Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209869 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ficky Fadhilah
"Artikel ini membahas peran domestik perempuan Belanda di Hindia Belanda dalam majalah De Huisvrouw in Indië 1934. Majalah De Huisvrouw in Indië dikhususkan untuk pembaca di kalangan ibu rumah tangga dan diterbitkan oleh Nederlandse Vereniging van Huisvrouwen in Indië (Organisasi Ibu Rumah Tangga Hindia Belanda), bersamaan dengan naiknya jumlah perempuan Belanda yang datang ke Hindia Belanda pada abad ke-20. Penelitian dilakukan terhadap enam edisi majalah De Huisvrouw in Indië tahun 1934 dengan metode sejarah Kuntowijoyo (2013) dan mengacu pada konsep “The Happy Housewife” dari Friedan (1963) tentang representasi perempuan dalam majalah perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa majalah De Huisvrouw in Indië hadir menjadi penunjang untuk perempuan Belanda dalam menjalankan peran domestiknya di Hindia Belanda dan peran domestik ini memiliki signifikansi tersendiri, terutama untuk mempertahankan supremasi kulit putih di daerah koloni. Perempuan Belanda di Hindia Belanda menjalankan peran domestik untuk mempertahankan rust en orde (ketenangan dan ketertiban) sehingga tidak terjadi pencampuran antara orang-orang kulit putih dengan masyarakat pribumi dengan membentuk ruang domestik yang sesuai dengan Hollandse gezellig (kenyamanan Belanda) melalui kehadiran Huisje, Boompje, Beestje (rumah, taman, dan hewan peliharaan), sebagaimana tercermin dalam konten-konten di majalah De Huisvrouw in Indië.

This article discusses the depiction of the domestic role of Dutch women in the Dutch East Indies in De Huisvrouw in Indië. De Huisvrouw in Indië is a magazine tailored for housewives and published by Nederlandse Vereniging van Huisvrouwen in Indië (Association of Housewives in the Netherlands Indies) alongside the rise of Dutch woman arriving in Dutch East Indies during the 20th century. The study analyzes six editions of De Huisvrouw in Indië published in 1934 using historical methods introduced by Kuntowijoyo (2013) and refers to the concept of "The Happy Housewife" introduced by Friedan (1963) regarding the representation of women in women's magazines. The results of this research show that De Huisvrouw in Indië magazine serves to support Dutch women in the Dutch East Indies in carrying out their domestic roles. The study also found that the domestic role of Dutch women in Dutch East Indies has its own significance, especially to maintain white supremacy in the colonies. Dutch women in Dutch East Indies carries their domestic role to maintain rust en orde (tranquility and order) to avoid white people blending with natives by creating domestic space that fits the Hollandse gezellig (the Netherland comfort) through the presence of Huisje, Boompje, Beestje (house, garden, and pet), as reflected in the contents provided by De Huisvrouw in Indië.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Desy Angraini
"Black Panther (2018) adalah film superhero kulit hitam pertama dari Marvel Cinematic Universe yang dijadikan sebagai momentum untuk selebrasi kebudayaan orang kulit hitam dengan cara menampilkan kehebatan dan superioritas mereka. Berdasarkan film Hollywood sebelumnya, orang kulit hitam selalu digambarkan dengan cara yang negatif, disaat orang kulit putih digambarkan dengan cara yang lebih positif. Dengan menggunakan konsep supremasi kulit putih dari Leonardo (2004), konsep imperialisme dari Narayan dan Huggins (2017), dan juga konsep kolonialisme dari Emerson (1969), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana ide-ide supremasi orang kulit putih digambarkan dalam film Black Panther. Dalam penelitian ini ditemukan bagaimana ide-ide dari supremasi orang kulit putih digunakan dalam film Black Panther sebagai selebrasi orang kulit hitam, pada awalnya hal tersebut dikritisi oleh film ini. Penelitian ini berkontribusi untuk studi kebudayaan orang kulit hitam, khususnya dalam kritik terhadap supremasi kulit putih dalam film kulit hitam dengan menunjukan bagaimana dan mengapa hal ini bermasalah.

