Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129886 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tika Amalia
"Latar Belakang: Gangguan jiwa, termasuk psikosis, dapat memengaruhi kesehatan oral. Faktor emosional dan psikologis berperan dalam gangguan oromukosa. Individu dengan gangguan jiwa cenderung mengalami masalah kesehatan oral serta penyakit oral dapat memperburuk gejala psikiatri.Tujuan: Menganalisis prevalensi lesi oral pada pada individu dengan gangguan psikosis. Metode: Pencarian studi dilakukan melalui database dengan kata kunci terkait oral mucosal lesions, oral mucosal disorder, Oral mucosal diseases, psychiatric illness, psychosis, psychiatrics, Delusional infestation, Schizophrenia, depression. Kriteria inklusi: studi tentang prevalensi lesi oral pada individu dengan gangguan psikosis dalam 10 tahun terakhir dan tersedia gratis dalam bahasa Inggris.. Hasil: Dari hasil pencarian didapatkan 4 artikel yang memenuhi metode pencarian. Sebanyak tiga buah literatur dengan desain studi potong lintang menyajikan data prevalensi lesi oral yang ditemukan pada sejumlah individu dengan gangguan psikosis. Satu buah literatur menyajikan gambaran temuan lesi oral pada pasien dengan gangguan psikosis dengan cara melaporkan kasus temuan dari empat pasien yang dipilih. Kesimpulan: Studi menunjukkan bahwa individu dengan gangguan psikosis, terutama ansietas dan depresi, memiliki risiko lebih tinggi mengalami lesi oral, terutama oral lichen planus, diikuti oleh aphtous ulcer dan leukoplakia. Pada pasien dengan delusional infestation, dua dari empat kasus mengalami mulut kering. Faktor individu dan psikologis berperan penting dalam meningkatkan risiko ini.

Background: Mental disorders, including psychosis, can affect oral health. Emotional and psychological factors play a role in oromucosal disorders. Individuals with mental disorders tend to experience oral health problems, and oral diseases can worsen psychiatric symptoms. Objective: To analyze the prevalence of oral lesions in individuals with psychosis. Methods: A literature search was conducted using databases with keywords related to oral mucosal lesions, oral mucosal disorders, oral mucosal diseases, psychiatric illness, psychosis, psychiatrics, delusional infestation, schizophrenia, and depression. Inclusion criteria were studies on the prevalence of oral lesions in individuals with psychosis within the last 10 years and available for free in English. Results: Four articles met the search criteria. Three cross-sectional studies presented data on the prevalence of oral lesions found in individuals with psychosis. One article described oral lesion findings in patients with psychosis by reporting case findings from four selected patients. Conclusion: Studies show that individuals with psychosis, especially anxiety and depression, have a higher risk of developing oral lesions, particularly oral lichen planus, followed by aphthous ulcers and leukoplakia. In patients with delusional infestation, two out of four cases experienced dry mouth. Individual and psychological factors play an important role in increasing this risk."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwiena Tahar Sejati
""Leave no one behind" adalah prinsip inti dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencapai kesehatan yang merata dan menyeluruh. Upaya ini ditujukan untuk mengatasi kesenjangan kesehatan dan menyediakan layanan berkualitas dan terjangkau bagi semua orang, terutama mereka yang paling rentan dan terpinggirkan, termasuk dalam layanan kesehatan gigi untuk orang dengan gangguan jiwa. Komunikasi adalah kunci keberhasilan perawatan. Diagnosa dan rencana perawatan yang sesuai membutuhkan komunikasi yang baik. Orang dengan gangguan jiwa seperti depresi berat dan skizofrenia menghadapi kendala komunikasi: depresi menyebabkan respons tertunda dan penyempitan pikiran, sementara skizofrenia menyebabkan disorganisasi pikiran dan bicara. Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, sebagai rumah sakit rujukan terbesar di Indonesia, merawat banyak pasien dengan gangguan jiwa, termasuk depresi berat dan skizofrenia. Diperlukan keterampilan komunikasi khusus selama perawatan untuk mencapai hasil yang sukses. Penelitian ini bertujuan menemukan pendekatan terbaik dalam berkomunikasi dengan pasien depresi berat dan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan terdiri dari dokter gigi, pasien dengan gangguan jiwa, dan keluarga pasien. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen, kemudian dianalisis dengan teknik reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif adalah dengan melibatkan kesabaran, empati, dan keterampilan mendengarkan aktif, sangat penting dalam keberhasilan perawatan gigi pada pasien dengan gangguan jiwa. Pengetahuan tentang kondisi psikologis pasien dan pelatihan komunikasi interpersonal bagi tenaga kesehatan juga penting untuk meningkatkan kualitas perawatan. Penelitian ini merekomendasikan pengembangan kebijakan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi bagi tenaga kesehatan di rumah sakit jiwa guna meningkatkan efektivitas komunikasi dan hasil perawatan gigi pada pasien dengan gangguan jiwa.

