Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201443 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zakiyah Dinhudayah
"Kehilangan anggota keluarga inti dapat memicu duka yang lebih intens dan berkepanjangan, meningkatkan risiko complicated grief (CG) yang berdampak pada kesehatan mental dan fungsi sehari-hari. Salah satu strategi yang dapat membantu individu dalam menghadapi tantangan akibat kehilangan adalah koping religius (religious coping). Koping religius merupakan penggunaan keyakinan dan praktik agama untuk menghadapi tekanan hidup. Strategi ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu koping religius positif yang berhubungan dengan penurunan intensitas CG, dan koping religius negatif yang cenderung meningkatkan keparahan duka. Resiliensi, yang merupakan kemampuan individu untuk bangkit di tengah kesulitan, juga terbukti berperan penting dalam proses adaptasi terhadap kehilangan dan kemunculannya dapat dipengaruhi oleh pemaknaan yang merupakan mekanisme dari koping religius. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran resiliensi sebagai mediator dalam hubungan antara koping religius (baik positif maupun negatif) dan CG. Data dikumpulkan dari 452 partisipan dengan usia rata-rata (M=29.72), menggunakan tiga alat ukur, yaitu Brief Spiritual/Religious Coping Scale, The Connor-Davidson Resilience Scale, dan Inventory of Complicated Grief. Analisis data dilakukan menggunakan model mediasi dengan PROCESS Hayes. Hasil menunjukkan bahwa resiliensi berperan sebagai mediator dalam hubungan antara koping religius positif dan CG. Namun, pada model hubungan antara koping religius negatif dan CG, resiliensi tidak ditemukan berperan sebagai mediator. Penelitian ini memberikan wawasan mengenai pengembangan intervensi psikologis dengan mengintegrasikan pendekatan agama dan resiliensi untuk mengelola kehilangan secara adaptif, serta menyoroti pentingnya deteksi dan penanganan koping religius negatif yang dapat memperburuk CG.

The loss of a nuclear family member can trigger more intense and prolonged grief, increasing the risk of complicated grief (CG) which impacts mental health and daily functioning. One strategy that can help individuals deal with the challenges of loss is religious coping. Religious coping is the use of religious beliefs and practices to deal with life stresses. This strategy is divided into two types, namely positive religious coping (PRC), which is associated with a decrease in CG intensity, and negative religious coping (NRC), which tends to increase the severity of grief. Resilience, which is an individual's ability to rise above adversity, has also been shown to play an important role in the process of adapting to loss and its emergence can be influenced by meaning-making, which is a mechanism of religious coping. This study aimed to examine the role of resilience as a mediator in the relationship between religious coping (both positive and negative) and CG. Data were collected from 452 participants with a mean age (M=29.72), using three measurement tools, namely the Brief Spiritual/Religious Coping Scale, The Connor-Davidson Resilience Scale, and the Inventory of Complicated Grief. Data analysis was conducted using the mediation model with Hayes' PROCESS. The results showed that resilience acts as a mediator in the relationship between PRC and CG. However, in the relationship model between NRC and CG, resilience was not found to play a mediating role. This study provides insights into the development of psychological interventions integrating religious and resilience approaches to adaptively manage loss, and highlights the importance of detecting and addressing negative religious coping that may exacerbate CG."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Nadia Febrina Yahya
"Kehilangan anggota keluarga inti dapat memicu reaksi duka yang lebih mendalam dan kesulitan dalam beradaptasi. Ketika individu tidak mampu menghadapi kedukaan dengan adaptif maka akan rentan mengalami complicated grief dan menurunkan kesejahteraan subjektif individu. Mekanisme koping seperti spiritual dan religius koping dapat membantu individu dalam menghadapi kedukaannya. Koping spiritual dan religius terbagi menjadi dua yaitu religius koping positif dan religius koping negatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah complicated grief berkorelasi negatif dengan kepuasan hidup, serta melihat apakah religius koping baik positif atau negatif berperan sebagai moderator dalam hubungan antara complicated grief dengan kepuasan hidup pada keluarga inti yang berduka. Analisis data dilakukan terhadap 452 partisipan dengan rentang usia 19 – 40 tahun yang kehilangan anggota keluarga inti. Alat ukur yang digunakan yaitu Satisfaction With Life Scale, Inventory of Complicated Grief, dan Brief Spiritual/Religious Coping Scale. Hasil analisis menunjukkan bahwa complicated grief tidak berkorelasi negatif secara signifikan dengan kepuasan hidup. Selanjutnya, religius koping positif berperan sebagai variabel moderator yang memperkuat hubungan negatif antara complicated grief dan life satisfaction, sedangkan religius koping negatif tidak memoderasi hubungan antara complicated grief dan life satisfaction. Penelitian ini memberikan implikasi terkait pentingnya pemberian intervensi koping religius yang dapat benar-benar meningkatkan kemampuan individu dalam memaknai penggunaan koping religius positif sehingga dapat mengurangi dampak negatif kedukaan terhadap kepuasan hidup individu.

