Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115759 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rivan Habie Syafa`At
"Tulisan ini membahas praktik perkawinan bajapuik yang berasal dari Padang Pariaman. Perkawinan bajapuik menekankan pihak perempuan untuk memberikan sejumlah uang kepada pengantin laki-laki sebagai salah satu syarat perkawinan. Selain sebagai pemberian, ternyata terdapat suatu tujuan lain diberikanya uang japuik, yaitu sebagai bentuk pertukaran serta mempertahankan aliansi suku. Dengan menggunakan pendekatan etnografi, penelitian ini bertujuan untuk melihat praktik pernikahan bajapuik oleh orang Pariaman di perantauan yang terfokus pada wilayah Bekasi. Praktik pernikahan bajapuik yang dilakukan oleh orang pariaman di Bekasi menggambarkan bahwa praktik ini masih dilaksanakan dengan berbagai tujuan dan alasan, dengan melibatkan sebuah pertukaran yang terjadi di dalamnya. Dari proses pertukaran tersebut, terjadi sebuah pola yang sama dalam suatu pernikahan dan terjadi secara berulang atau disebut sebagai circulating connubium. Selain itu terdapat suatu preferensi untuk melakukan perkawinan dengan memilih pasangan dari satu garis keturunan yang sama, atau disebut sebagai closed chain of marriage connexions. Dengan kata lain, praktik perwakinan bajapuik adalah salah satu cara komunitas Pariaman di Bekasi untuk mempertahankan aliansi suku melalui sebuah bentuk pertukaran dalam perkawinan adat.

This paper discusses the practice of bajapuik marriage originating from Padang Pariaman. Bajapuik marriage emphasizes the woman to give some money to the groom as one of the conditions of marriage. Apart from being a gift, it turns out that there is another purpose for giving japuik money, namely as a form of exchange and maintaining tribal alliances. Using an ethnographic approach, this study aims to examine the practice of bajapuik marriage by Pariaman people overseas, focusing on the Bekasi area. The practice of bajapuik marriage carried out by pariaman people in Bekasi illustrates that this practice is still carried out for various purposes and reasons, involving an exchange that occurs in it. From the exchange process, a similar pattern occurs in a marriage and occurs repeatedly or is referred to as the circulating connubium. In addition, there is a preference for marriage by choosing a partner from the same lineage, or referred to as closed chain of marriage connexions. In other words, the practice of bajapuik perwakinan is one way for the Pariaman community in Bekasi to maintain tribal alliances through a form of exchange in traditional marriages."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Axel
"Pada bulan Agustus hingga Mei 2022, saya mengikuti program magang menjadi UX Reseach di PT Vidio Dot Com atau biasa dikenal dengan Vidio, perusahaan yang bergerak pada bidang OTT Streaming. UX Research di Vidio memiliki berbagai macam metode pengumpulan data salah satunya studi etnografi. Dalam satu kesempatan, saya dapat menggunakan studi etnografi pada salah satu proyek mandiri. Namun, pada proyek mandiri ini studi etnografi saya lakukan secara daring karena mengingat situasi pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Proyek mandiri tersebut mengusung topik kebiasaan menonton, media sosial, dan pola berlangganan dengan subjeknya adalah pengguna Instagram. Metode pengumpulan data yang digunakan pada proyek mandiri adalah observasi melalui Instagram dan wawancara mendalam melalui Google Meet. Selama melakukan hingga selesai proyek mandiri timbul pertanyaan apa istilah etnografi secara daring yang paling sesuai dari pengalaman proyek mandiri yang saya lakukan. Ternyata, istilah yang paling mendekati adalah netnografi karena topik dan pengumpulan data proyek mandiri sesuai dengan definisi netnografi, yaitu studi tentang online community dan budaya online yang dimediasi oleh komputer atau ruang online. Dengan demikian, netnografi memungkinkan untuk dilakukan sebagai metode pengumpulan data oleh UX Researcher, namun pada pengalaman saya masih ada aspek teknologi dan beban kerja yang menjadi limitasi saat melakukan netnografi.

