Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185959 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Purwati
"Perawatan pada pasien dengan perdarahan intraserebral pada fase subakut memerlukan pemantauan ketat di ruang rawat ICU. Masalah keperawatan yang terjadi pada pasien meliputi bersihan jalan napas inefektif, perfusi serebral inadekuat, ketidakstabilan glukosa darah, resiko defisit nutrisi, resiko ketidakstabilan cairan dan elektrolit, serta adanya risiko perluasan infeksi. Masalah gastrointestinal pada pasien ICH mengakibatkan gangguan penyerapan nutrisi dengan tingginya GRV yang berisiko terjadinya aspirasi. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui pijat perut (abdominal massage). Laporan ini disusun untuk memaparkan analisis asuhan keperawatan pada pasien kritis dengan perdarahan intraserebral dalam penerapan abdominal massage untuk mengurangi residu lambung. Asuhan keperawatan diberikan secara menyeluruh sesuai masalah keperawatan pada kasus selama tiga hari. Sebagian intervensi meliputi abdominal massage yang dilakukan selama 20 menit sebanyak dua kali sehari. Setelah asuhan keperawatan diberikan didapatkan bersihan jalan napas yang belum efektif, perfusi serebral belum adekuat, glukosa darah belum stabil, defisit nutrisi tidak terjadi dengan peningkatan asupan, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan perluasan infeksi masih mungkin terjadi. Residu NGT berkurang hingga 0 cc setelah dilakukan intervensi abdominal massage. Pemberian intervensi abdominal massage sebagai bagian dari keseluruhan asuhan keperawatan dapat diterapkan di berbagai ruang rawat untuk menurunkan GRV dan meningkatkan penyerapan nutrisi pasien dengan NGT.

Care for patients with intracerebral hemorrhage in the subacute phase still requires close monitoring in the ICU ward. The nursing problems occurring in the patient include ineffective airway clearance, inadequate cerebral perfusion, blood glucose instability, risk of nutritional deficit, risk of electrolyte and fluid imbalance, and the risk of infection spread. Gastrointestinal problems in ICH patients result in nutrient absorption disorders with high GRV, which poses a risk of aspiration. One of the interventions that can be done to address high gastric residue is through abdominal massage. This report is prepared to present an analysis of nursing care for critically ill patients with intracerebral hemorrhage in the application of abdominal massage to reduce gastric residue. Nursing care was provided comprehensively according to the nursing problems in the case over three days. Some interventions included abdominal massage performed twice a day. After nursing care was provided, it was found that airway clearance was still ineffective, cerebral perfusion was inadequate, blood glucose was unstable, fluid and electrolyte imbalance had not been resolved, and the spread of infection was still possible. GRV decreased to 0 cc after abdominal massage intervention. The provision of abdominal massage intervention as part of overall nursing care can be applied in various wards to reduce GRV and improve nutrient absorption in patients with NGT."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Widiarti
"Intracerebral Hemorrage (ICH) merupakan perdarahan di dalam jaringan otak yang disebabkan pecahnya pembuluh darah. Sehingga pasien dengan intracerebral hemorrage di rekomendasikan dirawat di Intensive Care Unit (ICU) karena dapat mengalami peningkatan Intracranial pressure (ICP), serta komplikasi seperti hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan risiko perdarahan lebih lanjut. Penanganan pasien intracerebral hemorrhage di ICU yang memerlukan bantuan jalan nafas atau intubasi dengan pemasangan ETT, tindakan operasi (misalnya; Ventrikuloperitoneal Shunt), penghisapan lendir maupun prosedural invasif lain dapat menjadi sumber nyeri selama perawatan. Nyeri pada pasien selama perawatan di ICU dapat berdampak pada organ tubuh lain, seperti; hiperventilasi, peningkatan kebutuhan oksigen, gangguan tidur. Oleh karena itu, diperlukan intervensi, salah satunya dengan penerapan foot massage. Tujuan dari laporan kasus ini untuk menganalisa asuhan keperawatan kritis pada Tn S (78 tahun) dengan nyeri akut pasca tindakan VP Shunt dan trakeostomi dengan penerapan foot massage menggunakan Behavioral Pain Score (BPS) Ventilator sebagai alat ukur nyeri. Intervensi dilakukan selama 20 menit (masing-masing 10 menit setiap kaki), sekali sehari selama lima hari, evaluasi dilakukan 30 menit pertama dan kedua, lalu setiap jam selama shift setelah intervensi. Evaluasi akhir dilakukan dari hari pertama sampai hari kelima didapatkan hasil penurunan nyeri dari BPS 6 menjadi BPS 3. Hal ini sesuai berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Momeni, et al (2021) pada tiga kelompok intervensi yang dilakukan oleh perawat, keluarga, dan kelompok kontrol. Dimana setelah di evaluasi pada hari kelima didapatkan skor rata-rata penurunan nyeri pada kelompok yang diberi intervensi oleh perawat (BPS dari 4.48 menjadi 3.36), sedangkan intervensi oleh keluarga (BPS 4.76 menjadi 2.96), dibandingkan kelompok kontrol yang tetap mengalami nyeri lebih banyak.

