Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109543 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsabila
"Kedekatan ibu dan anak perempuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan psikologis anak perempuan hingga dewasa. Namun, konflik dalam hubungan ini sering terjadi akibat masalah komunikasi dan perbedaan perspektif. Oleh karena itu, diperlukan intervensi untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi antara ibu dan anak perempuan dewasa. Penelitian ini bertujuan melihat perubahan kedekatan ibu dan anak perempuan dewasa setelah intervensi komunikasi empatik diberikan pada anak perempuan dewasa. Penelitian menggunakan desain quasi-experimental one-group (n=7), dengan partisipan berusia minimal 18 tahun yang memiliki konflik dengan ibu kandung. Lima sesi intervensi dilakukan secara luring dalam kelompok. Sebelum dan setelah intervensi, partisipan mengisi Mother-Adult Daughter Questionnaire, Basic Empathy Scale, dan Family Communication Scale. Follow-up dilakukan dua minggu setelah intervensi. Analisis statistik menggunakan uji Friedman menunjukkan peningkatan signifikan pada skor kedekatan (χ2 (2) = 6.462, p=.04) dan komunikasi (χ2 (2) = 10.69, p=.00). Namun, skor empati tidak menunjukkan perubahan signifikan (χ2 (2) = 1.68, p=.43). Analisis kualitatif menunjukkan bahwa partisipan umumnya berkeinginan untuk berkomunikasi lebih empatik dengan ibu. Kesimpulannya, komunikasi empatik memiliki efek positif terhadap hubungan ibu dan anak perempuan dewasa, terutama dalam meningkatkan kedekatan dan pemahaman.

Mother-daughter connectedness has a significant influence on daughters psychological well-being into adulthood. However, conflicts in this relationship often occur due to communication problems and differences in perspective. Therefore, interventions are needed to improve understanding and communication between mothers and adult daughters. This study aimed to examine changes in the connectedness between mothers and adult daughters after an empathic communication intervention was provided to adult daughters. The study used a quasi-experimental one-group design (n=7), with participants at least 18 years old who had conflict with their biological mothers. Five intervention sessions were conducted offline in a group setting. Before and after the intervention, participants completed the Mother-Adult Daughter Questionnaire, Basic Empathy Scale, and Family Communication Scale. Follow-up was conducted two weeks after the intervention. Statistical analysis using the Friedman test showed significant improvements in connectedness (χ2 (2) = 6.462, p=.04) and communication (χ2 (2) = 10.69, p=.00) scores. However, empathy scores showed no significant change (χ2 (2) = 1.68, p=.43). Qualitative analysis showed that participants generally wished to communicate more empathically with their mothers. In conclusion, empathic communication has a positive effect on the relationship between mothers and adult daughters, especially in increasing connectedness and understanding."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwirana Iriska Nerviadi
"Komunikasi dan empati merupakan variabel yang saling berkaitan. Empati berperan memediasi individu dalam meningkatkan kualitas relasi interpersonal. Terbentuknya hubungan yang positif dan selaras penting untuk pembentukan hubungan harmonis. Secara spesifik, keharmonisan keluarga dapat membantu perkembangan identitas dan kondisi psikologis anak. Namun demikian, perbedaan persepsi dan ketegangan diketahui banyak terjadi dalam relasi ibu dan anak perempuan dewasa dengan adanya keterlibatan muatan emosi yang lebih intens dan ambivalen. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan kemampuan komunikasi dan empati sebagai upaya meningkatkan keharmonisan anak perempuan dewasa dengan ibu setelah pemberian intervensi komunikasi empatik. Desain penelitian menggunakan quasi experimental one group pretest-posttest design (n=5). Partisipan merupakan perempuan berusia dewasa (M = 24) dengan konflik bersama ibu dan kemampuan komunikasi dan empati yang rendah. Partisipan mendapatkan lima sesi intervensi. Pengukuran variabel menggunakan instrumen penelitian Family Communication Scale,Basic Empathy Scale, Family Harmony Scale-24, dan General Health Questionnaire-12. Diketahui, intervensi menunjukkan perubahan positif pada tiga partisipan terhadap kemampuan komunikasi, empati, dan keharmonisan keluarga. Data kualitatif menunjukkan perubahan kemampuan partisipan dalam memahami tindakan dan sudut pandang ibu, menciptakan ruang untuk membangun interaksi, serta melakukan regulasi emosi. Sehingga, implikasi intervensi komunikasi empatik menunjukkan perubahan kemampuan komunikasi dan empati yang mendukung peningkatan keharmonisan anak perempuan dewasa dengan ibu.

