Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Neni Agustina
"Pendahuluan : Penyakit gagal jantung kongestif memiliki kejadian rehospitalisasi yang terbilang cukup tinggi. Dukungan keluarga menjadi salah satu bentuk tindakan untuk menurunkan masalah psikologis pada klien gagal jantung kongestif selama perawatan di rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dan rehospitalisasi pada klien gagal jantung kongestif. Metode : Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik purposive sampling pada 107 responden. Kriteria inklusinya yaitu klien gagal jantung kongestif yang berobat ke poliklinik dengan kelas NYHA 1-4 tanpa keluhan sesak napas atau kelelahan. Hasil : Dukungan keluarga tidak mempengaruhi rehospitalisasi klien gagal jantung kongestif. Analisis: Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan dukungan keluarga dengan rehospitalisasi klien gagal jantung kongestif dengan p value = 0,059 (p value > 0,05). Rekomendasi : Asuhan keperawatan pada klien dan keluarga dilakukan secara komprehensif untuk menurunkan angka rehospitalisasi klien gagal jantung kongestif.

Introduction: Congestive heart failure disease has a fairly high incidence of rehospitalization. Family support is one form of action to reduce psychological problems in congestive heart failure clients during home care. This study aims to identify the relationship between family support and rehospitalization in congestive heart failure clients. Methods: This research design is descriptive quantitative with purposive sampling technique on 107 respondents. The inclusion criteria are congestive heart failure clients who seek treatment at the polyclinic with NYHA classes 1-4 without complaints of shortness of breath or fatigue. Results: Family support does not affect the rehospitalization of congestive heart failure clients. Analysis: This study shows there is no relationship between family support and rehospitalization of congestive heart failure clients with p value = 0.059 (p value > 0.05). Recommendation: Nursing care for clients and families is carried out comprehensively to reduce the rehospitalization rate of congestive heart failure clients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanti Niman
"Prevalensi CHF meningkat setiap tahunnya. Dampak dari CHF terhadap kondisi psikososial membutuhkan penanganan yang menyeluruh termasuk keterlibatan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dukungan keluarga pada klien dengan CHF antara keluarga yang mendapatkan psikoedukasi keluarga dengan keluarga yang mendapatkan pendidikan kesehatan di RS Santo Borromeus dan RS Santo Yusup Bandung. Desain penelitian ini menggunakan "Quasi experimental pre-post test with control group". Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus beda 2 mean kelompok independen, jumlah sampel 57 responden (25 kelompok intervensi dan 32 kelompok kontrol) dan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner dukungan keluarga yang dikembangkan dari ISSB. Kelompok kontrol diberikan pendidikan kesehatan dan kelompok intervensi diberikan psikoedukasi keluarga yang dilakukan sebanyak 5 sesi.
Hasil menunjukan ada perubahan bermakna dukungan keluarga sebelum dan sesudah psikoedukasi keluarga (p value <α), tidak ada perubahan yang bermakna dukungan keluarga sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan (p value >α) dan ada perbedaan bermakna dukungan keluarga kelompok yang mendapatkan psikoedukasi dengan kelompok yang mendapatkan pendidikan kesehatan (p value <α). Karakteristik keluarga dan klien tidak berhubungan dengan dukungan keluarga. Rekomendasi penelitian ini psikoedukasi keluarga dapat dikembangkan di rumah sakit umum.

The prevalence of CHF is increasing every year. The impact of psychosocial condition requiring comphrehensive treatment for CHF in all aspects. One contributing factor to success is the involvement of family. This study aimed to determine the differences of family support towards clients with CHF between families who were receiving family psychoeducation with families who were provided with health education at St. Borromeo Hospital and St. Joseph Hospital Bandung. This study used "Quasi experimental pre-post test with control group". Determination of sample size using the formula mean difference 2 independent groups with a sample of 57 respondents (25 family intervention group and 32 family control group) and sample retrieval tchniques with purposive sampling procedure. The instrument used was an ISSB questionnaire for measuring family support. The control group was provided health education. The intervention group was provided with family psychoeducation that performed 5 sessions.
