Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Faruq Sulaiman
"Ketidakjelasan bunyi Pasal 175 angka 7 ayat (4) dan (5) Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker No. 6 tahun 2023), dimaknai secara parsial oleh sebagian kalangan sebagai norma yang menghapus konsep keputusan fiktif positif dan menghilangkan kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam mengadilinya, seiring dengan dilimpahkan kewenangan terkait ke instansi pemerintahan. Berdasarkan penelitian doktrinal dengan pendekatan integral terhadap ketiga UU yang mendasarinya, diperoleh pemahaman bahwa sebenarnya dilakukan modifikasi teknis yudisial dalam menyelesaikan sengketa TUN yang ditimbulkan dari keputusan fiktif positif, menjadi berjenjang dengan menempuh upaya administrasi di instansi pemerintahan terlebih dahulu (primum remedium). Bilamana ternyata tidak mendapatkan solusi sebagaimana mestinya, barulah masyarakat yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum (gugatan tindakan factual) ke PTUN sebagai jalan terakhirnya (ultimum remedium).

The unclear sound of Article 175 number 7 paragraphs (4) and (5) of the Law on Job Creation (UU Ciptaker No. 6 of 2023), is partially interpreted by some groups as a norm that eliminates the concept of positive fictitious decisions and eliminates the competence of the Administrative Court. The State (PTUN) in adjudicating him, along with the delegation of relevant authority to government agencies. Based on doctrinal research with an integral approach to the three underlying laws, an understanding was obtained that judicial technical modifications were actually carried out in resolving TUN disputes arising from positive fictitious decisions, in stages by taking administrative efforts in government agencies first (primum remedium). If it turns out that the appropriate solution has not been obtained, then the aggrieved community can take legal action (factual action lawsuit) to the PTUN as their last resort (ultimum remedium)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Yohanna
"Tulisan ini menganalisis efektivitas pemilihan penyelesaian sengketa Arbitrase dalam Kontrak Baku Elektronik dan bagaimana implementasi Arbitrase Online sebagai bentuk dari Online Dispute Resolution di Indonesia dibandingkan dengan di Singapura dalam menyelesaikan sengketa bisnis e-commerce. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal yang bersifat normatif kualitatif. Perkembangan teknologi yang berdampak kepada kegiatan transaksi jual-beli menjadi hal yang tidak terlepaskan dari kebutuhan masa kini. Kehadiran penyelesaian sengketa dengan media online menjadi suatu urgensi untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum dalam menjawab sengketa yang berpotensi timbul di kemudian hari. Peneliti berfokus pada penyelesaian sengketa arbitrase online karena umumnya e-commerce menuangkan Klausula Arbitrase sebagai pilihan penyelesaian sengketa di dalam kontrak baku elektronik yang sudah mereka standarisasi. Dalam praktiknya keabsahan Klausula Arbitrase dalam Kontrak Baku Elektronik dapat dipertanggungjawabkan karena sudah selaras dengan peraturan perundang-undangan serta asas-asas hukum yang berlaku di Indonesia. Terkait implementasi Arbitrase Online di Indonesia dibandingkan dengan Singapura sudah dapat terlihat jelas melalui regulasi terkait prosedur pelaksanaan arbitrase online yang terdapat dalam lembaga-lembaga arbitrase yang ada di kedua negara. Melalui perbandingan antara kebijakan yang berlaku di kedua negara tersebut tulisan ini dapat memberikan gambaran bagaimana bentuk pelaksanaan arbitrase online yang dapat menjamin keefektifan dalam menyelesaikan sengketa bisnis e-commerce.