The loss of a nuclear family member can trigger deeper grief reactions and difficulties in adapting. When individuals are unable to deal with grief adaptively, they will be vulnerable to experiencing complicated grief and reduce individual subjective well-being. Coping mechanisms such as spiritual and religious coping can help individuals in dealing with their grief. Spiritual and religious coping is divided into two types, positive religious coping and negative religious coping. This study aims to see if complicated grief is negatively correlated with life satisfaction, and to see if religious coping either positive or negative plays a moderating role in the relationship between complicated grief and life satisfaction in bereaved nuclear families. Data analysis was conducted on 452 participants aged 19 – 40 years who lost a nuclear family member. The measuring instruments used were Satisfaction With Life Scale, Inventory of Complicated Grief, and Brief Spiritual/Religious Coping Scale. The results of the analysis showed that complicated grief was not significantly negatively correlated with life satisfaction. Furthermore, positive religious coping acts as a moderator variable that strengthens the negative relationship between complicated grief and life satisfaction, while negative religious coping does not moderate the relationship between complicated grief and life satisfaction. This study provides implications regarding the importance of providing religious coping interventions that can actually enhance the individual's ability to interpret the use of positive religious coping so as to reduce the negative impact of grief on individual life satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Elvina
"Non-suicidal self-injury (NSSI) merupakan isu kesehatan global dengan prevalensi yang tinggi dan meningkat di kalangan dewasa awal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kecenderungan perilaku NSSI pada dewasa awal di Indonesia serta menemukan hubungan antara stres, koping religius positif dan negatif, dan keparahan perilaku NSSI. Data dikumpulkan dari 311 partisipan berusia 18–29 tahun (M = 23.37, SD = 2.38) menggunakan kuesioner daring, yang mencakup alat ukur stres (Perceived Stress Scale-10), koping religius positif dan negatif (Brief RCOPE), serta karakteristik perilaku NSSI (Non-Suicidal Self-Injury Function Scale). Dalam penelitian ini, 40.2% partisipan pernah atau masih melakukan NSSI. Hasil menunjukkan bahwa kenaikan pada stres secara statistik signifikan memprediksi peningkatan pada keparahan perilaku NSSI. Koping religius negatif memiliki efek moderasi yang signifikan secara statistik pada hubungan antara stres dan keparahan NSSI, namun koping religius positif tidak memiliki efek moderasi yang signifikan secara statistik. Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa stres dan koping religius negatif memainkan peran penting dalam memperparah perilaku NSSI. Penelitian ini mengilustrasikan pentingnya program prevensi dan intervensi untuk NSSI yang menargetkan stres dan koping religius negatif.