From August to May 2022, I participated in an internship program to become a UX Researcher at PT Vidio Dot Com or commonly known as Vidio, a company engaged in OTT Streaming. UX Research in Vidio has various data collection methods, one of which is ethnographic studies. On one occasion, I was able to use an ethnographic study on one of my independent projects. However, for this independent project, I did an online ethnographic study because I remember the ongoing COVID-19 pandemic situation. The independent project carries the topic of viewing habits, social media, and subscription patterns with the subject being Instagram users. The data collection method used in the independent project is observation through Instagram and in-depth interviews through Google Meet. During the completion of the independent project, the question arose as to what online ethnographic term was the most appropriate for my independent project experience. It turns out that the closest term is netnography because the topic and data collection of independent projects fit the definition of netnography, namely the study of online communities and online culture mediated by computers or online spaces. Thus, netnography is possible to be used as a data collection method by UX Researcher, but in my experience there are still technological aspects and workloads that become limitations when doing netnography."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fachri Muzaqii
Jakarta: Direktort Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan tradsi, 2018
959.813 FAC s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Utama
"Sebagai bagian dari masyarakat Minangkabau, masyarakat Pariaman memiliki kebiasaan yang agak berbeda dengan daerah lain di Minangkabau. Dalam perkawinan tersebut pihak perempuan yang melakukan lamaran terhadap pihak laki-laki, juga hangs menyediakan persyaratan yang disebut dengan uang jemputan. Namun dalam perkembangannya uang jemputan ini mengalami perubahan menjadi uang hilang yang awalnya hanyalah merupakan suatu gejala. Sehingga lama-kelamaan menjadi suatu tradisi yang sudah berlaku dalam seluruh masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang sosial budaya uang hilang ini dalam perkawinan masyarakat matrilineal dewasa ini. Kedua, menjelaskan fungsi tradisi uang hilang ini terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Ketiga, mengetahui faktor penyebab masih berlakunya uang hilang dalam perkawinan adat masyarakat Pariaman di tengah era kemajuan sekarang ini.
Penelitian yang mengambil kajian di Nagari Sicincin Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung dengan alasan ini Nagari ini masih kuat memegang tradisi dan adat-istiadat yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian di daerah ini terlihat bahwa uang jemputan yang mendasari lahimya uang hilang ini awalnya berfungsi sebagai sarana distribusi kekayaan dan status sosial dalam suatu kaum. Namun dalam perkembangannya uang hilang ini berfungsi sebagai pengesahan status sosial, sarana mobilitas sosial, prinsip resiprositas dan fungsi terhadap peran dan kedudukan wanita dalam masyarakat.
Di era kemajuan sekarang ini dengan adanya proses modernisasi, uang Hilang masih tetap berlaku di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan perubahan fungsi dan makna dari uang hilang itu sendiri. Sedangkan pengaruh modernisasi seperti yang dikemukakan oleh Chodak dengan teori modernisasinya yang menyebutkan pada induced modernization masyarakat dihadapkan pada transfomlasi struktur sosialnya melalui sistem pendidikan yang mengajarkan norma-norma dan nilai-nilai baru, tidak berpengaruh banyak terhadap uang hilang ini. Ini disebabkan masih besarnya pengaruh orang tua, ninik mamak serta lingkungan masyarakat yang masih menghendaki berlakunya tradisi ini.
