagai peran penting dalam pengaturan praktik farmasi. Penyelenggaraan praktik atau pekerjaan kefarmasian meliputi pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi. Seorang profesi apoteker perlu menguasai standar kompetensi apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian sesuai dengan kompetensi profesi. Standar tersebut memastikan bahwa seorang apoteker memiliki seluruh kompetensi yang relevan untuk mejalankan perannya dan mampu memberikan pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan tentang praktik kefarmasian, peraturan, etika, kode etik, dan pedoman praktik apoteker. Terdapat sepuluh (10) elemen standar kompetensi apoteker yang perlu dikuasai sebagai persyaratan untuk memasuki dunia kerja dan menjalani praktik profesi. Standar kompetensi telah dilengkapi oleh elemen yang perlu dikuasai oleh apoteker pada saat lulus dan masuk ke tempat praktik/kerja. Sebagai calon apoteker, pentingnya membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan kemampuan tentang peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker melalui Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Dengan dilaksanakannya PKPA, seorang calon apoteker diharapkan memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan kefarmasian sehingga menjadi siap untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang professional.

Pharmacists work in diverse roles and practice settings. The implementation of pharmacy practice includes pharmaceutical work in the procurement, production, distribution of pharmaceutical preparations and and pharmaceutical care. A pharmacist is expected to master pharmacy standard competency to maintain and practice within the limits of professional competence. The standard competency is a commitment to practice with an an obligation to do in accordance with expected behaviours as set down in professional codes, standards and guidelines which results in facilitating professional practice and growth. There are 10 elements of pharmacy competency standards which need to be attained by an individual to practise effectively as a pharmacist. It is important to equip students with knowledge and abilities about the roles and responsibilities of pharmacists in the real field through an internship program. A future pharmacist is expected to have the insight, knowledge, skills and experience through the internship program in order to be become a professional in the pharmacy practice."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabbath Marchend
"Statin telah diketahui dapat menurunkan kandungan kolesterol dalam
darah. Statin menurunkan kandungan kolesterol dengan cara menghambat
kefja enzim HMG Co-A reduktase yang dibutuhkan pada biosintesis
kolesterol, Enzim tersebut mengkatalis reaksi perubahan p^iidrokshpmetilglutaril
Co-A menjadi asam mevalonat. Statin biasanya dihasilkan
melalui fermentasi dengan menggunakan kapang jenis Aspergillus dan
Monascus. Akan tetapl, statin yang dihasilkan dari kapang Monascm tipe
liar, kadamya masih relatif kecil. Untuk Itu dilakukan upaya peningkatan
galur untuk mendapatkan galur yang leblh potensial dafem menghasilkan
statin. Jenis Monascus yang dipakal adalah Monascus purpumus. Upaya
peningkatan galur dilakukan dengan mutasi sinar gamma (y) pada
beberapa dosis irradiasi yaitu 0,1-0,5 kGy. Seleksl mutan dilakukan
secara aoak trerdasarican pola penampakan koloni pada cawan petii dan
setelah itu dipilih dosis optimum irradiasi (dosis yang memberikan persentasi
survival terkecil) berdasarkan jumlah koloni tunggal yang terbentuk. Dosisdosis
optimum yang didapatkan adalah 0,2 ; 0,3 dan 0,4 kGy. Fermentasi
yang dilakukan terhadap Monascus purpureus tipe liar dan isolat-isolatnya
tidak menunjukkan adanya statin. Beberapa senyawa yang diperkirakan
dihasilkan pada fermentasi dari isolat Monascus purpureus dan tipe liarnya
adalah pigmen warna monascin, monascorubrin, ankaflavin, serta
rubropunctatin

Statin has been known capable of reducing cholesterol content in
blood by inhibiting HMG Co-A reductase enzyme (an enzyme which is
needed in cholesterol biosynthesis). This enzyme catalysts the formation of
mevalonic acid from p-hydroxyl- p-methylglutaryl Co-A. Statin is usually
produced from the fermentation of AspergUlus and Monascus, but the statin
yield from the fermentation of Monascus wild type is still low. Therefore, it
needs strain improvement to increase the statin production which is done by
modifying the genetics. The strain used in this experiment Is Monascus