Intracerebral haemorrage (ICH) is bleeding within the brain tissue caused by ruptured blood vessels. So that patients with intracerebral haemorrhage are recommended to be treated in the Intensive Care Unit (ICU) because they can experience increased Intracranial pressure (ICP), as well as complications such as cerebral hypoxia, decreased cerebral blood flow, and the risk of further bleeding. Handling intracerebral haemorrhage patients in the ICU that require airway assistance or intubation with ETT insertion, surgery (e.g. Ventriculoperitoneal Shunt), mucus removal or other invasive procedures can be a source of pain during treatment. Pain in patients during treatment in the ICU can have an impact on other organs, such as; hyperventilation, increased oxygen demand, sleep disturbance. Therefore, interventions are needed, one of which is the application of foot massage. The purpose of this case report is to analyse critical nursing care in Mr S (78 years old) with acute pain after VP Shunt and tracheostomy with the application of foot massage using Ventilator Behavioral Pain Score (BPS) as a pain measurement tool. The intervention was carried out for 20 minutes (10 minutes each foot), once a day for five days, the evaluation was carried out the first and second 30 minutes, then every hour during the shift after the intervention. The final evaluation was carried out from the first day to the fifth day, the results showed a decrease in pain from BPS 6 to BPS 3. This is in accordance with research conducted by Momeni, et al (2021) on three intervention groups carried out by nurses, families, and control groups. Where after being evaluated on the fifth day, it was found that the average score of pain reduction in the group given intervention by nurses (BPS from 4.48 to 3.36), while intervention by the family (BPS 4.76 to 2.96), compared to the control group who still experienced more pain. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalia Rose Fransisca Karma
"Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh pecahnya aneurisma yang mengakibatkan darah terserap masuk ke rongga parenkim otak, dan juga mengganggu sirkulasi cairan serebrospinal. Aneurisma otak sendiri biasanya berada pada sirkulus wilisi yang merupakan suatu lingkaran anastomosis berbentuk cincin yang berfungsi untuk mendistribusikan darah ke kedua hemisfer serebral. SAH memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka kematian yang tinggi erat kaitannya dengan peningkatan tekanan intrakranial. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan intrakranial salah satunya dengan elevasi kepala 30º. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien perdarahan subarakhnoid dengan penerapan intervensi elevasi kepala 30°. Hasil intervensi menunjukkan elevasi kepala 30° terbukti efektif untuk mengurangi risiko peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya meningkatkan venous return pada pasien stroke.