This paper analyzes the effectiveness of Arbitration dispute resolution selection in Electronic Standard Contracts and how the implementation of Online Arbitration as a form of Online Dispute Resolution in Indonesia compared to Singapore in resolving e-commerce business disputes. This research is prepared by using a normative qualitative doctrinal research method. The development of technology that has an impact on buying and selling transaction activities is something that cannot be separated from today's needs. The presence of dispute resolution with online media is an urgency to ensure legal certainty and protection in answering disputes that could potentially arise in the future. Researchers focus on online arbitration dispute resolution because e- commerce generally includes the Arbitration Clause as an option for dispute resolution in the electronic standard contract that they have standardized. In practice, the validity of the Arbitration Clause in the Electronic Standard Contract can be accounted for because it is in line with the laws and regulations and legal principles applicable in Indonesia. Regarding the anticipation of Online Arbitration in Indonesia compared to Singapore, it can be clearly seen through regulations related to the procedures for implementing online arbitration contained in arbitration institutions in both countries. Through a comparison between the policies that apply in the two countries, this paper can provide an overview of how the form of implementation of online arbitration can guarantee effectiveness in resolving e-commerce business disputes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Susilo Lonardo
"Teknologi digital yang sangat maju telah mengubah pola masyarakat dalam melakukan perdagangan. Jika sebelumnya jual beli hanya dilakukan secara langsung di tempat tertentu, sekarang dapat dilakukan dari mana saja dengan bantuan teknologi dan jaringan internet atau secara elektronik. Perdagangan elektronik atau dikenal e-commerce merupakan proses pembelian dan penjualan barang dan jasa secara elektronik dengan menggunakan jaringan internet dan teknologi digital. Konsep bisnis e-commerce yang cukup diminati oleh perusahaan start-up di Indonesia menggunakan konsep bisnis marketplace yang merupakan tempat atau wadah untuk memasarkan produk secara elektronik dan mempertemukan penjual dan pembeli secara tidak langsung. Shopee merupakan marketplace yang sangat diminati oleh banyaknya konsumen hal ini dikarenakan banyaknya manfaat dan keuntungan dalam melaksanakan transaksi jual beli secara elektronik. Namun tidak menutup kemungkinan dengan melakukan transaksi jual beli secara elektronik memiliki risiko kerugian. Untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan transaksi jual beli secara elektronik melalui marketplace, Marketplace X menyediakan fitur resolusi atau bantuan penyelesaian masalah dengan cara mediasi pengembalian barang dan/atau dana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan syarat layanan dan proses penyelesaian sengketa konsumen melalui “mediasi” yang diselenggarakan oleh Marketplace X terkait dengan pengajuan pengembalian barang dan/atau dana. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan diatas, bahwa kebijakan syarat layanan yang ditetapkan oleh Marketplace X telah melindungi hak dan kewajiban konsumen maupun penjual sebagai pengguna atas layanan yang disedikan oleh Marketplace X, namun proses penyelesaian sengketa konsumen melalui “mediasi” yang diselenggarakan oleh Marketplace X tidak dapat dikatakan sebagai “mediasi” hal ini dikarenakan pada hakikatnya “mediasi” dibantu oleh pihak ketiga selaku moderator yang tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan dan memaksa pihak yang bersengketa untuk tunduk terhadap keputusan melainkan harus berdasarkan kesepakatan bersama yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa.

Highly advanced digital technology has changed people's patterns of trading. If previously buying and selling was only done in person in certain places, now it can be done from anywhere with the help of technology and the internet or electronically. Electronic commerce, also known as e-commerce, is the process of buying and selling goods and services electronically using the internet and digital technology. The e- commerce business concept that is quite attractive to start-up companies in Indonesia uses the marketplace business concept which is a place or container for marketing products electronically and indirectly bringing together sellers and buyers. Shopee is a marketplace that is in great demand by many consumers, this is due to the many benefits and advantages of carrying out electronic buying and selling transactions. But do not rule out the possibility of making buying and selling transactions electronically has a risk of loss. To be able to resolve problems that arise in carrying out electronic buying and selling transactions through the marketplace, Marketplace X provides resolution features or problem-solving assistance by mediating the return of goods and/or funds. This study aims to analyze the policy terms of service and the process of resolving consumer disputes through "mediation" organized by the Marketplace X related to submitting returns of goods and/or funds. The research method used by the authors in this study is a normative juridical research method that uses a statutory approach and a conceptual approach with primary legal materials and secondary legal materials. Based on the results of the research, the authors obtained answers to the problems above, that the service terms policies set by the Marketplace X have protected the rights and obligations of consumers and sellers as users of the services provided by the Marketplace X, but the process of resolving consumer disputes through "mediation" organized by the Marketplace X cannot be said to be "mediation"."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Artania Jaya
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S22001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Praise Juinta W S
"Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah merupakan sengketa yang dianggap berbeda dengan Sengketa Pemilu. Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara eksplisit mengenai kelembagaan peradilan dalam Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah, sehingga hal tersebut menimbulkan penafsiran bahwa lembaga peradilan yang memiliki kewenangan terhadap sengketa perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah adalah Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya, kemudian dialihkan ke Mahkamah Konstitusi. Pengalihan kewenangan tersebut menimbulkan pandangan yang berbeda karena di satu sisi terdapat pandangan yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah, sedangkan di sisi lain ada pandangan yang menyatakan bahwa perlu ada peradilan khusus dalam penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah.