purpureus. The strain improvement is done by mutating Monascus purpureus
wild type using gamma (y) ray in several doses. The doses used in the
irradiation are 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 and 0,5 kGy. Mutant selection is done
randomly based on the single colony pattern on petri dish. Before random
selection, the optimum doses of irradiation are needed to be determined. The
optimum doses are those which give the smallest survival fractions. Those
optimum doses are 0,2 kGy, 0,3 kGy and 0,4 kGy. Monascus purpureus wild
type and its isolates did not produce any statin under fermentation in Miyake's
medium. Several compounds which were predicted produced from
Monascus purpureus wild type and its isolates are monascin, monascorubrin,
ankaflavin and rubropunctatin
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Indriani
"ABSTRAK
Penggunaan obat yang berisiko terhadap ginjal pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal memungkinkan terjadinya masalah terkait obat. Apoteker berperan
dalam mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah terkait obat. Penelitian
ini bertujuan untuk menilai pengaruh intervensi apoteker terhadap penurunan
jumlah dan jenis masalah terkait obat pada pasien penyakit ginjal kronik di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Penelitian dilakukan
secara prospektif selama periode Januari hingga Maret 2012 menggunakan
rancangan eksperimental, pre dan post-test. Evaluasi dilakukan terhadap 377
terapi obat dari 40 orang pasien penyakit ginjal kronik. Rekomendasi diberikan
kepada dokter, perawat, dan pasien. Jumlah masalah terkait obat adalah 98
masalah (25,99% dari jumlah terapi obat yang diresepkan). Jenis masalah terkait
obat adalah efek terapi obat yang tidak optimal 62,24%, kejadian obat yang tidak
diinginkan (non alergi) 20,41%, dan kejadian obat yang tidak diinginkan (toksik)
17,35%. Penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi apoteker dapat menurunkan
masalah terkait obat jenis efek terapi obat yang tidak optimal (62,24% menjadi
0%), jenis kejadian obat yang tidak diinginkan yang non alergi (20,41% menjadi
11.22%), dan jenis kejadian obat yang tidak diinginkan yang menimbulkan efek
toksik (17,35% menjadi 10,20%). Faktor perancu secara bermakna mempengaruhi
terjadinya masalah terkait obat yaitu penyakit penyerta (r= 0,385; p= 0,014), dan
jumlah terapi obat (r= 0,604; p= 0,000)."
2012
T31428
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yumna Nabila Fanani
"Coronavirus disease 2019 (Covid-19) adalah penyakit yang muncul di akhir tahun 2019. Namun, hingga saat ini belum ada terapi spesifik untuk penanganan Covid-19 sehingga digunakan beragam obat dalam terapinya. Kondisi ini membuat sebagian besar pasien Covid-19 tergolong dalam pasien polifarmasi sehingga dapat meningkatkan risiko interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi interaksi obat pada pasien Covid-19 di Rumah Sakit Universitas Indonesia periode Agustus sampai Desember 2020. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Pengambilan data dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Instrumen yang digunakan untuk analisis interaksi obat adalah Lexi-Interact®. Dari 107 pasien Covid-19 yang digunakan sebagai sampel penelitian, antibiotik dan antivirus yang banyak diberikan adalah azitromisin (61,68%) dan oseltamivir (63,55%). Jumlah resep yang ditemukan dari 107 pasien berjumlah 322 resep dengan 98,1% termasuk dalam resep polifarmasi. Kejadian potensi interaksi obat pada pasien Covid-19 ditemukan berjumlah 304 interaksi obat, dengan 24,01% kategori B (tidak perlu tindakan apa pun), 54,61% kategori C (pantau terapi), 16,45% kategori D (pertimbangkan modifikasi terapi), dan 4,93% kategori X (hindari kombinasi). Potensi interaksi obat terbanyak yang ditemukan pada kategori D adalah interaksi antara azitromisin dengan domperidon (14 kasus), sedangkan pada kategori X adalah interaksi antara sukralfat dengan vitamin D3 (14 kasus). Analisis korelasi Spearman’s rho menunjukkan korelasi antara komorbid, jumlah obat per resep, dan lama rawat inap dengan potensi interaksi obat (p < 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat berbagai potensi interaksi obat yang terjadi pada pasien Covid-19 di Rumah Sakit Universitas Indonesia sehingga diperlukan modifikasi terapi, pengaturan waktu pemberian obat, perubahan rute pemberian obat, penyesuaian dosis, dan pemantauan efek yang mungkin muncul akibat interaksi obat.

