Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161297 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raynanda Bintang Pradhana
"Pinjaman online berkembang sangat pesat, namun terdapat tantangan dan pontensi masalah yang memerlukan perhatian serius. Salah satunya adalah pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan di Indonesia. Penerapan bunga dalam pinjaman ini bertentangan dengan Pasal 76 ayat (2) huruf c UU Pendidikan Tinggi. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Penulis menguraikan dan menganalisis dua permasalahan dalam penelitian ini, yaitu pengaturan pinjaman online di Indonesia dan analisis regulasi dan peran pemerintah dalam menerapkan pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan agar sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sudah terdapat peraturan mengenai pinjaman online secara umum di Indonesia yang diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi dan SEOJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 Tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi. Namun, belum terdapat peraturan khusus terkait pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan. Pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan di Indonesia merupakan bentuk inovasi yang sangat baik. Disisi lain, pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan di Indonesia saat ini bertentangan dengan Pasal 76 ayat (2) huruf c UU Pendidikan Tinggi karena dilakukan dengan menerapkan bunga. Seharusnya bantuan diberikan tanpa dikenakan bunga dan dibayarkan setelah lulus dan/atau mendapatkan pekerjaan (gaji) yang layak sehingga tidak memberatkan pengguna. Pada hakikatnya, setiap masyarakat berhak untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana amanat dalam Pasal 31 UUD 1945. Dengan demikian, pemerintah khususnya Kemdiktisaintek dan OJK perlu merumuskan peraturan khusus terkait pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan agar dapat memberikan akses pendidikan yang inklusif, berkeadilan, dan terjangkau sehingga tidak ada bunga yang memberatkan, mengintegrasikan layanan pembiayaan ke dalam program pendidikan, atau menerapkan skema Income Contingent Loan, perlu juga melakukan upaya preventif dan represif untuk mengawasi pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan, lalu bagi penyelenggara pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan dapat menyesuaikan dengan ketentuan UU Pendidikan Tinggi. Akan tetapi, jika memang harus mengenakan bunga sebaiknya memiliki skema subsidi bunga untuk mahasiswa, OJK sebagai regulator perlu menetapkan melalui revisi POJK atau SEOJK maupun melalui penerbitan kebijakan baru. Kemudian, pengguna pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan wajib melunasi pinjaman sesuai perjanjian karena jika tidak dapat berdampak pada reputasi kredit dan berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum.

Online loans are growing rapidly, but there are challenges and potential problems that require serious attention. One of them is online loans for education financing in Indonesia. The application of interest in these loans is contrary to Article 76 paragraph (2) letter c of the Higher Education Law. This research was prepared using doctrinal research methods. The author describes and analyzes two problems in this research, namely the regulation of online loans in Indonesia and the analysis of regulations and the role of the government in implementing online loans for education financing in accordance with existing regulations in Indonesia. The results of this study show that there are already regulations regarding online loans in general in Indonesia which are regulated in POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology- Based Joint Funding Services and SEOJK Number 19/SEOJK.05/2023 concerning the Implementation of Information Technology-Based Funding Services. However, there are no specific regulations regarding online loans for education financing. Online lending for education financing in Indonesia is a very good form of innovation. On the other hand, online loans for education financing in Indonesia currently contradict Article 76 paragraph (2) letter c of the Higher Education Law because they are made by applying interest. Assistance should be provided without interest and paid after graduation and/or getting a decent job (salary) so as not to burden users. In essence, every citizen has the right to education as mandated in Article 31 of the 1945 Constitution. Thus, the government, especially the Ministry of Higher Education, Science and Technology and Financial Services Authority, needs to formulate special regulations related to online loans for education financing in order to provide inclusive, equitable, and affordable access to education so that there is no burdensome interest, integrate financing services into education programs, or apply the Income Contingent Loan scheme, it is also necessary to make preventive and repressive efforts to supervise online loans for education financing, then for online loan providers for education financing can adjust to the provisions of the Higher Education Law. However, if they have to charge interest, they should have an interest subsidy scheme for students, OJK as a regulator needs to determine through revisions to POJK or SEOJK or through the issuance of new policies. Then, users of online loans for education financing are required to repay loans according to the agreement because otherwise it can have an impact on credit reputation and potentially lead to legal consequences."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raynanda Bintang Pradhana
"Pinjaman online berkembang sangat pesat, namun terdapat tantangan dan pontensi masalah yang memerlukan perhatian serius. Salah satunya adalah pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan di Indonesia. Penerapan bunga dalam pinjaman ini bertentangan dengan Pasal 76 ayat (2) huruf c UU Pendidikan Tinggi. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Penulis menguraikan dan menganalisis dua permasalahan dalam penelitian ini, yaitu pengaturan pinjaman online di Indonesia dan analisis regulasi dan peran pemerintah dalam menerapkan pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan agar sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sudah terdapat peraturan mengenai pinjaman online secara umum di Indonesia yang diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi dan SEOJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 Tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi. Namun, belum terdapat peraturan khusus terkait pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan. Pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan di Indonesia merupakan bentuk inovasi yang sangat baik. Disisi lain, pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan di Indonesia saat ini bertentangan dengan Pasal 76 ayat (2) huruf c UU Pendidikan Tinggi karena dilakukan dengan menerapkan bunga. Seharusnya bantuan diberikan tanpa dikenakan bunga dan dibayarkan setelah lulus dan/atau mendapatkan pekerjaan (gaji) yang layak sehingga tidak memberatkan pengguna. Pada hakikatnya, setiap masyarakat berhak untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana amanat dalam Pasal 31 UUD 1945. Dengan demikian, pemerintah khususnya Kemdiktisaintek dan OJK perlu merumuskan peraturan khusus terkait pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan agar dapat memberikan akses pendidikan yang inklusif, berkeadilan, dan terjangkau sehingga tidak ada bunga yang memberatkan, mengintegrasikan layanan pembiayaan ke dalam program pendidikan, atau menerapkan skema Income Contingent Loan, perlu juga melakukan upaya preventif dan represif untuk mengawasi pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan, lalu bagi penyelenggara pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan dapat menyesuaikan dengan ketentuan UU Pendidikan Tinggi. Akan tetapi, jika memang harus mengenakan bunga sebaiknya memiliki skema subsidi bunga untuk mahasiswa, OJK sebagai regulator perlu menetapkan melalui revisi POJK atau SEOJK maupun melalui penerbitan kebijakan baru. Kemudian, pengguna pinjaman online untuk pembiayaan pendidikan wajib melunasi pinjaman sesuai perjanjian karena jika tidak dapat berdampak pada reputasi kredit dan berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum.