Dispute over Regional Head Election Result is dispute that is considered different from Election Disputes. The Constitution of Indonesia does not explicitly regulate judicial institutions in Disputes over Regional Head Election Results, so this has led to an interpretation that the judiciary that has authority over disputes over disputes over the results of Regional Head Elections is the Supreme Court and the judicial institutions under it, then transferred to Constitutional Court. The transfer of authority raises different views because on the one hand there is a view which states that the Constitutional Court has the authority to resolve disputes over the results of regional head elections, while on the other hand there is a view which states that there needs to be a special court in resolving disputes over regional head election results."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Petronella Maytea Lantio
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aspek hukum dari keputusan dan pelaksanaan arbitrase di Indonesia dengan maksud untuk mempelajari penegakan arbitrase, upaya hukum terhadap putusan arbitrase serta kendala dalam pelaksanaan putusan arbitrase di Indonesia. Pasal 60 UU No. 30/1999 (UU Arbitrase dan APS) menyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak, artinya putusan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi dan peninjauan kembali. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 70 putusan arbitrase dapat dibatalkan. Selain itu, pelaksanaan putusan arbitase masih menghadapi kendala di dalam praktek. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase hanya akan efektif jika para pihak yang terlibat sengketa adalah para pihak yang bona fide, pihak yang menang berusaha supaya putusan arbitrase didaftarkan pada pengadilan negeri agar memiliki kekuatan hukum, dan pihak yang kalah tetap menghormati dan tidak menghalanghalangi eksekusi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh, terkait dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu dengan menganalisis putusan pengadilan serta membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang relevan dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya data yang diperoleh diolah dan dianalisis lebih lanjut untuk menjawab permasalahan yang diteliti.

This study aimed to find out how the legal aspects of the decision and enforcement of arbitration in Indonesia with a view to study the enforcement of arbitration, the legal effort against the decision of arbitration as well as constraints in the execution of arbitration decision in Indonesia. Article 60 of Law No. 30/1999 (Arbitration and ADR Law) states that arbitral award is final and legally binding the parties, which means that the award could not be corrected by an appeal, cassation and review. However, in accordance with the Article 70 of the arbitration law the arbitral award can be annulled. Furthermore, the decision of arbitration is very hard to be implemented. It is due to the settlement of disputes through arbitration that will only be effective if the parties involved in the dispute are bona fide parties. The winning party tried to keep the decision of the Arbitration filed in state court in order to have legal force, and the losing party still respects and does not hinder the execution. This research includes the study of normative and descriptive legal. The research which is descriptive of this study are intended to illustrate and describe all the data obtained, related to the problem being investigated. In this research, data collection techniques used are literature studies, namely by analyzing court decisions and make notes of books of literature, legislation, documents and other matters relevant to the issues being investigated.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Iswara
"Penelitian ini mengidentifikasi dampak dari jumlah Anggota BPSK dan jumlah beban kasus di BPSK terhadap rasio penyelesaian sengketa di BPSK. Kerangka pemikiran konseptual untuk menganalisa perilaku Anggota BPSK dilakukan dalam kerangka utility theory dan didasarkan atas teori tentang perilaku hakim di pengadilan. Hasil yang ditemukan adalah: (1) bertambahnya jumlah beban kasus akan meningkatkan produktivitas dari BPSK, akan tetapi belum tentu meningkatkan rasio penyelesaian sengketa di BPSK; (2) bertambahnya Anggota baru di BPSK bersifat destruktif.