Communication and empathy are two interrelated variables. People can improve quality of interpersonal interactions by using empathy as mediator. Building positive and harmonious relationships, especially within families, is important due to positive impact on psychological well-being and identity formation of the children. However, perception diverges and tension may raise between adulting daughter and mother due to their emotional and ambivalent relationship. This study aims to look at the impact of empathic communication intervention as enhancement in communication and empathy skills in order to improve harmony between adult daughters and their mothers. The research design used quasi experimental one group pretest-posttest design (n=5), including five intervention sessions. Participants were adult women (M = 24) with history of conflict with mothers, also poor communication and empathy skills. Measurements were taken using Family Harmony Scale-24, Basic Empathy Scale, Family Communication Scale, and General Health Questionnaire-12. Results showed positive improvement in three participants toward their communication, empathy skills, also family harmony. Qualitative data showed changes in participants’ ability to comprehend mother’s actions and perspectives, make space for interactions, and regulate their emotions. Thus, the effects of empathic communication intervention indicate improvement of communication and empathy, follow by greater harmony among adult daughters with mothers."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Hendradwiputri
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan antara pertemanan daring dengan kesepian dan psychological well-being pada emerging adulthood Indonesia serta menemukan peran moderasi pertemanan daring dalam hubungan antara kesepian dan psychological well-being pada emerging adulthood Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah emerging adulthood Indonesia yang telah berteman selama minimal enam bulan lamanya. Jumlah partisipan penelitian ini adalah 605 orang dan penelitian ini dianalisis menggunakan Pearson Correlation dan PROCESS Hayes. Diketahui pertemanan daring belum cukup signifikan dalam memperkuat korelasi antara kesepian dan psychological well-being [B=0,0019; t(599)=0,5946; CI[-0,0045; 0,0083]; p > 0,05], tetapi penelitian ini membuka kesempatan untuk dapat melakukan penelitian lanjutan yang dapat memperkaya pengetahuan tentang dinamika pertemanan daring pada emerging adulthood Indonesia.

This research is intended to find out the relation between online friendship with loneliness and psychological well-being on Indonesian’s emerging adulthood, plus finding out the moderating role of online friendship in the relationship between loneliness and psychological well-being on Indonesian’s emerging adulthood. The participants of this research are Indonesian’s emerging adulthood which have been befriending with their online friends for six months in minimum. Total of participants on this research are 605 people and this research is analyzed using Pearson Correlation and PROCESS Hayes. It’s found that online friendship hasn’t yet significantly strengthen the correlation between loneliness and psychological well-being [B=0,0019; t(599)=0,5946; CI[-0,0045; 0,0083]; p > 0,05], but this research opens the chance to do more researches about the dynamics of online friendships on Indonesian’s emerging adulthood."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrotul Aeni
"ABSTRAK
Usia prasekolah merupakan masa anak berkembang optimal. Namun di Indonesia masih terdapat beberapa anak yang mengalami masalah perkembangan. Maka diperlukan stimulasi khususnya oleh ibu karena ibu merupakan orang tua terdekat bagi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku ibu melakukan stimulasi dengan perkembangan anak prasekolah. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan jumlah responden 101 ibu dan anak prasekolah. Teknik yang digunakan cluster sampling di Kelurahan Tugu. Hasil analisis uji Kolmogorov-smirnov menunjukkan terdapat hubungan antara perilaku ibu melakukan stimulasi dengan perkembangan anak prasekolah p=0,019 . Perawat komunitas dapat bekerjasama dengan keluarga untuk mewujudkan perkembangan anak yang optimal. Kata kunci: perilaku ibu, perkembangan anak prasekolah, stimulasi