Subarachnoid hemorrhage (SAH) is generally caused by rupture of an aneurysm which causes blood to be absorbed into the brain parenchymal cavity, and also interferes with the circulation of cerebrospinal fluid. Brain aneurysms themselves are usually located in the circle of Willis which is a ring-shaped anastomotic circle that serves to distribute blood to both cerebral hemispheres. SAH has a high rate of morbidity and mortality. A high mortality rate is closely related to increased intracranial pressure. One of the efforts that can be done to reduce intracranial pressure is with a head elevation of 30º. The purpose of writing this final scientific paper for nurses is to describe nursing care for patients with subarachnoid hemorrhage with the application of a 30° head elevation intervention. The results of the intervention showed that 30° head elevation was effective in reducing the risk of increased intracranial pressure as an effort to increase venous return in stroke patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Khaerunnisa Pratiwi
"Hiperbilirubinemia adalah kondisi klinis umum yang sering terjadi pada bayi baru lahir akibat peningkatan kadar bilirubin serum dalam darah ≥5 mg/dL, ditandai dengan gejala ikterik. Intervensi utama untuk menurunkan kadar bilirubin serum adalah penggunaan fototerapi yang dikombinasikan dengan terapi adjuvan seperti field massage therapy. Studi kasus ini melibatkan tiga bayi dengan usia gestasi masing-masing 35 minggu, 40 minggu, dan 38 minggu yang mengalami ikterik neonatus pada 48-72 jam setelah kelahiran dan memerlukan fototerapi. Dua kelompok bayi diberikan terapi pijat yang dikombinasikan dengan fototerapi, sementara satu kelompok hanya mendapatkan fototerapi tanpa pijat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi pijat, yang dilakukan dua kali sehari selama 10-15 menit, dapat mengurangi durasi fototerapi, menurunkan intensitas ikterik pada kulit bayi, meningkatkan frekuensi buang air besar, dan meningkatkan asupan oral. Berdasarkan hasil ini, diharapkan terapi pijat dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai terapi komplementer rutin dalam asuhan keperawatan pada ikterik neonatus.

Hyperbilirubinemia is a common clinical condition often observed in newborns due to elevated serum bilirubin levels (≥5 mg/dL), characterized by jaundice. The primary intervention to reduce serum bilirubin levels is phototherapy, often combined with adjuvant therapies such as field massage therapy. This case study involved three infants with gestational ages of 35 weeks, 40 weeks, and 38 weeks, respectively, who developed neonatal jaundice 48–72 hours after birth and required phototherapy. Two groups of infants received massage therapy combined with phototherapy, while one group received only phototherapy without massage intervention. The results indicate that massage therapy, administered twice daily for 10–15 minutes, can reduce phototherapy duration, decrease jaundice intensity on the infant's skin, increase defecation frequency, and improve oral intake. These findings suggest that infant massage therapy could be developed as a complementary routine therapy in nursing care for neonatal jaundice. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ikram Ade Saputra
"Keluhan paling umum yang dialami ibu pasca operasi bedah sesar adalah rasa nyeri dan tidak nyaman yang berlangsung selama beberapa hari. Rasa sakit yang dirasakan pasca operasi bedah sesar dapat menyebabkan insomnia, kelelahan, kecemasan, dan berkurangnya mobilitas sehingga dapat menunda kesembuhan ibu dan perkembangan hubungan ibu-bayi. Oleh karena itu penatalaksanaan nyeri baik farmakologis maupun nonfarmakologis sangat penting dalam perawatan ibu pasca melahirkan. Terapi terapi non farmakologi h yang dapat digunakan adalah terapi pijat kaki yang efektif meredakan nyeri persalinan pasca bedah sesar . Tujuan artikel ini adalah menganalisis perawatan ibu pasca bedah sesar yang mengalami nyeri saat terapi pijat kaki. Penelitian ilmiah ini menggunakan metode studi kasus pada pasien pasca bedah sesar di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penilaian yang diperoleh setelah tindakan adalah penurunan tingkat nyeri yang diukur dengan Numerical Pain Rating Scale (NPRS). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terapi pijat kaki dapat mengurangi nyeri yang dialami klien pasca bedah sesar . Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat membandingkan efektivitas terapi pijat kaki dengan pijat lain atau kombinasinya dalam mengurangi nyeri pasca bedah sesar . Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dalam metode case study, yang melaporkan asuhan keperawatan pada ibu post operasi sesar dengan penerapan pijat kaki untuk mengurangi nyeri. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa setelah dilakukannya intervensi pijat kaki, adanya perassan lebih rileks dan berkurangnya tingkat nyeri ibu.