"Leave no one behind" is a core principle of the World Health Organization (WHO) aimed at achieving comprehensive and equitable health. This effort seeks to address health disparities and provide quality and affordable services for everyone, particularly the most vulnerable and marginalized, including dental care services for individuals with mental disorders. Communication is key to successful treatment. Proper diagnosis and treatment planning require effective communication. Individuals with mental disorders such as severe depression and schizophrenia face communication challenges: depression leads to delayed responses and narrowed thinking, while schizophrenia causes disorganized thoughts and speech. Dr. H. Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor, the largest referral hospital in Indonesia, treats many patients with mental disorders, including severe depression and schizophrenia. Special communication skills are required during treatment to achieve successful outcomes. This study aims to identify the best approach to communicating with patients with severe depression and schizophrenia at Dr. H. Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor. The research employs a qualitative method with a phenomenological approach. Informants include dentists, patients with mental disorders, and their families. Data were collected through in-depth interviews, observation, and document analysis, then analyzed using data reduction, data presentation, and conclusion drawing techniques. The results show that effective communication, involving patience, empathy, and active listening skills, is crucial in the success of dental care for patients with mental disorders. Knowledge of the patients' psychological conditions and interpersonal communication training for healthcare providers are also important in improving the quality of care. This study recommends the development of policies and training to enhance communication skills for healthcare providers in mental hospitals to improve communication effectiveness and dental care outcomes for patients with mental disorders."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Alexandra
"Latar Belakang: Individu dengan gangguan psikotik lebih rentan terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut, yang dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) mencakup kenyamanan saat makan, tidur, berinteraksi sosial, harga diri, dan kepuasan terhadap kesehatan gigi. Tujuan: Membandingkan OHRQoL pada individu dengan gangguan psikotik dengan populasi umum atau individu dengan gangguan jiwa lainnya, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Pencarian literatur dilakukan pada lima electronic base, yaitu ProQuest, Scopus, ScienceDirect, EBSCO, dan PubMed, menggunakan kata kunci “OHIP,” “OHRQoL,” “Psychosis,” dan “Psychotic.” Artikel yang disertakan berbahasa Inggris dan dipublikasikan pada 2020–2024. Hasil: Lima studi yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri atas tiga studi ross-sectional satu studi case-control, dan satu studi kualitatif, dengan jumlah partisipan antara 20 hingga 735 orang. Dua studi menunjukkan OHRQoL pasien gangguan psikotik lebih buruk dibandingkan populasi umum. Sementara, dua studi lain menunjukkan hasil bertolak belakang terkait perbedaan OHRQoL antara pasien gangguan psikotik dan gangguan jiwa lainnya. Kesimpulan: Individu dengan gangguan psikotik cenderung memiliki OHRQoL yang lebih buruk dibandingkan populasi umum atau individu dengan gangguan jiwa lainnya. Keluhan utama meliputi xerostomia, halitosis, dan gangguan indera perasa. Faktor yang berpengaruh meliputi gangguan kognitif, penggunaan obat antipsikotik, serta status sosiodemografi.