ABSTRACT
Preschool is a period when children develop optimally. However, in Indonesia there are some children who have developmental problems. Therefore, children need stimulation especially from their mothers because mother has closer relationship than father. The purpose of this research is to see the relationship behaviors stimulation by mother with preschool development. This research used cross sectional design with cluster sampling. The participants were 101 mothers and their preschool child in Tugu. The result showed there is relationship between behaviors stimulation by mother with preschool development p value 0,019 . Thus, community nurses can work together with family to help children develop optimally. Keywords behaviors stimulation by mother, preschool development, stimulation "
2015
S66670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandam Kuntaswari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perfeksionisme dan psychological well-being pada seniman berusia dewasa muda dan dewasa madya. Pengukuran perfeksionisme menggunakan alat ukur Multidimensional Perfectionism Scale (Hewitt & Flett, 1989) dan pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff’s Revised-Psychological Well-Being (Ryff, 1995). Partisipan berjumlah 63 seniman berusia dewasa muda dan dewasa madya.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perfeksionisme dan psychological well-being (r = -0.584; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi perfeksionisme yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah psychological well-being yang ia miliki. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dimensi perfeksionisme yang memberikan sumbangan paling banyak terhadap psychological well-being adalah socially prescribed perfectionism. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan intervensi lebih dini terhadap perfeksionisme, terutama pada socially prescribed perfectionism.

This research was conducted to find the correlation between perfectionism and psychological well-being in artists in their young and middle adulthood. Perfectionism was measured by using Multidimensional Perfectionism Scale (Hewitt & Flett, 1989), and psychological well-being was measured by using Ryff’s Revised-Psychological Well-Being (Ryff, 1995). The participants of this research were 63 artists currently in their young and middle adulthood.
The main result of this research showed that perfectionism is negatively significant correlated with PWB (r = -0.584; p = 0.000, significant in L.o.S 0.01). This meant that the higher the level of one's perfectionism, the lower the level of PWB in oneself. Other result of this research was that the dimension of perfectionism that contributed the most to PWB was socially prescribed perfectionism. Based on such results, there needs to be an early intervention about perfectionism, especially about the socially prescribed perfectionism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Azzahra Rivardi
"Emerging adulthood adalah fase kehidupan individu yang dipenuhi oleh banyak perubahan dalam berbagai aspek, salah satunya adalah dalam aspek psikosial. Pada periode ini, muncul kebutuhan untuk menjalin relasi dan hubungan intim dengan individu lainnya. Untuk dapat menjalin hubungan dengan baik dan sehat, emerging adulthood perlu untuk memiliki subjective well-being yang baik. Subjective well-being yang dimiliki oleh individu ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah tipe attachment yang dimiliki oleh individu dengan orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan subjective well-being berdasarkan tipe adult attachment yang dimiliki oleh individu. Adult attachment style akan ditentukan menggunakan alat ukur Experience in Close Relationship - Short Form (ECR-SF) dan subjective well-being akan diukur menggunakan Satisfaction with Life Scale (SWLS) dan Positive and Negative Affect Schedule(PANAS). Partisipan sebanyak 311 individu baik perempuan maupun laki-laki berusia 18-25 tahun menjadi sampel dalam penelitian ini. Menggunakan metode analisis uji beda ANOVA nonparametrik Kruskal-Wallis, terbukti bahwa terdapat perbedaan subjective well-being berdasarkan tipe adult attachment style yang signifikan, dengan tipe attachment securememiliki subjective well-being paling baik dilihat dari ketiga komponen subjective well-being, yaitu kepuasan hidup (kognitif), afek positif (afektif), dan afek negative (afektif). Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pengetahuan dan informasi terkait tipe adult attachment style dan subjective well-being pada emerging adulthood.

Emerging adulthood is a phase of an individual's life that is filled with many changes in various aspects, one of which is the psychosocial aspect. In this period, the need arises to establish relationships and intimate relationships with other individuals. To be able to have good and healthy relationships, emerging adulthood needs to have good subjective well-being. An individual's subjective well-being is determined by many factors, one of which is the type of attachment the individual has with their parents. This research aims to look at differences in subjective well-being based on the type of adult attachment an individual has. Adult attachment style will be determined using the Experience in Close Relationship - Short Form (ECR-SF) measuring instrument and subjective well-being will be measured using the Satisfaction with Life Scale (SWLS) and Positive and Negative Affect Schedule (PANAS). Participants totaling 311 individuals, both women and men aged 18-25 years, were the samples in this study. Using the Kruskal-Wallis non-parametric ANOVA different test analysis method, it was proven that there were significant differences in subjective well-being based on the type of adult attachment style, with the secure attachment type having the best subjective well-being seen from the three components of subjective well-being, namely life satisfaction. (cognitive), positive affect (affective), and negative affect (affective). The results of this research can be used to develop knowledge and information regarding types of adult attachment style and subjective well-being in emerging adulthood."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradnya Corinelia
"Kegiatan perilaku prososial semakin sering terjadi pada situasi krisis, seperti situasi pandemi COVID-19. Dalam upaya pencegahan dan penanganan pandemi COVID-19, pemerintah membuat kebijakan pembatasan sosial sehingga memengaruhi kondisi well-being masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara perilaku prososial dan well-being pada dewasa muda setelah berakhirnya pembatasan sosial COVID-19. Sejumlah 409 individu dewasa muda berusia 18-29 tahun yang berdomisili di Jabodetabek berpartisipasi dalam penelitian ini. Perilaku prososial diukur menggunakan alat ukur Prosocialness Scale for Adults (PSA) (Caprara dkk., 2005) dan well-being diukur menggunakan alat ukur PERMA Profiler (Butler & Kern, 2016). Hasil analisis korelasi menggunakan Pearson correlation menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara perilaku prososial dan well-being (r(409)= 0.487, p < 0.01, r2=0.237).