The most common complaint experienced by mothers after cesarean section is pain and discomfort that lasts for several days. The pain felt after cesarean section can cause insomnia, fatigue, anxiety, and reduced mobility, which can delay the mother's recovery and the development of the mother-baby relationship. Therefore, both pharmacological and non-pharmacological pain management is very important in postpartum care. Non-pharmacological therapy that can be used is foot massage therapy which is effective in relieving post-cesarean delivery pain. The purpose of this article is to analyze the care of post-cesarean mothers who experience pain during foot massage therapy. This scientific research uses a case study method on post-cesarean patients at the University of Indonesia Hospital. The assessment obtained after the action is a decrease in the level of pain as measured by the Numerical Pain Rating Scale (NPRS). These results indicate that foot massage therapy can reduce pain experienced by post-cesarean section clients. It is hoped that further research can compare the effectiveness of foot massage therapy with other massages or their combinations in reducing post-cesarean pain. The writing of this scientific work is carried out in a case study method, which reports nursing care for post-cesarean section mothers with the application of foot massage to reduce pain. Based on the results of the study, it shows that after the foot massage intervention, there is a more relaxed feeling and a reduction in the mother's pain level."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Ariyeni Widiastuti
"Latar Belakang : Sectio Caesar merupakan tindakan persalinan yang dilakukan dengan cara memutuskan jaringan kontuinitas atau persambungan dengan insisi untuk mengeluarkan bayi. Luka insisi operasi meninggalkan reseptor nyeri. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan asuhan keperawatan maternitas pada pasien post sectio caesarea yang mengalami nyeri dan pengaruh penerapan hand food massage dan relaksasi otot progresif untuk menurunkan tingkat nyeri. Pembahasan : Pasien dengan status paritas P1A0 post sectio caesarea hari pertama mengeluh nyeri area luka post operasi (skala nyeri 8/10 ). Pasien mengatakan adanya penurunan tingkat nyeri (skala 8-2) setelah dilakukan latihan hand foot massage dan relaksasi otot progresif selama 5 hari berturut-turut dengan waktu latihan 1x 40 menit setiap harinya disertai konsumsi analgetik pada 2 jam sebelum intervensi tersebut. Kesimpulan : Nyeri post sectio caesarea adalah perasaan tidak menyenangkan yang diakibatkan karena luka sayatan dari insisi pembedahan caesarea. Perpaduan hand food massage dan relaksasi otot progresif dapat diterapkan sebagai terapi non farmakologi dalam menurunkan tingkat nyeri pasien post sectio caesarea yang mengalami nyeri.

Background: Caesarean section is a delivery procedure that is carried out by breaking tissue continuity with an incision to remove the baby. The surgical incision leaves pain receptors. The aim of writing this scientific work is to report maternity nursing care for post caesarean section patients who experience pain and the effect of applying hand food massage and progressive muscle relaxation to reduce pain levels. Discussion: Patients with parity status P1A0 post caesarean section on the first day complained of pain in the post-operative wound area (pain scale 8/10). The patients stated that there was a decrease in the level of pain (scale 8-2) after doing hand foot massage and progressive muscle relaxation exercises for 5 consecutive days with 1 x 40 minute training time per day accompanied by taking analgesics 2 hours before the intervention. Conclusion: Post caesarean section pain is an unpleasant feeling caused by the incision of the caesarean section. The combination of hand food massage and progressive muscle relaxation can be applied as a non-pharmacological therapy to reduce the pain level of post-cesarean section patients who experience pain."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Arisanti
"Semakin bertambahnya usia, fungsi tubuh manusia mengalami penurunan. Diabetes mellitus termasuk kedalam 10 penyakit terbanyak yang diderita oleh lansia dan menjadi penyebab kematian terbanyak. Diabetes merupakan gangguan pada sistem endokrin yang terjadi di pancreas. Terganggunya hormone insulin yang mengakibatkan tingginya kadar glukosa dalam darah. Komplikasi diabetes yang sering terjadi adalah neuripati perifer yang dapat menyebabkan penurunan sensitivitas kaki. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada Nenek L yang berusia 64 tahun dengan masalah keperawatan perfusi perifer tidak efektif melalui penerapan foot massage. Hasil intervensi yang dilakukan lima kali dalam waktu tiga minggu dengan jarak tiga hari pada tiap intervensi didapatkan adanya peningkatan sensitivitas kaki yang di evaluasi menggunakan monofilament test 10g.