The finding this study showed that no significant changes before and after the family support family psychoeducation (p value <α), There was no significant change in family support before and after health eduacation (p value >α) and no significant differences in family support groups get the psychoeducation group health education (p value <α). Characteristics of the family and the client is not associated with family support. Family psychoeducation research way recommended to be developed in a public hospital."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiji Lestari
"Malnutrisi merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi pada pasien dengan penyakit gagal jantung kronik. Perubahan neurohormonal dan reaksi inflamasi yang terjadi menyebabkan serangkaian perubahan metabolisme. Kondisi ini jika tidak diimbangi asupan nutrisi yang adekuat akan terjadi kaheksia kardiak. Adanya kaheksia kardiak terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Laporan serial kasus ini memaparkan empat kasus pasien gagal jantung kongestif dengan etiologi penyakit jantung hipertensi disertai berbagai kondisi penyerta. Semua pasien telah mengalami kaheksia kardiak sehingga memerlukan dukungan nutrisi selama perawatan.
Masalah yang turut menyertai dan berkaitan erat dengan nutrisi pada keempat pasien adalah infeksi, anemia, hipoalbuminemia, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, keseimbangan cairan dan elektrolit serta defisiensi mikronutrien tertentu serta nutrien spesifik. Penentuan kebutuhan energi total dihitung berdasarkan rumus Harris Benedict disesuaikan dengan faktor stres tergantung beratnya kasus dan kondisi penyerta. Pemberian protein disesuaikan dengan fungsi ginjal pada masing-masing pasien. Restriksi cairan dan natrium disesuaikan dengan keadaan retensi cairan, keadaan hiponatremia dan respon terhadap diuretik yang diberikan. Pemberian mikronutrien tertentu dan nutrien spesifik belum sepenuhnya dapat dilaksanakan pada keempat kasus.
Monitoring dan evaluasi yang diberikan meliputi klinis, antropometri terutama perubahan berat badan akibat retensi cairan, toleransi asupan, keseimbangan cairan dan kapasitas fungsional. Selama pemantauan didapatkan peningkatan asupan nutrisi dengan toleransi yang baik disertai dengan perbaikan klinis, kapasitas fungsional dan kondisi metabolik. Tata laksana penyakit primer yang adekuat disertai dukungan nutrisi yang optimal menghasilkan outcome yang baik selama perawatan. Perlu penatalaksanaan nutrisi berkelanjutan untuk mempertahankan status nutrisi, membantu mengontrol progresifitas penyakit dan mengendalikan komplikasi.

Malnutrition is the one of the most important problem which is frequently occurred in chronic heart disease patients. Neurohormonal changes and inflammatory reactions which developed will cascading metabolism shifts. If this condition is not followed by adequately nutrition intake, patients will have cardiac cachexia. The present of cardiac cachexia is evidenced in increasing the morbidity and mortality. This case series described four congestive heart failure patients which caused by hypertensive heart disease with various morbid conditions. All of the patients had cardiac cachexia and require nutritional support during the inward.
Several problems accompany and strongly relate with nutritional aspect in this cese series were infection, anemia, hypoalbuminemia, renal dysfunction, hepatic dysfunction, water and electrolyte imbalance, and specific micronutrient and nutrient deficiency. Total energy needs based on Harris Benedict formula and stress factors depend on case severity and other morbid conditions. Protein requirement adjusted to renal function for every patient. Water and sodium restriction adjusted to water retention, hyponatremia, and given diuretic responses conditions. Specific micronutrient and nutrient were not fully maintained in those four cases.
Monitoring and evaluation of this case series including clinical, antropometry especially weight changes due to water resistance, tolerance of intake, water balance and functional capacity conditions. During follow up, the improvement of nutrition intake and tolerance were developed as good as improving clinical, functional capacity, and metabolic condition. Adequate treatment for primary disease accompanied by optimal nutritional support resulted great outcome during inward. Further nutritional support are required to maintain nutritional status, help controlling disease progression, and control complications.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Gemalasari Liman
"Latar Belakang: Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hipokloremia berhubungan dengan peningkatan rehospitalisasi dan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung (chloride hypothesis). Akan tetapi, penelitian-penelitian tersebut hanya membandingkan kelompok pasien gagal jantung dengan hipokloremia dengan kelompok normokloremia saat admisi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh normalisasi kadar klorida terhadap rehospitalisasi dan mortalitas pasien gagal jantung. Metode: Dilakukan penelitian kohort prospektif pasien gagal jantung dekompensasi akut (GJDA) yang dirawat inap dari September 2018 sampai Februari 2019. Pasien dengan hipokloremia dan normonatremia saat admisi dibagi menjadi kelompok hipokloremia persisten hingga saat pemulangan dibanding kelompok normokloremia saat pemulangan. Luaran primer adalah rehospitalisasi karena gagal jantung dalam 180 hari. Luaran sekunder adalah mortalitas dalam 180 hari. Hasil: Terdapat 162 pasien (53,6%) yang termasuk dalam kelompok hipokloremia persisten dan 140 pasien (46,3%) yang termasuk dalam kelompok normokloremia saat pemulangan. Model regresi Cox menunjukkan hipokloremia persisten tidak berkaitan bermakna dengan peningkatan rehospitalisasi karena gagal jantung (hazard ratio 1,21; interval kepercayaan 95% 0,78-1,89; p 0,392) dan mortalitas (hazard ratio 1,39; interval kepercayaan 95% 0,74-2,65; p 0,305) dibandingkan dengan kelompok normokloremia saat pemulangan.