Coronavirus disease 2019 (Covid-19) is an infectious disease that emerged at the end of 2019. There is currently no specific treatment for Covid-19, so various drugs have been used for treatment. It makes the majority of Covid-19 patients classified as polypharmacy and increased risk of drug interactions. The primary aim of this study is to analyze the potential of drug interaction in Covid-19 patients at Universitas Indonesia Hospital for period August to December 2020. This study used a cross-sectional study design. The data was collected with consecutive sampling technique. Lexi-Interact® was used to investigate potential drug interactions. A total of 107 Covid-19 patients were included in the study, the most frequently antibiotic and antiviral used are azithromycin (61.68%) and (63.55%). A total of 322 prescriptions were found, among them 98.1% were polypharmacy. The potential drug interactions in Covid-19 patients were found 304 drug interactions, around 24.01% belonged to risk category B (no action needed), 54.61% belonged to risk category C (monitor therapy), 16.45% belonged to risk category D (consider therapy modification), and 4.93% belonged to risk category X (avoid combination). The highest frequency of potential drug interactions in category D was the interactions between azithromycin and domperidone (14 cases), while in category X was the interaction between sucralfate and vitamin D3 (14 cases). Spearman’s rho correlation analysis showed that comorbidity, number of drugs per prescription used by patient, and length of stay were correlated with the potential for drug interactions (p < 0.05). The conclusion of this study is various potential drug interactions Covid-19 inpatients at the University of Indonesia Hospital were found, so therapy modification, timing of drug administration, change the route of drug administration, dosage adjustment, and monitoring potential negative effects are needed."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S70514
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Nazma Indira
"Meningkatnya jumlah pasien lanjut usia dan pasien disfungsi imun berkontribusi terhadap tingginya beban infeksi jamur invasif di Indonesia. Keterbatasan informasi dan pedoman penggunaan antijamur sistemik di Indonesia menyebabkan penggunaannya berkaitan dengan masalah terkait obat (MTO). Di Indonesia, antijamur sistemik bentuk injeksi memiliki biaya yang tinggi dan ketersediaan yang terbatas. Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengevaluasi profil penggunaan dan MTO antijamur sistemik bentuk injeksi di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Gedung A periode Januari-Desember tahun 2022. Pengambilan sampel menggunakan metode quota sampling pada data sekunder berupa rekam medis. Analisis MTO terhadap regimen pengobatan pasien difokuskan pada ketepatan dosis, ketepatan durasi, potensi interaksi obat, dan efek samping obat. Flukonazol merupakan antijamur sistemik bentuk injeksi yang paling sering digunakan (63,6%) dengan indikasi penggunaan empiris yang paling umum (41,1%). Kandidiasis merupakan jenis infeksi jamur invasif yang paling umum terjadi (26,2%) dengan median durasi pengobatan antijamur sistemik selama 9 (4-26) hari. Terdapat 45 pasien yang mengalami MTO. Termasuk dosis terlalu rendah sebanyak 4 (3,7%), durasi pengobatan terlalu singkat sebanyak 10 (9,3%), durasi pengobatan terlalu lama sebanyak 3 (2,8%), potensi interaksi obat sebanyak 19 (17,8%), dan efek samping obat sebanyak 18 (16,8%) pasien. Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa pasien dengan durasi pengobatan  >9 hari (p = 0,041) dan berusia >60 tahun (p = 0,005) lebih tinggi 2,438 dan 3,646 kali mengalami MTO antijamur sistemik bentuk injeksi. Temuan terkait efek samping obat dan interaksi obat memerlukan pemantauan oleh tenaga kesehatan dan implementasi protokol de-eskalasi antijamur untuk MTO terkait durasi dapat mengurangi biaya perawatan pasien di rumah sakit.