Non-suicidal self-injury is a global health issue with a high and increasing prevalence among emerging adults. This study is aimed to examine the tendency of NSSI among emerging adults in Indonesia while also investigating the relationship between stress, positive and negative religious coping, and NSSI severity. Data was gathered from 311 participants aged 18–29 years old (M = 23.37, SD = 2.38) using online questionnaire, which included measures of stress (Perceived Stress Scale-10), positive and negative religious coping (Brief RCOPE), and NSSI severity (Non-Suicidal Self-Injury Function Scale). This study revealed that 40.2% of participants had or were still engaging in NSSI. Results indicated that an increase in stress predicted with statistical significance an increase in NSSI severity. Negative religious coping had a statistically significant moderation effect on the relationship between stress and NSSI severity, while positive religious coping did not. Thus, this study demonstrated that stress and negative religious coping play important roles in exacerbating NSSI. This study illustrated the importance of prevention and intervention programmes for NSSI that target stress and negative religious coping. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Tsamara Rustiadi
"Mahasiswa yang merantau harus menghadapi lebih banyak penyesuaian dalam kehidupan perkuliahannya, terlebih setelah adanya perubahan global yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19. Dalam situasi yang sulit tersebut, kedekatan dengan alam dan resiliensi dapat memiliki peran penting agar mahasiswa tidak mempersepsi situasi secara negatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran resiliensi sebagai mediator pada hubungan kedekatan dengan alam dan persepsi stres mahasiswa perantau. Data diambil menggunakan survei daring pada mahasiswa perantau di seluruh Indonesia (N = 123). Pengukuran variabel pada penelitian ini menggunakan adaptasi 21-Item Nature Relatedness Scale (NR21), Resilience Scale (RS), dan Perceived Stress Scale (PSS). Data penelitian dianalisis dengan model mediasi pada perangkat PROCESS dari Hayes di SPSS. Penemuan yang didapatkan dari penelitian ini antara lain kedekatan dengan alam berpengaruh positif terhadap resiliensi, resiliensi berpengaruh negatif terhadap persepsi stres, dan terdapat indirect-only mediation dari resiliensi terhadap hubungan kedekatan dengan alam dan persepsi stres mahasiswa perantau.

Sojourner college students have to face more adaptation in their college life, especially now after there are global changes all around the world because of COVID-19 pandemic. In this stressful situation, nature relatedness and resilience have an important role in reducing college students’ negative perception of the situation. This research’s objective is to see the role of resilience as mediator between nature relatedness and perceived stress. Data were taken using online survey from sojourner students all over Indonesia (N = 123). Variables were measured using the adaptations of 21-Item Nature Relatedness Scale (NR21), Resilience Scale (RS), and Perceived Stress Scale (PSS). The data that have already been collected were analyzed using mediation model on Hayes’ PROCESS tool on SPSS. Results from this research is nature relatedness can positively predict resilience, resilience can negatively predict perceived stress, and there is an indirect-only mediation from resilience to the relationship between nature relatedness and perceived stress of sojourner college students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nur Shafriani
"ABSTRAK
Kanker dapat menyerang manusia pada semua usia, salah satunya pada anak. Anak dengan kanker menghadapi penyakitnya didamping keluarga. Keluarga memiliki fungsi penting dalam proses penyembuhan anak kanker. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan koping dengan resiliensi keluarga yang merawat anak penderita kanker.Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional pada 60 responden dengan teknik total sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner The Brief of Cope untuk koping dan Family Resilience Assessment Scale untuk resiliensi keluarga. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara koping dengan resiliensi keluarga yang merawat anak penderita kanker p-value = 0,00; r = 0,443; ? = 0,005 . Selain itu, problem focused coping dan emotion focused coping masing ndash; masing memiliki hubungan bermakna dengan resiliensi keluarga anak penderita kanker. Akan tetapi, problem focused coping memiliki hubungan yang lebih kuat dengan resiliensi keluarga dibandingkan dengan emotion focused coping. Responden penelitian ini lebih banyak menggunakan problem focused coping dibandingkan emotion focused coping. Untuk menghasilkan keluarga yang resilien, diperlukan pemberian bimbingan dan penguatan koping terhadap keluarga yang merawat anak penderita kanker.