With increasing age, the function of the human body decreases. Diabetes mellitus is included in the 10 most common diseases suffered by the elderly and is the most common cause of death. Diabetes is a disorder of the endocrine system that occurs in the pancreas. Disruption of the hormone insulin which results in high levels of glucose in the blood. The most common complication of diabetes is peripheral neuropathy, which can cause decreased foot sensitivity. This scientific work aims to analyze nursing care for Grandma L who is 64 years old with ineffective peripheral perfusion nursing problems through the application of foot massage. The results of the intervention carried out five times within three weeks with a distance of three days in each intervention showed an increase in foot sensitivity which was evaluated using the 10g monofilament test."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Perikani
"Struma nodosa non toksis (SNNT) merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinis teraba satu atau lebih nodul. Faktor resiko penyebab SNNT antara lain pencemaran lingkungan, dan makanan. Manifestasi klinis SNNT adalah adanya benjolan dileher. Penatalaksanaannya dengan tindakan pembedahan tiroidektomi dapat menimbulkan masalah keperawatan tersering post operasi adalah nyeri akut. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri salah satunya dengan tindakan nonfarmakologi yaitu teknik massage therapy. Karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada klien dengan SNNT post tiroidektomi. Asuhan keperawatan ini dilakukan pada ny. M (62 th). Tindakan teknik massage therapy diberikan pada ny. M secara rutin sehari sekali selama 5 menit dalam tiga hari. Evaluasi dari tindakan tersebut yaitu masalah keperawatan nyeri akut dapat teratasi. Hasil analisis asuhan keperawatan pada ny. M dengan SNNT post tiroidektomi adalah pemberian massage therapy efektif dalam menurukan nyeri.

Non Toxic Nodular Goiter (NNG) is an enlargement of the thyroid gland that is clinically palpable by one or more nodules. The risk factors for NNG include environmental pollution and food. The clinical manifestation of NNG is the presence of a lump in the neck. Management with thyroidectomy surgery can cause the most common postoperative nursing problems a acute pain. Nursing interventions that can be done to deal with pain are one of them by non-pharmacological actions is a massage therapy techniques. The final scientific work aims to analyze nursing care for clients with NNG post thyroidectomy. This nursing care was carried out on Ms. M (62 years). The action of massage therapy techniques is given in Ms. M regularly once a day for 5 minutes in three days. Evaluation of these actions, namely nursing problems acute pain can be resolved. Results of analysis of nursing care at Ms. M with NNG post thyroidectomy is a giving massage therapy is effective in reducing pain."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Rakhmawati Emril
"Latar belakang: Sebuah skala prediktor yang dapat secara konsisten memprediksi keluaran pasien perdarahan intraserebral spontan (PIS) sangat diperlukan dalam penatalaksanaan pasien. Semakin cepat prognosis diketahui akan semakin baik karena sangat erat kaitannya dengan efektifitas terapi.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berperan sebagai prediktor independen terhadap keluaran pasien perdarahan intraserebral spontan di supratentorial, dan membuat sebuah skala prediktor PIS yang sesuai dengan pola penderita PIS di RSCM
Disain dan Metode: Penelitian ini merupakan suatu studi kasus kontrol yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan skala prediktor berdasarkan variabel yang terbukti sebagai prediktor independen keluaran penderita PIS.
Hasil: Faktor yang berperan sebagaai prediktor independent terhadap keluaran 30 hari pasien PIS adalah Skala koma Glassgow (p< 0.001), perluasan perdarahan ke intraventrikel (p= 0.001), dan volume lesi (p=-0.010). Skala prediktor PIS adala total nilai masing-rasing komponen yang terdiri Bari: SKG 34 (=2), 9-12 (=1), 13-15 (=0); IVH ya (=1), tidak (=0); volume Iasi ? 30 cc (=1), < 30 cc ff.)). Subyek dengan total skor 0, 1, 2, 3, 4, berturut-turut memiliki probabilitas meninggal 1.3%, 9.2-13.16%, 52.7-63.5%, 92:5-95.1%, dan 99.3%. Probabilitas keluaran meninggal meningkat sebanding dengan peningkatan total skala prediktor.
Kesimpulan: Faktor yang berperan sebagai prediktar keluaran 30 hari pasien PIS spontan supratentorial adalah Skala koma Glassgow, perluasan perdarahan ke intraventrikel, dan volume hematom. Berdasarkan prediktor independent tersebut dapat dibuat skala prediktor untuk memprediksi keluaran pasien. Probabilitas meninggal meningkat sebanding dengan peningkatan total skala prediktor.