Prosocial activities are happening more often during the time of a crisis, like the COVID-19 pandemic situation. As a measure to prevent and manage the COVID-19 pandemic, changes in regulations are made by the government which limit people’s daily activities and thus potentially affect their well-being. Therefore, this study aimed to see a relationship between prosocial behavior and well-being in young adults’ post COVID-19 pandemic. The study sample is 409 young adults between the ages of 18-29 years old living in Jakarta greater area (Jabodetabek). Prosocial behavior was assessed with Prosocialness Scale for Adults (PSA) (Caprara et al., 2005) and well-being was assessed with the PERMA Profiler (Butler & Kern, 2016). Result in correlation by Pearson correlation technique shows a significant and positive relationship between prosocial behavior and well-being (r(409)= 0.487, p < 0.01, r2=0.237)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bilqis Sekar Ayu Maharani
"Dihadapi dengan ketidakstabilan dan tantangan masa emerging adulthood, individu cenderung rentan akan masalah psikologis. Salah satu hal yang dapat menjadi faktor protektif individu pada masa ini adalah keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran keberfungsian keluarga terhadap aspek kognitif dan aspek afektif subjective well-being pada emerging adult. Terdapat 311 partisipan WNI berusia 18–25 tahun yang diukur keberfungsian keluarga serta subjective well-being-nya menggunakan Family Assessment Device, Satisfaction With Life Scale, dan Positive and Negative Affect Scale. Hasil penelitian menunjukkan keberfungsian keluarga secara signifikan berperan pada subjective well-being, baik pada aspek kognitif (Adjusted R2 = 0,262, p < 0,001), afek positif (Adjusted R2 = 0,093, p < 0,001), maupun afek negatif (Adjusted R2 = 0,090, p < 0,001). Dari 6 dimensi keberfungsian keluarga (pemecahan masalah, komunikasi, peran, respon afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku), dimensi peran dan respon afektif berperan pada aspek kognitif dan afek positif subjective wellbeing sementara dimensi keterlibatan afektif berperan pada afek negatif subjective wellbeing. Melalui hasil penelitian ini, keluarga dan emerging adult diharapkan mampu membentuk fungsi peran, respon afektif, dan keterlibatan afektif yang efektif agar subjective well-being individu pada emerging adult optimal.