Online loans are growing rapidly, but there are challenges and potential problems that require serious attention. One of them is online loans for education financing in Indonesia. The application of interest in these loans is contrary to Article 76 paragraph (2) letter c of the Higher Education Law. This research was prepared using doctrinal research methods. The author describes and analyzes two problems in this research, namely the regulation of online loans in Indonesia and the analysis of regulations and the role of the government in implementing online loans for education financing in accordance with existing regulations in Indonesia. The results of this study show that there are already regulations regarding online loans in general in Indonesia which are regulated in POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology- Based Joint Funding Services and SEOJK Number 19/SEOJK.05/2023 concerning the Implementation of Information Technology-Based Funding Services. However, there are no specific regulations regarding online loans for education financing. Online lending for education financing in Indonesia is a very good form of innovation. On the other hand, online loans for education financing in Indonesia currently contradict Article 76 paragraph (2) letter c of the Higher Education Law because they are made by applying interest. Assistance should be provided without interest and paid after graduation and/or getting a decent job (salary) so as not to burden users. In essence, every citizen has the right to education as mandated in Article 31 of the 1945 Constitution. Thus, the government, especially the Ministry of Higher Education, Science and Technology and Financial Services Authority, needs to formulate special regulations related to online loans for education financing in order to provide inclusive, equitable, and affordable access to education so that there is no burdensome interest, integrate financing services into education programs, or apply the Income Contingent Loan scheme, it is also necessary to make preventive and repressive efforts to supervise online loans for education financing, then for online loan providers for education financing can adjust to the provisions of the Higher Education Law. However, if they have to charge interest, they should have an interest subsidy scheme for students, OJK as a regulator needs to determine through revisions to POJK or SEOJK or through the issuance of new policies. Then, users of online loans for education financing are required to repay loans according to the agreement because otherwise it can have an impact on credit reputation and potentially lead to legal consequences."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanni Hafsari Putri
"Laporan magang ini merupakan laporan yang ditulis berdasarkan proses observasi, wawancara, dan analisis dari pelaksanaan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di pasar online PT Shopee International Indonesia. Laporan magang ditujukan untuk menganalisis implementasi proses pertukaran informasi antar penjual di pasar online Shopee Indonesia dan peran pasar online dalam mewadahi proses tesebut. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif-deskriptif, menggunakan metode kualitatif dalam melakukan observasi dan melakukan wawancara mendalam serta telaah dokumen (Moleong, 2007). Wawancara dilakukan dengan metode purposive sampling kepada unit analisis yaitu trainer program Seller Trainer Shopee (STS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi penjual dalam proses pembagian informasi didasari oleh teori motivasi individu dan modal sosial. Dalam kata lain, penjual menlai pengembalian intrinsik lebih penting daripada penghargaan ekstrinsik untuk memotivasi proses pembagian informasi. Motivasi individu dan ketiga dimensi modal sosial (struktural, kognitif, dan relasional) menjadi alasan dan faktor penentu proses pembagian informasi. Terakhir, keterlibatan pihak Shopee Indonesia sebagai pasar bisnis sangat progresif, namun perannya dalam komunikasi pasar perlu ditingkatkan.