Black Panther (2018) is the first black superhero film from Marvel Cinematic Universe that was
used as a momentum to celebrate black culture by showing the greatness and superiority of black people. Throughout previous Hollywood films, Black people were usually portrayed negatively, while White people would be depicted more positively. Using Leonardos (2004) method of white supremacy, Narayan and Hugginss (2017) method of imperialism, and Emersons (1969) method of colonialism, this research aims to analyse how white supremacy ideas reflected in Black Panther. The finding of this research is that Black Panther used the ideas of white
supremacy to celebrate black culture, which at first had been criticized by this film. This research contributes to black culture studies on criticisms towards white supremacy in black films by showing how and why this issue is problematic.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syadza Fadhilah
"Jurnal ini membahas gambaran kehidupan orang Belanda di Hindia-Belanda pada masa penjajahan Belanda dan kekuasaan Jepang hingga masa kemerdekaan RI dalam buku Our Childhood in The Former Colonial Dutch East Indies (2011) yang ditulis oleh Ralph Ockerse dan Evelijn Blaney. Buku ini berkisah tentang dinamika kehidupan Ockerse dan keluarganya di Hindia Belanda pada tahun 1935 sampai dengan tahun 1946. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, tahun 1940 sampai 1946 adalah masa di mana transisi otoritas di Hindia-Belanda, mulai dari kekuasaan Belanda, kependudukan Jepang pada tahun 1942, hingga kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Transisi otoritas tersebut berdampak langsung kepada orang Belanda di Hindia Belanda. Kondisi masyarakat yang berubah-ubah secara signifikan pada masa itu dapat tercermin pada kehidupan orang Belanda, salah satunya kepada kehidupan Ralph Ockerse tokoh utama dalam buku Our Childhood in The Former Colonial Dutch Indies. Dinamika kehidupan orang Belanda ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana gambaran kehidupan orang Belanda di Hindia-Belanda dalam buku Our Childhood in The Former Colonial Dutch Indies? Bagaimana orang Ockerse sebagai representasi orang Belanda dalam buku ini melihat kehidupannya sendiri di Hindia-Belanda?

This paper will dicuss the description of the Dutchs life in Dutch East Indies during Dutch colonial era and Japans authority up until Indonesias independence in Our Childhood in The Former Colonial Dutch Indies (2011) written by Ralph Ockerse and Evelijn Blaney. This book tells about the dynamics of Ockerses and his familys life in Dutch East Indies from 1935 until 1946. According to the historical data, the most intense authorities transition in Dutch East Indies happened from 1940 untul 1946, began with Dutchs authority, Japans authority in 1942, until Indonesias independence in 1945. These authorities transitions affected the Dutch citizen in Dutch East Indies directly, in this case was Ralph Ockerse as the main character of the book. This dynamics triggering several question: Hows the life of the Dutch in Dutch East Indies described in Our Childhood in The Former Colonial Dutch Indies? How Ockerse, as the representation of the Dutch in this book sees his own life in Dutch East Indies?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Windi Riana Lidiawati
"ABSTRAK
Industri rokok kretek dan sigaret di Jawa tetap bertahan meskipun Hindia-Belanda dilanda krisis ekonomi pada tahun 1930-an. Sebagai upaya promosi produk mereka perusahaan-perusahaan rokok tersebut membuat berbagai macam iklan yang menampilkan sosok perempuan pribumi. Penelitian ini membahas sosok perempuan pribumi dalam iklan rokok kretek dan sigaret tahun 1932-1940. Ada lima merek rokok yang dibahas yaitu Tjap Doro, Tjap Nganten, Eling-Eling, Marikangen dan Rokok Diko.Dari lima merek tersebut terdapat duabelas iklan yang dianalisis. Metode yang digunakan adalah metode sejarah dibantu dengan konsep denotasi dan konotasi dari Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di samping menggunakan model laki-laki, iklan rokok kretek juga menggunakan model perempuan pribumi yang tidak hanya sebagai pelengkap tetapi menjadi objek utama. Penggunaan model perempuan pribumi dalam iklan rokok kretek dan sigaret ditujukan untuk menarik konsumen pria dan perempuan pribumi menengah ke atas untuk mengkonsumsi rokok pada waktu santai mereka. Citra yang ingin ditampilkan dalam iklan rokok tersebut adalah bila mereka mengonsumsi rokok tersebut, maka status mereka dapat naik menjadi kalangan menengah ke atas.