Background: Individuals with psychotic disorders are at increased risk of oral health problems, which can negatively affect quality of life. Oral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) encompasses comfort while eating, sleeping, social interactions, self-esteem, and oral health satisfaction. Aim: To compare the OHRQoL between individuals with psychotic disorders and the general population or individuals with other mental disorders and to identify factors influencing OHRQoL. Methods: A literature search was conducted across five electronic databases: ProQuest, Scopus, ScienceDirect, EBSCO, and PubMed using the keywords “OHIP,” “OHRQoL,” “Psychosis,” and “Psychotic.” Only English-language articles published between 2020 and 2024 were included. Results: Five studies met the inclusion criteria, consisting of three cross-sectional studies, one case-control study, and one qualitative study, with sample sizes ranging from 20 to 735 participants. Two studies found that individuals with psychotic disorders had poorer OHRQoL than the general population. However, two other studies reported conflicting findings regarding differences in OHRQoL between individuals with psychotic disorders and those with other mental disorders. Conclusion: Individuals with psychotic disorders tend to have a poorer OHRQoL. The main oral health complaints include xerostomia, halitosis, and altered taste. Contributing factors include cognitive impairment, antipsychotic medication use, and sociodemographic factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Intan Rahayu Pertiwi
"ABSTRAK
Ansietas merupakan kecemasan yang tidak disertai objek yang jelas. Namun seseorang yang memiliki ansietas dapat terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah. Pasien yang memiliki tanda-tanda fisik mengarah ke ansietas jika diukur tekanan darahnya akan mengalami yang peningkatan tekanan darah. Penderita Hipertensi, merupakan penderita yang pada dasarnya memiliki tekanan darah diatas 140 untuk sistol dan diatas 90 untuk diastol. Seseorang yang tidak memiliki ansietas dapat meningkatkan tekanan darahnya, demikian pada penderita hipertensi, maka dampaknya akan bisa menjadi lebih buruk. Untuk itu, karya ilmiah akhir ners ini dilakukan bertujuan agar masalah psikososial Ansietas menjadi perhatian bagi implikasi keperawatan khususnya perawat agar dapat diterapi sehingga masalah fisik akan terbantu jika masalah psikososial juga diatas dengan baik. Penulisan ini melibatkan satu klien yang memiliki masalah ansietas pada kondisi fisiknya yaitu hipertensi. Hasil menunjukkan bahwa asuhan keperawatan ansietas selama 6 hari pada klien dapat menurunkan skor ansietas dengan menggunakan Skor HARS (Hamilton Anxiety Ratng Scale) menjadi 15 poin pada akhir pertemuan dari 27 poin pada awal pertemuan. Asuhan keperawatan yang digunakan hingga skor dapat turun diantaranya melakukan tarik nafas dalam distraksi, hipnotis 5 jari spiritual dan terapi though stopping.

ABSTRACT
Anxiety is a general term for several disorders that cause nervousness, fear, apprehension
and worrying, which did not accompanied by clear measure. However, people with anxiety
could be diagnosed by their physical symptoms because they tend to have an increase in
blood pressure. Hypertension is defined as a systolic blood pressure (SBP) of 140 mm Hg or
more or a diastolic blood pressure (DBP) of 90 mm Hg or more. Hypertensive patient could
worsen their condition if they also have anxiety as their blood pressure could increase even
more. Therefore this scientific journal done to make the psychosocial problem of anxiety
become a concern for nurses as physical problems could be treated better when psychosocial
problems were also handled well. This paper involves one patient who have hypertension
with anxiety. The anxiety scores is measured by HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) score
and results showed that an anxiety nursing care for 6 days on patient could reduce anxiety
score from 27 points to 15 points. The nursing care used includes deep breathing
distraction, five spiritual fingers hypnosis and though stopping therapy"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Raphita Diorarta