Background. The predictor scale that predict consistently the outcome of patients with ICH is very important. Prognosis has strong relationship with effectiveness of treatment
Objective. To found the factors that act as the predictors of 30-day outcome for spontaneous intracerebral hemorrhage and to define a predictor scale or modified ICH scoring .
Methods. These was a case control study that continued by defined a predictor scale for ICH which use a criteria that was predictive of outcome.
Result. Factors independently associated with 30-day mortality were Glasgow Coma Scale score (p< 0.001), presence of intraveniricular hemorrhage (p0 001), and ICH volume (p=O.0I). The predictor scale of ICH was the sum of individual points assigned as follows: GCS score 3 to 8 (= 2 points), 9 to 12 (= 1 point), 13 to 15 point (41); Intraventricular hemorrhage yes (-I), no (41); ICH volume 30 cc (=1), < 30 cc (4). Thirty-day mortality rates for subjects with predictor scale of ICH of 0,1,2,3,and 4 were 1.3%, 9.2-13.6%, 52.7-63.5%, 92.5 - 95.1%, and 99.3% respectively. Thirty-day mortality increased steadily with predictor scale of ICI
Conclusions. Factors independently associated with 30-day mortality is Glasgow Coma Scale score, presence of intraventricular hemorrhage, and ICH volume. The ICH predictor scale can predict the risk stratification on patients with ICH. The use of a scale such ICH predictor scale could improve standardization of clinical treatment protocols.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardayani
"

 Stroke merupakan salah satu penyakit neurologis yang dapat menyebabkan kematian hingga kecacatan dan memiliki angka kejadian yang meningkat setiap tahun di dunia. Faktor risiko yang menyebabkan pasien menderita stroke yaitu merokok, hipertensi, dan tingginya kadar kolesterol. Pasien dirawat dengan diagnosa stroke iskemik onset hari ke tiga. Terdapat masalah keperawatan pada pasien diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, dan risiko kerusakan integritas kulit. Penegakan diagnosa menyesuaikan kondisi pasien saat pengkajian dilakukan. Saat pengkajian, didapatkan data bahwa pasien berisiko mengalami luka tekan akibat tirah baring yang lama. Oleh karena itu pasien diberikan intervensi berupa back massage selama perawatan. Back massage merupakan gerakan pijat yang dilakukan di area punggung hingga bokong dengan tujuan untuk meningkatkan vaskularitas kulit. Pemberian back massage pada karya ilmiah ini dilakukan pada pasien stroke iskemik selama 6x24 jam, sebanyak 2x/hari dengan 5 gerakan selama 15 – 30 menit dan melibatkan keluarga. Pengukuran intervensi menggunakan skala braden dan observasi kemerahan pada kulit. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa back massage efektif untuk mencegah terjadinya luka tekan pada pasien stroke yang mengalami tirah baring. Terjadi peningkatan skala braden dari 14 atau risiko sedang mengalami luka tekan menjadi 15 atau risiko ringan mengalami luka tekan, kemudian kemerahan pada kulit sudah tidak ada. Pemberian intervensi ini juga aman dan efektif serta dapat dilakukan oleh keluarga secara mandiri. Implikasi karya ilmiah ini menunjukkan bahwa pemberian back massage pada pasien stroke dengan tirah baring perlu dilakukan dengan rutin dan diperlukan keterlibatan keluarga untuk melakukan back massage pada pasien.


Stroke is a neurological disease with increasing prevalence annually in the world and may lead to death and disability. There are some risk factors in patient may be related to stroke; hypertension, hypercholesterolemia, and smokers. Patient with Ischemic stroke, on going to day 3. Nursing diagnosis in patient is ineffective cerebral tissue perfusion, impaired physical mobility, and risk for impaired tissue integrity. We can choose the diagnose by doing assessment in patient. Patient have a bed rest, so this condition may causes a pressure ulcer. Mean while, back massage is a movement carried out in the area of the back to the buttocks that aims to increase vascularity of the skin. Back massage in this paper were performed on patient with stroke for 6x24 hours, 2x per day, with 5 steps and duration about 15 until 30 minutes and family involvement. The intervention was evaluated by using braden scale and monitoring the redness on the skin. The result indicated that back massage was effective for preventing pressure ulcer in patient with stroke and bedrest. There was an increase in braden scale from 14 or middle risk to 15 or mild risk, and the redness of the skin has gone.Giving this intervention is also safe and effective and can be carried out independently by the family. The implication of this paper is that back massage should be performed regularly on patient with stroke and family involvement is essential for back massage implementation.

"
2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>