ABSTRACT
Cancer can attacks humans in all age, especially children. Children face the cancer with their family. Family has many important roles in cancer healing process. This research was conducted to investigate the correlation between coping and family resilience who care children with cancer. 60 families who caring children with cancer were joined this research. This research used cross sectional design with total sampling technique. Coping was measured by The Brief of Cope and Family Resilience was measured by Family Resilience Assessment Scale. The results showed that there was a significant correlation between coping with family resilience who care children with cancer p value 0,00 r 0,443 0,005. Problem focused coping and emotion focused coping has a significant correlation with family resilience who care children with cancer. But, problem focused coping have a stronger correlation with family resilience than emotion focused coping. Besides, respondents more often use focused coping problems than emotion focused coping. To get a resilience people, nurse must leading and strengthening coping of families who care children with cancer."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Junita
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dari tingkat stres dengan strategi emotion-focused coping: fangirling/fanboying pada mahasiswa, khususnya mahasiswa Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknik cluster random sampling. Penelitian ini melibatkan 439 mahasiswa di Universitas Indonesia, Data analisis dengan menggunakan Chi-Square untuk mengetahui hubungan yang bermakna antara tingkat stres dan strategi emotion-focused coping: fangirling/fanboying berdasarkan bentuk, waktu, dan durasi kegiatan. Hasil uji statistik diperoleh p=0,019 berdasarkan bentuk kegiatan dan <0,001 berdasarkan durasi kegiatan, artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan strategi emotion-focused coping: fangirling/fanboying pada mahasiswa berdasarkan bentuk dan durasi kegiatan. Sedangkan untuk waktu kegiatan, didapatkan p=0,814, artinya tidak terdapat adanya hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan strategi emotion-focused coping: fangirling/fanboying pada mahasiswa berdasarkan waktu kegiatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres pada mahasiswa Universitas Indonesia berada pada tingkat sedang (73,8 %), tingkat ringan (11,8%), dan tingkat tinggi (14,4%). Kesimpulannya, mahasiswa harus menemukan bentuk kegiatan strategi koping yang tepat bagi dirinya yang dilakukan dalam durasi waktu yang tepat dan terbatas agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi tingkat stres mahasiswa.

This research aims to identify the relationship between stress levels and emotion-focused coping strategies: fangirling/fanboying in students, especially University of Indonesia students. This study used a cross-sectional design with cluster random sampling technique. This research involved 439 students at the University of Indonesia. Data analysis used Chi-Square to determine the significant relationship between stress levels and emotion-focused coping strategies: fangirling/fanboying based on the form, time and duration of the activity. The statistical test results obtained p=0.019 based on the form of activity and <0.001 based on the duration of the activity, meaning that there is a significant relationship between stress levels and emotion-focused coping strategies: fangirling/fanboying in students based on the form and duration of the activity. Meanwhile, for activity time, p=0.814 was obtained, meaning that there was no significant relationship between stress levels and emotion-focused coping strategies: fangirling/fanboying in students based on activity time. The research results showed that the stress level of University of Indonesia students was at a moderate level (73.8%), mild level (11.8%), and high level (14.4%). In conclusion, students must find the right form of coping strategy activity for themselves which is carried out in the right and limited time duration so that it does not have a bad impact on the student's stress level."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afini Wirasenjaya
"Nyeri kronis pada populasi dewasa muda dapat mengganggu aktivitas dan keberfungsian sehari-hari. Penderita nyeri bahkan terancam mengalami kehilangan fungsi tubuh tertentu apabila terlibat dalam pain catastrophizing. Berdasarkan fear-avoidance model, sifat cemas dapat mempengaruhi penderita nyeri untuk melakukan pain catastrophizing yang kemudian mengarah pada pemulihan yang tertunda. Peneliti lain mencoba mengembangkan model yang hanya fokus pada faktor negatif ini, dengan memasukkan faktor positif yang dapat membantu pemulihan nyeri individu, yaitu resiliensi. Stres yang dialami penderita nyeri kronis juga perlu diatasi. Salah satu caranya adalah dengan melakukan positive religious coping. Pada studi ini, penulis ingin melihat peran resiliensi dan positive religious coping sebagai moderator di antara interaksi sifat cemas dan pain catastrophizing, sedangkan negative religious coping dianalisis sebagai kovariat. Penelitian dilakukan terhadap 275 penderita nyeri di Indonesia berusia 18-35 tahun. Partisipan memberi persetujuan untuk mengikuti penelitian ini dan mengisi kuesioner yang menggambarkan pengalaman nyeri mereka. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa positive religious coping berperan sebagai moderator dalam interaksi sifat cemas dan pain catastrophizing, namun resiliensi tidak. Memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri dapat membantu penderita nyeri kronis dalam menghadapi nyerinya. Melihat hasil studi ini, profesional dapat mempertimbangkan positive religious coping sebagai salah satu sasaran intervensi saat menangani pasien nyeri kronis.