"Covid-19 merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan pada tahun 2019. Kelompok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) rentan terhadap Covid-19 dikarenakan mereka sangat mungkin memiliki kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sendiri termasuk perawatan diri selama pandemi. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi keluarga dalam merawat ODGJ yang terkonfirmasi Covid-19, dan hal ini dapat berdampak secara psikologis, fisik, sosial dan juga ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi pengalaman keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dengan Covid-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam. Penelitian pengalaman keluarga dalam merawat ODGJ dengan Covid-19 melibatkan sepuluh partisipan, partisipan terdiri dari tujuh orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Sepuluh partisipan sudah merawat ODGJ dengan diagnosa medis Skizofrenia kurang lebih selama 2 tahun sampai 10 tahun. Penelitian ini dilaksanakan secara daring dan luring, sembilan partisipan diwawancarai secara daring menggunakan aplikasi zoom meeting dan whatsapp video call dan satu partisipan diwawancarai secara luring dilaksanakan di wilayah rumah sakit pada saat partisipan mengantarkan pasien untuk kontrol. Penelitian dilaksanakan pada minggu kedua bulan November 2021 sampai minggu pertama bulan Desember 2021. Tema-tema yang muncul dari penelitian ini adalah : (1) situasi perawatan yang hampir sama dalam merawat ODGJ tanpa dan dengan Covid-19, (2) perbedaan dalam merawat ODGJ pada saat terkonfirmasi Covid-19 dan sebelum terkonfirmasi Covid-19, (3) sumber internal keluarga yang digunakan selama merawat ODGJ dengan Covid-19, dan (4) sumber eksternal keluarga yang digunakan selama merawat ODGJ dengan Covid-19. Peneliti merekomendasikan perawat jiwa untuk dapat bekerja sama dengan keluarga dalam mendukung pemulihan ODGJ dengan Covid-19, serta perawat jiwa juga dapat memenuhi kebutuhan keluarga akan informasi, dukungan, dan keterampilan dalam perawatan. Pemberian informasi juga dapat diberikan dengan intervensi keluarga yaitu Family Psychoeducation (FPE).

Covid-19 is a respiratory disease caused by SARS-CoV-2 which was discovered in Wuhan in 2019. Groups of people with mental disorders are vulnerable to Covid-19 because they are very likely to have difficulties in their own needs including self-care during pandemic. This condition is a challenge for families in caring for people with mental disorders who are confirmed with Covid-19, and this can have a psychological, physical, social and economic impact. This study aims to obtain a description of the experience of families caring for people with mental disorders (ODGJ) with Covid-19. This study use a descriptive phenomenological approach and analyzed by the Colaizzi method. Data collection using in-depth interviews. Research on family experiences in caring for people with mental disorders with Covid-19 involved ten participants, the participants consisted of seven women and three men. Ten participants had treated ODGJ with a medical diagnosis of Schizophrenia for approximately 2 to 10 years. This study was conducted online and offline, nine participants were interviewed online using the zoom meeting application and whatsapp video call and one participant was interviewed offline conducted in the hospital area when the participants took the patient for control. The study was carried out in the second week of November 2021 until the first week of December 2021. The themes that emerged from this study were: (1) almost the same treatment situation in treating ODGJ without and with Covid-19, (2) differences in treating ODGJ when confirmed Covid-19 and before confirmed Covid-19, (3) internal family sources used while treating ODGJ with Covid-19, and (4) family external sources used while treating ODGJ with Covid-19. Researchers recommend mental nurses to be able to work together with families in supporting the recovery of ODGJ with Covid-19, and mental nurses can also meet the family's needs for information, support, and skills in care. Information can also be given through family intervention, namely Family Psychoeducation (FPE)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arundhati Nugrahaning Aji
"Latar Belakang: Jumlah orang berusia 60 tahun atau lebih sebanyak 962 juta orang, setara dengan 13% populasi dunia dan sekitar 15% dari jumlah tersebut menderita gangguan jiwa. Pada tahun 2050, Indonesia diproyeksikan akan memiliki 72 juta orang berusia diatas 60 tahun. Salah satu cara pemerintah dalam memenuhi kebutuhan adalah dengan mengadakan kegiatan Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yang dikhususkan untuk lansia. Dibutuhkan adanya penelitian mengenai apakah kebutuhan lansia gangguan jiwa yang berada di PSTW sudah terpenuhi dan bagaimanakah hubungannya dengan kualitas hidup mereka. Dengan banyaknya kebutuhan yang tersebar dalam berbagai area, maka akan dilakukan adaptasi instrumen Camberwell Assessment of Need for the Elderly (CANE) terlebih dahulu.