Kesimpulan: Hipokloremia persisten pada pasien GJDA bukan merupakan prediktor independen terhadap rehospitalisasi gagal jantung dan mortalitas.

Background: Recent studies have shown that hypochloremia is associated with increased risk of rehospitalization and death in patients with heart failure (chloride hypothesis). In these studies, however, patients with hypochloremia were compared only with patients with a normal chloride level at hospital admission. Aim: To evaluate the effect of the normalization of serum chloride on the heart failure to rehospitalization and mortality. Method: This was a prospective cohort study of patients hospitalized for acute decompensated heart failure (ADHF) from September 2018 to February 2019. Patients with hypochloremia and normonatremia at admission were divided into patients with persistent hypochloremia at the time of discharge and patients who achieved normalization of their serum chloride levels at discharge. The primary outcome was 180-day rehospitalization. The secondary outcome was 180-day mortality.
Results: There were 162 patients (53,6%) with persistent hypochloremia and 140 patients (46,3%) with normochloremia at discharge. Cox regression model indicated persistent hypochloremia did not significantly predict heart failure rehospitalisation (hazard ratio 1.21; 95% confidence interval 0.78-1.89; p 0.392) and mortality (hazard ratio 1.39; 95% confidence interval 0.74-2.65; p 0.305) compared with group of normochloremia at discharge.
Conclusion: Persistent hypochloremia in ADHF patients is not an independent predictor of heart failure rehospitalisation and mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hetty Christine
"Latar Belakang: Penuaan merupakan proses fisiologis yang terjadi pada semua organ tubuh. Usia lanjut dan sejumlah komorbid yang terjadi seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronik dan penyakit ginjal kronik, merupakan faktor risiko mayor gagal jantung kongestif. Pasien usia lanjut dengan gagal jantung kongestif berisiko tinggi readmisi rumah sakit, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, dehidrasi atau kelebihan cairan, dan mengalami penurunan ambang rasa. Pada tata laksana gagal jantung kongestif, penting untuk membatasi asupan natrium dan cairan yang dapat menyebabkan penurunan asupan nutrisi, sehingga terapi nutrisi diperlukan sejak awal perawatan.
Metode: Laporan serial kasus ini memaparkan empat kasus pasien usia lanjut dengan gagal jantung kongestif, berusia 65-78 tahun dengan minimal satu penyakit komorbid yaitu hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit ginjal kronik, penyakit paru obstruktif kronik, dan diabetes melitus. Semua pasien memerlukan dukungan nutrisi. Dua pasien mengalami malnutrisi, satu pasien berat badan lebih dan satu pasien obes I. Masalah nutrisi yang didapatkan antara lain asupan makronutrien dan mikronutrien tidak adekuat dan komposisi nutrisi tidak seimbang selama sakit dan 24 jam terakhir, gangguan elektrolit, hiperurisemia, hiperglikemia, peningkatan kadar kolesterol LDL dan gangguan keseimbangan cairan. Terapi nutrisi gagal jantung kongestif diberikan pada semua pasien disesuaikan dengan penyakit komorbid masing-masing. Suplementasi mikronutrien dan nutrien spesifik diberikan pada keempat pasien. Pemantauan meliputi keluhan subyektif, hemodinamik, tanda dan gejala klinis, analisis dan toleransi asupan, pemeriksaan laboratorium, antropometri, keseimbangan cairan, dan kapasitas fungsional.