This internship report is a report written based on a process of observation, interview, and analysis of the implementation of PKL (Field Work Practices) on the PT Shopee International Indonesia online market. The internship report is intended to analyze the process of implementing information between sellers on the Shopee Indonesia online market and the role of the online market in facilitating this process. This research is an exploratory-descriptive research, using qualitative methods in observing and conducting in-depth interviews and document review (Moleong, 2007). Interviews were conducted using a purposive sampling method to the unit of analysis, namely the Seller Trainer Shopee (STS) trainer program. The results of this research show that the seller's perception in the process of sharing information is due to the theory of individual motivation and social capital. In other words, sellers claim that intrinsic returns are more important than extrinsic rewards for motivating the information-sharing process. Individual motivation and the three dimensions of social capital (structural, cognitive, and relational) are the reasons and determining factors in the process of sharing information. Finally, the involvement of Shopee Indonesia as a business market is very progressive, but it is precisely in market communication that needs to be improved.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harry B. Santoso
Depok: Universitas Indonesia Publishing , 2019
372.358 HAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harry B. Santoso
Jakarta: UI-Press, 2017
370.72 HAR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harry B. Santoso
Jakarta: UI-Press, 2017
370.72 HAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widyo Lestiyono
"Penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan untuk menganalisis faktor yang menyebabkan rendahnya penyerapan pinjaman luar negeri pemerintah dan dampak yang ditanggung akibat rendahnya penyerapan pinjaman. Analisis dilakukan dengan membandingkan kriteria yang terdapat pada peraturan tentang pengadaan pinjaman luar negeri dengan kondisi saat ini yang dikaitkan dengan sebab, akibat, tindak lanjut, dan saran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang menjadi penyebab rendahnya penyerapan di antaranya perencanaan kegiatan kurang akurat, kurang harmonisnya aturan pengadaan ADB dan pemerintah, manajemen pelaksanaan kegiatan yang buruk, lamanya penyampaian No Objection Letter, dan pembebasan lahan yang belum selesai. Akibat yang ditanggung pemerintah berupa pembayaran commitment fee.

The research is a case study that aims to analyze the factors causing low disbursement of government external loan and its consequences when the case occurs. The analysis is performed by comparing several criteria in the regulations related to foreign loans procurement with the current condition, and taking into account the causes, the impacts, the executions, and the advices.
The result shows the factors causing the low disbursement are less accurate in planning, unsynchronized between ADB's and government's rules for procurement, poor execution, timing consuming in delivering the No Objection Letter, and unfinished land acquisition. The consequence of low disbursement is a burden to keep paying of the commitment fee.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila
"Skripsi ini membahas mengenai implementasi sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan online di Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi dan mengidentifikasi kendala dalam implementasi sistem tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan implementasi dilakukan melalui sistem online yang menunjukan adanya perbaikan administrasi pajak namun belum dapat mencapai tujuan implementasinya yaitu memberi kemudahan dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Kendala dalam sistem online adalah kendala Sumber Daya Manusia dan kendala sarana dan prasarana.

This undergraduate thesis discusses about the implementation of Duty on Land and Building Acquisition online collection system in Depok Municipality. This study aims to analyze the implementation and identify the obstacles in the implementation of the online system. This research uses qualitative approach and qualitative data analysis technique.
The results of this study indicates that the implementation is done through online system, which indicates tax administrative improvement though it has not been able to achieve the implementation goal to providing convenience in the collection of Duty on Land and Building Acquisition. Constraints in the online system are human resource constraints and constraints of facilities and infrastructure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S69089
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Amalia
"ABSTRAK
Fintech Peer to Peer Lending saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang meningkat pada industrinya, termasuk di Indonesia. Sayangnya pertumbuhan industri ini tidak dilengkapi dengan peraturan/lembaga perlindungan dana yang jelas untuk para lender nya dari risiko gagal bayar, baik itu dari OJK maupun platform sebagai penyelenggara. Pada akhirnya peneliti mencoba mencari tahu pengaruh mengenai perlindungan lender dari risiko gagal bayar tersebut terhadap intensi lender dalam memberikan pinjaman yang dimediasi dan dimoderasi oleh kepercayaan pada platform. Penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Model SEM dengan jumlah data yang diperoleh sebanyak 303 melalui kuesioner online. Peneliti juga mencari tahu mengenai persepsi lender, apakah beberapa perlindungan yang sudah ditawarkan oleh platform sudah cukup melindungi mereka atau tidak dari risiko gagal bayar. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh antar variabel terbukti positif, signifikan, memiliki mediasi berupa partial mediation, moderasi berupa partial moderation, serta variabel platform trust terbukti menguatkan hubungan antara iv dan dv. Beberapa perlindungan yang ditawarkan platform pun sudah dianggap cukup melindungi walaupun masih ada yang dianggap belum cukup melindungi sehingga perlu di perbaiki kembali oleh pihak platform.