Metode: Sebanyak 104 dataset didapatkan dari lansia gangguan jiwa, pengasuh dan staf yang merawat. Pengambilan sampel ditetapkan secara consecutive sampling. Uji yang dilakukan yaitu uji kesahihan isi, uji keandalan konsistensi internal dan uji keandalan interrater. Instrumen yang sahih dan andal digunakan untuk mengukur kebutuhan 50 lansia gangguan jiwa di PSTW dan dihubungkan dengan kualitas hidup dengan menggunakan metode analitik kuantitatif potong lintang. Pengambilan sampel ditetapkan secara consecutive sampling. Pengukuran kualitas hidup menggunakan WHOQoL-BREF Bahasa Indonesia.
Hasil: Content validity index for scales (S-CVI) sebesar 1,0. Uji keandalan konsistensi internal koefisien Cronbach's Alpha memperoleh hasil 0,86. Uji keandalan interrater menghasilkan nilai koefisien kappa sebesar 0,98 (p < 0,001). Terdapat hubungan antara kebutuhan perawatan diri dengan kualitas kesehatan fisik, terdapat hubungan antara kebutuhan merawat rumah/perawatan diri/daya ingat/distres psikologis/uang atau anggaran dengan kualitas psikologis, terdapat hubungan antara kebutuhan makanan/perawatan diri dengan kualitas hubungan sosial dan terdapat hubungan antara kebutuhan terkait gejala psikotik/informasi/uang atau anggaran dengan kualitas lingkungan (p ≤ 0,05). Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jumlah kebutuhan dengan kualitas hidup domain psikologis (p ≤ 0,05).
Kesimpulan: CANE bahasa Indonesia adalah instrumen yang sahih dan andal. Terdapat hubungan antara kebutuhan lansia dengan gangguan jiwa dengan kualitas hidup sehingga dibutuhkan evaluasi kebutuhan secara rutin di PSTW.

Background: The number of people aged 60 years or more is 962 million people, equivalent to 13% of the world's population and around 15% of that number suffer from mental disorders. Indonesia will have 72 million people aged over 60 years by 2050. Government fulfills elderly needs (including mentally disorder elderly) by holding the Tresna Werdha Residential Home. Research to evaluate the mentally disorder elderly's needs and how it relates to their quality of life is needed.
Methods: Firstly, an adaptation of the Camberwell Assessment of Need for the Elderly (CANE) conducted using consecutive sampling. Interviews resulted in 104 datasets obtained from elderly with mental disorders, carers, and staff. The validity used a content validity test. The reliability process used an internal consistency reliability test and an interrater reliability test. The needs of 50 mentally disorder elderly in Tresna Werdha Residential Home were evaluated by the valid and reliable CANE. Correlation between the mentally disorder elderly's needs and quality of life analyzed using the cross-sectional quantitative analytical method. Quality of life's measurements used the Indonesian WHOQoL-BREF.
Result: Content validity index for scales (S-CVI) is 1.0. The internal consistency of the Cronbach's Alpha coefficient is 0.86. The interrater reliability test resulted in a kappa coefficient of 0.98 (p <0.001). This research also found there is a correlation between self-care and the physical health-domain (p ≤ 0.05). Looking after the home/self-care/memory/psychological distress/money correlating to the psychological-domain (p ≤ 0.05). Food/self-care correlating to the social relationships-domain (p ≤ 0.05). The needs related to psychotic symptoms/information/money or budgeting correlating to the environmental-domain (p ≤ 0.05). There is a statistically significant correlation between the number of needs and the quality of life in the psychological-domain (p ≤ 0.05).
Conclusion: Indonesian CANE is a valid and reliable instrument. There is a correlation between the mentally disorder elderly's needs and the quality of life. Therefore a routine needs evaluation is needed at Tresna Werdha Residential Home.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ellya Fadllah
"Klien gangguan jiwa merupakan salah satu dari kelompok rentan terdampak pandemi COVID-19. Kasus terkonfirmasi yang semakin banyak berdampak terhadap peningkatan jumlah klien gangguan jiwa dengan COVID-19, khususnya yang menjalani perawatan di rumah sakit jiwa rujukan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang makna merawat klien gangguan jiwa dengan COVID- 19. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Partisipan penelitian adalah perawat kesehatan jiwa sebanyak 15 orang, yang didapatkan dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam menggunakan pertanyaan semi terstruktur. Hasil wawancara dalam bentuk transkrip dianalisis dengan menggunakan teknik Colaizzi. Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu pengalaman positif selama merawat klien gangguan jiwa dengan COVID-19, tantangan pemberian asuhan keperawatan klien gangguan jiwa dengan COVID-19, pengalaman fisik dan psikologis yang tidak menyenangkan, kesulitan fasilitas pendukung untuk stabilisasi masalah fisik, dan harapan perawat kesehatan jiwa dalam merawat klien gangguan jiwa dengan COVID-19. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat kesehatan jiwa mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis sebelum bertugas, meningkatkan kompetensinya terutama dalam perawatan masalah fisik klien gangguan jiwa dengan COVID-19.