Hasil: Keempat pasien menunjukkan peningkatan asupan nutrisi, perbaikan klinis berupa penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi, serta peningkatan kapasitas fungsional.
Kesimpulan: Terapi nutriso yang adekuat dapat memperbaiki kondisi klinis pasien usia lanjut dengan gagal jantung kongestif dan berbagai penyakit komorbid.

Background: Aging is a physiological process, which is occurs in all organs. Elderly people and various comorbidities, such as hypertension, coronary artery disease, diabetes mellitus, chronic obtructive pulmonary disease and chronic kidney disease, are major risk factors of congestive heart failure. Elderly patients with congestive heart failure are at high risk of hospital readmission, malnutrition, micronutrients deficiency, dehydration or fluid overload and decreased sense of taste. In the congestive heart failure therapy, fluid and sodium intake restriction is important, however it may result in decreased nutrition intake so that is necessary to provide early adequate nutrition therapy.
Method: This serial case report describes four cases of congestive heart failure with various comorbidities in the elderly patients, aged 65-78 years old, with at least one comorbid, such as hypertension, coronary artery disease, chronic kidney disease, chronic obstructive pulmonary disease, and diabetes mellitus. All patients required nutrition support. Two patients classified as malnutrition, one overweight and one obese I. Nutrition problems in this serial case report are macromicronutrients intake, and nutrition composition imbalance during ill and 24 hours before hospitalized, electrolyte imbalance, hyperuricemia, hyperglycemia, elevated LDL cholesterol levels, and fluid imbalance. Nutrition therapy for congestive heart failure was given to all patients, and adjusted to the comorbidities in each patient. Micronutrients and specific nutrients supplementation were given to all patients. Monitoring include subjective complaints, hemodynamic, clinical signs and symptoms, analysis and tolerance of food intake, laboratory results, anthropometric, fluid balance, and functional capacity.
Result: During monitoring in the hospital, all patients showed improved food intake, clinical outcomes, such as decreased of blood pressure, heart rate and increased of fungcional capacity.
Conclusion: Adequate nutrition therapy an important role in improving clinical conditions in the elderly patients with congestive heart failure and various comorbidities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Louise Kartika Indah
"Latar belakang: Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure CHF dan diabetes melitus DM tipe 2 merupakan dua kondisi yang saling memberatkan, yaitu terjadi gangguan metabolisme yang lebih berat akibat perubahan neurohormonal, dan struktur jantung yang berpotensi memperburuk prognosis. Tatalaksana nutrisi sejak awal diagnosis sangat penting dalam mendukung proses penyembuhan pasien dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Kasus: Dalam serial kasus ini terdapat empat pasien CHF dan DM tipe 2 dengan penyulit. Keempat pasien dengan hipertensi dan hiperurisemia, tiga pasien dengan status gizi obes, tiga pasien dengan infark miokard, satu pasien dengan unstable angina pectoris, dua pasien dengan acute kidney injury, dan satu pasien dengan chronic kidney disease. Pada awal pemeriksaan didapatkan defisiensi asupan makro- dan mikronutrien, kontrol tekanan darah dan glukosa darah yang kurang baik, retensi cairan, dan penurunan kapasitas fungsional. Tatalaksana nutrisi disesuaikan secara individual, berdasarkan kondisi klinis, hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya serta riwayat asupan makanan.
Hasil: Seluruh pasien mengalami peningkatan toleransi asupan, perbaikan kondisi klinis, dan kapasitas fungsional.
Kesimpulan: Tatalaksana nutrisi yang adekuat pada pasien CHF dan DM tipe 2 dengan penyulit dapat mendukung perbaikan kondisi klinis dan kapasitas fungsional, sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Background: Congestive heart failure CHF and type 2 diabetes mellitus DM are two mutually aggravating conditions, with more severe metabolic abnormalities due to changes in neurohormonal and cardiac structure which potentially worsen the prognosis. Nutritional management since early diagnosis is very important in supporting the healing process of patients and prevent further complications.
Cases: Four patients were diagnosed with CHF and type 2 DM with complicating conditions. Four patients with hypertension and hyperuricemia, three patients were obese, three patients experienced myocard infarct one patient had unstable angina pectoris, two patients had acute kidney injury, and one patient had chronic kidney disease. Nutritional problems in four patients at assessment were macro and micronutrient deficiencies, uncontrolled blood pressure and blood glucose, fluid retention and declined functional capacity. Nutrition therapy were planned individually including macronutrients, micronutrients and fluid intakes, based on clinical conditions, laboratory findings, other examinations, and previous food intakes.