ABSTRACT
The kretek and cigarette industry in Java survived persisted even though the Dutch East Indies was hit by the economic crisis in the 1930s.As an effort to promote their products, these cigarette companies made various kinds of advertisements that displayindigenous women as the model.This research discusses indigenous women as the modelfor those kretek and cigarette advertisement in 1932-1940.Five cigarette brands that are being discussed, namely Tjap Doro, Tjap Nganten, Eling-Eling, Marikangen, and Rokok Diko.Twelve advertisements were being analyzed from these five brands.The method used is the historical method supported by the concept of denotation and connotation of Barthes.The results showed that in addition to using menas models, kretek cigarette advertisements also used indigenous women as models that were not only complementary but also asthe main object.The use of indigenous women as models in advertising kretek and cigarettes is intended to attract middle-to-upper male and female consumers to consume cigarettes during their leisure time.The image seenin cigarette advertisements want to tell the consumers thatthese kreteksand cigarettes, thenthey can raisetheir status tothe upper middle class
"
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Batara Gunawan
"Artikel ini berpendapat bahwa upaya pemerintah sipil untuk mendorong perubahan kebijakan pertahanan di Indonesia pasca Orde Baru dilaksanakan melalui mekanisme layering. Secara teoretis, mekanisme layering beroperasi dalam kondisi-kondisi institusional yang menjadi ciri khas dalam konteks transisi demokrasi yaitu besarnya jumlah veto players dalam proses pengambilan keputusan di arena politik dan kecilnya ruang diskresi kebijakan dalam institusi yang dijadikan sebagai target perubahan. Oleh karena itu, perubahan didorong lewat penempatan elemen-elemen baru yang berdampingan dengan status quo yang berlaku di sebuah institusi. Melalui analisis deskriptif terhadap kebijakan MEF (Minimum Essential Force) tahap I tahun 2010-2014 ditemukan bahwa penggunaan mekanisme layering lewat kebijakan MEF telah berhasil diimplementasikan tanpa adanya penolakan dari para pendukung status quo di sektor pertahanan Indonesia. Kondisi ini dimungkinan karena program modernisasi alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang menjadi inti dari kebijakan MEF memberikan insentif tambahan terhadap status quo yang sesuai dengan preferensi TNI (Tentara Nasional Indonesia) mengenai keberlanjutan organisasi mereka. Akan tetapi tulisan ini juga melihat adanya efek negatif dari penggunaan mekanisme layering tersebut yakni rendahnya derajat kepatuhan terhadap elemen baru perubahan. Sebagai akibat dari tetap utuhnya status quo, militer mempertahankan dominasinya dalam proses formulasi dan implementasi tanpa pengawasan efektif dari kalangan sipil. Dalam kasus MEF, kondisi ini menimbulkan inkonsistensi kebijakan yang kemudian dapat menghambat profesionalisme TNI ke depan serta memberikan celah bagi kembalinya TNI ke ranah politik praktis."
Depok: Departemen Ilmu Politik FISIP UI, 2017
320 JURPOL 2:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Meidy Aghnia
"ABSTRAK
Dalam skripsi ini dibahas mengenai gambaran perempuan Belanda di Hindia Belanda pada akhir tahun 1930 melalui kisah perjalanan Eens op Java en Sumatra 1948 karya Mary Pos, perempuan penulis dan jurnalis Belanda. Dalam karyanya, Mary Pos terutama menyoroti kehidupan kaum perempuan Belanda di Hindia Belanda. Penggambaran perempuan Belanda yang dituliskan oleh Mary Pos ini berbeda dari karya perempuan penulis perjalanan Belanda sebelumnya. Perempuan Belanda dalam kisah perjalanan ini digambarkan lebih aktif dan banyak disibukkan dengan berbagai kegiatan. Misalnya dalam buku ini dibahas mengenai berbagai pekerjaan yang dilakukan perempuan Belanda seperti pegawai di sebuah kantor, tenaga medis, tenaga pendidik, aktivis gerakan sosial maupun aktivis dalam bidang penyebaran agama, dan bahkan beberapa dari mereka memiliki jabatan tinggi di dalam pekerjaannya. Dengan mengacu kepada konsep mengenai perempuan Belanda di Hindia Belanda awal tahun 1900-an oleh De Wever 2003 dan Gouda 2008 , serta penerapan metode penelitian sejarah serta artikel-artikel dari surat kabar sezaman, maka dianalisis berbagai penggambaran kehidupan perempuan Belanda menurut Mary Pos.