Chronic pain in young adults can interfere with daily activity and functioning. Pain patients are threatened with dysfunction when they are engaged in pain catastrophizing. According to the fear-avoidance model, trait anxiety affects one’s involvement in pain catastrophizing, leading to delayed recovery. Other researchers tried to expand the model, which focuses only on the negative factors, by incorporating the positive factors, i.e., resilience, that can promote positive adaptation to chronic pain. The stress that chronic pain patients face also needs to be overcome. One of the strategies is using positive religious coping. In this study, the author examined the role of resilience and positive religious coping as moderators in the interaction of trait anxiety and pain catastrophizing, while negative religious coping is analyzed as a covariate. A total of 275 individuals with chronic pain aged 18-35 participated in this study. Participants informed their consent and filled out a set of questionnaires that described their pain experiences. The regression analysis results show that positive religious coping moderates the interaction between trait anxiety and pain catastrophizing, and resilience does not. Having a good connection with God or a higher being, as well as others and oneself, can help chronic pain patients deal with their pain. From this finding, professionals can consider positive religious coping an intervention target when helping chronic pain patients."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Fitriana Semudi
"Kasus DMT2 pada anak di dunia meningkat 132,6 ribu anak. Ada 1213 kasus DMT2 pada anak di Indonesia. Manajemen perawatan harian yang dilakukan oleh anak-anak dengan DMT2 membuat stres. Stres yang dialami dapat mengganggu pengendalian penyakit dan tingkat kualitas hidup anak dengan DMT2. Salah satu aspek yang dapat meningkatkan manajemen pengasuhan dan kualitas hidup anak dengan DMT2 adalah ketahanan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat stres, dukungan keluarga dan koping dengan resiliensi pada anak DMT1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel 36 balita di Jawa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat stres adalah Area Masalah dalam Diabetes (DIBAYAR), Skala Dukungan Keluarga Diabetes Hensarling (HDFSS), Coping with a Disease (CODI) dan Child & Youth Resilience Measure-Revised Person Most Knowledgeable (PMK-CYRM) untuk mengukur ketahanan. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres dengan resiliensi pada anak DMT1 dengan p-value 0,021, OR 5,360 dan α 0,05. Peneliti berharap penelitian ini dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pelayanan keperawatan psikologis pada anak DMT1.