Result: There were improvements of clinical conditions, intake tolerance, and functional capacity.
Conclusion: Adequate nutrition therapy for CHF and type 2 DM patients with complicating conditions supports the improvements of clinical condition and functional capacity, decreasing morbidity and mortality rates.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina Paolin Kanaga
"Latar Belakang: Gagal jantung kongestif merupakan penyakit tahap akhir yang disebabkan oleh multifaktor. Pada gagal jantung kongestif terjadi perubahan metabolisme dan perubahan neurohormonal, yang dapat menyebabkan asupan tidak adekuat. Selain itu, akibat obat-obatan yang sering digunakan, terjadi gangguan elektrolit. Terapi nutrisi sejak dini, dapat mendukung proses penyembuhan pasien dan mencegah terjadinya malnutrisi.
Kasus: Dalam serial kasus ini terdapat empat kasus pasien gagal jantung kongestif dengan berbagai faktor risiko, diantaranya obesitas, diabetes melitus, hipertensi, dan acute on chronic kidney disease. Pada awal pemeriksaan didapatkan asupan pasien yang kurang dari kebutuhan, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, gangguan elektrolit dan penurunan kapasitas fungsional. Terapi nutrisi diberikan sesuai dengan klinis, hasil laboratorium, dan asupan terakhir masing-masing pasien.
Hasil: Tiga pasien mencapai kebutuhan energi total dan satu pasien mencapai 85 kebutuhan energi total, kadar glukosa darah terkontrol, terdapat perbaikan kapasitas fungsional pada semua pasien.
Kesimpulan: Terapi nutrisi yang adekuat dan sesuai dengan kondisi pasien gagal jantung dapat mendukung perbaikan klinis pasien, perbaikan kadar glukosa darah, perbaikan kapasitas fungsional, sehingga dapat mempercepat lama rawat di rumah sakit dan mencegah terjadinya malnutrisi.

Background: Congestive heart failure is an end stage disease caused by a multifactor. In congestive heart failure changes in metabolism and neurohormonal changes, which can cause inadequate intake. In addition, due to frequently used drugs, electrolyte disorders occur. Early nutrition therapy, can support the process of healing the patient and prevent the occurrence of malnutrition.
Case: In this case series there are four cases of patients with congestive heart failure with various risk factors, including obesity, diabetes mellitus, hypertension, and acute on chronic kidney disease. At the beginning of the examination was obtained less patient intake of the need, uncontrolled blood glucose levels, electrolyte disorders and decreased functional capacity. Nutritional therapy is given in accordance with clinical, laboratory outcomes, and the patient's final intake.
Result: Three patients achieved total energy requirements and one patient achieved 85 of total energy requirements, controlled blood glucose levels, and improved functional capacity in all patients.
Conclusion: Adequate nutritional therapy appropriate to the condition of patients with heart failure can support patient clinical improvement, improvement of blood glucose levels, functional capacity improvement, so as to accelerate hospital stay and prevent malnutrition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Karnanda
"Digitalis telah dikenal manusia lebih dari 200 tahun
yang lampau. Sampai saat ini digitalis masih merupakan salah satu obat yang banyak digunakan dalam pengobatan jantung. Namun demikian masalah batas ambang pengobatan digitalis yang sempit masih merupakan problem yang terus dipersoalkan. Sempitnya batas ambang pengobatan ini tampak dari batas toksik yang sangat bervariasi. Sebagai contoh, untuk digoksin ialah pada tingkat kadar serum 2,3 ± 1,6 ng/ml. Hal tersebut menyebabkan angka intoksikasi digitalis menjadi cukup tinggi, yaitu antara 8-35% dari penderita yang mendapat digitalisasi. Angka kematian yang dilaporkan adalah sekitar 7-50% dari penderita yang mengalami intoksikasi. Tiga sampai 21% dari penderita yang mengalami intoksikasi digitalis meninggal karena efek langsung digitalisasi.