Dari studi ini disimpulkan bahwa uang hilang yang berlaku di tengah masyarakat seiain berpengaruh negatif juga membawa pengaruh posistif dalam kehidupan masyarakat. Mengingat pengaruh negatif ini, penulis menyarankan agar kebiasaan uang hilang ini paling kurang secara bersama-sama dihilangkan dampak negatif yang timbul dari uang hilang ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Aulia
"Kanker kolorektal menempati peringkat ketiga berdasarkan angka kematian di Indonesia. Cluster of differentiation 44 (CD44) merupakan biomarker yang dapat digunakan dalam mendeteksi kanker kolorektal. Ekspresi gen CD44 dapat dideteksi pada circulating tumor cell (CTC) yang diisolasi dari darah perifer, akan tetapi CTC merupakan rare cell. Ekspresi gen CD44 pada peripheral blood mononuclear cells (PBMC) berpotensi untuk dijadikan biomarker dalam deteksi kanker kolorektal karena kelimpahannya yang banyak jika dibandingkan dengan CTC, akan tetapi penelitian tentang deteksi ekspresi gen CD44 pada PBMC masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi ekspresi gen CD44 pada sampel CTC dan PBMC sebagai potensi biomarker kanker kolorektal menggunakan metode semi-kuantitatif RT-PCR dan direct immunofluorescence. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdeteksinya gen CD44 baik pada sampel CTC maupun PBMC dengan menggunakan metode semi-kuantitatif RT-PCR. Gen CD44 terdeteksi pada beberapa sampel PBMC dengan menggunakan direct immunofluorescence. Gen CD44 berpotensi sebagai biomarker kanker kolorektal, namun penelitian ini perlu diteliti lebih lanjut.

Colorectal cancer ranks third based on mortality in Indonesia. Cluster of differentiation 44 (CD44) is a biomarker that can be used to detect colorectal cancer. CD44 gene expression can be detected in circulating tumor cells (CTC) isolated from peripheral blood, but CTC is a rare cell. The expression of the CD44 gene in Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMC) has the potential to be used as a biomarker in the detection of colorectal cancer because of its high abundance when compared to CTC, but research on the detection of CD44 gene expression in PBMCs is still limited. The purpose of this study was to detect the expression of the CD44 gene in CTC and PBMC samples as a potential colorectal cancer biomarker using semi-quantitative RT-PCR and direct immunofluorescence methods. The results showed that the CD44 gene was not detected in both CTC and PBMC samples using the semi-quantitative RT-PCR method. The CD44 gene was detected in several PBMC samples using direct immunofluorescence. The CD44 gene has potential as a biomarker of colorectal cancer, but this research needs to be investigated further. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Humaira Akbar
"Makalah ilmiah akhir ini merefleksikan pengalaman magang saya di program penelitian Receh Coreng, dengan fokus pada tantangan yang saya hadapi sebagai mahasiswa antropologi yang diharapkan untuk menerapkan metode etnografi dalam lingkungan penelitian transdisipliner. Terlepas dari pembelajaran saya sebelumnya, penerapan praktik metode etnografi terbukti sulit, terutama saat mengintegrasikannya ke dalam kerangka penelitian multidisiplin yang lebih luas. Dalam pelaksanaannya, saya menemukan berbagai limitasi mulai dari tahap pra lapangan, penelitian lapangan, pengorganisasian, dan pengolahan data. Dalam setiap prosesnya, saya menyadari bahwa etnografi tidak bisa diimplementasikan secara maksimal. Dengan mengacu pada Hammersley dan Atkinson (2007), makalah ini merefleksikan dan membandingkan kesenjangan antara pelatihan teoritis dan praktis, menggambarkan hambatan dan kendala spesifik yang saya dihadapi selama penelitian magang. Melalui refleksi ini, saya mengeksplorasi bagaimana ekspektasi penggunaan metode etnografi sering kali tidak sesuai dengan implementasi nyatanya dalam penelitian transdisipliner. Refleksi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang tantangan praktik metode etnografi dalam penelitian interdisipliner.