ABSTRACT
This thesis discusses the description of Dutch women in the Dutch East Indies in the late 1930s through the travel writing of Eens op Java en Sumatra 1948 by Mary Pos, Dutch writer and journalist. In her work, Mary Pos primarily highlighted the lives of Dutch women in Dutch East Indies. In contrast to the work of previous Dutch female travel writers, Dutch women in this travel story are described as being more active and more preoccupied with various activities. One of the example is this book discusses about various Dutch women rsquo s jobs such as employees in an office, medical personnel, educators, social movement activists and activists in the field of spreading religion, and even some of them have high positions in their job. Referring to the concept of Dutch women in the early Indies of the 1900s by De Wever 2003 and Gouda 2008 , also the historical research methods and articles from contemporary newspapers, then various depictions of Dutch women 39 s life according to Mary Pos were analyzed. "
2017
S69891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inasya Nur Qamarani
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh politik etis dan feminisme Belanda terhadap Kartini, selaku seorang perempuan di negara koloni pada zaman kolonialisme Belanda. Pembahasan dalam tulisan ini mencakup relasi negara Belanda dan Hindia Belanda, aktor-aktor politik etis dan feminis, dan media-media Belanda yang mempengaruhi tumbuhnya kesadaran emansipasi Kartini. Untuk mempertajam pembahasan, penulis menggunakan teori feminisme pascakolonial dalam Hubungan Internasional, serta melakukan analisis mendalam pada surat-surat yang ditulis oleh Kartini kepada korespondensi surat-suratnya, hubungan Kartini dengan para pejabat kolonial, literatur Belanda, dan media Belanda pada 1899-1904 . Hasil analisis pada tulisan ini dapat membuktikan bahwa kebijakan politik etis dan feminisme Belanda telah mempengaruhi kesadaran emansipasi Kartini. Dalam pembahasan ini, dipergunakan kritik feminisme pascakolonial dan Hubungan Internasional guna menunjukkan adanya relasi kuasa Belanda kepada negara koloninya. Namun, dalam relasi kuasa kolonial itu ditemukan aktor-aktor penggerak politik etis dan feminis dari Negeri Belanda yang menularkan kesadaran emansipasi kepada Kartini di Hindia Belanda. Dalam penelitian penulis, ditemukan hal baru yang tidak dilihat oleh kritik feminisme pascakolonial dalam HI, bahwa meskipun dalam relasi kuasa kolonial, tetapi gagasan politik etis dan feminisme justru membuka kesadaran baru bagi Kartini mengenai emansipasi perempuan.

This thesis aims to analyze the influence of ethical politics and Dutch feminism on the Indonesian heroine; Kartini -as a woman in a colonial country during the Dutch colonial era. The discussion of this paper covers the relationship between the Netherlands and Dutch East Indies, Dutchfeminist actors, and the Dutch media that influenced the emergence of Kartini's ideas. To sharpen the discussion, the author uses postcolonial feminism in International Relations theory, and conducts an in-depth analysis of letters written by Kartini to her correspondence, her relationship with colonial officials, Dutch literature, and the Dutch media in 1899-1904 (i.e. feminist newspapers and magazines). The results of the analysis prove that ethical political policies and Dutch feminism certainly influenced Kartini's mindset and encouraged her to fight for the education of Javanese and Indonesian women up until now. In the discussion, the author uses postcolonial feminism in International Relations critics because there is obvious evidence that in Kartini’s case, there is also power relations between two state, which is the Netherland and Dutch East Indies as its colony. However, in the relations of colonial power between those two states, the authors also found that the actors who run ethical politics and Dutch feminist are the ones that influenced Kartini, and awaken her strugglein Dutch East Indies. Other than that, in discussing Kartini’s case, there is also prove that critics of post-colonial feminism in IR fails to see, that even though she is in colonial power relations, ethical political ideas and feminism actually open a new awareness for Kartini regarding Javanese women's emancipation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mailoa, Gesha
"ABSTRAK
Prangko merupakan syarat utama dalam pengiriman surat. Prangko memiliki desain beragam yang mengandung banyak makna dan sejarah. Pada periode 1864 -1909 prangko di Hindia-Belanda menggunakan gambar Raja Willem III dan Ratu Wilhelmina. Perubahan desain gambar prangko di Hindia-Belanda terjadi pada 1930 dan 1931 dengan penerbitan prangko edisi khusus Jeugdzorg dan Witte kruis. Penelitian ini membahas prangko edisi khusus yaitu Jeugdzorg(1930) dan Witte kruis (1931) dengan objek bangunan khas dan kegiatan masyarakat di Hindia-Belanda. Tujuan penelitian mengungkapkan alasan penggunaan desain prangko edisi khusus tersebut dan kaitan penerbitannya dengan promosi turisme Hindia-Belanda. Metode yang digunakan adalah metode sejarah dan konsep identitas kultural dari Stuart Hall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan desain prangko dari gambar raja dan ratu Belanda ke gambar dengan unsur kebudayaan di Hindia-Belanda merupakan pergeseran identitas kultural pemerintah Belanda.  Prangko edisi khusus meskipun tidak secara eksplisit bertujuan untuk promosi turisme tetapi dilihat dari pilihan objek yang diigunakan merupakan bagian dari promosi turisme Hindia-Belanda. Objek-objek yang digunakan sebagai desain ternyata telah digunakan sebelumnya pada media promosi turisme Hindia-Belanda seperti poster, buku panduan,  kartu pos dan foto.