Emerging adults tend to be vulnerable to psychological problems due to the instability and challenges of emerging adulthood. One of the protective factors in this life period is family. This research aims to examine the influence of family functioning on cognitive and affective aspects of subjective well-being in emerging adult. There were 311 Indonesian participants, aged 18–25 years old, who had their family functioning and subjective well-being measured using the Family Assessment Device, Satisfaction With Life Scale, and Positive and Negative Affect Scale. Research results show that family functioning significantly influences subjective well-being, whether in life satisfaction (Adjusted R2 = 0,262, p < 0,001), positive affect (Adjusted R2 = 0,093, p < 0,001), or negative affect (Adjusted R2 = 0,090, p < 0,001). Among the 6 dimensions of family functioning (problem solving, communication, role, affective responsiveness, affective involvement, and behavior control), the role and affective responsiveness dimension influences the cognitive aspects and positive affect of subjective well-being. On the other hand, affective involvement dimension influences the negative affect of subjective wellbeing. From these results, family and emerging adults should be able to maintain effective functioning of family roles, affective responsiveness, and affective involvement so that emerging adults' subjective well-being is optimal."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madinatul Munawaroh
"Karakteristik khusus dari anak dengan autistic spectrum disorder (ASD) umumnya membuat para orang tua khususnya ibu sebagai caregiver utama dari anak-anak ASD memiliki well-being yang rendah. Belum lagi kebutuhan akan pendidikan untuk anak yang mulai memasuki usia sekolah membuat beban dan stres ibu semakin bertambah. Perceived social support diasumsikan mampu menjadi penahan dalam menghadapi situasi yang menekan (stressful). Perceived social support yang dimaksud berasal dari tiga jenis sumber, yaitu keluarga, teman, dan significant other. Penelitian ini melibatkan 32 responden yaitu para ibu dari anak dengan ASD di sekolah inklusif di kota Jakarta Timur dan Depok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara ketiga jenis sumber dari perceived social support dan psychological well-being (r= .446). Jenis sumber keluarga dan significant other berkorelasi positif dan signifikan dengan psychological well-being (r= .360 dan r=.575). Tidak ada perbedaan signifikan antara usia ibu, jenis pekerjaan ibu, status pernikahan ibu, tingkat pendidikan, jumlah anak, pengeluaran per bulan, jenis kelamin anak, jenis ASD anak, dan urutan kelahiran anak dengan ASD.

In general, unique characteristic from chidren with autistic spectrum disorder (ASD) bring negative results for parent’s mental health, especially for mothers who are role as a primary caregiver from children with ASD. Moreover, education need for their school-aged children increase high-level on negative symptoms. Perceived social support assumed as a buffer against stressful events by reducing stress level. Perceived social support which are included from family, friends, and significant other. This research involved 32 mothers of children with ASD.
The results showed that there is a significant and positive relationship between perceived social support and psychological well-being (r= .446). In addition, subtes family and significant other significantly correlated with psychological well-being (r= .360 and r=.575).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46960
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Dela Pranaya Wisesa
"Perawat adalah bagian penting dari tenaga kesehatan di Indonesia, terutama di masa pandemi COVID-19. Perawat diketahui sebagai populasi yang rentan terhadap masalah psikologis. Terutama perawat yang juga menjalani peran sebagai ibu yang memiliki anak kecil.. Sejauh observasi peneliti, masih sedikit studi di Indonesia yang menganalisis mengenai kondisi mental perawat perempuan yang memiliki anak berusia kanak-kanak awal. Penelitian ini menganalisis perbedaan mental well-being antara perawat yang memiliki anak pada tahap perkembangan kanak-kanak awal dan perawat yang memiliki anak pada tahap perkembangan kanak tengah dan remaja, serta menganalisis variabel demografis yang ada. Menggunakan studi populasi, 102 perawat dari salah satu rumah sakit di Tangerang Selatan, berusia 25-56 tahun berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipan memiliki 1-4 anak, berusia 0-18 tahun. Mental well-being perawat diukur menggunakan Warwick Edinburgh Mental Well-Being Scale (WEMWBS). Terdapat perbedaan tingkat mental well-being yang signifikan antara perawat yang memiliki anak berusia lebih kecil atau sama dengan 6 tahun dan diatas 6 tahun. Studi ini juga menemukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan pengaturan tempat tinggal. Perawat yang memiliki anak berusia dini dan tinggal bersama anak mereka memiliki tingkat mental well-being paling rendah, dan perawat yang memiliki anak berusia kanak tengah dan tinggal bersama mereka memiliki mental well-being tertinggi.

Nurses are critical part of the health workers force in Indonesia, especially during COVID-19 pandemic. This issues coming on stronger for nurses who are also mothers with little children. According to child-rearing practices in Indonesia, mothers are responsible to take care of the children. There haven’t been much studies that analyse nurses with little children’s mental condition. This study highlights the difference of mental well-being between nurses who are mothers with early childhood aged children (0-6 years old) and non-early childhood children (older than 6 years old), also analysing demographic variables. Using population study, 102 nurses from a Hospital in South Tangerang, ranged 25-56 years old, participated in this study. The participants have a range of 1 to 4 children, aged from 0 to 18 years old. Nurses’ well-being was assessed using Warwick Edinburgh Mental Well-Being Scale. A significant difference of mental well-being was found between nurses with infant until early childhood aged, and non-early childhood aged children. Difference in mental well-being level between nurses who have early childhood aged children and nurses who have middle childhood aged children was found. In addition, this study reports a significant differences based on where the children live."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>