ABSTRACT
Fintech Peer to Peer Lending is currently experiencing an increasing growth in its industry, including in Indonesia. Unfortunately, the growth of this industry is not equipped with a clear regulation fund protection institution for its lenders from the risk of default, either from OJK or the platform as the organizer. Finally, the researcher tries to find out the effect of lender protection from thedefault risk against lending intention mediated and moderated by platform trust. This study uses Structural Equation Model SEM method with the amount of data obtained as much as 303 through the online questionnaire. Researchers also find out about the perception of lenders, whether some of the protection already offered by the platform is enough to protect them or not from the risk of default. The results showed that the influence between variables proved positive, significant, had partial mediation, had partial moderator, and the variable platform trust proved to strengthen the relationship between iv and dv. Some protection was considered sufficient to protect although there are still considered not enough to protect so need to be repaired again by the platform. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Indriani
"Penyelesaian sengketa secara konvensional yang dilakukan melalui aktivitas tatap muka dinilai menyulitkan konsumen untuk menuntut kerugian yang dialami setelah menggunakan barang atau jasa. Posisi konsumen dan pelaku usaha yang berjauhan menyulitkan kedua belah pihak karena harus menempuh jarak ke lokasi penyelesaian sengketa. Online Dispute Resolution menjadi solusi yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa meskipun berada di lokasi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Online Dispute Resolution di Indonesia dan menganalisis penerapannya di LAPS SJK. Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur Online Dispute Resolution, namun keberadaan Online Dispute Resolution telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Online Dispute Resolution juga telah diterapkan dalam proses penyelesaian sengketa, antara lain dalam mediasi di Pengadilan, melalui layanan pengaduan konsumen di Kementerian Perdagangan, serta dalam penyelesaian sengketa yang diselenggarakan LAPS SJK. Sebagai perbandingan penerapan Online Dispute Resolution, Belanda memiliki platform terintegrasi yang memungkinkan pihak untuk melakukan pengaduan dari berbagai sektor sengketa. Selain itu, Belanda juga memiliki platform di beberapa sektor yang terintegrasi dengan platform Online Dispute Resolution milik Uni Eropa. Adapun China menjadi negara pertama yang menerapkan Online Dispute Resolution di Asia melalui CIETAC. Khusus berkaitan dengan sengketa konsumen, Brasil juga telah memiliki platform Online Dispute Resolution yang membantu konsumen dalam melakukan pengaduan dan menyelesaikan sengketa. Dalam penerapannya di LAPS SJK, Online Dispute Resolution terdapat dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, mediasi, dan pendapat mengikat. Secara teknis, proses penyelesaian sengketa di LAPS SJK dilaksanakan secara elektronik, namun masih dimungkinkan untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa secara konvensional atau secara hybrid sesuai persetujuan para pihak.

Conventional dispute resolution, which is carried out through face-to-face activities, is considered difficult for consumers to claim their loss after using goods or services. The position of consumers and businesses far apart makes it difficult for both parties because they have to travel the distance to the location of the dispute settlement. Online Dispute Resolution is a solution that enables parties to resolve disputes even though they are in different locations. This research aims to understand the development of Online Dispute Resolution in Indonesia and its implementation in the LAPS SJK. Indonesia does not yet have laws and regulations that specifically regulate Online Dispute Resolution, but the existence of Online Dispute Resolution has been mentioned across various laws and regulations. Online Dispute Resolution has also been implemented in the dispute resolution process, including mediation in courts, through the consumer complaint service at the Ministry of Trade, as well as in dispute resolution organized by LAPS SJK. Compared to the implementation of Online Dispute Resolution, the Netherlands has an integrated platform that allows parties to submit complaints from various dispute sectors. In addition, it also has several sectors whose platforms are integrated with the European Union's Online Dispute Resolution platform. Meanwhile, China became the first country to implement Online Dispute Resolution in Asia through CIETAC. Regarding consumer dispute settlement, Brazil has an Online Dispute Resolution platform that helps consumers to complain and resolve disputes. In the LAPS SJK, Online Dispute Resolution is contained in the process of resolving disputes through arbitration, mediation, and binding advice. Technically, the dispute settlement process at the SJK LAPS is carried out electronically. However, it is still possible to carry out conventional or hybrid dispute resolution according to the parties' agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>