This research identifies the impacts of the number of BPSK's member and the amount of BPSK's caseload related to BPSK?s dispute settlement ratio. The conceptual framework to analyze BPSK's members behaviour is based on utility theory framework and judge behaviour theory. The results are: (1) Increasing caseload will increase BPSK?s productivity, however it is not give assurance to the excalation of BPSK?s dispute sattlement ratio; (2) The more member employed, will give destructive impact to BPSK."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Lasmaida Tio Evalina
"Tulisan ini menganalisa bagaimana independensi pengadilan pajak dalam penyelesaian sengketa pajak pasca adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 26/PUU-XXI/2023. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode Social-Legal Studies. Suatu lembaga peradilan merupakan bagian dari kekuasaan yudikatif yang harus independen dan terbebas dari pengaruh pihak manapun. Namun, Pengadilan Pajak belum dapat independen dalam penyelesaian sengketa pajak. Kementerian Keuangan mengatur pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan sementara Mahkamah Agung mengatur pembinaan teknis pengadilan pajak mengakibatkan Kementerian Keuangan lebih dominan dalam mengelola dan mengatur kelembagaan Pengadilan Pajak. Bahkan dalam hal remunerasi dan pensiun hakim pengadilan pajak diatur berbeda dengan hakim pengadilan tinggi lainnya. Hakim pengadilan pajak juga mendapatkan intervensi dalam pengambilan putusan dikarenakan putusan hakim pengadilan pajak akan menentukan pendapatan negara atau APBN dari sektor pajak. Pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang mengamanatkan pengadilan pajak di bawah Mahkamah Agung, Kementerian Keuangan masih berkoordinasi secara internal perihal tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Hakim Pengadilan Pajak tidak mengharapkan ketika pengadilan pajak dialihkan di bawah Mahkamah Agung, pendapatan hakim pengadilan pajak tidak turun dan masih sama seperti sekarang ketika berada di bawah Kementerian Keuangan. Pemerintah diharapkan mampu memberikan keadilan dan tetap menjaga independensi perihal remunerasi, promosi, jenjang karir dan status kepegawaian ketika pegawai dan hakim pengadilan dialihkan statusnya ke Mahkamah Agung.

This article analyzes the independence of the tax court in resolving tax disputes after the Constitutional Court decision Number: 26/PUU-XXI/2023. This article was prepared using the method Social-Legal Studies. A judicial institution is part of the judicial power which must be independent and free from influence from any party. However, the Tax Court cannot be independent in resolving tax disputes. The Ministry of Finance regulates organizational, administrative and financial guidance, while the Supreme Court regulates technical guidance for tax courts, resulting in the Ministry of Finance being more dominant in managing and regulating the Tax Court institution. Even in terms of remuneration and pensions, tax court judges are regulated differently from other high court judges. Tax court judges also intervene in decision making because the tax court judge's decision will determine state income or APBN from the tax sector. After the Constitutional Court Decision Number 26/PUU-XXI/2023 which mandated a tax court under the Supreme Court, the Ministry of Finance is still coordinating internally regarding the follow-up to the Constitutional Court Decision. Tax Court Judges do not expect that when the tax court is transferred under the Supreme Court, the tax court judge's income will not fall and will remain the same as now when it is under the Ministry of Finance. The government is expected to be able to provide justice and maintain independence regarding remuneration, promotions, career levels and employment status when court employees and judges are transferred to the Supreme Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Chairunnissa
"Tulisan ini menganalisis bagaimana hubungan tanggung jawab antara subjek hukum kesehatan, seperti dokter, pasien, rumah sakit, dan pemerintah yang berkaitan antara satu sama lain, baik di Indonesia maupun di Selandia Baru. Selain itu, skripsi ini juga mengulas sistem kesehatan di Selandia Baru yang memberikan kompensasi kepada pasien yang menderita cedera perawatan yang ditimbulkan dari kelalaian medis. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode pendekatan doktrinal. Hasil penelitian ini menunjukkan sistem kompensasi Selandia Baru yang memberikan bantuan untuk biaya perawatan dan rehabilitasi untuk semua cedera pribadi. Sistem ini berfokus pada unsur memperbaiki kondisi seperti semula dibandingkan dengan membuktikan kesalahan dari tenaga medis. Basis dari peraturan pada sistem kompensasi akibat cedera ini adalah Accident Compensation Act 2001 yang mengatur badan hukum yang bertugas untuk mengelola sistem kompensasi ini. Sistem kesehatan Selandia Baru yang tidak berfokus pada kesalahan ini dapat menciptakan sistem yang menekankan pada pengembalian kondisi ke semula (restorative justice). Oleh karena itu, pendekatan seperti ini seharusnya dapat diterapkan di Indonesia mengingat pentingnya melindungi dokter dari resiko profesinya yang tinggi. Sehingga, penyelesaian sengketa medis dapat memberikan solusi yang menguntungkan kepada semua pihak.