This final scientific paper reflects on my internship experience at the Receh Coreng research program, focusing on the challenges I faced as an anthropology student expected to apply ethnographic methods in a transdisciplinary research environment. Despite my prior learning, the practical application of ethnographic methods proved difficult, especially when integrating them into a broader multidisciplinary research framework. In its implementation, I encountered various limitations from the pre-field, field research, organizing, and data processing stages. Throughout the process, I realized that ethnography could not be implemented to its full potential. With reference to Hammersley and Atkinson (2007), this paper reflects on and compares the gap between theoretical and practical training, describing the specific obstacles and constraints I faced during my internship research. Through this reflection, I explore how expectations of using ethnographic methods often do not match the actual implementation in transdisciplinary research. This reflection aims to provide a deeper understanding of the challenges of practicing ethnographic methods in interdisciplinary research."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Wilda Nuryanti
"Perdagangan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Minangkabau khususnya di Kota Pariaman dan sekitarnya, sehingga perdagangan membentuk sebuah kearifan lokal. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini mengangkat Kearifan lokal pedagang dan karakteristik pasar tradisional dilihat dari sistem kekerabatan dan pola kearifan lokal yang terbentuk dengan hubungan karakteristik pedagang dan karakteristik pasar tradisional. Hasil analisis dari penelitian ini menunjukan Tradisi kuat ditandai dengan masih berlakunya hari balai yang membuka kesempatan bagi pedagang pendatang untuk berdagang dan menjual komoditas khas setempat yang terdapat di Balai Kurai Taji dan Pauh Kambar. Kearifan lokal yang kuat berada pada balai Kurai Taji dan pasar Pauh Kambar. Pasar-pasar tradisional dengan tradisi kuat memiliki kearifan lokal lebih kuat terutama dalam aspek warisan, utang piutang, dan kompetisi.

Trade is a source of life for the Minangkabau people, especially in the Pariaman City and surroundings area, so that trade forms a local wisdom. In this study the method used is a qualitative method with a descriptive approach. This research raises the local wisdom of traders and traditional market characteristics seen from the kinship system and the pattern of local wisdom that is formed with the relation of the characteristics of traders and traditional market characteristics. The analysis results of this study show that a strong tradition is characterized by the still validity of market days which opens opportunities for migrant traders to trade and sell local specialty commodities that found in Kurai Taji and Pauh Kambar. Strong local wisdom is at the Kurai Taji market and Pauh Kambar market. Traditional markets with strong traditions have stronger local wisdom, especially in aspects of inheritance, debt, and competition."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Syafitri
"Latar belakang: CTC sebagai bagian dari liquid biopsy berperan dalam melakukan monitoring pasien kanker payudara yang menjalani terapi. Adanya CTC menjadi pertanda resistensi terapi dan memengaruhi prognosis pasien. Penelitian ini bertujuan melihat adakah perubahan nilai CTC pada pasien kanker payudara stadium lokal lanjut atau lanjut yang mendapatkan kemoterapi serta melihat perubahan nilai CTC tersebut apakah dipengaruhi oleh usia, status menopause, subtipe, metastasis, dan grade.
Metode: Didapatkan 30 sampel pasien kanker payudara stadium lokal lanjut atau lanjut yang akan mendapatkan kemoterapi berbasis Anthracycline dan Taxan. Pre kemoterapi pasien diambil darah perifer dan dilakukan pemeriksaan CTC menggunakan flowcytometry dengan antibodi EpCAM. Pasien lalu menjalani siklus kemoterapi hingga lengkap. Setelah itu pasien kembali diambil darah perifer dan diperiksa nilai CTC post kemoterapi.
Hasil: Dari ke 30 sampel, didapatkan mean usia 47,93+7.30. Sebanyak 56,7 (n=17) belum menopause, 43,3% status tumor T3 dan T4, status kelenjar getah bening terbanyak adalah N0 dan N1 (43,3%). Hanya 2 pasien yang ditemukan ada metastasis. 56,7% pasien dengan grade 3, dan subtipe terbanyak adalah luminal B ( 63,4%, n=19). Terdapat 22 pasien (73,3%) dengan ER positif, 14 pasien (46,7%) dengan PR positif. Terdapat 11 pasien (36,7%) dengan Her2 positif dan 21 pasien (70%) dengan Ki67 high proliferation. Hasil CTC pre kemoterapi didapatkan nilai median 1460,50 sedangkan CTC post kemoterapi didapatkan nilai median 415,50 dilakukan uji Wilcoxon dan perbedaan bermakna dengan nilai p=0,002. Analisis multivariat regresi linier dihubungkan antara penurunan nilai CTC terhadap usia, status menopause, subtipe, metastasis, dan grading didapatkan status menopause berhubungan bermakna terhadap perubahan nilai CTC (p<0,05).