Stamps are the main requirement to send mails. Stamps have a variety of designs with a lot of meaning and history behind each design. In the period 1864-1909, the pictures of King Willem III and Queen Wilhelmina empress of the Netherlands were featured on stamps in the Dutch East Indies. In 1930 and 1931, the era of those king and queen stamp designs in the Dutch East Indies was over which being marked by the emergence of special edition design stamps, Jeugdzorgand Witte Kruis. This study examines the special edition stamps called Jeugdzorg (1930)and Witte Kruis (1931)with the pictures of landmark objects and daily life of people (culture) in the Dutch East Indies. The purpose of this study is to reveal the reason why that special edition designs were used on stamps and to explain the relevancy between the publishing of special edition design stamps and tourism promotion in the Dutch East Indies. The historical method and Stuart Halls concept of cultural identity are used in this study. The result shows that the change of design from the pictures of king and queen of the Netherlands to cultural aspects in Dutch East Indies is because there was a cultural identity shift in the Dutch Government. Though the special edition design stamps were not explicitly published for promoting tourism, the objects that featured on stamps were part of the promotion of the Dutch East Indies tourism. The objects that featured had been used before in tourism promotion media in Dutch East Indies, such as poster, guide book, postcard, and photo."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inggit Yullyani
"Pada masa penjajahan di Indonesia, poster merupakan salah satu media yang banyak digunakan untuk melakukan propaganda. Dalam penelitian ini, penulis mengambil korpus data berupa empat buah poster Belanda yang muncul pada masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1944-1945. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan deskriptif-analitis. Melalui penelitian ini, penulis ingin menjelaskan makna dari komponen gambar dan kalimat yang terdapat dalam poster dan menjelaskan pesan yang terkandung di dalamnya.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa di dalam poster-poster ini terdapat ikon, simbol, dan indeks yang menunjukan bahwa Jepang sebagai penjajah atau penguasa, Hindia Belanda sebagai kaum terjajah serta Belanda sebagai kaum yang membela Hindia Belanda. Di dalam poster-poster tersebut terdapat beberapa teknik propaganda yang memperlihatkan kecerdikan bangsa Belanda guna merebut kembali hati masyarakat Hindia Belanda dengan menunjukan rasa simpati dan peduli melalui kata serta gambar dalam poster.

During the colonial period in Indonesia, the poster is one of medium that was widely used for propaganda. In this study, the author takes data corpus in the form of four Dutch poster that appeared during the occupation of Japan in 1944-1945. The method of this research is studying the literature and descriptive analyzing. Through this study, the author would like to explain the meaning of the images component and words component which are contained in the posters and to explain the message contained therein.
The results of the analysis conclude that in these posters, there are icons, symbols, and the indexes which show that the Japanese as occupiers or ruler, Dutch East Indies as the colonized as well as the Dutch as a defender for Dutch East Indies. In the posters mentioned, there are some propaganda techniques that show the ingenuity of the Dutch to regain the hearts of the Dutch East Indies people by showing sympathy and care through words and images in the poster.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Khairunnisa
"Pemerintah Hindia Belanda menggunakan brosur sebagai media untuk menggambarkan Bali kepada dunia. Penelitian
ini akan memperlihatkan bagaimana pemerintah Hindia Belanda menggambarkan Bali sebagai tujuan pariwisata di
Hindia Belanda diwakilkan dengan delapan brosur yang diunggah oleh Cra-gallery.nl dan bagaimana makna dari
setiap tanda dimaksudkan untuk menunjukan keindahan Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan teknik studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik Ferdinand de
Saussure yang membagi bentuk fisik menjadi dua yakni Penanda (Signifier) dan Petanda (Signified). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gambaran Bali yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda membawa dampak positif
terhadap pariwisata Bali serta kebijakan etis “Baliseering” atau Balinisasi sukses membangun gambaran baru Bali
hingga dikenal sebagai pulau yang berbudaya.

Dutch East Indies government was used brochures as a medium to describe Balinese to the world. This research will
reveal how the Dutch East Indies government described Bali as a tourism destination in the Dutch East Indies represt
by eight brochures which uploaded by Cra-gallery.nl and how the significance of each sign is intended to show the
beauty of Bali. The method use in this research is a qualitative method with literature study techniques. This research
use the Ferdinand de Saussure’s semiotic theory which divides the sign into two, the Signifier and the Signified. The
results of this research indicate that the image of Balinese which formed by the Dutch East Indies government had a
positive impact on Bali tourism and Baliseering the ethical policy of or Balinization succeeded in building a new
image of Bali so that to be known as a Cultured Island
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indoneisa, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>