The rising population of elderly and immunocompromised patients contributes to Indonesia's high burden of invasive fungal infections. Limited information and guidelines on systemic antifungal agents in Indonesia contribute to drug-related problems (DRPs). Moreover, in Indonesia, injectable forms of systemic antifungals have high costs and limited availability. This cross-sectional study aims to assess the utilization profile and DRP of injectable systemic antifungal medicines at dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Building A between January and December 2022. This study utilized quota sampling of secondary data from medical records. The DRP evaluation of patient treatment regimens focused on dosage accuracy, duration accuracy, possible drug interactions, and adverse drug events (ADE). Fluconazole was the most frequently administered intravenous antifungal drug (63,66%), with empirical therapy being the primary indication for treatment (41,1%). Candidiasis was the most prevalent invasive fungal infection (26,2%), and the median duration of intravenous antifungal treatment was 9 (4-26) days. A total of 45 patients experienced DRPs, encompassing dosage too low in 4 (3,7%), treatment duration too short in 10 (9,3%), treatment duration too long in 3 (2,8%), potential drug interactions in 19 (17,8%), and ADE occurring in 18 (16,8%) patients. Chi-square analysis indicated that patients with treatment duration >9 days and those >60 years of age were 2,438 and 3,646 times more likely to experience DRPs (p = 0,041 and p = 0,005, respectively). Findings concerning ADE and potential drug interactions require monitoring by healthcare providers, and antifungal de-escalation protocols for duration-associated DRPs help reduce hospitalization costs."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Nurul Afifah
"Pasien yang dirawat inap dengan stroke iskemik perlu mendapat perhatian khusus karena komorbiditas dan polifarmasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah terkait obat dengan domain efektivitas terapi dan reaksi obat yang tidak diinginkan di bawah Jaringan Perawatan Farmasi Eropa. Metode penelitian ini adalah cross sectional berdasarkan data rekam medis, resep, dan catatan perawat. Sampel dari penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis primer stroke iskemik dan pasien berusia lebih dari sama dengan 23 tahun. Analisis dilakukan pada 115 sampel penelitian. Masalah terkait obat yang paling umum adalah masalah efektivitas pengobatan (65,00%) dengan efek sub domain dari pengobatan obat tidak optimal (29,58%) sebagai sub domain yang paling parah. Masalah terkait narkoba lainnya adalah masalah reaksi merugikan memiliki prosentase (35,00%) dengan subtitusi kejadian obat merugikan (tidak alergi) sebesar (34,58%) sebagai sub domain tertinggi. Penyebab tertinggi dari masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah bahwa kombinasi obat, atau obat, dan makanan yang tidak tepat yaitu (56,04%).

Patients who are hospitalized with ischemic stroke need special attention due to comorbidity and polypharmacy. This study aims to analyze drug-related problems with the domain of therapeutic effectiveness and unwanted drug reactions under the European Pharmaceutical Care Network. This research method is cross sectional based on medical records, prescriptions, and nurses' records. Samples from this study were patients with a primary diagnosis of ischemic stroke and patients aged more than equal to 23 years. Analysis was conducted on 115 study samples. The most common drug-related problem is the problem of treatment effectiveness (65.00%) with the sub-domain effect of suboptimal drug treatment (29.58%) being the most severe sub-domain. Another drug related problem is the problem of adverse reactions having a percentage (35.00%) with the substitution of adverse drug events (not allergic) of (34.58%) as the highest sub domain. The highest cause of the problems identified in this study was that the combination of drugs, or drugs, and food were not appropriate (56.04%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>