Kesimpulan: CTC pada pasien kanker payudara stadium lokal lanjut dan lanjut setelah kemoterapi lebih rendah bermakna dibandingkan sebelum kemoterapi. Status menopause memiliki hubungan bermakna terhadap penurunan jumlah CTC setelah kemoterapi pada kanker payudara stadium lokal lanjut dan lanjut
.
Background: As part of liquid biopsy, CTCs play a role in monitoring breast cancer patients undergoing therapy. The existence of CTCs is a sign of therapy resistance and affects patient prognosis. This study aims to examine whether there are changes in CTC values in patients with locally advanced or advanced breast cancer, who receive chemotherapy and are influenced by age, menopause status, subtype, metastasis, and grade.
Method: Of the 30 samples of locally advanced or advanced breast cancer patients receiving Anthracycline and Taxan-based chemotherapy were obtained. Pre-chemotherapy, peripheral blood, was drawn and CTCs were examined using flow cytometry with EpCAM antibody. Patients then undergo a complete chemotherapy cycle. After that, the patients were again taken peripheral blood and examined for post-chemotherapy CTC values.
Result: The study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital, started from December 2022 to December 2023. Of the 30 samples with the mean age was 47,93+7,30. A total of 56,7 (n=17) were not menopause, 43,3% of tumor status with the T3 and T4, and the most common lymph node status with the N0 and N1 (43,3%). Only two patients were found to have metastasis. Then, 56,7% of patients had grade 3, and the most common subtype was luminal B (63,4%, n=19). There were 22 patients (73,3%) with ER positive, 14 patients (46,7%) with PR positive, 11 patients (36,7%) with Her2 positive, and 21 patients (70%) with Ki67 high proliferation. Pre-chemotherapy CTC results obtained a median value of 1460.50, Meanwhile, post-chemotherapy CTC obtained a median value of 415,50. Wilcoxon test was performed and the difference was significant with a value of p = 0,002. Multivariate linear regression analysis was correlated between the decrease in CTC values with age, menopause status, subtype, metastasis, and grading. The menopausal status has a significant association with decrease CTC values (p<0,05).
Conclusion: CTC in locally advanced and advanced breast cancer patients after chemotherapy was significantly lower than before chemotherapy. menopause status has a significant association with decreased CTC values after chemotherapy in locally advanced and advanced breast cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Maulana Muhammad
"Kanker kolorektal merupakan penyakit akibat perubahan genetik dengan perawatan yang beragam dan berisiko tinggi. Circulating tumor cell (CTC) merupakan sel kanker yang terlepas dari situs primernya. Sel ini dapat dimanfaatkan sebagai pendekatan untuk menentukan agen kemoterapi yang tepat karena dapat diambil dengan metode yang kurang invasif dan memiliki karakteristik yang mirip dengan sel kanker asalnya. Namun, salah satu tantangannya adalah komposisi medium kultur CTC yang digunakan masih beragam, salah satunya adalah komponen epidermal growth factor (EGF) dan basic-fibroblast growth factor (bFGF). Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian kultur CTC yang diisolasi menggunakan metode eritrolisis menggunakan 3 konsentrasi EGF dan bFGF (0 ng/mL EGF dan bFGF, 50 ng/mL EGF dan bFGF, serta 20 ng/mL EGF dan 10 ng/mL bFGF) selama 14 hari, kemudian dianalisis pengaruhnya terhadap persentase viabilitas kultur yang diukur menggunakan trypan blue. Analisis dilakukan menggunakan uji ANOVA dan Kruskal-Wallis. Selain itu, dilihat pula morfologi dari sel yang terlihat selama kultur dan hasil uji immunofluoresens. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya EGF dan bFGF menyebabkan penurunan persentase viabilitas yang signifikan pada hari ke-14. Konsentrasi 50 ng/mL EGF dan bFGF menyebabkan persentase viabilitas untuk stagnan pada hari ke-8 hingga ke-14. Hasil immunofluoresens menunjukkan adanya beberapa sel yang positif terhadap antibodi CK20 dan PLS3 yang menandakan positif terhadap CTC. Kesimpulan dari penelitian ini adalah EGF dan bFGF berpengaruh terhadap viabilitas kultur CTC secara concentration dependent, dengan konsentrasi optimum adalah 20 ng/mL EGF dan 10 ng/mL bFGF.