Clients with mental disorders are one of the vulnerable groups affected by the COVID- 19 pandemic. The increasing number of confirmed cases has an impact on the increase in the number of clients with mental disorders with COVID-19, especially those undergoing treatment at a referral mental hospital. The purpose of this study was to gain an in-depth understanding of the meaning of caring for clients with mental disorders with COVID-19. This study uses a qualitative design with a descriptive phenomenological approach. The research participants were 15 mental health nurses, which were obtained by purposive sampling technique. Methods of collecting data with in-depth interviews using semi-structured questions. The results of the interviews in the form of transcripts were analyzed using the Colaizzi technique. The results of the study produced five themes, namely positive experiences while caring for clients with mental disorders with COVID-19, challenges in providing nursing care for clients with mental disorders with COVID-19, unpleasant physical and psychological experiences, difficulties with supporting facilities for stabilizing physical problems, and expectations of mental health nurses in treating clients with mental disorders with COVID-19. This study recommends that mental health nurses to prepare physically and psychologically before serving, increase their competence, especially in treating physical problems for clients with mental disorders and COVID-19."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiorini
"Perempuan pengungsi korban bencana rawan mengalami gangguan mental emosional baik disebabkan oleh pengalaman traumatik yang dialaminya maupun karena harus hidup dalam segala keterbatasan di pengungsian. Pemenuhan kebutuhan akan pangan, air bersih, kamar mandi dan jamban, tempat penampungan, dan bilik asmara diperkirakan memiliki hubungan yang bermakna dengan gangguan mental emosional pada perempuan pengungsi di kabupaten Karo. Penelitian dengan desain studi deskriptif cross sectional dilakukan dengan mengambil data primer melalui wawancara pada 244 responden di 37 lokasi penampungan pengungsi di kabupaten Karo. Hasil analisis bivariat, variabel yang menunjukkan hubungan yang bermakna adalah variabel status kehamilan (OR=0,17), kebutuhan pangan (OR=7,25), air bersih (OR=4,78), dan tempat penampungan (OR=4,88). Sedangkan dari hasil analisis multivariat memperlihatkan bahwa variabel pemenuhan kebutuhan pengungsi yang paling berpengaruh terhadap gangguan emosional pada perempuan pengungsi adalah varaiabel pemenuhan kebutuhan pangan dengan nilai OR = 7,2 Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan pemenuhan kebutuhan pengungsi belum memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, diharapkan dengan melakukan pengelolaan pengungsi yang sesuai standar minimal dapat mengurangi risiko gangguan mental emosional pada pengungsi khususnya pada perempuan.

ABSTRACT
Women IDP’s vulnerable to had emotional mental disorders that caused by traumatic experiences that happened and having to live within the limitations in the shelter. Fullfillment the needs for food, water, toilets , shelters, and booths romance is estimated to have a significant association with emotional mental disorders in marriage women IDP’s in Karo district. Research with a descriptive cross-sectional study is done by taking primary data through interviews on 244 respondents in 37 shelters in Karo district . The results of the bivariate analysis, variables that showed a significant association was pregnancy status (OR=0.17), the need for food ( OR = 7.25 ), water ( OR = 4.78 ), and shelter ( OR = 4.88 ). While the results of multivariate analysis showed that meet the needs of IDP’s variables that most affect the emotional disturbances in women are variabel food needs with OR = 7.2 From the results of this study indicate that the management of the fulfillment needs of IDP’s have not met the minimum standards set by Ministry of Health, is expected to conduct the management of refugee appropriate minimum standards can reduce the risk of mental disorders in women."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42003
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1985
362.2 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>