Digitalists have been known to humans for more than 200 years in the past. Until now, digitalis is still one of the drugs that is widely used in heart treatment. However, the problem of the narrow threshold of digitalist treatment is still a problem that continues to be questioned. The narrowness of the treatment threshold can be seen from the highly variable toxic limit. For example, to be dioxin is at a serum rate level of 2~3 ± 1,6 ng/ml. This causes the number of intoxication. Digitalization is quite high, which is between 8-35% of sufferers who get digitized. The reported mortality rate is around 7-50% of patients who experience intoxication. Three to 21% of people who experience digitalist intoxication die due to the direct effects of digitalization."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Dwi Amalia
"Tuberkulosis Paru hingga saat ini masih menjadi penyakit menular yang paling sering merenggut nyawa masyarakat. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pengetahuan masyarakat khususnya keluarga mengenai penyakit tuberkulosis masih dibawah rata-rata. Selain itu, dukungan informasional yang diberikan keluarga juga masih kurang. Pemberian dukungan informasional oleh keluarga menunjukkan berfungsinya keluarga dalam hal fungsi perawatan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan keluarga dengan dukungan informasional pada klien Tuberkulosis Paru di Kota Depok. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan cross sectional dan teknik cluster random sampling. Instrumen kuesioner pengetahuan keluarga dan dukungan informasional pada klien Tuberkulosis Paru digunakan dalam penelitian ini. Jumlah subjek penelitian yang diikutsertakan sebanyak 102 keluarga yang merawat klien Tuberkulosis Paru di Kota Depok. Analisis univariat dan bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Hasil uji chi squaremenunjukkan p value sebesar 0,026 (p<0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan dukungan informasional pada klien Tuberkulosis Paru. Pengembangan program promosi kesehatan terkait Tuberkulosis Paru perlu dirancang oleh pihak puskesmas agar dapat meningkatkan pengetahuan keluarga sehingga mampu memberikan dukungan informasional yang baik pada klien Tuberkulosis Paru.

Pulmonary Tuberculosis is an infectious disease that most often takes the lives of people. Some studies demonstrate that the knowledge of the community, especially families regarding Pulmonary Tuberculosis disease is still below the average. On the other hand, the informational support provided for Pulmonary Tuberculosis clients is also lacking. Informational support given by family showed that they are implementing family health care function. This study aims to determine the correlation of family knowledge and informational support for Pulmonary Tuberculosis clients in Depok City. The research method used is cross sectional approach and cluster random sampling technique. Family knowledge and informational support questionnaire instrument is used in this study. The number of research subjects conducted as many as 102 families caring for Pulmonary Tuberculosis clients in Depok City. Univariate and bivariate analysis were done using chi square test. The chi square test results showed p value of 0.026 (p<0.05) meaning that there was a significant difference between family knowledge and informational support for Pulmonary Tuberculosis clients. Health promotion program related to Pulmonary Tuberculosis need to be developed by the puskesmas in order to increase family knowledge. Thus, family can provide a better informational support for the clients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaula Nur Aliya
"Pengobatan tuberkulosis paru yang memakan waktu kurang lebih 6 bulan membuat klien rentan merasa stres dan bosan. Dukungan keluarga dalam bentuk emosional merupakan dukungan penting bagi klien selama menjalani pengobatan. Pola komunikasi keluarga yang fungsional merupakan salah satu indikator berfungsinya keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan dukungan emosional pada klien TB Paru. Metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif komparatif dengan pendekatan cross sectional dan teknik pengambilan sampel yaitu cluster sampling pada 96 keluarga penderita TB Paru di 10 puskesmas di Kota Depok. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan dukungan emosional (p value 0,001, α 0,05). Upaya pemberdayaan keluarga khususnya pola komunikasi keluarga oleh perawat perlu ditingkatkan agar keluarga dapat memberikan dukungan emosional sesuai kebutuhan klien.

Pulmonary tuberculosis treatment which takes approximately 6 months makes clients vulnerable to feeling stressed and bored. Family support in the form of emotional is an important support for clients during treatment. The functional family communication pattern is one indicator of family functioning. This study aims to determine the relationship between family communication patterns with emotional support for clients with pulmonary tuberculosis. The research method used was a comparative descriptive research design with cross sectional approach and the sampling technique was cluster sampling on 96 families with pulmonary tuberculosis in 10 health centers in Depok City. The results of the chi-square test showed that there was a relationship between family communication patterns and emotional support (p value 0.001, α 0.05). Efforts to empower families, especially family communication patterns by nurses, need to be improved so that families can provide emotional support according to client needs."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>