This paper analyzes the relationship of responsibility between health law subjects, such as doctors, patients, hospitals, and government in relation to each other both in Indonesia and New Zealand. In addition, this thesis also reviews the health system in New Zealand where this system provides compensation to patients who suffer treatment injuries arising from medical negligence. This research is descriptive with a doctrinal approach. The results of this study shows that New Zealand’s compensation system which provides assistance for treatment and rehabilitation costs for all personal injuries. The system focuses on the element of restoring the original condition rather than proving fault of the medical professional. The regulatory basis of the injury compensation system is the Accident Compensation Act 2001 which governs the statutory body tasked with administering the compensation system. New Zealand’s no-fault system can create a system that emphasizes restorative justice. Therefore, this approach should be applied in Indonesia given the importance of protecting doctors from the high risks of their profession. So that medical dispute resolution can provide solutions that are beneficial to all parties. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivika Dyatri Raumanen
"Access to justice merupakan hak konstitusional warga negara dan salah satu bentuk pelaksanaan dari prinsip equality before the law. Bagi masyarakat kecil, tidak terkecuali para tertanggung dengan sengketa asuransi jiwa tradisional kategori retail and small claim, access to justice dapat diwujudkan melalui proses penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Penyelesaian sengketa yang tidak efektif dan tidak efisien hanya akan menciderai keadilan para tertanggung karena pengorbanan yang harus mereka keluarkan menjadi terlalu besar sehingga tidak proporsional dibandingkan dengan klaim yang diperjuangkan. Dengan dikeluarkannya POJK No. 61/2020, peran dan fungsi Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) dalam menangani sengketa asuransi beralih kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS SJK). Keadilan memang bersifat subjektif, namun komponen-komponen pemenuhannya dapat dianalisis lebih konkret. Oleh sebab itu, skripsi ini menganalisis efektivitas dan efisiensi pengaturan serta pelaksanaan penyelesaian sengketa asuransi jiwa tradisional kategori retail and small claim di LAPS SJK berdasarkan beberapa komponen dalam POJK 61/2020 dan perbandingan dengan BMAI dari perspektif hukum perlindungan konsumen. Dari hasil analisis yang diperoleh, penelitian ini mencoba mencari solusi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelesaian sengketa yang mewujudkan access to justice, khususnya bagi para tertanggung.

Access to justice is a constitutional right of citizens in Indonesia and an implementation of the principle of equality before the law. For vulnerable communities, including the insured with traditional life insurance disputes in the retail and small claim category, access to justice can be actualized through a fast, simple, and low-cost dispute resolution process. Ineffective and inefficient dispute resolution will only violate justice for the insured because sacrifices they had to make are logistically pointless to pursue most claims. With the issuance of POJK No. 61/2020, the role and function of Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) in handling life insurance disputes shifts to Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK). Justice is subjective, but the components that fulfill it can be analyzed more concretely. Therefore, this research aims to analyze the effectiveness and efficiency of regulation and implementation of dispute resolution for traditional life insurance for retail and small claims category through LAPS SJK based on several components in POJK 61/2020 and comparison with BMAI from the perspective of consumer protection law. From the results obtained, this study tries to find a solution to increase the effectiveness and efficiency of dispute resolution that realizes access to justice, especially for the insured."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>