ents. Circulating tumor cells (CTCs) are cancer cells that have detached from their primary site. These cells can be utilized as an approach to determine the appropriate chemotherapy agents because they can be obtained through less invasive methods and share similar characteristics with the original cancer cells. However, one of the challenges is the varied composition of the CTC culture medium used, including components like epidermal growth factor (EGF) and basic-fibroblast growth factor (bFGF). In this study, CTC cultures isolated using erythrolysis methods were tested with 3 concentrations of EGF and bFGF (0 ng/mL EGF and bFGF, 50 ng/mL EGF and bFGF, and 20 ng/mL EGF and 10 ng/mL bFGF) over 14 days. Their effects on culture viability percentages were analyzed using trypan blue. The analysis was performed using ANOVA and Kruskal-Wallis tests. Additionally, cell morphology observed during culture and immunofluorescence were examined. The results showed that the absence of EGF and bFGF significantly reduced viability percentages on day 14. The concentration of 50 ng/mL EGF and bFGF caused viability percentages to stagnate from day 8 to day 14. Immunofluorescence results indicated that several cells were positive for both CK20 and PLS3 antibodies, marking them as CTC-positive. The conclusion of this study is that EGF and bFGF affect CTC culture viability in a concentration-dependent manner, with the optimal concentration being 20 ng/mL EGF and 10 ng/mL bFGF."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Khori Imami
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara komitmen perkawinan dengan kualitas perkawinan. Komitmen perkawinan didasarkan pada teori menurut Johnson dkk. (1999), bahwa komitmen perkawinan terbagi atas tiga tipe yaitu personal, moral dan struktural. Peneliti mengajukan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen perkawinan dengan kualitas perkawinan.
Subyek penelitian adalah individu yang telah menikah dengan melalui proses ta'aruf. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner komitmen perkawinan yang diadaptasi dari Johnson dkk. (1999) dan juga Quality Marriage index (QMI) yang diadaptasi dari Norton (1983). Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji korelasi Pearson Product Moment.
Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan dari ketiga tipe komitmen dengan kualitas perkawinan, sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Selain itu, ditemukan juga bahwa hasil uji korelasi antara ketiga tipe komitmen tersebut memiliki kekuatan korelasi yang berbeda, dimana kekuatan korelasi komitmen personal adalah kuat, komitmen moral adalah sedang dan komitmen struktural adalah lemah.

This study aims to determine whether there is a relationship between the marital commitment with marital quality in individuals who were married through ta'aruf process. The marital commitment is based on theory according to Johnson et al. (1999), that marital commitment is devided into three types, namely personal, moral and structural. Researcher hypothesized that there is a significant positive relationship between marital commitment with marital quality.
Research subject in this study were individual who had married through ta'aruf process. Instrument that used in this study was a questionnaire, adapted from marital commitment of Johnson et al. (1999) and also the Quality of marriage Index (QMI), which was adapted from Norton (1983). The analytical methods used to test the hypothesis using Pearson Product Moment Correlation test.
Result of the analysis showed that there was a significant positive correlation of the three types of commitment are correlated with the quality of the marriage, so the hypothesis is accepted. In addition, it was found also that the result of correlations between the three types of commitment have different correlation force, which the type of personal commitment is strong, moral commitment is moderate and structural commitment is weak.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>