T2DM cases in children in the world increased by 132.6 thousand children. There are 1213 cases of T2DM in children in Indonesia. The daily care management performed by children with T2DM is stressful. The stress experienced can interfere with disease control and the level of quality of life for children with T2DM. One aspect that can improve parenting management and quality of life for children with T2DM is psychological resilience. This study aims to see the relationship between stress levels, family support and coping with resilience in children with T2DM. This study used a cross sectional design with a sample of 36 toddlers in Java. The instruments used to measure stress levels are the Problem Area in Diabetes (PAID), the Diabetes Hensarling Family Support Scale (HDFSS), Coping with a Disease (CODI) and the Child & Youth Resilience Measure-Revised Person Most Knowledgeable (PMK-CYRM) to measure endurance. The results of the chi-square test showed that there was a relationship between stress levels and resilience in DMT1 children with p-value 0.021, OR 5.360 and α 0.05. Researchers hope that this research can be developed to improve knowledge and psychological nursing services in children with diabetes mellitus."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilik Mudloyati Choiriyah
"Stress memiliki prevalensi yang tinggi di masyarakat. Pada usia remaja, potensi munculnya stress akan meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keberfungsian keluarga dan stress dengan moderator positive religious coping pada remaja akhir. Pengukuran variabel keberfungsian keluarga menggunakan alat ukur Family Assessment Device FAD skala general fuctioning untuk mengukur keberfungsian keluarga secara umum. Pengukuran stress menggunakan alat ukur Perceived Stress Scale PSS . Pengukuran positive religious coping menggunakan alat ukur The Brief RCOPE. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 426 94 laki-laki dan 332 perempuan dengan rentang usia 18-21 tahun. Pengujian hipotesis menggunakan teknik multiple regression.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberfungsian keluarga berhubungan dengan stress secara signifikan. Namun, positive religious coping tidak memberikan pengaruh secara signifikan R=0,429, p>.05 dalam hubungan antara keberfungsian keluarga dan stress. Hubungan moderasi yang tidak signifikan tersebut diasumsikan karena 1 hubungan keberfungsian keluarga dan stress sudah terlalu kuat, 2 adanya hubungan signifikan antara keberfungsian keluarga dan positive religious coping, dan 3 positive religious coping tidak efektif sebagai strategi coping pada usia remaja akhir.

Stress has a high prevalence in society. In adolescence, the potential for stress will increase. This research was conducted to see the relationship between family functioning and stress with religious coping as a moderator among the late adolescents. The measurement of family functioning variable was using the instrument of Family Assessment Device FAD general functioning scale to measure family functioning in general. The measurement of stress variable was using the Perceived Stress Scale PSS . The measurement of positive religious coping variable was using the Brief RCOPE. The participants in this study were 426 subjects 94 men and 332 women with the range of age between 18 21 years old. Hypothesis testing used the multiple regression technique.
The result of this study showed that family functioning significantly correlated with stress. However, positive religious coping could not significantly moderate R 0,429, p .05 the relationship of family functioning and stress. This insignificant moderation relationship was assumed to be due 1 the relationship of family functioning and stress was too strong, 2 there was a significant relationship between family functioning and positive religious coping, and 3 positive religious coping was not effective as coping strategy in late adolescence.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Andriani
"Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk melihat pengaruh self-compassion sebagai mediator dalam hubungan antara peer relatedness dan efikasi diri dalam keputusan karier. Peneliti menggunakan adaptasi Bahasa Indonesia dari alat ukur The Youth Relatedness Scale untuk mengukur peer relatedness, Self-Compassion Scale untuk mengukur self-compassion, dan Career Decision Self-Efficacy Scale-Short Form untuk mengukur efikasi diri dalam keputusan karier. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 650 orang siswa SMA kelas XI dan XII dari berbagai area di Jabodetabek. Hasil analisis menunjukkan bahwa self-compassion memiliki pengaruh yang signifikan dalam memediasi hubungan antara peer relatedness dan efikasi diri dalam keputusan karier siswa SMA (p < 0.05). Hasil dari penelitian ini dapat memberikan implikasi praktis bagi sekolah agar dapat menciptakan iklim kelas dan sekolah yang kompak dan suportif, serta lebih melatih keterampilan sosial siswa agar dapat membangun hubungan pertemanan yang positif yang dapat mendukung perkembangan kariernya.

This quantitative research aims to see the effect of self-compassion as a mediator in the relationship between peer relatedness and career decision self-efficacy. Researcher used Indonesian adaptation from The Youth Relatedness Scale to measure peer relatedness, Self-Compassion Scale to measure self-compassion, and Career Decision Self-Efficacy Scale-Short Form to measure self-efficacy in career decisions. The sample in this study are 650 high school students in 11th and 12th grade from various areas in Greater Jakarta. The results of the analysis showed that self-compassion had a significant influence in mediating the relationship between high school students peer relatedness and career decision self-efficacy (p <0.05). The results of this study can have practical implications for schools to create a unified and supportive classroom and school climate, and train students social skills better so they could build positive friendships with peers that can support their career development."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>